Jump to ratings and reviews
Rate this book

Bek: Sebuah Novel

Rate this book
Aku Isnan. Aku seorang bek. Jika Tuhan tak berkehendak lain, aku akan tetap jadi bek. Insyaallah.

Kenapa ingin jadi bek? Aku tak tahu bagaimana menjelaskannya. Apakah setiap keinginan harus dijelaskan? Aku bisa saja mengarangnya, tapi tentu itu bukan jawaban sesungguhnya. Sejujurnya aku memang tak tahu.

Tak seorang pun mengajariku alasan yang tepat mengapa aku ingin menjadi bek. Aku beberapa kali membaca wawancara bek-bek terkenal seperti Maldini atau Adams, tapi aku tak pernah menemukan alasan kenapa mereka jadi bek. Apakah karena mereka tegap dan tampan? Cannavaro kecil dan Sensini tidak tampan, tapi keduanya bek yang bagus. Trifon Ivanov, bek idolaku, bahkan tak pernah bicara apa-apa soal menjadi bek. Ia jarang diwawancara. Entah kenapa begitu. Apakah tidak ada wartawan yang mengerti bahasa Bulgaria?

Jika aku bertanya kepada Mas Jabal, bek senior di timku, boleh jadi aku malah akan dibentak. “Bek tak usah banyak tanya!”

364 pages, Paperback

First published June 1, 2024

3 people are currently reading
48 people want to read

About the author

Mahfud Ikhwan

23 books74 followers
Mahfud Ikhwan lahir di Lamongan, 7 Mei 1980. Lulus dari Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Gadjah Mada, tahun 2003 dengan skripsi tentang cerpen-cerpen Kuntowijoyo. Menulis sejak kuliah, pernah menerbitkan cerpennya di Annida, Jawa Pos, Minggu Pagi, dan di beberapa buku antologi cerpen independen.

Bekerja di penerbitan buku sekolah antara 2005–2009 dan menghasilkan serial Sejarah Kebudayaan Islam untuk siswa MI berjudul Bertualang Bersama Tarikh (4 jilid, 2006) dan menulis cergam Seri Peperangan pada Zaman Nabi (3 jilid, 2008). Novelnya yang sudah terbit adalah Ulid Tak Ingin ke Malaysia (2009) dan Lari Gung! Lari! (2011). Novelnya yang ketiga, Kambing dan Hujan, memenangkan Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2014.

Selain menulis dan menjadi editor, sehari-harinya menulis ulasan sepakbola di belakang gawangdan ulasan film India di dushman duniya ka, serta menjadi fasilitator dalam Bengkel Menulis Gerakan Literasi Indonesia (GLI).

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
15 (36%)
4 stars
20 (48%)
3 stars
5 (12%)
2 stars
1 (2%)
1 star
0 (0%)
Displaying 1 - 21 of 21 reviews
Profile Image for Teguh.
Author 10 books335 followers
August 4, 2024
Sepakbola adalah orangtua yang menjaga dan merawatku ketika orangtuaku yang sebenarnya terlalu jauh untuk bisa melakukannya. Seandainya mereka tahu, di banyak kesempatan, ketika tak seorang pun bisa kutanya apa yang mesti kulakukan, yang bisa memberiku arahan adalah tatapan sendu Ivanov, muka datar Montero, telunjuk Maldini, atau teriakan Adams.(hal.221)


Saya menyukai cara bercerita Cak Mahfud, dan itu fakta yang tidak bisa digoyang-goyang dengan apa pun juga. Cara bertutur Cak Mahfud adalah konci bagaimana cerita bisa mengalir dengan begitu megah, tanpa harus bermegah-megah. Dia sederhana dalam pilihan bahasa, tapi sungguh megah dan menakjubkan.

Novel ini adalah semacam kelanjutan tokoh dalam novel Ulid Tak Ingin ke Malaysia—bahkan ada "spin off" atas novel itu dan soal kenapa bisa ada cover perempuan berjilbab kuning di edisi pertama Ulid. Yang saya kagumi adalah bagaimana sepakbola dikisahkan dengan begitu syahdu, dipakai sebagai metafora, dan tentu potret atas perubahan sosial masyarakat di dusun kecil di jawa timur bernama Lerok. Bisa itu dikaji secara sosial bagaimana modernitas mengubah masyarakat. Jalan desa yang mulus, listrik masuk desa, tv mulai menjamur, dan yang paling ajaib petani bengkuang habis (menghilangnya tanaman bengkuang di desa kami—hal.120), juga apa-apa yang diakibatkan soal perantauan masyarakat desa ke Malaysia. Ada yang membawa kekayaan, ada yang menimbun utang seperti bapak Isnan dalam novel ini. Atau ada yang seperti Khozin dan Ilham yang seperti berapi-api mengubah Lerok seperti Malaysia sepulangnya dari perantauan sebagai TKI.

Lebih dari itu, novel ini adalah semacam nostalgia atas kampung halaman. Dan gejolak anak muda bernama Isnan yang mencoba mencintai sepakbola dan memahami hidupnya sebagai “bek”. Dalam lapangan hijau, dia sangat menyukai bek, bertahan dan ikhlas tidak moncer. Bek tentu tidak semoncer striker. Tetapi, Isnan adalah bek dalam lapangan bernama kehidupan. Bapak-Emak-Ulid kakaknya harus pergi ke Malaysia, dan Isnan-lah yang menjadi “bek” menjaga gawang dan merawat dua adiknya.

Kalian harus perlahan-lahan membaca di halaman 236-237. Itu adalah halaman yang diceritakan seperti adegan klimaks sebuah film. Saya perlu menahan napas, dan waaaaah gilaks ini keren banget. Ada juga adegan yang saya ingin tertawa-tawa, ini mirip adegan Rasus makan pepaya di pembukaan Ronggeng Dukuh Paruk—apa kemiripannya?—hanya anak-anak kampung dan saya adalah satu dari anak kampung itu yang memahaminya, yaitu adegan Isnan dan Muslim minum degan kelapa colongan. Tuhan, novel ini berhasil membawa saya nostalgia dengan kampung saya. Dan saya yang tidak mahir main bola, lebih mahir main kasti: mendadak seperti ikut cakruk di pos kampling dan menyimak Isnan berkisah soal Perserok yang legendaris itu.

Mabrur sekali ini novel.
(Kan jadi penasaran sama novel Headshot yang juga menautkan olahraga dan narasi sastra).

TJAKEEEEEEP SEKALI LAH INI!
Profile Image for Christan Reksa.
184 reviews11 followers
November 14, 2024
"Bek" - Makhfud Ikhwan (fiksi, novel)

Pada masanya, saya pernah begitu "gila bola". Kini saya seringkali hanya mengikuti dari jauh & memantau spesifik hanya satu tim favorit; klub nanggung bernama Arsenal. Namun pada era kejayaan Arsenal di masa saya SMP, saya pernah begitu menggilai sepakbola sampai saya pernah hafal starting lineup semua klub divisi utama liga Inggris, Italia, Spanyol, Jerman, Prancis, & Belanda. Saya juga pernah bermain game Championship Manager (Football Manager sebelum berpindah publisher dari Eidos ke Sega) dengan karir manager tim sampai 30 musim permainan.

Pergeseran prioritas mengubah banyak hal. Bermain sepakbola, atau minimal futsal, pun sudah tidak pernah lagi.

Emosi2 nostalgia & gairah mengingat serunya sepakbola dalam tautan pahit-manisnya kehidupan itulah yang saya rasakan ketika membaca novel Mahfud Ikhwan ini. Gaya bahasanya amat legit, membuat saya yakin dia pernah jauh lebih gila bola daripada saya pada masa puncak saya gila bola. Namun yang membuat saya makin merasa resonan dengan novel ini adalah pergumulan tokoh utamanya. Sepakbola itu menyenangkan, tapi sekarang bukan waktunya bermain sepakbola.

Isnan, seperti judul novel ini, senang bermain sepakbola tarkam dengan posisi bek, pemain belakang. Posisi yang jauh dari glamor. Tak bisa sering mencetak gol seperti striker, membuat umpan terobosan sinting layaknya playmaker, menata ritme permainan layaknya gelandang, menggocek lawan dengan kecepatan tinggi layaknya pemain sayap, atau bahkan membuat penyelamatan gemilang layaknya kiper. Bek adalah posisi bertahan yang kurang diperhatikan ketika menang & banyak dihujat ketika kalah.

Bagi Isnan, menjadi bek adalah menjadi pribadi yang bertanggung jawab, baik di lapangan sepakbola maupun arena kehidupan.

Sesungguhnya, sepakbola & posisi bek adalah metafor hidup Isnan. "Bek" adalah kisah seseorang yang jauh dari sempurna, tapi meyakini bahwa kehidupan harus dijaga, & untuk bertahan adalah esensi menjalani hidup.

Pembaca setia karya beliau akan mendapati kait-kelindan tokoh2nya dengan novel lainnya. Berbahagialah. Siap2 teteskan air mata juga, terutama bagi kyang sedang atau pernah menatap sepakbola demikian serius.

⭐⭐⭐⭐⭐
Profile Image for Safar Nurhan.
Author 4 books3 followers
July 20, 2024
Tokoh utamanya Isnan, adiknya Ulid. Tapi, aku masih merasa Ulid yang bercerita. Ulid yang gede, yang lebih rapi menulis.
Profile Image for Rian Hendriana.
39 reviews
September 27, 2025
3,5

Bukan hanya sebatas membahas perihal sepakbola tetapi cerita utama yg berkaitan dengan kehidupan sehari² dari si tokoh utama dari mulai bocah sampe dia dewasa. Apalagi kita akan melihat suatu pemandangan warga dari kampung Lerok yg kebanyakan warganya merantau jadi TKI ke Malaysia.


*dari novel ini sedikitnya saya jadi tahu nama² pemain sepakbola top era 90an👍🏽
Profile Image for Steven S.
697 reviews67 followers
July 6, 2025
Tetap seru!

Melanjutkan membaca "Bek" setelah menamatkan "Ulid" adalah momen yang sempurna.
Bek sebelumnya kuketahui diterbitkaan secara berkala sebagai cerita bersambung di Kumparan Plus sekian tahun lalu. Namun tidak mengikutinya. Setelah jadi satu manuskrip utuh dan diterbitkan Diva Press tahun lalu. Aku membelinya.

Saat menamatkan Ulid minggu lalu, novel yang masuk daftar pendek Kusala Sastra 2025 ini, akhirnya kubaca dengan lahap.

---

Bek adalah kisah seorang anak bernama Isnan. Adik Ulid. Anak Pak Tarmidi. Bergenre memoar. Aku jadi sedikit memahami gaya penulisan Cak Mahfud, dengan mendengar penuh rilis bukunya di YouTube Basabasi.

Pergeseran POV maha tahu menjadi sudut pandang Aku, si Isnan.
Aku memulai Bek dengan tancap gas. Makin bersemangat saat sepotong demi sepotong bagian novel pertama, muncul.
Pokoknya aku begitu cermat membaca Bek karena sungguh terhanyut dalam dunia rekaan Ulid. Ulid Universe, kalau diibaratkan seperti Marvel Universe.

Aku terhanyut dalam kisah Isnan. Juga kisah-kisah sepakbola di dalamnya. Jadi kenal nama-nama pesepakbola jaman dulu. Bisa mengidentifikasi sebagai anak yang senang main.
Aku mengingat diriku saat smp, yang menyepak tutup botol air mineral. Sebagai mana bola plastik. Supaya ada bahan mainan saat tiba-tiba harus pindah rumah. Sembari menunggu entah kapan rumah kami yang terbakar bisa kembali ditempati.

Aku membaca pelan setiap pengalaman main bola Is. Seru. Bagaimana menjadi pesepakbola di kampung. Menggapai cita dan asa. Pelan-pelan kubaca. Karena tulisan Mahfud enak betul dibaca. diikuti.

Pokoknya aku hanyut mengikuti narasi Cak Mahfud. Pelan-pelan. Akhirnya sampai ke sepertiga akhir, yang sedikit menyinggung Jogja. Wah.. cerita-cerita Jogja dengan penulisnya, ini sesuatu yang unik, dan ditunggu.

Di beberapa bagian aku merasa agak sendat membacanya. Karena terlalu padat kukira. Namun aku membayangkan karena kisahnya yang padat. Sebab Isnan sedang menceritakan kembali memoarnya. Juga ini cerita bersambung yang disatukan.

Aku merekomendasikan novel ini bagi penyuka novel sekaligus sepakbola. Jarang-jarang ada novel bal-balan. Juga penyuka novel Ulid, yang ingin tahu kelanjutan kisah Ulid. Jangan sampai kelewatan.
Aku menunggu kelanjutan dari semesta Ulid.
Profile Image for Happy Dwi Wardhana.
244 reviews38 followers
November 18, 2025
Bagi generasi milenial, novel ini adalah sebuah nostalgia. Isnan, tokoh utama dalam novel ini, masuk dalam kategori generasi tersebut. Sangat menghangatkan hati bagaimana Isnan kecil mencangkung di rumah tetangga hanya sekadar menonton televisi ramai-ramai, atau bagaimana pertandingan sepak bola di lapangan desa menjadi buah bibir layaknya Timnas, atau bagaimana Isnan berburu berita sepak bola melalui acara-acara teve atau tabloid. Memang seperti itulah keseharian di desa pada tahun 90-an.

Kelebihan Mahfud dari semua novel-novelnya adalah narasi yang mengalir pelan dan sistematis tanpa diksi-diksi sukar. Meski aku belum membaca Ulid, cerita tentang Isnan sebagai adik kandung Ulid beserta konflik keluarganya yang mungkin diceritakan dengan detail dalam novel Ulid mudah dibayangkan. Hal ini juga berlaku pada dua novel Mahfud yang lain: Dawuk dan Anwar Tohari.

Namun, hingga akhir paruh buku, saya masih meraba-raba apa konflik besarnya dan apa pula yang ingin disampaikan penulis melalui tokoh Isnan. Saya dapat bilang, novel Bek hanya murni biografi Isnan, dan sepak bola adalah bagian dari dirinya yang tak dapat dipisahkan sejak balita hingga dewasa. Peristiwa-peristiwa dan tantangan hidup hanya memantul di diri Isnan, sedangkan ia tetap berjalan maju mengarungi waktu. Menurutku, tak ada konflik yang betul-betul milik Isnan selain seluk-beluk sepak bola.

Meski saya tak paham bola sejak belia, saya bisa merasakan bahwa begitu seru mengumpulkan poster dan pin up dari tabloid, atau menonton pertandingan bola antar kampung menjelang maghrib, atau mendengarkan siaran langsung di radio. Yang saya kagumi, Mahfud sangat detail menjelaskan nama-nama acara olahraga teve 90-an lengkap dengan nama panjang presenternya. Dulu, Bapak saya gemar sekali menonton acara itu, dan saya yang hanya nimbrung menonton, ikut menghafal nama presenternya. Tajuk berita olahraga dan nama presenternya mungkin telah mengendap dalam memori inti diri saya, dan novel ini memunculkan kembali nama itu ke permukaan. Secara personal, ini bagian yang memberiku saudade.

Isnan berpikir bahwa struktur dalam sepak bola ibarat sebuah keluarga. Saya senang dan sependapat dengan pengandaian ini. Dalam keluarga, orang tua adalah kiper, yang menjaga martabat tim sekaligus pertahanan terakhir keluarga. Kiper biasanya meneriaki tim lain karena ia yang memiliki pandangan lebih luas dari belakang.

Layaknya sepak bola juga, ada anak yang menjadi penyerang; yang selalu berada di tanah seberang, yang berusaha mencetak gol untuk membuat bangga keluarga, yang menjadi sorotan khalayak. Dia adalah tulang punggung sekaligus definisi dari sebuah keluarga. Tak jarang, nama yang dihafal oleh tetangga adalah nama sang penyerang, nama anggota yang lain kerap tak digubris.

Sebaliknya, ada anak yang menjadi bek. Ia adalah penjaga. Anak yang tak pernah meninggalkan tanah kelahiran, senantiasa menjaga dan merawat kiper, begitu ugahari dalam keseharian. Sang bek jarang disorot karena ia tak menghasilkan gol kebanggaan.

Bagiku, di sini muncul pertentangan. Sang striker terkadang merasa bersalah karena ia selalu melalang buana, jauh di kandang musuh, menikmati pujian dan sanjungan, tapi tak selalu bersama sang kiper. Di sisi lain, mungkin bek juga memiliki kecemburuan bahwa ia hanya selalu berada di bawah bayang-bayang sang penyerang, tanpa sorak sorai dan gegap gempita perayaan gol.

Namun, menurutku tak seharusnya demikian. Keluarga adalah tim sepak bola, dan sebagai tim, keberhasilan adalah tanggung jawab bersama, dan bukan dibebankan pada satu peran saja. Terkadang, bola di kaki sang penyerang tergocek lawan. Ia jatuh tersungkur dalam perantauan. Di rumah, sang bek siap sedia menahan musuh, melindungi bola masalah yang menjajah wilayah keluarga. Mungkin ia pun terjungkal. Bola masalah menembus kotak penalti dan menuntut kecapakan pertahanan terakhir, sang kiper. Malang juga mungkin tak dapat ditolak, sang kiper kebobolan. Tapi, sekali lagi, sebagai tim, tugas orang tua layaknya kiper: melempar bola harapan sejauh mungkin agar anak yang berperan sebagai penyerang menjadikannya gol, dan anak lain yang menjadi bek mengokohkan pertahanan. Tim yang sukses adalah tim yang tahu perannya masing-masing. Dan secara garis besar, novel ini tentang itu.
Profile Image for rasya swarnasta.
102 reviews21 followers
December 29, 2025
Baca buku ini bikin saya ikut diserap dalam pandangan dunia si tokoh aku, yang gila bola, yang segala pengorbanannya tampak murah ditukarkan sebagai harga mempertahankan kecintaannya pada bola.

Bintang dua, sayangnya, karena gaya bahasanya. Kalau saja saya nggak terjebak selama 12 jam perjalanan kereta hanya dengan buku ini, entah bisa tamat setelah berapa lama.

Ini novel Mahfud Ikhwan pertama yang saya baca, dan terus terang, saya nggak cocok dengan gaya bahasanya. Tapi ini sangat personal, saya cenderung nggak suka dengan gaya bahasa seperti, "Kami sangat menantikan hari itu. Sayangnya, kami belum tahu, bahwa hari yang dinantikan adalah sebuah malapetaka yang mengubah hidup kita, selamanya."

Kayak ... ya, apaaa? Langsung diceritakan aja memangnya kenapa? Sayangnya itu sepertinya ciri khas novel ini karena alur mundur dan ditemukan di mana-mana, yang menyebabkan saya jadi kesal berkali-kali karena merasa nggak dilibatkan dan jadinya nggak "surprise", sehingga nggak punya alasan untuk invest secara emosional. Oke, pasti nanti gagal. Oke, momen besok rusak. Dan seterusnya. Ini preferensi saja sih.

Setelah membaca, saya baru tahu ini mulanya terbit mingguan di Kumparan Plus. Saya jadi bertanya-tanya kalau buku ini terbit dalam bentuk kepingan, mungkinkah gaya bahasa ini lebih bisa saya maafkan, daripada selama saya melahapnya di kereta dalam satu suapan besar? Mungkin ya. Anyway.

Saya juga nggak begitu puas dengan ending-nya.

Saya agak risi dengan kondisi bahwa si aku nggak benar-benar pernah "melawan" siapa pun dengan mimpi atau komprominya. Gimanapun juga, secara realistis (atau pesimis deh), residensi tiga bulan untuk menulis novel sepak bola tuh nggak lantas jadi harga yang sepadan untuk segala yang dicurahkan di novel ini. Apalagi terus resign, dan mau nemenin Bapak nulis terus di rumah. Apalagi nyuruh Ulid balik pulang nemenin Bapak. APALAGI Bapak nyuruh Emak pulang. Terus yang menjaga roda perekonomian siapa deh?

Momen ketika Muslim menantang ego si aku dengan minta si aku berbangga menyebut dirinya pengarang itu awalnya bagus (saya suka), tapi, ujung-ujungnya ternyata si aku udah bakal dapet residensi menulis novel di Malaysia tiga bulan, jadi sebetulnya apa yang harus dibuktikan? Ini mah, si aku bukan rendah diri sebagai calon pengarang atau pekerja di penerbitan sebagai penulis buku pelajaran, tapi dia masih belum tahu "panggilan" bagi dirinya SELAIN seseorang yang mau terus jadi bek.

Saya merasa belum dapat closure saja, bahwa si aku lantas menganggap dirinya, apa yang dia lakukan, dan tujuan untuk sisa harinya dalam hidup—itu semua telah cukup. Begitu.

Akhir kata, saya mau menukil kata-kata favorit dari Muslim,
"‎Kau tahu kenapa separuh manusia di muka bumi ini menyukai permainan ini (sepak bola)? Karena nyaris semua orang yang menyukainya bisa memainkannya. Lalu, kenapa dunia kepengarangan tidak memandang pengarang dengan cara yang sama? Apa ruginya menganggap semua orang yang bekerja dengan menulis, apa pun dan bagaimanapun yang ia tulis, sebagai pengarang? Apa pengalaman-pengalaman menulis dari para pengarang yang kita sebut tadi tak kau alami?" (hlm. 282)

Terima kasih untuk buku ini!
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Ira Nadhirah.
600 reviews
September 18, 2025
Pertama kali membaca beberapa helai buku ini ketika singgah di Jual Buku Sastra, Jogjakarta. Dan membelinya di Buku Akik. Buku kedua dari Mahfud Ikhwan selepas Dawuk. Where to start ya, perasaanku sangat sarat dengan fikiran yang bermacam macam.

Bermula dengan kisah seorang anak lelaki yang sangat obses dengan sepak bola. Asalnya dari bapaknya yang suka mendengar tentang bola dari radio. Tentang bagaimana dia memulakan hobinya bermain di kampung bersama teman teman. Berpindah sekolah, dipergunakan oleh pasangan yang jual suratkhabar dan akhirnya dihalau. Sehinggalah bertemu wanita yang menyebabkan dia menguburkan minat nya terhadap sepakbola. If ever one day i met someone yang halang hobi² ku, akan aku terus meng red flag kan beliau. Pasti!

Kisah yang sepatutnya menjadi kisah yang gembira tiba tiba diselitkan dengan kisah kisah duka keluarga bilamana Ayah, Ibu dan Abang nya perlu meninggalkannya untuk mencari pendapatan di Malaysia. Paling sedih kisah Abangnya. Seorang yang pintar tetapi terpaksa melepaskan peluang pendidikan demi keluarga.

Aku paling suka bagaimana Mahfud mengisahkan tentang hubungan keluarga ini, meski terpisah jauh tetapi tetap mendukung dan mengambil tahu tentang keadaan anak yang ditinggal untuk menjaga dua adik kecil sejak umur 8 tahun. Aku paling suka Abangnya, Ulid. Best sangat ada Abang macam tu. Pengorbanan yang tiada tandingan dan sokongan yang tidak berbelah bahagi.

Tidak pernah terfikir dek akal dapat membaca dari sudut pandang anak anak yang ditinggalkan ibubapa merantau jauh untuk mencari sesuap nasi. Ternyata hibanya bukan kepalang ye. Beberapa kali diulang sepakbola itu seperti pengganti kepada ibubapa yang tak pernah ada untuknya. Tidak semua orang mendapat nasib yang baik seperti kita, maka berbuat baiklah kepada semua manusia.

Dan penutup kepada ceritanya, Mahfud telah meragut keseluruhan jiwaku dengan satu ayat,

'Emakmu. Emakmu, ajak pulang' 😭😭😭
Profile Image for Sarah Reza.
235 reviews4 followers
July 19, 2025
Novel yang bikin aku ngerasa nostalgia ke masa kecil dulu; main bola dengan teman-teman, ikutin update tentang pemain dari siaran olahraga dan majalah bola. Tadinya, aku pikir novel ini akan bercerita tentang Isnan yang akhirnya menjadi seorang bek terkenal seperti yang ia impikan. Ternyata bek di sini adalah gambaran hidup Isnan. Diawali dengan Isnan yang terobsesi dengan bek sampai akhirnya ia dewasa dan sadar kalau itu hanyalah keinginan masa kecilnya. Ketika ia berpikir kalau ia adalah seorang bek yang berbakat, ternyata keadaan malah membuatnya menjadi seorang penulis dan editor.

Aku suka dengan bagaimana penulis menggambarkan kondisi desa Lerok dan fenomena masyarakat di sana yang merantau ke luar daerah mereka bahkan sampai ke Malaysia dan bagaimana kondisi keluarga yang ditinggalkan. Ketika seorang suami meninggalkan seorang istri di kampung, taunya malah bikin nyesek. Ada juga yang perekonomian keluarga mereka jadi lebih baik semenjak mereka merantau ke Malaysia. Tapi hal tersebut tidak terjadi di keluarga Isnan.
1 review2 followers
June 13, 2024
Novel sepakbola paling apik yang saya baca. Saya menemukan banyak nama-nama pemain bola yang tentu tak saya kenal, termasuk idola Isnan, Ivanov. Tanda bahwa Cak Mahfud, penulisnya, memang benar-benar menamatkan persepakbolaan dunia.

Perjalanan Isnan menggilai bola adalah persembahan paling penting di novel Bek. Tak apa kehilangan harta, nilai sekolah, hingga kehilangan pasangan, asal tak kehilangan momen menonton Maradona selebrasi. Tidak mungkin demam yang menyerang tubuh secara keseluruhan, bisa menghentikan demam sepakbola. Bek adalah pengabdian paling tulus untuk sepakbola. Ketika kaki telah diikat dan tidak mampu lagi menggiring bola, maka bermainlah dengan tangan.
Profile Image for Anton.
157 reviews10 followers
July 1, 2025
Membaca buku-buku Makhfud Ikhwan selalu membuatku mengenang kampung halaman. Maklum, kami bertetangga desa di pesisir utara Lamongan. Maka, mau tak mau, apa yang dia tulis dalam novel -novelnya juga selalu mengingatkanku pada masa kecil. Pada tanah gersang di pesisir utara Jawa.

Begitu pula dengan cerita dalam novel Bek ini. Memang dia menarasikan perjalanan seorang bocah yang gila sepak bola. Tidak hanya bermain-main dengan bola bundar dengan segala macam bahannya, tetapi juga seluk beluk permainan sepak bola itu sendiri.

Bek membahas tak hanya tentang kisah hidup tokohnya, tetapi juga situasi sosial, politik, ekonomi, dan bahkan pelajaran hidup.
Profile Image for Toni.
30 reviews4 followers
Read
October 23, 2024
Menginatkan masa kecil meski beda generasi. Beli koran bola, baca majalah, nonton lega calcio dan planet football di rcti. Dan ngerasain jg punya temen yang doyan main bola tapi gk ngerti bola sama sekali.

Kayanya beberapa bagian dari cerita asli kehidupan yang pernah ditulis di buku menumis itu gampang menulis tidak.
6 reviews1 follower
December 1, 2024
Tidak pernah menjadi penyuka sepakbola, buku ini bisa mengajak saya ke kehidupan sebuah tokoh yang hidupnya sangat penuh bersinggungan dengan sepakbola. Saya merasa ini salah satu buku yang paling menyenangkan yang pernah saya baca dalam penggunaan perspektif orang pertama. Bagaimana cara mengingat secara tematik, pengkoreksian tentang ingatan dan keraguan dengan ingatan itu sendiri.
Profile Image for Tuna Gandum.
146 reviews1 follower
October 15, 2024
Cerita coming of age seorang anak yang gila bola dan pengen jadi bek. Dia bertahan di lapangan, di rumah, dan di sekolah.

Penulisannya sederhana dan ngalir. Kerasa seperti dengerin cerita teman lama di warkop. Penuh nostalgia masa kecil anak kampung. He just like me fr
Profile Image for Alfin Rizal.
Author 10 books50 followers
June 12, 2024
baca aja. selesai kubaca langsung jadi salah satu novel indonesia favoritku.
Profile Image for Aldebyusuf.
1 review
October 3, 2024
Dipenuhi dengan istilah-istilah sepak bola, tapi masih sangat bisa dinikmati oleh orang awam sepak bola.

Bek menimbulkan keinginan membaca karya-karya Mahfud Ikhwan yang lain, terutama Ulid.
Profile Image for Sadam Faisal.
125 reviews19 followers
October 24, 2024
Sisi lain keluarga Tarmidi-Kaswati & desa Lerok dari kacamata Isnan, adik dari Ulid. Kalau Ulid tergila2 sama sandiwara radio, Isnan terobsesi dengan sepak bola & bercita2 menjadi seorang bek.
Profile Image for Rama Raditya.
2 reviews
January 16, 2025
Membaca karya Mahfud Ikhwan untuk saya selalu menyenangkan. Apalagi dgn bumbu2 seputar Serie A era 90an
Profile Image for Ardhias Nauvaly.
63 reviews3 followers
December 31, 2024
Sulit untuk tidak senyum-senyum sendiri saat Mahfud menuliskan memoar bek semenjana asal Lerok yang karir amatirnya mentok di Final Piala Kecamatan sebelum akhirnya mesti mundur dari lapangan hijau dan terdesak ke tumpukan naskah dan tenggat pengerjaan buku Penjaskes sekolah dasar serta buku proyek mantan wasit yang jadi politisi. Kenangan masa kecil saya, ditambah ingatan yang digeluti sama belaka (sepakbola!), tumpah ruah bersama dengan Isnan dewasa yang mengeja kembali masa lalunya dari mulai main bola sepak di pelataran madrasah hingga berujung ke nasib orang Lerok kebanyakan: pergi ke Malaysia.

Apakah buku ini masih bisa diminati sebagai non-gilabola? Bila Anda nyaman menyimak orang menjelaskan kesukaannya dengan begitu bersemangat betapapun Anda sama sekali tidak menyukai hobi tersebut, buku ini tidak akan gagal menghibur. Di mana pun, termasuk di "Bek", Mahfud selalu berhasil membuat penyimaknya, setidak-tidaknya, memperhatikan sampai selesai ketika dia ngoceh soal kesukaannya entah itu dangdut, film India, atau sepakbola.
Profile Image for Sunarko KasmiRa.
293 reviews6 followers
December 13, 2024
Bek: Sebuah Novel karya Mahfud Ikhwan merupakan novel yang mengisahkan tentang kisah perjalanan hidup seorang pemuda bernama Isnan yang begitu menggemari sepak bola. Ia bercita-cita menjadi seorang Bek terkenal. Namun takdir tidak begitu saja memuluskan jalannya,rintangan dan halangan datang silih berganti untuk mematahkan semangat Isnan. Berkat ketekunannya, akhirnya ia menjadi Bek terkenal dikampungnya. Namun itu tidak berlangsung lama, karena dalam prosesnya ia mendewasa dan menjalani kehidupan ia dipaksa untuk meredam cita-cita besarnya itu. Tapi Isnan adalah Isnan, ia tetap memendam dalam cita-citanya menjadi Bek.

cerita dalam novel ini ditulis dengan begitu baik, saya begitu menikmati pasang surutnya nasib dari Isnan dan tokoh lainnya. Saking dekatnya dengan faktual, saya sempat berfikir jika kisah ini sesungguhnya nyata. Tidak dilebih-lebihkan, tidak dipaksa indah dan tidak harus bergelimang bahagia.
Displaying 1 - 21 of 21 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.