Tangannya yang kokoh tapi diselimuti kulit halus, menggapai lengan saya dengan sentuhan aneh. "Ini lembaran press release kamu", katanya simpatik, sambil menyerahkan kertas-kertas tak penting itu. Yang membuat saya diam beberapa detik, adalah pandangan tajamnya.Ia juga tidak menjauh.Sehingga saya bisa menangkap seluruh gambaran tubuhnya. Termasuk dua gundukan di dadanya. Astaga. Dia perempuan! "Nama saya Jo..." Suaranya bariton. Kemudian hari-hari saya bergulir, mengantarkan "astaga" demi "astaga" lainnya. Mulanya saya terenyak Lalu berusaha memaklumi Memahami Semakin mengerti Kemudian hanyut didalamnya Dia seperti udara yang menyelusup begitu saja dalam relung hidup saya. Dia perempuan. Saya perempuan. Kami bercinta
Rr. Alberthiene Endah Kusumawardhani Sutoyo, better known as Alberthiene Endah, is an Indonesian biographer, novelist, and journalist. She is known for her in-depth biographies of Indonesian celebrities, such as Chrisye and Krisdayanti. She has been called "the most sought after biographer in Indonesia.
Pernah nonton adaptasi novel ini ke i-sinemanya ANTEVE; topik yang menarik. Tentang seorang perempuan yang dicintai perempuan lain disaat dirinya mengejar-ngejar seorang pria. Gaya penulisannya lancar kaya ngobrol sehari-hari, nyaris tidak ada quote (actually we don't always need 'clever' talk! --orang biasanya menganggap seseorang pinter bila banyak quote :D). Belum lagi kejenakaan di dalam novel ini; setengah mati saya menahan tawa di bus saat membacanya. Menurut saya novel ini banyak mengungkapkan bagaimana sih cinta itu? Mencintai diri sendiri, mencintai orang lain, mencintai tanpa harus memiliki, mencintai tanpa memintanya kembali.. Yah seperti itulah. One of the sweetest books I've ever read.. BACA ADA DUNGGGGG... *males banget deh cerita eheheheh*
Judul: Dicintai Jo Penulis: Alberthiene Endah Penerbit: PT Grameia Pustaka Utama Halaman: 337 halaman Terbitan: September 2005
Santi, seorang jurnalis di salah satu majalah wanita paling top di Indonesia. Bekerja sebagai seorang wartawan dan di majalah wanita paling top? Wah, pastinya si Santi ini termasuk jenis wanita metropolitan yang modis dan percaya diri. Salah. Santi justru berbalik 180 derajat dari bayangan itu.
Santi justru termasuk jenis wanita yang tidak percaya diri. Hal ini menghambat pekerjaannya dan dia sadar betul akan kekurangannya ini, tapi tidak mampu mengubahnya. Sampai dia bertemu Jo.
Jo memberikannya rasa aman dan kepercayaan diri. Jo memberinya cinta. Masalahnya Jo perempuan. Masalah lainnya? Santi menikmati semua yang Jo berikan.
Review Kalau mau bicara soal buku ini, jujur saya akan bicara juga tentang Relung-relung Gelap Hati Sisi. Soalnya saya baca buku ini setelah baca RRGHS dan juga karena tema keduanya sama. Lesbianisme.
Kalau mau membandingkan tokoh utama kedua buku ini, saya pribadi masih lebih suka Sisi. Santi agak terlalu plin-plan dan agak menyebalkan kalau mengingat dia memanfaatkan Jo untuk meningkatkan kepercayaan dirinya.
Selain itu perubahannya Santi agak terlalu mendadak. Mungkin bukan mendadak sih. Agak terlalu cepat. Dari yang awalnya minder berat, bisa langsung berubah setelah Jo muncul. Waktu perubahannya terasa terlalu singkat.
Hal lain yang agak bikin bingung sih penggunaan 'saya' dan 'gue'. Dalam narasi, Santi selalu menggunakan 'saya', tapi ketika bicara, dia selalu memakai 'gue'. Akibatnya saya kadang suka merasa bahwa Santi yang di narasi dengan Santi yang bicara adalah dua orang yang berbeda. Terus ketika dia bicara dengan Jo, dia pakai kata 'saya'. Ini membuat hubungan mereka terkesan kurang dekat.
Sebenarnya penggunaan kata tunjuk diri yang berbeda ini juga dipakai di Relung-Relung Gelap Hati Sisi. Kalau di sana, ketika bicara (pakai POV 3 kalau di RRGHS), Sisi memakai kata 'saya' dan 'aku'. Dia memakai 'saya' kalau bicara dengan Handi, suaminya, dan memakai aku kalau bicara dengan Airin, "Jo"-nya RRGHS. Hal ini membuat hubungan Sisi dan Airin terkesan dekat, sementara antara dia dengan Handi memiliki kesan berjarak.
Walau begitu, saya cukup suka dengan alur ceritanya. Cara bercerita Alberthiene Endah juga lumayan. Saya juga suka dengan ending di sini dan itu yang menaikkan buku ini dari bintang 2 ke bintang 3.
Sebenarnya waktu pertama kali memutuskan untuk mencari buku ini di Gramedia, saya agak ragu karena saya kurang nyaman membaca novel lesbian. Yah, meskipun saya tertarik dengan LGBT, saya jauh lebih suka tema homoseksual daripada lesbian (mungkin karena saya juga cewek makanya aneh rasanya). Tapi pada akhirnya saya menemukan buku ini di jajaran buku diskon baru-baru ini, jadi tanpa pikir panjang saya langsung beli dan baca.
Dari halaman pertama saya sudah cukup menikmati karena narasi dari tokoh utama, Santi, adalah tipe narasi yang paling saya suka; terkesan sopan tapi juga santai dan penuh dengan humor. Tapi sampai ke beberapa bab kemudian, saya mulai jenuh melihat sifat Santi yang kok sama sekali nggak ada rasa percaya sama diri sendiri. Yah, saya sudah mencoba mengerti kalau mungkin memang ada manusia yang seperti itu di dunia ini, tapi semakin lama saya jadi geregetan sendiri.
Dan Jo pun muncul, saya mulai enjoy lagi. Sampai dimana saya merasa kalau Santi kok terkesan memanfaatkan Jo gitu, mencari Jo kalau lagi ada masalah, kalau lagi ingin cerita. Maka itu sampai di saat segala konflik sudah sampai pada tahap penyelesaian dan Santi memutuskan bersama dengan Jo, saya nggak merasa senang. Kalau memang nantinya mereka bersama, saya ragu Santi akan tetap mempertahankan rasa cintanya pada Jo, wong keputusannya bersama dengan Jo saja baru ditemukan saat ia akhirnya putus cinta. Mungkin saja suatu saat nanti Santi kembali tergila-gila dengan seorang lelaki dan memutuskan untuk meninggalkan Jo lagi.
Jadi intinya sampai di sini, saya kurang suka dengan Santi.
Dan saya merasa lega saat Jo akhirnya menolak Santi, meskipun sedikit sedih juga. Jo membawa seorang cewek yang diperkenalkannya sebagai kekasih barunya, dan detik itu juga saya merasa lega sekaligus kaget, tak meyangka kalau akhirnya akan seperti itu. Tapi beberapa detik setelahnya saya jadi merasa sedih bahwa akhirnya mereka tidak bersama. Ya, saya jadi plin plan.
Sebenarnya saya berniat kasih 2 bintang untuk novel ini, saya agak kecewa karena awalnya saya punya ekspetasi yang lebih dari sekadar itu. Tapi membaca endingnya yang lumayan happy, yah, tipikal novel-novel cinta kebanyakan (dan saya memang suka ending yang seperti itu), saya jadi berpikir-pikir lagi dan memutuskan memberikan 3 bintang.
Buku punyaku kayaknya gak gini deh sampulnya...apa aku yang lupa ya... :P Anyway, cover ini sama sekali beda ama isi. Kesannya kan kalo dari cover, ceritanya yang...teenlit gitu. Tapi buatku si jauh... Aku suka, mampu nyeritain dilema batin tokohnya. Temanya masih rawan buat orang Timur :) Kalau orang bisa mengerti satu sama lain, seaneh apa pun jalan orang menurut standar kita...dunia mungkin akan jadi lebih ramah dan nyaman ya?
This is my first time reading an Indonesian sapphic literature. After I finished it, I do not think that this is a book for me. However, I found some parts really interesting as Alberthiene Endah depicts how the society especially here in Jakarta being very judgemental and discriminative towards the community. It is also interesting to see her writing represents lesbians that are being hurt by all these klemar klemer bi-curious girls. It happens more often than you think. Sad. Yet real.
As I said earlier, I do not think this book is my cup of tea. The female lead is too self-destructive to the point that you will be furious just to listen to her thoughts (you're 27 ffs get your life together please). On top of that the pace is soooooo sloooooooow. In my opinion some parts are very very very unrealistic, especially how Jo treats Santi with all the love and care no matter how dumb and hurtful Santi's actions are - Like, just because Jo likes girls does not mean she will cater her time to one's schedule. Having that much free time for an architect? Girl c'mon :( I don't think Santi acts as a 20-something year old, she is more like a labil SMA girl who is very attention-deprived, does not know what she wants, and will do anything just to get that attention from her 'fans'. Aside from how unrealistic the story is, almost all characters are not well written; they all just look like extras in Santi's life. Not complex at all. Even Jo. We only know bits and bobs about them and I sometimes wonder why they do the way they do.
I have to keep on reminding myself that it is supposed to be a light read and I do not have to think much to read it. TLDR: If a super slow paced book with a disliked main character who cannot make up her mind are not your forte, then I think you should skip on this book. Hopefully there are more Indonesian sapphic literature out there.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Demi membabat timbunan buku, maka merem ambil buku terpilihlah buku ini. Beli buku ini pas obral Gramedia deh kayaknya tapi ini termasuk buku lama dengan kualitas kertas yang bagus dan masih tebal, jadi gak cepat menguning kayak buku yang sekarang ini. Mana tau ternyata buku ini bercerita tentang LGBT.
Santi Arifin, seorang wartawan yang gak pede-an, tiba-tiba bertemu dengan Jo atau Joyce si tomboi yang ternyata memberikan perhatian lebih pada Santi. Perhatian lebih dari Jo ini lah yang membuat Santi mengerti ada yang nama lesbian. Santi padahal merasa dia juga menyukai Erlangga.
Isu LGBT yang diangkat AE dalam buku ini menarik banget, saya jadi tau bagaimana perasaan-perasaan perempuan lesbian dari awal hingga stigma yang ada dalam masyarakat. Seorang teman saya pernah bilang bahwa sex itu spektrum dan saya paham setelah membaca buku ini. Shinta, teman tetangga kos Santi, memberi banyak informasi yang menjadi pelengkap informasi tentang lesbian yang akhirnya dimengerti Santi.
No offense to Alberthiene Endah, i truly admire how she explore the complexity of Santi’s character, but Santi still such a coward.
At first, Santi wasn’t even confident. She was insecure, full of doubts, and honestly, that made her feel so human at the beginning. Tapi setelah kenal Jo, her confidence started to bloom. She looked stronger, more alive, and I thought, okay, maybe she’s finally healing.
But ternyata, that “growth” wasn’t genuine. It felt like she was using Jo to fulfill her own fantasy about another person she actually desired. Jo gave her warmth, safety, and love… and she took it all for granted. The fact that she still acted like she didn’t wanna lose her “fans” or public image? That’s just disgusting. I’m relieved Jo end up with someone else.
BUT, on the brighter side. I adore Shinta so much!! The way she expressed her love for Devy was so gentle and sincere. Their love feels calm, mature, and beautifully soft. Shinta and Devy deserve so much better
AE, please give us a whole book about Shinta and Devy instead of focusing on someone as self centered as Santi. They’re the real heart of this story 💔
Topik tentang homoseksual/lesbian sebenarnya topik yang sensitif dan sangat kompleks. Masih banyak aspek yang bisa digali seperti konflik keluarga, pengucilan masyarakat, aspek religi, masalah seksualitas, dll. Salut buat Alberthiene Endah yang telah membuat sesuatu yang dianggap tabu dan momok masyarakat, menjadi sesuatu yang sexy, ringan, menarik dan umum tanpa meremehkan keseriusan topik tersebut.
Awalnya gue merasa buku ini benar-benar membosankan. Gue ga suka banget sama karakter utamanya (Santi), terlalu lemah dan cenderung mengasihani diri sendiri. Tapi mendekati akhir, ceritanya jadi lebih menarik. Bagian favorit gue adegan percintaan Jo dan Santi. Penulisannya sama sekali ga vulgar, cuma secara tersirat diceritakan adegan percintaan yang sensual dan sexy. Wow!! Gue jadi tau proses bagaimana cewek yang heteroseksual kok bisa bercinta sama sesame jenis. Ternyata napsu memang tidak mengenal jenis kelamin. Pembelajaran buat gue.
Gue liat ada 2 aspek cerita tentang lesbianisme yang bikin gue rada bingung sama maksud buku ini, apakah ingin memperlihatkan arti cinta bagi seorang lesbian? Disini homoseksualitas diceritakan lebih serius, lebih natural, lumrah, adanya pembelaan atas cinta terlepas dari kodrat untuk mencintai sesama jenis, kedewasaan pemikiran tentang cinta bagi lesbian. Ini direpresentasikan oleh tokoh Jo dan Sinta (temen kos Santi).
Di lain sisi, gue liat lesbian dianggap sesuatu kegilaan masa muda atau eksperimen menyenangkan ketika belum mengerti arti cinta. Pengalaman sexy dan sensual, excitement yang baru. Direpresentasikan oleh Santi yang labil, gampang suka dari 1 orang ke orang lain. Bisa tidur bareng sama cewek, padahal lagi suka sama pria. Ketika ingin memilih wanita, setelah ditolak dengan mudah beralih ke pria. Bener-bener gue anggap kegilaan masa muda.
Kalau digali lebih dalam antara 2 sisi tersebut, mungkin buku ini jadi lebih menarik buat gue.
Jujur harus gue akui, Jo yang digambarkan di buku ini bener-bener sosok sempurna dan idaman semua wanita. Sayangnya dia cewek. Makanya ga heran, Santi yang kuper, minder dan belon pernah mengenal cinta bisa terpengaruh. Gue bisa menerima homoseksualitas bila dari kecil memang sudah ada tendensi ke arah situ, tapi gue akan 'mengerutkan kening' tidak setuju bila homoseksualitas terjadi karena pergaulan dan dianggap trend. Ga ada yang salah dengan eksperimen masa muda, tapi ketika beranjak dewasa harus kembali ke kodratnya untuk berpasangan dengan jenis kelamin yang berbeda (kecuali memang dari kecil sudah terjadi kelainan).
Pada dasarnya, buku ini lumayan. Setelah membaca 3 novel Alberthiene, cara penceritaan dan karakter ga banyak berbeda. Masih ngeributin masalah penampilan, tingkah laku, omongan orang, masih menggunakan argumen dan penceritaan cerdas. Yang membuat gue suka dengan metropop Alberthiene Endah adalah kehebatan dia dalam memunculan ide dan topik yang menarik dan unik.
Favorite quote:
”Jakarta baru takluk kalau diamuk”. Sooo true…
Sesuatu tentang “Kesombongan dalam kekurangan”. Intinya, sombong itu bukan cuma punyanya orang kaya atau yang punya kelebihan, tapi sombong juga bisa untuk orang yang ga punya apa-apa dan terlalu sombong untuk mau berubah menjadi lebih baik. (Lupa kalimat tepatnya dan males buat nyari2 lagi quote yang tepat dari buku, yang penting gue dapet pointnya)
Novel pertama penulis yang kubaca, tapi sorry to say, "it's not my cup of tea", bukan karena tema novelnya, tapi entah kenapa sampai akhir cerita aku tidak bisa menikmati novel ini.
Dari sinopsis di backcover saja kita sudah bisa mereka-reka mau dibawa kemana kisah didalam novel ini, yang membedakan adalah novel ini bercerita dari wanita yang kebetulan dicintai oleh seseorang wanita a.k.a LESBIAN. Aku sama sekali gak masalah dengan tema yang diangkat tentang cinta sesama jenis/transgender, karena aku sudah pernah membaca novel lain yang mengusung tema yang sama dan aku menikmatinya.
Novel ini mengisahkan kisah hidup Santi, wartawati disebuah majalah. Namun, sosok Santi ini bukan seperti sosok wartawati yang kubayangkan, Santi hanyalah seorang wanita yang punya krisis kepercayaan diri dan ini benar...benar...menghambat pekerjaannya. Dan hal ini makin diperparah dengan kebiasaannya mengkhayal yang membuat seakan-akan semua menjadi nyata dan "baik-baik saja" didunianya. Santi seakan hidup didunianya sendiri, dunia khayalannya.
Hingga suatu hari, hidupnya berubah. Santi yang terobsesi dengan Erlangga, pria yang tidak sengaja bertabrakan dengannya di sebuah pameran mulai melakukan segala cara agar bisa berkenalan bahkan ingin agar Erlangga menjadi kekasihnya. Tapi semuanya tidak mudah, apalagi dengan masalah kepercayaan diri Santi yang mendekati level bawah bahkan mengkhawatirkan. Kemudian, di sebuah acara yang didatangin oleh Santi, dia bertemu dengan Jo. Sesosok wanita yang cukup maskulin yang mengendarai jaguar hitam. Dan dimulailah kedekatan diantara Santi dan Jo.
Kehadiran Jo didalam hidup Santi benar-benar mengubah Santi, Santi berubah menjadi pribadi yang menarik dari segi penampilan dan kepercayaan dirinya pun menjadi tinggi. Dan itu makin membuat Santi makin intensif mendekati Erlangga, pria yang menjadi obsesinya. Semua tidak mudah, dengan dibantu Rakai, salah satu teman wartawannya Santi berusaha menjadwalkan untuk mewawancarai Erlangga (padahal ini hanya alasan Santi saja agar bisa dekat dengan Erlangga).
Ketika akhirnya semua menjadi tidak terkendali, gosip yang beredar dikantor Santi tentang hub.annya dengan Jo, niatnya mengejar Erlangga yang tidak mudah, terkuaknya rahasia Erlangga yang begitu dingin terhadap wanita dan perhatian Rakai yang terasa intens terhadap Santi, bagaimana akhir kisah ini?
Ceritanya sebenarnya khas metropop banget, kita seakan diajak menyelami pikiran Santi dengan segala yang terjadi didalam hidupnya, mengurai satu per satu kisah hidupnya hingga akhir cerita. Tapi sampai menutup kisah ini, aku tidak bisa menyukai Santi, mungkin karena kepribadian dia yang begitu labil untuk ukuran wanita sedewasa dia.
Tapi, kembali ke selera sey, secara pribadi aku belum terlalu sreg sama novel ini. Dan masih ingin membaca karya penulis lainnya. Semoga di lain kesempatan, aku bisa lebih menikmatinya ^^
Jadi, alasan saya memberi 1 bintang untuk buku ini adalah.. tokoh utamanya. Jika biasanya para penulis membuat tokoh utamanya loveable, mudah dicintai oleh pembacanya, maka di buku ini Alberthiene Endah membuat tokohnya hateable (buat saya lho ya).
Si tokoh utama bernama Santi (atau Sinta ya? Pokoknya mirip gitulah namanya) punya sifat yang amat sangat membuat saya sebal. Udah naif, munafik, egois pula!
Yang menyebalkan adalah endingnya, saya sih nggak masalah kalau si tokoh utama yang bernama whatever itu akhirnya milih si reporter cowok itu (atas saran Jo). Tapi, mbok ya jangan serakah dong mbak, kalau milih dia kenapa (saya merasa) si mbak tokoh utama ini masih belum bisa melepaskan Jo? Dan lagi si Jo ini keknya nggak punya kerjaan deh, udah punya someone special masih aja mau jadi stalker. Sounds creepy for me (_ _")
Ah iya, sebelum baca buku ini saya sudah pernah baca karya AE lewat cerpennya di Cerita Sahabat. Kesamaan kedua karya AE ini adalah nasib baik sang tokoh utama (dalam hal percintaan). Saya juga mau dong mbak AE jadi tokoh utama novelnya, kalau nasib percintaannya selalu sempurna gitu ;) (oh iya, kalo nggak salah serial Lajang Kota lain, saya lupa judulnya, juga tokoh utamanya bernasib sangat mujur).
This entire review has been hidden because of spoilers.
Dicintai Jo mengangkat tema yg bener2 berbeda dari smua novel yg sudah q baca.. buku ini menceritakan ttg seluk beluk kehidupan seorg lesbian secara riil...bener2 suka gaya bahasa ny yg ngalir bgt n gak bosenin...
Jo punya tampang keren...suara bariton..cool bgt bak pangeran berkuda putih *tp di sini mobil jaguar*..namun Jo ternyt adal seorg wanita...yap..dia seorang lines,belok, andro aro apalah istilah dlm dunia lines..
santi..cew minder..tampang pas-pasan...bertemu Jo dan smua dlm hidup ny berubah..mulai dari sikap sampe ke gaya busana ny...Jo membawa pengaruh positip n negatif dalam hidup santi..
dlm buku ini mb AE mengambarkan smua perasaan lesbi..siapa juga yg mau jadi lesbian..dan kata2 yg paling q inget adl "lesbian itu bukan penyakit"...setuju bgt...lesbian itu realita hidup...sama hal ny dengan gay...cew lesbian juga mau d terima,butuh sahabat,punya prinsip sama seperti cew-cow normal..
sayang bgt ending buku ini gantung...apakah santi berakhr dgn rakai ato tetap backstreet dgn Jo...
Khi pertama kali liat nih buku ga minat. tapi berhubung ada cetakan ulang dan mungkin juga dicetak ulang karena mba alberthiene ini buat bukunya merry riana yg sekarang best seller.
tapi saya mencoba niat membeli.
ga nyesel. Termasuk buku yang ringan. Dalam beberapa jam saya sudah melahap habis buku itu. Dengan skip2 skip sih. Biasa saya emang gitu kalo baca. tapi overall saya tetep niat ngabisinnya. Tentang Jo. Jujur pas liat cover saya kira khas pop metro tentang cinta-cintaan lawan jenis. Ternyata ini beda, Sejenis booo o_O.
Di sini karakter Santi diceritakan dengan lugas. Karena Santi adalah pencerita, Saya menikmati menjadi 'aku' atau tepatnya saya karena Santi ini menggunakan kata saya :D
Jadi buat yang mau baca tentang kisah cinta dua orang perempuan, boleh lah membaca ini. Tapi kalo ga kuat sama kisah sejenis mending ga di baca daripada mengutuk karakternya :D.
dari jalan cerita, semuanya mengalir dengan baik. sepertinya kehidupan Santi terlalu roller coaster. but, however, that is real life, eh? Santi yang kebanyakan mikir begini, mikir begitu, sedikit mengingatkan saya pada diri sendiri. ketika menertawakan Santi yang begitu naifnya masih mengejar-ngejar Erlangga, yang bagaimanapun pastilah akan sangat jauh terjangkau (and the fact that revealed he is a gay haha. klimaksnya kocak banget!), saya juga menertawakan diri sendiri.
mbak AE berani ngangkat cerita beginian jadi novel, lebih berani menceritakan secara agak rinci tentang kasus hubungan orang2 yg pecinta sesama jenis. gaya bahasanya free style, enteng, anak muda banget, enak dibaca, mudah ngeh. suka endingnya, dimana Santi bisa sadar dan move on, bisa normal setelah apa yg dia alami. ibaratnya kita suka sama orang, tapi ternyata ada orang disekitar kita yg lebih sayang sama kita yg justru kita sia2kan. untungnya Santi cepet menyadari itu.
Santi, wartawan minderan dari Majalah Wanita terkenal begitu tidak pede untuk naksir cowok. Dan Jo, seorang wanita dengan dandanan pria mampu membuatnya merasa spesial. Santi yang lugu tidak mampu menebak bahwa Jo adalah seorang lesbian sampai suatu kejadian menyentakkannya. Wah Santi dilema jadinya, antara Erlangga, cowok yang selalu dikhayalkannya, Jo, sosok yang senantiasa di sisinya, dan Rakai, cowok memperhatikannya tanpa diduganya.
Date finished nya sebenernya nggak pas banget sih, pokoknya saya baca buku ini bulan Januari kalau nggak salah
Pertama kali baca tulisannya Alberthiene Endah, salah satu novelis ngetop Indonesia. Gaya nulis plus tutur bahasanya terkesan mature banget. Suka sama endingnya. Oh ya, suka juga sama tokoh Rakai. Penggambaran fisik (berwajah lumayan lengkap dg beard gitu) plus karakternya mengingatkan saya sama seorang teman. :))
temanya beda *well, bagi gw setidaknya* jadi bisa lebih ngerti sudut pandang seorang lesbi, gimana serba salahnya harus nyari saat tepat untuk ngaku, even ke temen terdekatnya ato ortunya
yang ga gw suka adalah seperti novel2 sebelumnya, kenapa ya selalu tokohnya yang satu "pas-pasan", yang atu lagi KAYA RAYA berkuasa
Keren... Ceritanya membumi, ga muluk2 Jd serasa ikutan ngalamin waktu si tokoh lagi be-te, ato lagi seneng, ato bahkan lagi kalut dan bingung Walo mengenai sesuatu yg masih jd kontroversi sekarang ini Sayang ga happy ending sama si Jo :)
tentunya tentang s cosmo lagi dengan percintaan kotanya..emang cewek kota tu banyak cerita ya? seru juga mengangkat cerita dari sisi yang "gak biasa" buat diangkat dan seperti khasnya karya mba endah yang lain..mencoba adil dan membahagiakan :D
Anggap aja hiburan deh kalo mau baca ini. abis sebenarnya inti yang mau diambil dari novel ini apa, gue juga bingung. ada yang bisa bantu gue? hiks...gue jadi pengen baca lagi ni novel. tapi gue taro dimana yah novelnya?
dicintai jo.. cukup bagus sich,,,menceritakan orang penyuka sesama.. Jadi kita dikasih tau gimna cara kita ngenalin orang yang penyuka sesama jenis. Salut buat Jo, yang bisa nahan diri walupun menyukai santi meskipun mencintai santi, tapi rela melpasnya pergi untuk mencintai orang lain.
Saya suka pilihan-pilihan kata dan narasinya yang mengalir, tapi kurang suka tema dan endingnya. Agak klise dan mudah ditebak. Cerita kehidupan homoseksual seperti ini bukan yang pertama kali saya baca, jadi gak terlalu memberi kesan juga. 3 bintang saya rasa cukup sesuai.
Lmaaa banget pengen yang satu ini. Eh after kesampaian beli baru dibaca beberapa bulan kemudian karena pindahan rumah. Nggak nyangka kalo arakter yang dipakai adalah lesbian karena aku nggak baca blurb nya. But, very nice story meski agak geli-geli dikit mbacanya, aneh gitu.