What do you think?
Rate this book
Babyrina
Irene Baginda, 15, bersama Inspektor Johari AB dan Detektif Zain Jantan akan merungkai misteri pembunuhan bersiri SMS-killer.
Di dalam penyiasatan ini kita akan dibawa merentas kontinuum transendental menemui erti puisi, mIRC, keratan akhbar, laporan koroner, esei akademik, spirit of the coin, transkrip novel serta Q&A bersama Babyrina.
Dear pembaca, memetik kata-kata Babyrina, “Enjoy all the phun!”
Di dalam penyiasatan ini kita akan dibawa merentas kontinuum transendental menemui erti puisi, mIRC, keratan akhbar, laporan koroner, esei akademik, spirit of the coin, transkrip novel serta Q&A bersama Babyrina.
Dear pembaca, memetik kata-kata Babyrina, “Enjoy all the phun!”
234 pages, Paperback
First published March 1, 2014
5 people are currently reading
136 people want to read
About the author
Ridhwan Saidi
34 books187 followersRidhwan Saidi is a Malaysian writer, theatre practitioner, and filmmaker known for his interdisciplinary experimentation with language and his fearless exploration of taboo subjects, with his trademark mix of ‘art berat’ and ‘art ringan’, dry humour, and esoteric discourse.
In 2011, Ridhwan penned his first novel, “Cekik,” followed by “Amerika” in the same year. Since then, he has authored “Mautopia” (2012), “Stereo Genmai” (2012), “Babyrina” (2014), and “Brazil” (2015). Each of these works delves into a wide array of themes and courageously challenges conventional storytelling. However, his examination of the darker aspects of human existence has elicited both admiration and concerns regarding its moral implications.
In addition to his association with Moka Mocha Ink, Ridhwan’s enthusiasm for theatre and the performing arts led him to establish Ensembel Teater Kaos Nol. Through this collective, he nurtures artistic talent, encourages conversations, and addresses important issues through artistic means.
“Our aim is to be open and inclusive when it comes to diverse modern art forms and traditional craft. When you have a thirst for knowledge, value historical understanding, and have a sense of humour, things will fall into place.” –Ridhwan Saidi (Moka Mocha Ink, an indie publisher, is making strides in literature and theatre circles. The Star, 20 July 2019)
Ridhwan has made contributions to the field of theatre performance through his works in Teater Modular and Teater Normcore. Teater Modular employs a system of independent modules, creating an ever-changing and interactive experience for the audience. On the other hand, Teater Normcore explores the intricacies of the creator-creation relationship in “Stereo Genmai,” delves into the roles we assume in both private and public spaces in “Masam Manis,” and examines the human condition within urban settings through productions like “Hamlet Fansuri,” “Karaoke Medea,” and “Tahun-Tahun Seorang Novelis.” “Pengalaman Prangin” (2024), is a 2 km roaming performance—incorporating walking and bicycling—that explores memory, history, and spatial sensibilities between geomorphology and built environments in George Town, Penang. His approach remains firmly rooted in unconventional and grassroots theatre.
In his film “Tiada Cinta Selama Muda” (No Love for the Young), Ridhwan blends body movements, documentary footage, and poetry, creating a peculiar audiovisual experience. He welcomes spontaneity while filming on-site and fosters a sense of collective creativity. “Air Mata di Kuala Lumpur” (Tears in Kuala Lumpur) is his second feature length film premiered in Rotterdam.
Apart from his own projects, Ridhwan actively collaborates with others and works as a dramaturg in productions such as “Tidur Lambak” (2022, Kuala Lumpur & 2025, Jakarta), an immersive performance exploring communal sleeping, and Lau Beh Chin’s “Beyond Moving with Artisans” (2021-2024), a choreography exploring fading crafts.
In 2011, Ridhwan penned his first novel, “Cekik,” followed by “Amerika” in the same year. Since then, he has authored “Mautopia” (2012), “Stereo Genmai” (2012), “Babyrina” (2014), and “Brazil” (2015). Each of these works delves into a wide array of themes and courageously challenges conventional storytelling. However, his examination of the darker aspects of human existence has elicited both admiration and concerns regarding its moral implications.
In addition to his association with Moka Mocha Ink, Ridhwan’s enthusiasm for theatre and the performing arts led him to establish Ensembel Teater Kaos Nol. Through this collective, he nurtures artistic talent, encourages conversations, and addresses important issues through artistic means.
“Our aim is to be open and inclusive when it comes to diverse modern art forms and traditional craft. When you have a thirst for knowledge, value historical understanding, and have a sense of humour, things will fall into place.” –Ridhwan Saidi (Moka Mocha Ink, an indie publisher, is making strides in literature and theatre circles. The Star, 20 July 2019)
Ridhwan has made contributions to the field of theatre performance through his works in Teater Modular and Teater Normcore. Teater Modular employs a system of independent modules, creating an ever-changing and interactive experience for the audience. On the other hand, Teater Normcore explores the intricacies of the creator-creation relationship in “Stereo Genmai,” delves into the roles we assume in both private and public spaces in “Masam Manis,” and examines the human condition within urban settings through productions like “Hamlet Fansuri,” “Karaoke Medea,” and “Tahun-Tahun Seorang Novelis.” “Pengalaman Prangin” (2024), is a 2 km roaming performance—incorporating walking and bicycling—that explores memory, history, and spatial sensibilities between geomorphology and built environments in George Town, Penang. His approach remains firmly rooted in unconventional and grassroots theatre.
In his film “Tiada Cinta Selama Muda” (No Love for the Young), Ridhwan blends body movements, documentary footage, and poetry, creating a peculiar audiovisual experience. He welcomes spontaneity while filming on-site and fosters a sense of collective creativity. “Air Mata di Kuala Lumpur” (Tears in Kuala Lumpur) is his second feature length film premiered in Rotterdam.
Apart from his own projects, Ridhwan actively collaborates with others and works as a dramaturg in productions such as “Tidur Lambak” (2022, Kuala Lumpur & 2025, Jakarta), an immersive performance exploring communal sleeping, and Lau Beh Chin’s “Beyond Moving with Artisans” (2021-2024), a choreography exploring fading crafts.
Ratings & Reviews
Friends & Following
Create a free account to discover what your friends think of this book!
Community Reviews
Displaying 1 - 30 of 38 reviews
May 28, 2014
Karya ini sepatutnya menjadi sebuah monumen bagi masyarakat Malaysia. Atau lebih tepat, monumen dalam fiksyen. Sepatutnya, tetapi apa yang menggagalkan Babyrina dari menjadi sebuah karya yang diangkat seperti itu?
Bahasa formaliti (B.M.T. barangkali?).
Sebuah karya yang bagus seperti Babyrina tidak mampu diangkat menjadi karya klasik untuk diturunkan kepada generasi-generasi akan datang kerana faktor bahasa Melayunya yang kurang formal. Sejujurnya, inilah satu-satunya kelemahan Babyrina. Ini menjadi indikator kepada karya-karya lainnya, bahawa kehebatan garapan dan idea boleh menjadikan sesebuah karya itu bagus dan menarik, tetapi gagal dalam peringkat monumentasi.
Saya tiada kata lain selain dari kekaguman kepada saudara Ridhwan Saidi, yang mana merupakan antara novelis kegemaran saya dalam era lingustik yang serba urban kini. Beliau merupakan seorang yang mempunyai visi inovatif dalam setiap karya beliau. Karya beliau karya orang mengkaji. Sepertinya Babyrina, pembuatan buku ini sememangnya sarat dengan kajian, dan diulam dengan garapan idea dan teknik penceritaan yang cukup mantap.
Saya suka bagaimana penulis menujah pembaca dengan plot demi plot yang suram dan penuh "thrill". Ridhwan mempunyai kebolehan itu. Kebolehan memeluk kita dengan dingin dan suara-suara misteri dalam ruang lingkup penceritaanya. Garapan bagi buku ini amat berkesan. Malahan Ridhwan bijak mengolah cara penyuapan "insight" kepada pembaca secara tidak langsung melalui jurnal-jurnal yang diselitkan dalam buku ini.
Babyrina, sebuah karya yang bagus dari seorang penulis inovatif.
Dalam masa-masa saya membaca Babyrina, saya diambil kembali kepada suatu masa pertengahan 90-an, dimana Malaysia hanyalah Kuala Lumpur, dimana internet adalah limited access, dimana manusia paling popular adalah Mahathir dan Anwar, dan dimana pornografi itu adalah sesuatu keghairahan yang misteri.
Bahasa formaliti (B.M.T. barangkali?).
Sebuah karya yang bagus seperti Babyrina tidak mampu diangkat menjadi karya klasik untuk diturunkan kepada generasi-generasi akan datang kerana faktor bahasa Melayunya yang kurang formal. Sejujurnya, inilah satu-satunya kelemahan Babyrina. Ini menjadi indikator kepada karya-karya lainnya, bahawa kehebatan garapan dan idea boleh menjadikan sesebuah karya itu bagus dan menarik, tetapi gagal dalam peringkat monumentasi.
Saya tiada kata lain selain dari kekaguman kepada saudara Ridhwan Saidi, yang mana merupakan antara novelis kegemaran saya dalam era lingustik yang serba urban kini. Beliau merupakan seorang yang mempunyai visi inovatif dalam setiap karya beliau. Karya beliau karya orang mengkaji. Sepertinya Babyrina, pembuatan buku ini sememangnya sarat dengan kajian, dan diulam dengan garapan idea dan teknik penceritaan yang cukup mantap.
Saya suka bagaimana penulis menujah pembaca dengan plot demi plot yang suram dan penuh "thrill". Ridhwan mempunyai kebolehan itu. Kebolehan memeluk kita dengan dingin dan suara-suara misteri dalam ruang lingkup penceritaanya. Garapan bagi buku ini amat berkesan. Malahan Ridhwan bijak mengolah cara penyuapan "insight" kepada pembaca secara tidak langsung melalui jurnal-jurnal yang diselitkan dalam buku ini.
Babyrina, sebuah karya yang bagus dari seorang penulis inovatif.
Dalam masa-masa saya membaca Babyrina, saya diambil kembali kepada suatu masa pertengahan 90-an, dimana Malaysia hanyalah Kuala Lumpur, dimana internet adalah limited access, dimana manusia paling popular adalah Mahathir dan Anwar, dan dimana pornografi itu adalah sesuatu keghairahan yang misteri.
September 17, 2017
Babyrina. Viral sensasi Internet zaman dial-up dan Spice Girls. Selesai baca buku ni, aku terus google Babyrina. And oh, she exists.
Cerita ini berkisarkan tentang pembunuhan bersiri yang membawa kepada baliktabir kewujudan Babyrina dalam bentuk fiksyen. Menurut aku, ianya begitu kreatif. Semuanya berputar pada paksi yang sama. Obsesi membawa padah. Semuanya bermula apabila Irene Baginda ditemui mati di dalam tab mandi di rumahnya di Subang Villa. Dan semuanya berakhir apabila Irene Baginda bercerita tentang bagaimana dirinya dibunuh.
Apakah ini magical realism? Mungkin. Babyrina melangkaui novel penyiasatan, ianya sebuah cerita untuk liburan pembaca. Seperti buku-buku tulisan Ridhwan Saidi yang sebelumnya. Ia buat kau leka. Ia tak perlu logik akal. Kau cuma perlu berhibur dengannya.
Ini buku ke-empat Ridhwan Saidi yang aku baca. Dan cukup dua tiga buku terawal membuatkan aku terus mencari dan membeli kesemua bukunya.
Cerita ini berkisarkan tentang pembunuhan bersiri yang membawa kepada baliktabir kewujudan Babyrina dalam bentuk fiksyen. Menurut aku, ianya begitu kreatif. Semuanya berputar pada paksi yang sama. Obsesi membawa padah. Semuanya bermula apabila Irene Baginda ditemui mati di dalam tab mandi di rumahnya di Subang Villa. Dan semuanya berakhir apabila Irene Baginda bercerita tentang bagaimana dirinya dibunuh.
Apakah ini magical realism? Mungkin. Babyrina melangkaui novel penyiasatan, ianya sebuah cerita untuk liburan pembaca. Seperti buku-buku tulisan Ridhwan Saidi yang sebelumnya. Ia buat kau leka. Ia tak perlu logik akal. Kau cuma perlu berhibur dengannya.
Ini buku ke-empat Ridhwan Saidi yang aku baca. Dan cukup dua tiga buku terawal membuatkan aku terus mencari dan membeli kesemua bukunya.
February 22, 2020
Bak kata Mahathir Mohamad, saya harap cerita ini adalah cerita dongeng sahaja.
August 26, 2014
entah aku rasa dalam banyak-banyak karya ridhwan, amerika masih tetap berpaut di hati. yang lain-lain sesudahnya spt mautopia, stereo genmai, dan yg ini (aku tak pernah baca cekik) macam ok lah. tak adalah 'wow' sangat.
baik, aku pecahkan "what do i think" mengikut unsur-unsur yg ridhwan paparkan di belakang kulit buku.
1. erti puisi - yang aku faham erti puisi di sini hanyalah puisi-puisi alat kelamin dan gersang dan budak-budak-PMR-yang-banyak-sangat-tonton-porno. selain itu rasanya tak ada.
2. mIRC - ini macam Yahoo messenger kot? aku masa zaman mIRC ni aku belum masuk sekolah rendah pun so ha ha ha.
3. keratan akhbar - tak ada apa-apa menarik dkt sini.
4. laporan koroner - no comment.
5. esei akademik - yang ini boleh dipanggil esei akademik kah? aku rasa unsur 'babyrina' ni diperbesar-besarkan dan diilmiah-ilmiahkan sangat sampai aku rasa pergerakan usus aku untuk menerbitkan tahi lebih mustahak.
6. spirit of the coin - yg ini mindblown sikit. tetiba irene cakap dengan irene dan bla bla bla. rupa-rupanya dunia ruh ni tak terikat dengan ruang dan masa, ye tak?
7. transkrip novel - biasa aje.
8. Q & A bersama babyrina - selain daripada ajakan-ajakan dan rintihan lelaki dan perempuan yang alat kelaminnya berair-air, aku tak dapat 'phun'nya kat sini. dalam beberapa soalan adalah macam ridhwan letak nama-nama watak dalam novel ni sebagai penanya(mungkin diaorang peminat babyrina?). mereka terikat dengan khayalan-khayalan lucah babyrina? ok fine. jadi?
9. penyiasatan - juga, ok lah. adalah rasa macam detektif conan sikit-sikit. tapi pembunuh yg terdiri daripada razif, soleh, dan datin macam tak kukuh. aku rasa tujuan dia macam watak jar jar binks dalam star wars - tak penting dan menyakitkan hati.
so dear babyrina, i dont get the 'phun' at all. but it was a good effort anyway. keep it up girl!
baik, aku pecahkan "what do i think" mengikut unsur-unsur yg ridhwan paparkan di belakang kulit buku.
1. erti puisi - yang aku faham erti puisi di sini hanyalah puisi-puisi alat kelamin dan gersang dan budak-budak-PMR-yang-banyak-sangat-tonton-porno. selain itu rasanya tak ada.
2. mIRC - ini macam Yahoo messenger kot? aku masa zaman mIRC ni aku belum masuk sekolah rendah pun so ha ha ha.
3. keratan akhbar - tak ada apa-apa menarik dkt sini.
4. laporan koroner - no comment.
5. esei akademik - yang ini boleh dipanggil esei akademik kah? aku rasa unsur 'babyrina' ni diperbesar-besarkan dan diilmiah-ilmiahkan sangat sampai aku rasa pergerakan usus aku untuk menerbitkan tahi lebih mustahak.
6. spirit of the coin - yg ini mindblown sikit. tetiba irene cakap dengan irene dan bla bla bla. rupa-rupanya dunia ruh ni tak terikat dengan ruang dan masa, ye tak?
7. transkrip novel - biasa aje.
8. Q & A bersama babyrina - selain daripada ajakan-ajakan dan rintihan lelaki dan perempuan yang alat kelaminnya berair-air, aku tak dapat 'phun'nya kat sini. dalam beberapa soalan adalah macam ridhwan letak nama-nama watak dalam novel ni sebagai penanya(mungkin diaorang peminat babyrina?). mereka terikat dengan khayalan-khayalan lucah babyrina? ok fine. jadi?
9. penyiasatan - juga, ok lah. adalah rasa macam detektif conan sikit-sikit. tapi pembunuh yg terdiri daripada razif, soleh, dan datin macam tak kukuh. aku rasa tujuan dia macam watak jar jar binks dalam star wars - tak penting dan menyakitkan hati.
so dear babyrina, i dont get the 'phun' at all. but it was a good effort anyway. keep it up girl!
May 23, 2017
Hai cayang-cayang semua!
Selepas Mautopia, Amerika, Brazil dan Stereo Genmai kini tiba giliran saya untuk menjelajahi karya seterusnya BABYRINA dari penulis yang saya minati, Ridhwan Saidi.
Sungguh aku tak kenal siapa itu Babyrina sampai saat aku membeli buku ini. Nampak sangatlah yg fikiran aku ini suci ibarat kain putih yg belum dititis apa-apa warna. Kah!
Itu pun kerana Riza tanya aku, "kau kenal siapa Babyrina ni? Dia bintang porn." Terus sahaja aku google dan ambil "feel'" untuk lebih fokus dengan buku ini dan ternyata langkah aku itu sangat bijak dan sempurna. Buku ini tidak mengecewakan, masakan tidak aku mampu mengkhatam hanya dalam masa singkat tanpa ada sedikit waktu pun aku lepaskan buku ini dari tangan.
Malaikat melintas.
Apa yang menarik di dalam buku ini sebenarnya adalah ia mengingatkan kita pada nostalgia dan peristiwa yg berlaku lewat tahun 90-an dahulu. Aku sendiri masih kecil ketika itu. Siapa saja yang tak pernah melalui zaman MIRC dulu kan? Babyrina adalah carian pertama aku di internet ketika membaca novel ini dan harapnya ia bukan yang terakhir. KAH!
Dan seperti kebiasaan buku-buku yang aku baca, aku tak perlukan penamat di dalamnya. Cukup pengalaman narrator itu sendiri sudah memuaskan hati.
Dear pembaca, memetik kata kata Babyrina, "Enjoy all the phun!" 4 Bintang. 🌟 🌟 🌟 🌟
Selepas Mautopia, Amerika, Brazil dan Stereo Genmai kini tiba giliran saya untuk menjelajahi karya seterusnya BABYRINA dari penulis yang saya minati, Ridhwan Saidi.
Sungguh aku tak kenal siapa itu Babyrina sampai saat aku membeli buku ini. Nampak sangatlah yg fikiran aku ini suci ibarat kain putih yg belum dititis apa-apa warna. Kah!
Itu pun kerana Riza tanya aku, "kau kenal siapa Babyrina ni? Dia bintang porn." Terus sahaja aku google dan ambil "feel'" untuk lebih fokus dengan buku ini dan ternyata langkah aku itu sangat bijak dan sempurna. Buku ini tidak mengecewakan, masakan tidak aku mampu mengkhatam hanya dalam masa singkat tanpa ada sedikit waktu pun aku lepaskan buku ini dari tangan.
Malaikat melintas.
Apa yang menarik di dalam buku ini sebenarnya adalah ia mengingatkan kita pada nostalgia dan peristiwa yg berlaku lewat tahun 90-an dahulu. Aku sendiri masih kecil ketika itu. Siapa saja yang tak pernah melalui zaman MIRC dulu kan? Babyrina adalah carian pertama aku di internet ketika membaca novel ini dan harapnya ia bukan yang terakhir. KAH!
Dan seperti kebiasaan buku-buku yang aku baca, aku tak perlukan penamat di dalamnya. Cukup pengalaman narrator itu sendiri sudah memuaskan hati.
Dear pembaca, memetik kata kata Babyrina, "Enjoy all the phun!" 4 Bintang. 🌟 🌟 🌟 🌟
May 30, 2014
1. Babyrina boleh dikatakan adalah satu puisi yang panjang. tak pasti kalau stail sastra Melayu lama kita panggil apa. hikayat, izzit?
2. saya malas nak ambil pusing pasal semangat politikal, semangat yang 'gelap-gelap' tersembunyi dalam bayang pasal novel ini. mesti ada orang lain yang tengah, mungkin dia sedang baca naskahnya sekarang ini, semangat tak sabar nak reviu, atau dia dah pun? tentang politik, gelap-gelapnya, novel ini.
3. ingatkan kenapa saya senang baca Ridhwan Saidi. rupanya sebab dia suka play-play dengan bahasa. seronok, diulit cemburu.
4. oh. atas sebab itu tak pasti kalau ianya sengaja, atau tak, kita takkan tahu, dan itu barangkali termasuk Ridhwan Saidi sendiri, bila di muka berapa saya tak ingat, dua kali, perlakuan watak dipeluk tanda baca itu.
5. ianya janggal, creepy dan sweet sekaligus sebab Ridhwan pernah mengaku dalam diam dia ada keinginan nak cuddle dengan pembacanya.
2. saya malas nak ambil pusing pasal semangat politikal, semangat yang 'gelap-gelap' tersembunyi dalam bayang pasal novel ini. mesti ada orang lain yang tengah, mungkin dia sedang baca naskahnya sekarang ini, semangat tak sabar nak reviu, atau dia dah pun? tentang politik, gelap-gelapnya, novel ini.
3. ingatkan kenapa saya senang baca Ridhwan Saidi. rupanya sebab dia suka play-play dengan bahasa. seronok, diulit cemburu.
4. oh. atas sebab itu tak pasti kalau ianya sengaja, atau tak, kita takkan tahu, dan itu barangkali termasuk Ridhwan Saidi sendiri, bila di muka berapa saya tak ingat, dua kali, perlakuan watak dipeluk tanda baca itu.
5. ianya janggal, creepy dan sweet sekaligus sebab Ridhwan pernah mengaku dalam diam dia ada keinginan nak cuddle dengan pembacanya.
May 7, 2014
Dengan cerita yang pacy begini, aku rasa RS berjaya jadikannya satu perjalanan merentas kisah dengan lembut. Naratif 1st pov mangsa untuk sampaikan pengalaman melalui 3rd pov yang neutral dikira cukup berkesan, tak terlalu terperinci (macam dari kacamata tuhan dalam dunia novel) dan tak terlalu lopong; suam-suam kuku gitu.
Mungkin ada sedikit rasa janggal bila tiba dialog yang melibatkan lebih dari dua orang tanpa sebarang tanda siapa yang tengah bercakap. Hanya pembuka dan penutup kata. Itu sedikit ganggu aku bila nak ulang dialog dalam akal dengan suara yang aku dah set untuk setiap watak dalam novel ini.
Selain dari itu, aku rasa RS berjaya bawa aku menyusur dalam kisah ini dengan bagus, aku terasa pengalaman membacanya. 4 bintang memang layak untuknya. Terima kasih.
Mungkin ada sedikit rasa janggal bila tiba dialog yang melibatkan lebih dari dua orang tanpa sebarang tanda siapa yang tengah bercakap. Hanya pembuka dan penutup kata. Itu sedikit ganggu aku bila nak ulang dialog dalam akal dengan suara yang aku dah set untuk setiap watak dalam novel ini.
Selain dari itu, aku rasa RS berjaya bawa aku menyusur dalam kisah ini dengan bagus, aku terasa pengalaman membacanya. 4 bintang memang layak untuknya. Terima kasih.
June 13, 2017
Actual Rating: 3.5 stars.
March 19, 2014
“Babyrina tentu telah memulakan kariernya pada tahun 1995 atau 1996, semasa Mahathir Mohamad melancarkan Multimedia Super Corridor.” -Johari AB, Lagenda Babyrina (2001)
Aku tanya seorang rakan sebaya, “Kau kenal Babyrina?” Dia jawab, “…”
Ternyata semasa zaman kegemilangan Babyrina (sekitar 90-an) itu, apa yang kami tahu hanyalah lori Milo yang akan datang ke sekolah. Ya, kami masih naif.
Baiklah.
Apa yang menariknya tentang (novel) Babyrina ini?
Kau akan bertemu kembali dengan esei akademik Flores Chin -seperti yang telah kautemui dalam Stereo Genmai. Dan kau akan sedar, ianya suatu bentuk humor yang serius.
‘Murder mystery’. Awalnya, aku ingat (novel) Babyrina ini ala ‘Manhattan Murder Mystery' oleh Woody Allen. Rupanya-rupanya… ia lebih menarik daripada itu. Sungguh, Babyrina sebenarnya sebuah ‘murder mystery’ yang telah menelanjangkan golongan autoriti pada zaman itu!
Bak kata Inspektor Johari AB, “Mari kita anggap ada tangan-tangan hitam yang membendung tugas-tugas kepolisian.”
Melewati beberapa siri pembunuhan yang dikaitkan dengan Babyrina, kau bukan sahaja ternanti-nanti untuk mengetahui siapakah SMS-killer tersebut, malah kau secara tidak langsung juga mahu tahu “tangan-tangan hitam” siapakah yang menjadi dalangnya. Hahaha, “tangan-tangan hitam”! Itu kau kena cari sendirilah di celah-celah novel ini. Aku tak nak beritahu.
Dan untuk Detektif Zain Jantan, aku gemar dengan watak ini. Dan aku rasa watak ini perlu diberikan lebih ruang lagi untuk beraksi. Kau tahu kan, macam Sherlock.
Apa yang boleh aku katakan tentang novel ini, “It’s phun!”
Oh ya, meminjam kata-kata Mahathir Mohamad, “Saya harap cerita ini adalah cerita dongeng sahaja.” (Utusan Malaysia 8 November 1998) Kalaulah benar, hmmm… entahlah.
Aku tanya seorang rakan sebaya, “Kau kenal Babyrina?” Dia jawab, “…”
Ternyata semasa zaman kegemilangan Babyrina (sekitar 90-an) itu, apa yang kami tahu hanyalah lori Milo yang akan datang ke sekolah. Ya, kami masih naif.
Baiklah.
Apa yang menariknya tentang (novel) Babyrina ini?
Kau akan bertemu kembali dengan esei akademik Flores Chin -seperti yang telah kautemui dalam Stereo Genmai. Dan kau akan sedar, ianya suatu bentuk humor yang serius.
‘Murder mystery’. Awalnya, aku ingat (novel) Babyrina ini ala ‘Manhattan Murder Mystery' oleh Woody Allen. Rupanya-rupanya… ia lebih menarik daripada itu. Sungguh, Babyrina sebenarnya sebuah ‘murder mystery’ yang telah menelanjangkan golongan autoriti pada zaman itu!
Bak kata Inspektor Johari AB, “Mari kita anggap ada tangan-tangan hitam yang membendung tugas-tugas kepolisian.”
Melewati beberapa siri pembunuhan yang dikaitkan dengan Babyrina, kau bukan sahaja ternanti-nanti untuk mengetahui siapakah SMS-killer tersebut, malah kau secara tidak langsung juga mahu tahu “tangan-tangan hitam” siapakah yang menjadi dalangnya. Hahaha, “tangan-tangan hitam”! Itu kau kena cari sendirilah di celah-celah novel ini. Aku tak nak beritahu.
Dan untuk Detektif Zain Jantan, aku gemar dengan watak ini. Dan aku rasa watak ini perlu diberikan lebih ruang lagi untuk beraksi. Kau tahu kan, macam Sherlock.
Apa yang boleh aku katakan tentang novel ini, “It’s phun!”
Oh ya, meminjam kata-kata Mahathir Mohamad, “Saya harap cerita ini adalah cerita dongeng sahaja.” (Utusan Malaysia 8 November 1998) Kalaulah benar, hmmm… entahlah.
April 8, 2015
3.5
One of the book that I'm highly anticipated ever since I got home.
As usual, buku RS kalau tak buat orang tertanya-tanya memang tak sah. Ada certain moment di akhir cerita yang buat aku wondering how on earth such thing can happened sebab macam tak kena.
Babyrina ni lain sikit dari buku RS yang aku baca before ni. Sebab Babyrina is about solving the mystery of SMS-killer. The crime - thrilling, captivating. Tapi still ada honesty dalam cerita ni. Politik, campur tangan orang atas dalam kerja polis, pornografi.
And like always, aku enjoyed baca buku RS. The different narration for each chapter made this story more interesting sebab dapat baca from different POV. Aku enjoyed reading from the different style; puisi, chat, keratan akhbar, laporan koroner, the Q&A. And the unexpected plot twist made me love this story more. Oh and the motive for the crime? Buat aku tertanya-tanya if that kind of people really exist. Kegiatan luar tabii? Sick, much? Tapi, Babyrina tak bagi aku kepuasan macam aku baca Stereo Genmai.
Overall, it's brilliant and simply thrilling.
One of the book that I'm highly anticipated ever since I got home.
As usual, buku RS kalau tak buat orang tertanya-tanya memang tak sah. Ada certain moment di akhir cerita yang buat aku wondering how on earth such thing can happened sebab macam tak kena.
Babyrina ni lain sikit dari buku RS yang aku baca before ni. Sebab Babyrina is about solving the mystery of SMS-killer. The crime - thrilling, captivating. Tapi still ada honesty dalam cerita ni. Politik, campur tangan orang atas dalam kerja polis, pornografi.
And like always, aku enjoyed baca buku RS. The different narration for each chapter made this story more interesting sebab dapat baca from different POV. Aku enjoyed reading from the different style; puisi, chat, keratan akhbar, laporan koroner, the Q&A. And the unexpected plot twist made me love this story more. Oh and the motive for the crime? Buat aku tertanya-tanya if that kind of people really exist. Kegiatan luar tabii? Sick, much? Tapi, Babyrina tak bagi aku kepuasan macam aku baca Stereo Genmai.
Overall, it's brilliant and simply thrilling.
February 14, 2016
The part that this book bercerita dari point of view seorang (?) roh (mati dibunuh, ditikam 7 kali selepas mandi) buat saya rasa sedikit special. Sort of weird feeling, but not a bad one. Ada rasa a bit mournful, mungkin sedih atau kasihan, entahlah.
Saya tak familiar sangat dengan Babyrina-- tahun 90an masih sekolah, komputer pun tak ada dekat rumah apetah lagi talian internet. Tapi adalah pengalaman chatting di mIRC. *cough cough*
Suka bahagian 'malaikat melintas' dan dialog di antara karakter. Ridhwan Saidi selalu buat saya impress dengan idea tulisan dia-- bizarre and awkward. Walau kadang terasa macam baca suratkhabar tapi sisipan-sisipan tambahan (chatting room, laporan autopsi, cakap-cakap sendiri dalam kepala) yang ada quite fun to read.
One interesting book, dan tak sangka Irene Baginda pun baca buku puisi T. Alias Taib.
Saya tak familiar sangat dengan Babyrina-- tahun 90an masih sekolah, komputer pun tak ada dekat rumah apetah lagi talian internet. Tapi adalah pengalaman chatting di mIRC. *cough cough*
Suka bahagian 'malaikat melintas' dan dialog di antara karakter. Ridhwan Saidi selalu buat saya impress dengan idea tulisan dia-- bizarre and awkward. Walau kadang terasa macam baca suratkhabar tapi sisipan-sisipan tambahan (chatting room, laporan autopsi, cakap-cakap sendiri dalam kepala) yang ada quite fun to read.
One interesting book, dan tak sangka Irene Baginda pun baca buku puisi T. Alias Taib.
April 12, 2014
hmm..mcm mana nak bg review ek..aku sbnrnya tak 'kenal' siapa BbyRINA ni..sbb ms thun 1998 tu aku msh budak mentah lg..haha...15 thun...so tak tau apa2 psl kisah censored ni..uhuks..aku tertrik nk beli buku ni sbb kisah pembunuhan dan siasatan siapa yg menjd pembunuh..err sbnrnya novel ni hanya ciptaan semata2 kan? bkn kisah benar...hanya bbyrina je wujud..kan? aku bg 4 bintang sbb jalan crita nya mudah difahami tp agak janggal sbb berlaku pd thun yg lampau haha cthnya mirc? err aku tak kenal apa kemenatang benda tu..rupa2nya chat..hahaadoii..tp overall bahasa nya okay je..overall novel ni just nice..not so good but not so bad :)
April 2, 2014
Aku jarang menghabiskan sebuah novel. Tetapi Babyrina aku habis dan aku harus ulas sedikit. Ya, sedikit saja. Ia seperti selepas engkau menghabiskan makan nasi atau spageti, tetapi engkau tidak mengucapkan alhamdulillah very very much; itu satu kesilapan bro.
Aku tersenyum apabila mendarat di muka surat 33. Walaupun Babyrina adalah berkenaan Ops Burung dan Tan Sri Hitam, serangkap ayat di muka surat itu akan aku kenang sampai bila-bila. "Lalu kau betulkan rambut sikat tepi seperti Musa membelah lautan." Pergh, Ridhwan, Ridhwan, apakah yang kau makan saat itu? Aku tahu kau akan jawab lempeng cicah sambal bilis seperti Detektif Zain Jantan yang mana di minit-minit terakhir penyiasatan, baru dia sedar, bukannya dia yang mengawal objek yang diskodeng, tetapi sebaliknya.
Naratif dalam novel ini mengujakan terutamanya yang datang daripada Soleh. Nama ini mengingatkan aku pada sebuah watak di dalam antologi Bila Larut Malam. Aku tak ingat datangnya dari cerpen siapa. Soleh juga namanya. Tetapi, dia menjadi inspektor di dalam cerita itu. Seingat akulah.
Aku sodaqallah hal azim novel ini dengan email yang dibalas Babyrina kepada peminatnya. Saat itu, aku senyum lebar sepertimana aku senyum memandang kaver novel yang blue tak blue, ungu tak ungu ini. Selamat membeli semua dan have phun and phorn!
Hati akan tergerak untuk pergi mencari Babyrina di Google selepas habis baca. Confirm. Tengok blue tak salah dik. Yang salahnya semasa tengok blue tu, tangan kau sedang buat apa. Kalau sedang pegang sudu dan suap megi, aku okay saja. Hati-hati, lembik lutut pula nanti. Kekeke.
u/p: Aku ada cakap dekat penulis apa yang aku rasa semasa baca novel ini tempoh hari. Aku bagi 4 bintang. Kalau korang nak tahu mana pergi lagi 1 bintang, chatlah dengan aku. 20/m/subang jaya. Kekeke.
Aku tersenyum apabila mendarat di muka surat 33. Walaupun Babyrina adalah berkenaan Ops Burung dan Tan Sri Hitam, serangkap ayat di muka surat itu akan aku kenang sampai bila-bila. "Lalu kau betulkan rambut sikat tepi seperti Musa membelah lautan." Pergh, Ridhwan, Ridhwan, apakah yang kau makan saat itu? Aku tahu kau akan jawab lempeng cicah sambal bilis seperti Detektif Zain Jantan yang mana di minit-minit terakhir penyiasatan, baru dia sedar, bukannya dia yang mengawal objek yang diskodeng, tetapi sebaliknya.
Naratif dalam novel ini mengujakan terutamanya yang datang daripada Soleh. Nama ini mengingatkan aku pada sebuah watak di dalam antologi Bila Larut Malam. Aku tak ingat datangnya dari cerpen siapa. Soleh juga namanya. Tetapi, dia menjadi inspektor di dalam cerita itu. Seingat akulah.
Aku sodaqallah hal azim novel ini dengan email yang dibalas Babyrina kepada peminatnya. Saat itu, aku senyum lebar sepertimana aku senyum memandang kaver novel yang blue tak blue, ungu tak ungu ini. Selamat membeli semua dan have phun and phorn!
Hati akan tergerak untuk pergi mencari Babyrina di Google selepas habis baca. Confirm. Tengok blue tak salah dik. Yang salahnya semasa tengok blue tu, tangan kau sedang buat apa. Kalau sedang pegang sudu dan suap megi, aku okay saja. Hati-hati, lembik lutut pula nanti. Kekeke.
u/p: Aku ada cakap dekat penulis apa yang aku rasa semasa baca novel ini tempoh hari. Aku bagi 4 bintang. Kalau korang nak tahu mana pergi lagi 1 bintang, chatlah dengan aku. 20/m/subang jaya. Kekeke.
May 1, 2014
Satu elemen menarik yg mampu tarik perhatian pembaca adalah nostalgia. Babyrina mampu timbulkan rasa nostalgia itu. Nostalgia era tahun lewat 90an yg simbolik dgn pelbagai pencapaian dan tragedi.
Kemuncak era Mahathir, kejatuhan Anwar dsb.
Hatta pembaca perlu melihat buku ini - sama seperti buku Ridhwan Saidi yg lain - bukan semata-mata satu buku murder thriller.
Pembaca perlu faham dengan humor Ridhwan yg kadang kala sarkastik dan ada kalanya gelap.
Aku tafsirkan Babyrina adalah satu simbolik zaman kejatuhan akhlak negara ini. Kita cuba merungkai dari mana salahnya sedangkan mungkin sistem kita ini sudah lama korup sebelum masyarakat turut korup.
Itu tafsiran aku. Namun Babyrina is so much phun!
Kemuncak era Mahathir, kejatuhan Anwar dsb.
Hatta pembaca perlu melihat buku ini - sama seperti buku Ridhwan Saidi yg lain - bukan semata-mata satu buku murder thriller.
Pembaca perlu faham dengan humor Ridhwan yg kadang kala sarkastik dan ada kalanya gelap.
Aku tafsirkan Babyrina adalah satu simbolik zaman kejatuhan akhlak negara ini. Kita cuba merungkai dari mana salahnya sedangkan mungkin sistem kita ini sudah lama korup sebelum masyarakat turut korup.
Itu tafsiran aku. Namun Babyrina is so much phun!
June 10, 2014
Lepas baca naskah Babyrina ni, tetiba aku rasa macam nak taip camni: "Hello cayang-cayang semua! Jangan lupa dapatkan Babyrina ni tau~" Kemain kan?
Masa kecik dulu aku pernah bertanya 'siapa Babyrina?' kat parents dan mereka menjawab 'atlet'. Aku pun 'oh'-kan je. Maklumlah... aku kecik lagi masa tu. Kang kalau diorang jawab secara jujur, aku pulak blur, tambah lagi soalan lain.
Entahlah. Aku suka dengan karya Ridhwan Saidi ni. Walaupun cuma 'bermain' dengan Babyrina, aku suka dengan ceritanya. Rahsia pembunuhan pun misteri sampai ke hujung cerita. Ada unsur dark comedy, itu yang aku suka.
Tahniah to RS dan harap kekalkan karya yang cambest cenggini *thumbs-up*!
Masa kecik dulu aku pernah bertanya 'siapa Babyrina?' kat parents dan mereka menjawab 'atlet'. Aku pun 'oh'-kan je. Maklumlah... aku kecik lagi masa tu. Kang kalau diorang jawab secara jujur, aku pulak blur, tambah lagi soalan lain.
Entahlah. Aku suka dengan karya Ridhwan Saidi ni. Walaupun cuma 'bermain' dengan Babyrina, aku suka dengan ceritanya. Rahsia pembunuhan pun misteri sampai ke hujung cerita. Ada unsur dark comedy, itu yang aku suka.
Tahniah to RS dan harap kekalkan karya yang cambest cenggini *thumbs-up*!
January 30, 2019
Walaupun aku terlambat jumpa buku ni, tapi bagi aku cerita ni ditulis dengan baik. Kalau diangkat sebagai filem ( tapi bukan bawah arahan Syamsul la) aku percaya aku akan pergi tonton tanpa was-was.
Dan, aku tak tahu samada penyataan kerajaan hanya ada 10% pegangan saham dalam Bank Negara tu satu fakta atau bukan.
Babyrina adalah lagendaris.
Dan, aku tak tahu samada penyataan kerajaan hanya ada 10% pegangan saham dalam Bank Negara tu satu fakta atau bukan.
Babyrina adalah lagendaris.
November 11, 2020
anyway aku tak kenal siapa Babyrina tapi pernah terbaca pasal dia dan 'apa' 'sumbangan' dia pada internet di era itu.
novel ni best, ala-ala novel penyiasatan noir-dalam-hujan, gitulah.
dalam koleksi aku, aku beli dari orang kalau tak silap. nampak tak, susah nak cari hahah
novel ni best, ala-ala novel penyiasatan noir-dalam-hujan, gitulah.
dalam koleksi aku, aku beli dari orang kalau tak silap. nampak tak, susah nak cari hahah
May 11, 2017
hi baby do you remember me the brown bloke from the next door, i can hear youuu ~
September 22, 2018
terima kasih untuk sejarah fiksi lagenda ini. 😘
January 28, 2020
Macam biasa, Ridhwan menang dekat gaya penceritaan. Tapi, kadang-kadang keliru juga dengan kita tengah membaca POV siapa?
October 11, 2022
lol best gila, finished this in one sitting.
June 10, 2024
I really enjoy all the phun!
November 8, 2014
Secara terus-terangnya aku nak beli buku ni sebab Ridhwan Saidi yang tulis dan sebab aku nak tahu macam mana dia nak olah figura pelakon filem (filem ke) dewasa amatur ni.
Setelah membaca Cekik dan Amerika, satu tema yang aku rasa RS suka teroka is about sexuality. Mesti ada karakter yang nafsu nauzubillah (Razif), bernafsu sangat (macam semua je) dan sifat esentrik dalam sesetengah watak utama. Tapi yang bagusnya, penulis bijak mengolah plot yang agak kompleks dan menyelitkan elemen dark humour untuk dinikmati pembaca lantas meligatkan minda pembaca berfikir dan cuba meneka siapa pembunuh sebenar serta motif sesetengah bahagian dalam novel ditulis sedemikian (yang temanya tidak boleh dihadam kebanyakan pembaca native speaker).
Yang aku kurang suka dalam novel ni adalah dialog-dialog karakternya yang kekadang keinggerisan sangat. Bila aku baca, dengan serta-merta otak aku dapat membentuk ayat tersebut dalam bahasa Inggeris. Tak percaya? Cuba tengok ni:
"Soleh tiada jalan keluar kecuali jika dia bunuh diri."
"Kau rasa dia akan?" or "You think he will?"
Banyak lagi contoh, aku malas nak taip panjang-panjang. Mujurlah dalam naratif Irene kali ni tak kacau bilau macam dalam Cekik penggunaan kata ganti nama diri pertamanya. Nasib baik kewujudan "I" tu istiqamah sampai habis.
Banyak yang menarik dan tersirat yang digarap dalam novel ni. Antaranya aku suka moment "Malaikat melintas" masa Detektif Zain dan Insp. Johari bercakap.
Kemudian kalau perasan, orang-orang yang elit/ atasan/ kaya sahaja yang guna "I" "you" ni. Macam datin, dato dan anak-anak diorang. Mula-mulanya aku ingat Razif ni gay ke apa ke sebab ber"I"-"you" even dengan lelaki yang guna "aku"-"kau", rupa-rupanya nafsu dia straight cuma fucked up. Sangat-sangat.
Aku suka dengan makalah akademik bersempena Babyrina yang dikarang. Kelakar gila dan sangat believable dalam wacana ilmiah. Hahahahaha.
Lepas tu aku perasan dalam novel ni penulis langgar je formaliti gelaran dengan pemimpin Malaysia. kadang-kadang ada, kadang-kadang dibogelkan tinggal nama je. Hahahahahahaha
Lepas tu ada pula pasal tabiat meliwat Dato yang dikatakan tidak melanggar kesetiaannya dengan datin. Benda ini buatkan aku berfikir. Kalau meliwat orang lain pun kira berzina juga kan? Tapi kenapa aku rasa dua-dua perbuatan ini selalunya macam diasingkan? Hurm...
Tapi yang paling menarik sekali mestilah figur Tan Sri Hitam. Pemegang saham 90% dalam Bank Negara in which Malaysia hanya pegang 10% sahaja. I wonder if this reflects the reality of Malaysia's own Bank Negara...the 1% eh? More like 1 person, lulz.
Apapun I enjoyed the book and I did have 'phun' with it. Thank you.
Setelah membaca Cekik dan Amerika, satu tema yang aku rasa RS suka teroka is about sexuality. Mesti ada karakter yang nafsu nauzubillah (Razif), bernafsu sangat (macam semua je) dan sifat esentrik dalam sesetengah watak utama. Tapi yang bagusnya, penulis bijak mengolah plot yang agak kompleks dan menyelitkan elemen dark humour untuk dinikmati pembaca lantas meligatkan minda pembaca berfikir dan cuba meneka siapa pembunuh sebenar serta motif sesetengah bahagian dalam novel ditulis sedemikian (yang temanya tidak boleh dihadam kebanyakan pembaca native speaker).
Yang aku kurang suka dalam novel ni adalah dialog-dialog karakternya yang kekadang keinggerisan sangat. Bila aku baca, dengan serta-merta otak aku dapat membentuk ayat tersebut dalam bahasa Inggeris. Tak percaya? Cuba tengok ni:
"Soleh tiada jalan keluar kecuali jika dia bunuh diri."
"Kau rasa dia akan?" or "You think he will?"
Banyak lagi contoh, aku malas nak taip panjang-panjang. Mujurlah dalam naratif Irene kali ni tak kacau bilau macam dalam Cekik penggunaan kata ganti nama diri pertamanya. Nasib baik kewujudan "I" tu istiqamah sampai habis.
Banyak yang menarik dan tersirat yang digarap dalam novel ni. Antaranya aku suka moment "Malaikat melintas" masa Detektif Zain dan Insp. Johari bercakap.
Kemudian kalau perasan, orang-orang yang elit/ atasan/ kaya sahaja yang guna "I" "you" ni. Macam datin, dato dan anak-anak diorang. Mula-mulanya aku ingat Razif ni gay ke apa ke sebab ber"I"-"you" even dengan lelaki yang guna "aku"-"kau", rupa-rupanya nafsu dia straight cuma fucked up. Sangat-sangat.
Aku suka dengan makalah akademik bersempena Babyrina yang dikarang. Kelakar gila dan sangat believable dalam wacana ilmiah. Hahahahaha.
Lepas tu aku perasan dalam novel ni penulis langgar je formaliti gelaran dengan pemimpin Malaysia. kadang-kadang ada, kadang-kadang dibogelkan tinggal nama je. Hahahahahahaha
Lepas tu ada pula pasal tabiat meliwat Dato yang dikatakan tidak melanggar kesetiaannya dengan datin. Benda ini buatkan aku berfikir. Kalau meliwat orang lain pun kira berzina juga kan? Tapi kenapa aku rasa dua-dua perbuatan ini selalunya macam diasingkan? Hurm...
Tapi yang paling menarik sekali mestilah figur Tan Sri Hitam. Pemegang saham 90% dalam Bank Negara in which Malaysia hanya pegang 10% sahaja. I wonder if this reflects the reality of Malaysia's own Bank Negara...the 1% eh? More like 1 person, lulz.
Apapun I enjoyed the book and I did have 'phun' with it. Thank you.
This entire review has been hidden because of spoilers.
November 9, 2020
3/5 bintang.
Ada beberapa perkara yang aku rasa mengganggu timeline cerita.
Ada beberapa perkara yang aku rasa mengganggu timeline cerita.
April 20, 2014
fast paced.read it in one sitting for two hours. Ridhwan Saidi has yet to fail me. setiap buku RS ada gaya yg lain. tak seperti penulis kebanyakkan yang hanya menulis satu genre dgn satu gaya penulisan. erotik ada suam suam kuku. hati berdebar nak baca sampai habis (which is difficult for me sebab cepat busan baca buku nowadays) anyhow the starting of the story fooled me. ending with a twist. sebab terlampau speed reading (bad habit) tak dpt nak bayangkan ending (which most of the time i am good at. hate it when i can guess the ending of a book or movie :( ) anyway RS... ada ke article pasal Babyrina by MMI?
March 23, 2014
biasanya aku akan lihat bayangan penulis surreal terkenal dalam buku Ridhwan Saidi, dan aku beranggapan aku akan nampak bayangan yg sama, tp tak menjemukan. mungkin agak bias kalau aku kata INI-lah karya Ridhwan paling terbaik antara banyak2 buku beliau. Jalan cerita sempurna dan lembut seperti minum coklat panas sambil menonton filem yang baik ketika hujan.
walaupun pada pertengahan cerita boleh mengagak bagaimana cerita INI bakal dituju, ah well, tetap puas hati.
terima kasih ridhwan saidi.
walaupun pada pertengahan cerita boleh mengagak bagaimana cerita INI bakal dituju, ah well, tetap puas hati.
terima kasih ridhwan saidi.
April 3, 2014
an realistic fiction novel that is perfectly satisfying for those who demands portrayal of genuine emotions in a story.Good simplicity in unfolding characters and interesting relationship between emotion and feelings and how astonishing one's life could be when this two aren't handled in a right mind.
May 4, 2014
Babyrina buat aku rasa macam tengok movie. Sebab aku a loner, takda orang nak ajak tengok movie kat cinema, baca buku ni je pun dah lebih dari cukup. What an experience. Lepas baca, kepala jadi berat, badan jadi sejuk sejuk macam baru keluar panggung. Rated 4, sebab pace cerita ni lebih laju dan jelas. Aku suka benda laju.
Aku mula suka RS.
Aku mula suka RS.
October 6, 2014
Seperti kebiasaan, penulis-penulis ada ketika jatuh, ada ketika naik. Dan mungkin ini antara karya-karya RS yang pada aku agak tidak mencapai tahap orgasmik seperti novel-novelnya sebelum ini. Ya, ironik dengan tajuk. Tapi tak dinafikan RS seorang penulisn yg hebat, dan aku adalah salah seorang peminat beliau. Cuma rilisan kali ini tidak termasuk dalam kategori perlu baca aku.
November 5, 2014
Kisah misteri pembunuhan bersiri yg berkaitan dgn ikonik Babyrina..sesiapa baca pasti terkenang zaman2 MIRC dan yg lain2 yg sewaktu dengannya..
suatu karya yg menarik dari Ridhwan Saidi dan tidak terlalu deep berbanding buku2nya yg sebelum ini..
bagi aku..mmg terbaek..thanks Ridhwan Saidi..
suatu karya yg menarik dari Ridhwan Saidi dan tidak terlalu deep berbanding buku2nya yg sebelum ini..
bagi aku..mmg terbaek..thanks Ridhwan Saidi..
Displaying 1 - 30 of 38 reviews