Hiro Morrison, anak genius keturunan Jepang-Amerika, tak sengaja berkenalan dengan Detektif Samuel Hudson dari Kepolisian New York dan putrinya, Karen, saat terjadi suatu kasus pembunuhan. Hiro yang memiliki kemampuan membaca identitas kimia dari benda apa pun yang disentuhnya akhirnya dikontrak untuk menjadi konsultan bagi Kepolisian New York.
Suatu ketika pengeboman berantai terjadi dan kemampuan Hiro dibutuhkan lebih dari sebelumnya. Pada saat yang sama, muncul seseorang yang tampaknya mengetahui kemampuannya. Kasus pengeboman dan perkenalannya dengan orang itu mengubah semuanya, hingga kehidupan Hiro menjadi tidak sama lagi.
Buat cewek yang lahir tanggal 14 Februari ini, menulis merupakan caranya berbagi pikiran, perasaan, mimpi, imajinasi, dan cita-citanya dengan orang lain. Ia ingin tulisannya bisa menggugah dan menginspirasi pembacanya, sama seperti tulisan kedua tokoh yang pertama-tama menginspirasinya untuk menulis: almarhum Umar Kayam dan Jostein Gaarder.
Banyak yang mengira Windhy mengoleksi kutipan orang-orang terkenal (mulai dari Ralph Waldo Emerson sampai Detektif Conan) yang sering ia selipkan dalam novel-novelnya. Padahal sebenarnya ia hafal! Kata-kata yang bagus itu langsung menempel hingga sewaktu-waktu dibutuhkan, ia tinggal mencomotnya dari ingatan dan sesekali mengecek ke Oom Google supaya lebih akurat.
Kesan, komentar, masukan, atau kritik teman-teman ditunggu di: my_cool_killer@yahoo.com. Boleh juga add FB dengan alamat e-mail yang sama atau Windhy Puspita, atau kalau mau lebih real time, follow twitter-nya di @windhy_khaze.
Saya sudah baca beberapa buku Windhy sebelum ini. Dan semuanya setipe menurut saya : "kisah remaja dengan topik generik." Tau kan topik generik? Itu lho...yang ceritanya seputar cinta dan temenan aja. Masalah yang sebenarnya sepele tapi karena tokohnya remaja jadi aja dibesar-besarin deh itu masalah (yaa...waktu remaja saya juga kek gitu sih).
Makanya walopun mengakui Windhy punya gaya menulis yang ngalir dan enak banget dibaca , tapi saya tidak menganggapnya istimewa.Yah semacam....satu-lagi-penulis-bestseller-yang-bukan-selera-saya lah (maap ya, Win).
Sampe saya bertemu Touche dan Touche Alchemist. Lalu pandangan saya pun berubah...
Dengan Touche-nya Windhy mengisahkan bahwa di dunia ini ada sekelompok orang yang punya "bakat" bermacam-macam. Ada yang bisa membaca pikiran orang dengan menyentuhnya (mind reader), merasakan perasaan orang yang disentuhnya (empath), menyerap habis isi 1 buku padahal cuma menyentuh sampulnya (data absorber) atau pun menemukan keberadaan orang lain hanya dengan menyentuh peta (track finder). Liat kesamaan semua bakat yang saya sebut di atas? Yep...semua bakat itu bisa digunakan hanya ketika sang pemilik bakat menyentuh si "target". Makanya mereka dinamai kaum touche.
Point menarik dari dunia Touche ala Windhy adalah: banyak cerita yang bisa dikembangkan. Ada begitu banyak kemampuan Touche, yang otomatis akan memberi konflik dan kisah yang berbeda juga. Windhy bisa menciptakan kemampuan Touche apapun yang dia mau sehingga kita bisa disuguhkan dengan kisah yang beragam.
Seperti di Touche Alchemist ini. Hiro, tokoh utamanya, punya bakat mengetahui struktur kimia suatu benda bila disentuh. Hal ini membuat Hiro jadi punya kemampuan analisis yang bikin bengong. Karena touche-nya, Hiro jadi tahu kalo air yang ada di tubuh korban yang tenggelam itu air laut dan bukan air tawar (walopun kenapa gak ada yang coba jilatin air itu, saya juga gak tahu) (yatapi masa' juga ya ada yang mau jilatin air dari jenazah? #abaikan).
Hiro juga jadi bisa bedain air yang ada di TKP itu air dari mana dan bisa bedain struktur bom. Keren deh pokoknya. Makanya Hiro jadi konsultan kepolisian New York walopun umurnya masih 18 tahun. Dan pembaca pun diajak untuk turut mengikuti kemampuan deduksi Hiro hingga menghasilkan analisis yang tajam, aktual dan terpercaya #halah.
Buat saya sih, bagian analisis-lah yang 'megang' di Alchemist, yang bikin saya jadi gak pengen ngelepasin novel ini. Ada yang bilang kalo gaya deduksi analisis Hiro menjiplak gaya analisis Sherlock Holmes. Mungkin Windhy memang terinspirasi dari Sherlock ya. Tapi cerita detektif mana sih yang gak terinspirasi dari tokoh rekaan Conan Doyle itu? Bahkan Agatha Christie aja mengakui kalo Poirot itu terpengaruh dari Sherlock. Sebagian besar cerita detektif yang saya tahu memang ada yang tokohnya mirip. Semacam 'saling mempengaruhi'lah (iya...analisa sotoy). Tapi itu bukan menjiplak. Dan menuduh Windhy menjiplak dari cerita Sherlock adalah tuduhan keterlaluan yang gak berdasar.
Di luar analisisnya, yang bikin buku ini 'ngebetahin' buat dibaca sampe akhir adalah gaya menulis Windhy yang ala-ala manga terjemahan itu. Entah gimana, tulisan Windhy selalu bikin kesan seperti baca manga. Kok bisa gitu ya? #nanyaserius
Yang enak juga, keliatan kalo Windhy serius menggarap Alchemist. Minimal keseriusannya bisa diliat dari usaha Windhy mencari lokasi-lokasi di New York yang bisa masuk ke dalam plot yang dia bangun. Dan dia nambahin peta supaya tipe pembaca visual tapi miskin imajinasi (iya itu saya) gak kesulitan baca buku ini.
Dan mumpung nyebut plot, saya cuma mau bilang kalo plot Alchemist cukup oke. Pace-nya cepat dan keseruannya terjaga sampe klimaks walopun pelaku udah bisa ditebak di 1/3 akhir buku. Tapi gapapa. Buat saya sih, pengungkapan antagonis bukan hal paling penting di sebuah novel detektif. Saya malah lebih penasaran gimana sampai si detektif bisa menyimpulkan pelakunya. Dan dalam hal ini, Alchemist gak mengecewakan.
Tapi dengan semua kesalutan itu, sebenernya saya punya complain sih buat novel ini. Dan itu adalah usaha Windhy yang terlalu keras untuk membuat Hiro tampak cuek, dingin dan datar. Coba liat aja : "..." jawab Hiro malas. "..." desah Hiro malas. "..." jawab Hiro dengan nada malas. "..." jawab Hiro enteng. "..." kata Hiro datar. "...." kata Hiro kalem.
See? Harus banget lho penulis ngasi tahu nada suara Hiro di hampir setiap dialognya. Yaa...kalo masih di awal-awal buku sih gapapa. Tapi ampe akhir masih aja ada pemberitahuan kalo Hiro ngomong dengan enteng, datar, kalem. Akkkhh....saya bosen baca diulang-ulang mulu. Pas di pertengahan masiiihh aja dikasi tahu nada bicara Hiro, rasanya langsung pengen bilang : "Iye tahuuu. Dari awal juga nada bicara Hiro itu-itu aja kok."
Oh..sama...ini 1 lagi, sebenernya saya masih bingung dengan maksud sinopsis di back cover. Katanya Hiro berkenalan dengan seseorang yang membuat hidupnya tak lagi sama. Kalo orang yang dimaksud itu seseorang yang ada di Touche 1, saya gak ngeliat perubahan hidup Hiro di mana. Kok ya rasanya kehidupannya tetap sama.
Apa ini petunjuk bahwa akan ada Touche 3 yang membuat hidup Hiro berubah karena orang itu? #hayolho
Trus juga, buat saya sih Alchemist 'nanggung'. Mungkin karena targetnya remaja ato mungkin karena terbentur jumlah halaman sehingga kasus-kasus di Alchemist rasanya kurang di-explore. Kurang digali lebih dalam. Jadinya kentang.
Saya udah bilang kan kalo Touche itu punya potensi untuk dikembangkan? Saya bilang gitu setelah baca Touche 1. Di situ dikasi tahu kalo ada sekelompok orang jahat yang mengincar kaum Touche. Imajinasi liar saya sudah membayangkan adanya pertentangan antara kelompok touche jahat dan baik, semacam X Men gitu deh. Dan tadinya saya kira buku ke-2 ini nyebut-nyebut organisasi itu. Ternyata sama sekali nggak nyambung. Sepertinya saya memang menaro ekspektasi ketinggian pada sebuah teenlit. X)
Eng ya sudahlah gapapa. Toh Touche Alchemist punya potensinya sendiri untuk dikembangkan (siapa tahu suatu hari Hiro ketemu kriminil jenius yang juga Touche? Jadi seperti pertarungan antara Sherlock dan Moriarty tapi versi Touche). Saya berharap banget nantinya Windhy bisa mengembangkan dunia Touche dengan tokoh-tokoh yang lebih dewasa, kasus yang lebih rumit dan misteri yang lebih kelam. Yaa....semacam rumitnya novel Dan Brown lah. Saya yakin Windhy bisa kok. :)
Saya rating buku ini 3,5 bintang aja ya. Kenapa gak 4 bintang? Ya abis ada perasaan kentang itu. Dan covernya gak berhasil bujuk saya untuk nambahin setengah bintang walopun covernya lumayan bagus sih.
Tapi untuk saat ini, saya menghargai usaha Windhy untuk menulis teenlit yang beda dari biasanya. Yang gak melulu fokus di kisah cinta menye dan lebay #eh. Salut, Win.
PS : Setelah segala ocehan saya di atas, Windhy bisa ngerti dong ya kalo saya mengaminkan segenap tuntutan fansnya agar Windhy segera memproduksi Touche 3. Dunia Touche itu sangat kaya dan bisa dieksplorasi lebih dalam. Dan membiarkan dunia Touche terhenti sampai di sini saja adalah sebuah kejahatan literasi #hakdes
Windhy Puspitadewi Touché: Alchemist Gramedia Pustaka Utama 224 halaman 7.1
Dibandingkan dengan buku pertamanya, Touché: Alchemist jelas lebih ambisius, tetapi di saat yang bersamaan justru buku ini terasa makin tidak serius.
Dulu ketika saya masih SMA dan kuliah, Kimia menjadi salah satu mata pelajaran (dan kuliah) favorit saya setelah Matematika (dan Kalkulus). Kedua mata pelajaran itu benar-benar ajaib, dua hal yang menjadi fundamen dari semesta. Tetapi jelas saya takjub bagaimana dua unsur berbeda yang bereaksi menjadi sesuatu hal yang baru, bagaimana bentuk-bentuk molekul--entah itu linear atau tetrahedral--itu ada alasannya, dan bagaimana tabel periodik yang begitu teratur adalah salah satu penemuan terhebat dalam sejarah umat manusia, dan bagaimana perbedaan satu elektron atau nomor atom saja bisa mengubah keadaan dari suatu materi. Itu sebabnya kekuatan Hiro Morrison yang bisa mengetahui unsur suatu benda hanya dari satu sentuhan menjadi sangat menakjubkan--dan merepotkan. Karena setiap kali ia menyentuh udara, ia akan merasakan komposisi nitrogen, oksigen, karbondioksida, dan lain-lain. Tetapi setiap kali ia menutup tangannya dengan sarung tangan, ia juga akan merasakan komposisi serat kain yang membungkus tangannya.
Sekuel dari Touché, Touché: Alchemist--masih dengan é diakritik yang merepotkan, don't you all know it's difficult to write Beyoncé properly?--jelas jauh lebih ambisius. Windhy repot-repot memboyong latar ceritanya dari Indonesia tanah air beta ke tanah kebebasan Amerika Serikat. Karakternya juga lebih megah, seorang mahasiswa Jepang yang genius yang bersekolah di NYU (right?) yang didapuk menjadi konsultan NYPD termuda yang pernah ada, berusaha memecahkan kasus-kasus sulit dengan menggabungkan kepintaran dan kemampuan supernya. Sayang, apalah arti semua kepintaran itu kalau kelakuannya minus. Menurut Jung, “The meeting of two personalities is like the contact of two chemical substances: if there is any reaction, both are transformed.” Setelah Hiro bertemu dengan Karen, perlahan-lahan kepribadiannya berubah. Sementara ia memecahkan misteri ledakan bom misterius yang mengancam nyawa keduanya, ia bertemu orang lain yang tahu kemampuannya, satu-satunya karakter yang ada di buku pertama.
Konsepnya terlihat sangat grandiose, tetapi justru itu yang membuat Touché: Alchemist terasa main-main. Pertama-tama, misteri ledakan ini memang sangat novel-esque, tetapi menjadi tidak realistis. Semenjak kejadian 9/11, rasanya tak mungkin seluruh jajaran pasukan keamanan di penjuru Amerika Serikat akan membiarkan satu bom pun meledak lagi di New York. Dan kalaupun mereka kecolongan, mereka tak akan membiarkan bom beruntun itu meledak sampai berulang kali. Apalagi dengan tingkah laku pengebom yang pongah dan menyebarkan petunjuk ke sana kemari dengan mudahnya. Itu jugalah yang membuat Touché: Alchemist menjadi ringan. Windhy menyebarkan petunjuknya tanpa subtlety membuat pembaca bisa dengan mudah menebak pelakunya hanya lewat satu kalimat di tengah-tengah buku. Jika itu memang disengaja untuk membuat Touché: Alchemist bisa dicerna oleh masyarakat sekitar, itu bukan hal yang baik. Kekuatan dari novel detektif adalah membuat pembaca terkejut di akhir cerita sambil diam-diam melempar petunjuk di sana dan di sini.
Meski demikian, lagi, Touché: Alchemist sangat seru untuk dibaca. Saya mungkin menyelesaikan buku ini dalam waktu satu jam nonstop karena cukup intriguing dan menarik. Apalagi dengan latar cerita New York yang disajikan dengan detail yang bagus. Sekali lagi, Windhy bisa dibilang berhasil dalam meramu cerita fiksi ilmiah remaja yang ringan, tidak membosankan, dan menantang.
--------------------------------UPDATE-------------------------------- (and I warn you,spoiler bertebaran di segala penjuru)
Ya udah, demi Mbak Windhy yang saya puja dan kagumi, akan saya tulis lagi review maha-panjang ini. Semoga masih presisi.
Jadi kemaren sore gw jalan ke suatu mall di Jakarta Utara bareng temen kost. Terus gw beli buku diskonan gitu deh (ahakhakhakhak), pas udah selesai bayar temen gw ngilang gak tau ke mana, ternyata lagi liatin komik. Berhubung gw sama sekali gak suka baca komik, gw nungguin dia sambil liat deretan novel baru.
DAAANNNN.....gw nemuin Touché #1 cetak ulang kover baru, uwow. Terus di sebelahnya ada Touché lain dengan kover serupa dan embel-embel 'Alchemist' ....and I was like "my God, I can't believe this!" Soalnya gw udah gak pernah lagi buka-buka Goodreads atau grup-grup baca lainnya (sok sibuk, yes) jadi pas liat ini novel gw langsung syok, jujur aja. Tapi pas baca sinopsisnya gw jadi ragu. Mana si Indra, mana si Dani, dan....(nama ceweknya gw lupa), Pak Yunus? Awalnya ragu sih, tapi di label harga ada tulisan Touché #2, jadi gw beli aja dah. [curcol: bulan ini sebenernya gw lagi ngirit banget, kemaren itu aja cuma beli satu buku diskonan harga ceban, tapi berhubung ini TOUCHÉ (yang legendaris) ya udah deh, biar aja gw gak makan, gak papa, asal bisa baca ini, huhuhu...]
Secara umum gw lebih suka Touché yang pertama. Tokohnya lebih menyenangkan, alurnya lebih ngalir, settingnya lebih familier, dan konsepnya masih anget-angetnya, wkwkwk. Gw gak bilang Touché #2 (gw males tulis Alchemist, ntar gw jelasin kenapa) ini jelek, cuma gak sebagus pendahulunya aja, that's it. Sedangkan gw berharap lebih lebih lebih lebih dan leeebbbiiihhh lagi dari konsep mahakeren ini. Tapi ya, namanya teenlit, KENAPA SIH TOUCHÉ HARUS TEENLIT???!!!! CECINTAANNYA KURANG MENGGIGIT, DIALOGNYA KURANG MENOHOK, PENJAHATNYA KURANG BRENGSEK, ALURNYA KURANG RIBEETTT. (oke caplock rusak lagi)
Jadi ya sudahlah, gw harus menurunkan standar gw sedikit, karena ini teenlit.
1. Kover Entah kenapa lebih suka kover yang lama. Kover teenlit Gramedia sekarang jelek-jelek banget. Liat tuh 3600 Detik-nya Charon. Kover lamanya buset dah, baguuussss banget. Kover barunya.....*lempar ke sungai* Awalnya gw pengen beli dua-duanya, biar kovernya senada, kan enak tuh kalo dipajang di lemari buku, tapi berhubung gw udah punya yang pertama jadi kalo beli lagi itu adalah tindakan tolol (terutama karena gw lagi miskin-miskinnya), gw memutuskan untuk punya dua buku dengan kover BEDA BANGET. Enggak, kover baru Touché gak jelek, tapi yang lama lebih bagus. (Yes, selera gw emang kolot.) Oh iya, mau tanya sama Mas Rizal Abdillah Harahap. Itu mikroskop di kover, lensa okulernya ke mana? Dan rasanya agak bodoh ya kalo universitas sekelas Columbia University masih pake mikroskop cahaya. (Just sayin')
2. Teknis Gaya bercerita Mbak Windhy di novel ini agak nurun ya. Terlalu.....apa ya, bukan gak enak dibaca, justru terlalu mudah dibaca, terlalu biasa banget. Kalimat-kalimatnya 90% lugas. Majasnya tidak sekaya biasanya, dan diksinya gak indah. Saking biasa bangetnya ini novel abis dalam 2.5 jam, dan ketahuilan bahwa gw adalah tipe pembaca lambat. Biasanya sekali baca novel 200-300 halaman tuh ya 5-6 jam lah. Ini baca Of Mice and Men udah terjemahan aja gak kelar-kelar. Typo di awal-awal parah. Bahkan di paragraf pertama udah ada typo yang aduhai. (Makin ke belakang gw makin larut kali ye, jadi gak merhatiin typo lagi.) Dan pas gw cek, gak ada nama editornya, padahal mau gw marahin. >:( Dan oh iya, banyak banget repetisi di novel ini, jadi rada muak juga. Itung aja ada berapa kata 'malas.'
3. Tokoh (sumpah ini bagian paling seru)
3.1. Hiro 'Alchemist' Morrison Seumur hidup gw belom pernah baca teenlit dengan tokoh se-annoying (dan gw akan mengulang kata 'annoying' sampe entah berapa puluh kali) ini. Si Hiro ini sangat-sangat-sangat memuakkan. Tingkat memuakkannya bahkan hampir menyamai Drigo di Cinta 24 Jam-nya Andrei Aksana. (Tapi tentu saja Hiro lebih bearable.) Untung aja ke-annoying-an Hiro makin belakang makin pudar, gw udah hampir nyerah di bab 1. Serius, paling gak tahan sama tokoh yang megalomaniak, dan si Hiro ini super duper congkak, men. "Karena aku genius," blablabla, go to hell you son of a -----! (Tapi untung aja dia masih sopan sama mamanya.)
Udah gitu kebiasaannya ngulum lolipop bikin gw:
Sejujurnya kemampuan deduksi Hiro biasa aja ya, gw juga bisa kalo cuma mecahin He-Li-O-S dan diagram bintang itu. Bahkan gw nemuin Helios lebih dulu dari Hiro. Tapi ya udahlah, namanya teenlit, ini bukan makanan gw, gw harusnya baca Sherlock aja sekalian kalo mau sok-sokan mecahin misteri..... Oh iya (sebelum gw lupa), Helium itu gas mulia yang massanya lebih enteng daripada udara sekitar. Jadi kalo ditaro di dalem botol yang ringan dalam jumlah banyak, botolnya bisa aja melayang. Di novel ini gak dijelasin sih, gw anggep aja botolnya terbuat dari kaca yang berat ya. ^-^"
Terus kemampuannya yang bisa liat DNA (bahkan hafal loh!) itu agak konyol ya. DNA itu polimer yang terdiri dari banyak monomer yang disebut nukleotida, satu nukleotida terdiri dari satu gugus fosfat, satu gugus gula deoksiribosa, dan satu basa nitrogen acak yang entah Adenin, Guanin, Timin, atau Sitosin. Dalam safu kromosom yang besar bisa terdapat 200an juta nukleotida, sedangkan setiap sel manusia (kecuali sel telur & sperma) itu punya 23 pasang alias 46 kromosom! (Or has your mind blown yet?) Gimana caranya dia bisa apal/kenal rantai yang segitu panjang dalam waktu sekian detik/menit??? (Ya meskipun, anggep aja dia genius, hal itu mustahil, karena kemampuan Touché dia kan cuma ngeliat gugus kimia, bukan merekam macam ingatan fotografis kan? Karena kalo Touché-nya bisa ngerekam, dia gak perlu dibikin "genius.") Tapi sekali lagi, gw mencoba sabar karena ini teenlit. :')
Namanya, gw kurang suka. Hiro, Hiro, Hiro. Sering banget nemu tokoh pinter-dan-berdarah-Jepang yang namanya Hiro. Sounds like hero, yes. Mungkin penulisnya sengaja. Dan (iya janji ini yang terakhir di bagian si annoying) gw gak suka sama judulnya 'Alchemist.' Walah dalah, kesannya si Hiro ini master banget, yang bisa mengubah unsur apa pun di muka bumi jadi emas karena dia bisa geser susunan atom atau apanya, padahal dia cuma bisa liat dan kebetulan sedikit pinter loh. Mendingan ganti deh, jadi 'Chemist' aja, lebih cocok.
3.2. Karen 'moe' Hudson/Hanagawa Dia nih tipikal cewek bodoh yang mau aja dibego-begoin sama Hiro. *sigh* Ujung-ujungnya si Hiro malah naksir dia, astaga. Kayak gak ada cewek lain aja di NYC. Menurut gw tokoh Karen ini super-hambar, ketutupan sama annoying-nya Hiro. Harusnya Karen tuh pinteran dikit, biar Hiro bisa kagum dengan logis, dan biar dia sedikit nurunin kemampuan si bapak yang katanya salah satu detektif terbaik di NYPD. (Duh, gw lupa itu halaman berapa, barusan gw cari lagi gak ketemu, hiks.) Terus gw bayangin dia nih kayak moe-moe di anime/manga gitu. Bahkan sejujurnya, lebih detail lagi, gw bayangin dia moe tolol yang gampang diperkosa kayak di hentai. =)) (maaf ya, xixixi)
3.3. Samuel Hudson Ini orang mirip banget deh sama Detektif Gumshoe yang di Ace Attorney. Sama-sama gak bener kerjanya, dan harus dibantu tokoh utama. Mecahin kasus sepele aja gak bisa, bener-bener objek empuk buat dicerca Hiro. Kenapa sih dia gak dibikin lebih pinter lagi? Kenapa sering banget bergantung sama Hiro? Gw yakin detektif NYPD gak ada yang sebodoh dia deh.
3.4. William Sterling Kent Dia pelakunya, gak bisa lebih obvious lagi. Gw bahkan udah tau motifnya sejak halaman 53 (dan makin jelas di halaman 89). Tapi yang aneh adalah, Hiro baru ditawarin jadi ikut penelitian di halaman 85 (dan bahas stratosfer, ionosfer, dkk itu setelahnya), sedangkan bom udah meledak di halaman 65. Kalo emang motif utama Will karena dia iri sama Hiro yang dapet tawaran dan sakit hati sama perkataan Hiro, kok bomnya udah meledak duluan???
- Tokoh lain gw gak bahas deh, terlalu banyak.
4. Plot Banyak banget kebetulannya, gw sampe pusing. Bisa-bisanya juga si Hiro kebetulan baca tabloid (atau majalah?) gosip, ckckck. Dari sisi plot Touché #1 menang telak. Soalnya di sini si Hiro cuma nunggu "bakal ada kasus apa lagi nih," sedangkan di Touché #1 si Indra dkk itu "berpetualang mencari kebenaran" (halah). Gw gak bilang alur Touché #2 jelek kok, cuma kurang thrilling aja. (Meski memang harus diakui, gak gampang nulis kasus-kasus segitu detail dan banyak.) Udah ah, gak mau bahas terlalu banyak. Soalnya detektif-detektifan bukan makanan gw sehari-hari. (Dan sejujurnya gw juga udah rada ngantuk nih, udah berkutat di halaman ini lebih dari satu jam sambil bolak-balik novelnya, sedangkan besok pagi gw ada ujian praktikum anatomi!)
5. Kesimpulan Novel ini gak jelek, tapi juga gak istimewa. Satu-satunya yang (masih) bagus di Touché #2 adalah konsepnya yang ultra-keren dan potensi sekuelnya yang aduhai. Oh iya, sebelum saya pergi, saya mau tanya sama Mbak Windhy. Pak Yunus bilang ada satu Touché di antara seratus ribu orang (halaman 208), dan itu artinya (secara kasar), ada 2000an Touché di Indonesia. That's a lot, man. Kenapa gak satu di antara sepuluh juta sih, kan lebih spesial. =))
6. Request Ntar di sekuel tolong kalo bikin penjahat tuh yang lebih brengsek dikit lah. Jangan sampe penjahatnya kalah brengsek sama hero-nya. Di Touché #2 ini jujur aja gw malah berharap si Hiro mampus, ternyata enggak, fuh.... Dan, kalo bisa nih, bikin penjahatnya Touché juga donk. Biar adil! *senyum penuh makna*
Salam ngantuk dan mau ujian, M. Yosephine ["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>["br"]>
Baca ini untuk kedua kalinya setelah punya versi fisik. Masih kerasa seru walaupun ternyata aku lebih excited ketika baca pertama kali 😂 kayaknya karena udah tau ceritanya, jadi adem ayem banget bacanya.
Aku baru ngeh kalau pertama baca ini udah 1,5 tahun lalu. Wadaw... kok kayak baru kemarin 😂
____________________________
Ah suka suka suka. nagih nagih nagih. ingin baca yang begini lagiii 😂
Buku ini bikin aku kangen Shinichi Kudo dan Sherlock Holmes. tapi ini versi ringannya.
Asli ya itu Hiro belagunya kebangetan, tapi geniusnya juga kebangetan. jadinya sebel tapi sayang gitu kalo sama dia tuh 😂😂
Suka bangeeeet sama novel ini. Salah satu teenlit terbaik yang pernah saya baca, definitely. Agak subjektif kali ya, berhubung temanya saya suka banget: detektif. Saya suka pace-nya yang cepat, sama sekali nggak bertele-tele dari awal. Makanya, kagum juga sama Mbak Windhy Puspitadewi yang bisa nulis cerita detektif dalam novel "setipis" ini, dan semuanya tuntas tanpa masih ada hal signifikan yang mengganjal. :)
Anyway, berhubung saya sudah terlalu banyak makan buku detektif, kasus dalam novel ini nggak terlalu rumit sih sebenarnya. Cocoklah buat remaja, namanya juga teenlit. Pelaku dan hints-nya sebagian besar bisa saya analisis dengan baik (dan itu bikin saya senang, soalnya ternyata otak kimia saya yang dulu pernah dominan dalam pelajaran IPA masih berfungsi!), tapi lumayanlah buat pembaca yang nggak terlalu sering baca novel detektif--pelaku dan petunjuk-petunjuk itu, terutama pelakunya, bisa jadi twist yang mengejutkan.
Karakter Hiro mengingatkan saya sama Artemis Fowl. X)) Saya suka Hiro, sih, meski nggak bikin saya jatuh cinta kayak Artemis (really, Artemis' badass is sooo charming--since the very first page of AF books!). Hiro nggak se-charming itu, atau mungkin sayanya aja yang udah kepincut banget sama Artemis sehingga tanpa sadar jadi membandingkan. Di luar itu, karakter Hiro Morrison ini memorable bangetlah. :3 Walaupun dalam novel detektif setipis ini sangat wajar kalau tidak bisa mengeksplorasi karakter secara mendalam, saya salut karena Mbak Windhy setidaknya memberi tahu pembaca alasan Hiro bersikap nyebelin kayak gitu. Dan saya salut juga karena karakter Hiro ini sangat konsisten dari awal sampai akhir--nggak ada OOC sedikit pun, bahkan paniknya dia tetap masih dalam batas IC-nya.
Nah, tapi ... karakter Karen jadi sangat kurang dieksplor. Saya kurang merasakan feel keberadaan dia dalam novel ini. Dibilang numpang lewat enggak, tapi dibilang karakter penting pun ... kayaknya cuma di akhir-akhir doang kelihatan banget perannya. Saya semacam mati rasalah sama si Karen ini (baca: nggak ngerasa apa-apa, nggak punya kesan khusus, sebatas "oh si Karen"). Tapi saya tetep suka sama keterlibatan besar Karen di akhir-akhir itu, apalagi endingnya yang bikin cengar-cengir parah. :3 Walaupun pembangunan chemistry antara Hiro dan Karen nggak terlalu bikin gregetan di awal, tapi endingnya membuat hal itu cukup tolerable lah. Toh saya juga udah biasa baca romansa-kilat (tanpa pembangunan chemistry satu per satu)-berujung-manis di buku-buku Agatha Christie, dan sejujurnya saya suka sih yang kayak gitu. :D
Terus ... apalagi ya. Kasus-kasusnya oke, penjelasannya masuk akal--ilmiah tapi nggak dikemas dengan berat, New York-feel-nya dapet (thanks to the map, hoho). Gaya bahasanya juga ngalir banget, enak, dengan dialog ala buku terjemahan. Dan saya senang banget karena font buku ini gede-gede, bikin semakin nyaman dibaca.
Oya ... masih agak penasaran sama Yunus, karakter yang jadi katalis cerita di sini. Juga ide untuk membuat perkumpulan orang-orang dengan bakat Touche layaknya The Avengers. Looking forward for that! Semoga Mbak Windhy nulis tentang itu suatu hari nanti. :3
Definitely recommended bagi yang pengin cari bacaan detektif ringan menyenangkan~
Menyelesaikan buku ini kurang dari 12 jam karena ceritanya begitu memikat. Sejak membaca buku pertama seri Touché dan mengetahui bahwa ada buku kedua dan ketiganya, saya langsung membeli Touché: Alchemist dan Touché: Rosetta!
Di buku kedua ini bercerita tentang seorang touché bernama Hiro Morrison yang memiliki kemampuan mengetahui segala bentuk molekul kimia hanya dengan satu sentuhan. Hiro langsung diangkat menjadi konsultan NYPD dan memecahkan berbagai misteri pembunuhan. Lalu, muncul persoalan yang memaksa Hiro lebih menggunakan otak dan sentuhannya lebih keras lagi karena ini menyangkut hidup dan mati cewek yang dia cintai.
Buku kedua ini membuat saya terpikat sama dengan buku pertama, saya pikir ini kelanjutan dari kisah Indra, Riska dan Dani. Tapi ternyata bukan, ini memang berseri tetapi tokoh dan karakternya berbeda di setiap buku. Namun, ada satu karakter yang terus selalu ada, yaitu Yunus King yang entah selalu ada dan saya penasaran apa yang akan dia lakukan setelah menemukan para touché dari seluruh dunia. Genre misteri, detektif, pembunuhan dan pemecahan masalah sebenarnya tidak begitu saya suka, tetapi seri ini membuat saya ketagihan dengan genre dan intrik seperti itu. Mungkin karena teenlit dan bahasa yang dipakai sangat mudah dipahami kali ya? hahaha...
Karakter Hiro yang sombong, angkuh, brengsek, sarkas dan sebutan apapun deh! membuat saya terpikat, karakternya begitu menggemaskan. lol! Jika kalian mengharapkan kisah romantis di seri ini, Anda akan sangat kecewa karena keromantisan sangat minim di dalam buku ini, tapi tidak mengurangi nilai keasyikan membaca buku ini. Sifat angkuh, sarkas dan juga kegeniusan Hiro mengingatkanku pada Sherlock Holmes!
Keseluruhan saya suka banget, akan sangat yakin segera membaca buku ketiganya!
Dibanding Touche 1, gue lebih suka cerita yang ke2 ini. Awalnya gue kira di buku selanjutnya ini masih tetep bahas Riska, Dani, dan Indra. Tapi ternyata beda lagi ceritanya.
Di buku ke 2 ini diceritakan Hiro, si genius yang baru berumur 18 tahun yang juga memiliki kekuatan menyentuh gitu. Disini dia dihadapkan dengan pelaku pengeboman beruntun di kotanya.
Gue suka sama dialog2 yang mereka omongin. Suka sama sosok Hiro yang seenak udelnya ini kalo sama orang. Dan juga beberapa kali gue dibikin ketawa sama tingkah laku dia yang emang kalo dipikir2 nyebelin banget sih ya. Hahaha.. Dan untuk Touche ke 2 ini, gue gk ragu lagi untuk kasih 4 bintang. Salut sama kak Win yang bikin cerita keren kya gini. Karena gue tau, bikin cerita model kya gini tuh dibutuhin otak yang emang harus smart juga sih, jangan kya gue ._.
Berharap ada trilogy nya, maunya sih di buku terakhir ini mereka si remaja2 Touche ini dipertemukan dalam 1 misi.. Jeng jeng jengg..
saya menjuluki mbak Windhy sebagai seorang penulis yang gemar menuliskan cerita yang tokohnya pasti ada beberapa orang yang bersahabat.
tapi di kisah ini nggak ada. cuma seorang laki-laki dan wanita yang mereka bukan bersahabat sejak dulu-baru mengenal.
ceritanya seperti biasa, mengalir lancar dan mudah dimengerti. sedikit kecewa karena ini merupakan serial lanjutan Touche 1, saya kira disini juga dibahas beberapa orang dengan beberapa keahlian khusus. nggak taunya fokus di 1 orang yg memiliki keahlian Touche saja :')
tumben kata2 bijaknya sedikit. biasanya mbak Windhy banyak menyelipkan kata2 bijak. oh iya, waktu baca buku ini berasa seperti membaca novel terjemahan,bahasanya beda banget.
dan terakhir, di bab terakhir waktu Hiro menunjukkan perasaannya cukup "jleb" sih,hehe. selebihnya, kurang nih ceritanya segitu doang :'(
Seru sih kasus nya di buku kedua ini. Bisa kelar cepet cuman beberapa hari ini ga bisa baca. Well, di buku kedua ini menceritakan member touche yang lain seorang pria muda keturunan Jepang-Amerika sedikit cold-hearted dan sedikit witty. Plot utama cerita nya perihal mencari pelaku bom berantai di New York, yang mana pelaku nya mudah banget di tebak di awal kejadian pertama 😀. Untuk endingnya sendiri cukup memuaskan ya ga gantung.
4.5 stars! with a big smile :D Why? Check it out later in the last paragraph of this review! Hahahaha
Awalnya aku ngerasa surprise ketika menemukan cover novel Touché yang baru di postingan salah satu grup penggemar Novel Teenlit di facebook. Aku mengira novel itu bakal dicetak ulang lagi dengan cover berbeda yang sukses bikin aku terkagum-kagum sama ilustrasinya! Ternyata nggak cuma sampai di situ, aku baru sadar kalau ada satu cover lain yang identik sama style-nya tapi tak serupa gambarnya. Semakin terkaget-kaget deh begitu tahu kalau novel Touché karya Kak Windhy ternyata ada sekuelnya!
Impresi pertamaku tentang novel ini: covernya kereeen! termasuk cover novel sebelumnya, Touché, yang juga sama-sama diganti style gambar-nya jadi seperti buku yang sekarang. Meski begitu, aku juga suka cover pertama Touché yang menurutku lebih kelihatan romantisnya dan menyentuh <3. Sedangkan di cover yang baru ini, menurutku lebih berfokus menonjolkan visualisasi kelebihan/kemampuan yang dimiliki salah satu karakter utama sekaligus menambah kesan misterius di dalam buku. Pokoknya aku suka dua-duanya atau kalau dijumlah semua, ketiga-tiganya! Bagiku, yang mana aja sama-sama kerennya <33
Tapi gara-gara itu juga sepertinya, pas beli novel Touché: Alchemist di toko buku, sudah dibayar dikasir dan sedang menunggu Mbak petugasnya membantu menyampuli novelnya, aku baru sadar kalau ternyata novel yang aku ambil itu bukan novel Touché: Alchemist tapi malah novel Touché yang sudah ganti dengan cover baru. Jadi aku kurang teliti membedakan mana yang ada tulisannya "Alchemist" dan tidak, serta mana yang gambarnya peta Jawa dan meja berisikan alat-alat kimia. Duh, pokoknya malu banget sampai nggak habis pikir kok bisa-bisanya ketukar gitu lho ambilnya. Mungkin karena kondisi capek sepulang kuliah juga, tapi ngotot pingin tetap segera ke toko buku buat beli novel ini. Yang untungnya bisa dimaklumi Mbak penjaga kasirnya sampai boleh ditukarkan padahal sudah dibayar, dikasih struk, sampai sudah 50% proses disampul. Rasanya benar-benar plong begitu akhirnya menerima novel yang benar "^-^)
Oke, dilanjut ke review tentang isi novelnya ya!
Touché: Alchemist merupakan kelanjutan dari novel sebelumnya yaitu, Touché yang menceritakan tentang orang-orang yang memiliki kemampuan khusus atau biasa disebut sebagai kaum Touché(begitu sih kata Pak Yunus). Tapi jangan khawatir kalau sudah membaca novel ini duluan sebelum membaca novel pertamanya karena tokoh,plot, setting di novel satu dan dua saling berbeda meski ada kesamaan yang menjadi benang merah di dalam kedua novel itu.
Kali ini, ber-setting di Manhattan, New York. Tokoh utama di novel ini adalah Hiro Morrison, seorang anak genius yang memiliki kemampuan membaca identitas kimia dari segala benda yang disentuhnya. Seperti yang disebutin di sinopsis, di bagian "...Pada saat yang sama, muncul seseorang yang tampaknya mengetahui kemampuannya." Aku langsung punya tebakan siapa 'seseorang' itu dan ternyata tebakanku benar setelah membaca bukunya! XD
Dilanjutkan dengan adanya kasus pengeboman berantai yang terjadi di Manhattan. Begitu Hiro mulai terlibat di dalam penyelidikan kasus ini, aku jadi membolak-balik gambar peta Kota Manhattan-New York yang dimuat di halaman depan novel dan ikut mengamati. Sayang tulisan di dalam petanya terlalu kecil untuk dibaca (bukan tulisan yang ditanda panah di luar petanya lho ya).
Selama kasus pengeboman terjadi, aku juga mulai menebak-nebak dan membuat hipotesisku sendiri tentang siapa si pelaku. Dan kecurigaanku semakin menguat begitu aku membaca
Aku semakin yakin kalau si *sensor* itulah pelakunya! Dan berpegang teguh pada dugaan itu, sampai kebenaran kasusnya akhirnya terungkap ;)
Selama itu juga, ada beberapa kalimat di dalam novel yang mengingatkanku dengan scene atau adegan di film lain seperti analisis Hiro ketika kedua kalinya bertemu dengan Detektif Sam yang mengingatkanku dengan adegan ketika Sherlock Holmes pertama bertemu dengan wanita yang akan menjadi calon istri Detektif Hudson. Seingatku Holmes menganalisis bahwa wanita itu sudah pernah menikah sebelumnya dari bekas lingkar cincin di jarinya dan ada bekas tinta dimananyaa gitu (baju? lengan? leher? tangan? atau jari tangan ya?) yang menunjukkan profesinya (aku lupa entah sebagai guru atau guru TK. Ingatanku memang parah dan kadang tercampur dengan pikiran-pikiran lainnya, jadi mohon dimaklumi .__.). Lalu, ada perkataan Karen tentang 'tinggal memotong kabel merah atau biru' yang mengingatkanku dengan salah satu adegan epic di Detective Conan The Movie 1: Time Bombed Skyscraper XDD
Namun itu nggak terlalu masalah buatku yang lumayan hobi ngikutin seri detektif. Malah membaca buku kedua Touché ini juga berasa seperti membaca novel detektif sungguhan! Aku menikmati sekali membaca analisis-analisis Hiro dan sesekali insting Detektif Sam sewaktu menghadapi kasus.
Overall, Touché: Alchemist is such an enjoyable read which could make me go fangirling at some points! XD
Kemudian alasan kurangnya half star buat novel ini bagiku terletak pada intensitas kemunculan Pak Yunus yang menurutku kurang. Walau di akhir-akhir beliau akan berperan penting membantu tokoh utama menyelamatkan seseorang yang penting baginya, tapi ya gituu... Secara keseluruhan rasanya kurang greget gimana gitu meski di buku kedua ini aura-aura good guy-nya Pak Yunus jadi semakin kelihatan banget. Dan aku benar-benar excited saat baca kalau Pak Yunus bakal balik ke Indonesia! *ting* sinyal untuk buku ketiga Touché kah Kak Windhy? *wink, wink*
Aku tak sabar tuk menantikannya! ;)
P.S: Baru tahu juga kalau sekarang Gramedia mulai menjual versi ebook novel-novelnya ya? Wah, makin kayak di luar negeri nih yang mungkin format ebook udah termasuk biasa. Tapi excited juga buat punya lebih banyak ebook-ebook novel dalam negeri yang memakai Bahasa Indonesia, hehehehe :D
Seruuu banget bikin mikir ( walaupun aku ga mikir SII😵💫😛😛) TP RINGANN GITUU bahasanya ringan, tiap kasus ada penjelasannya. TERUSS diakhir ada pemanis YANG MANISS BANGETT AAAAAA😲🦋🦋😭😨💋💋🤏🏻🫳🏻🫳🏻🥹🫶🏻😉
Tanpa punya bekal telah membaca Touche, saya tetap memberanikan mencomot Touche Alchemist karya Windhy ini. Dan, sungguh menyenangkan membaca buku tanpa persiapan seperti ini. Meskipun, tentu saja, saya sudah harus menyiapkan diri bakal mengumpat karena kecewa atau mendesah lega karena puas telah meluangkan waktu membacanya. Sebut saja, saya sedang berjudi dengan selera. Saya bersyukur, kali ini saya beruntung. Buku ini memuaskan selera saya.
Bisa dibilang, pengalaman membaca Touche Alchemist ini menjadi salah satu pengalaman menyenangkan membaca novel teenlit. Jujur, mengingat usia yang tak lagi teen, saya memang membatasi membaca novel-novel teenlit ketimbang saya lebih banyak menyumpah ketika membacanya. Kecuali beberapa nama pengarang teenlit favorit, saya jarang mencomot novel teenlit dari rak toko buku. Tapi, sekali lagi, saya bersyukur saya memutuskan membeli novel ini.
Novel ini page turner banget. Meskipun tidak saya selesaikan dalam sekali duduk karena selingkuh dengan novel lain serta disela pekerjaan harian, saya menikmati proses pembacaan novel ini. Dan, kabar baiknya, saya tak mendapati banyak halangan yang berarti selama membaca. Beberapa typo masih ada, tapi tak mengurangi kenikmatan merunut adegan demi adegan yang diracik Windhy. Pengalaman membaca Confeito, Incognito, Let Go, atau sHe tak membekaskan kenangan yang mendalam sehingga saya cukup terkejut bahwa saya menyukai gaya menulis Windhy.
Well, tak bisa mungkir, saya langsung teringat dwilogi Eiffel-nya Clio Freya dan serial Gallagher Girls-nya Ally Carter selama membacanya. Pun serial Heroes, X-Men, atau film superhero lain yang berlatar belakang kemampuan magis seperti ini berseliweran di benak. Bahkan, bayangan anime Jepang tak luput di pemikiran saya, padahal saya jarang menonton anime bertema misteri-detektif. Tak seperti biasanya, saya justru tak terganggu. Gambaran-gambaran itu malah memudahkan saya membayangkan kekuatan sentuhan yang dimiliki oleh tokoh-tokoh di dalam novel ini.
Hal lain yang patut diapresiasi, Windhy juga cukup cerdik merangkai satu demi satu misteri untuk membangun plot cerita. Mungkin karena dangkalnya kapasitas logika otak, saya tak berhasil menebak dalang di balik konflik utamanya. Meskipun, lagi-lagi saya agak kecewa dengan ending-nya. Kebanyakan kisah heroik itu sepertinya memang begitu, ya. Pelakunya pasti tak jauh-jauh dari orang-orang terdekat si tokoh dalam cerita. Iya, sih, dunia abu-abu. Tak ada orang yang benar-benar baik atau benar-benar jahat. Selalu ada sisi hitam di dalam jiwa yang putih sekalipun.
Saya juga merasa novel ini penuh dengan hasil riset. Entah bagaimana cara Windhy menggali informasi, tapi Touche Alchemist hadir dengan serangkaian hal yang mestinya merupakan fakta. Kecuali Windhy mengalami sendiri kejadian itu, maka hasil risetlah yang memperkuat keseluruhan novel ini. Saya tak sampai menganalisis satu demi satu, sih, tapi kayaknya tak ada logika yang tidak pada tempatnya, ya. Entahlah, mesti dicermati lagi lebih lanjut, sih.
Kekuatan lain yang dimiliki oleh novel ini adalah bangunan karakternya yang kuat. Sejak awal, Windhy menggiring saya untuk berganti-ganti menyelami para tokohnya. Hiro, Karen, Sam, Yunus, atau William. Buat saya, tak ada tokoh yang hanya sekadar numpang lewat di sini, kecuali mungkin Profesor Martin yang memang tidak disematkan peran yang membutuhkan keterlibatan langsung. Semuanya serbapas. Takarannya tak kurang-tak lebih. Saya jadi tak punya bahan untuk mengkritik novel ini di luar plot-nya yang sebenarnya mungkin mudah dianalisis bagi yang terbiasa membaca novel misteri-detektif. Juga standar hubungan Hiro-Karen yang yahh… memang mungkin seharusnya begitu, ya. Kisah misteri melulu tanpa percikan drama percintaan ya… mana ada daya tariknya, kan? Novel-novelnya Agatha Christie saja, ending-nya selalu menyelipkan kisah romantis-manis yang menyenangkan.
Seperti halnya para pembaca lain yang telah menamatkan Touche Alchemist, saya pun mengambil tempat untuk berdiri di barisan terdepan yang mendukung Windhy mengembangkan dunia ‘sentuhan’ ini menjadi satu semesta touché. Dia sudah punya pondasi yang cukup untuk bisa membuat serial fantasi berbalut romansa remaja yang saya yakin berpotensi menghipnotis dan menginspirasi para teenager di luar sana. Oke, ditunggu Touche-Touche selanjutnya ya, Win.
Empat bintang untuk novel ini. Saya terbelenggu ambiguitas ketika menulis reviu ini. Saya suka tapi belum pake banget untuk novel ini. Jadi, untuk alasan subjektif yang mungkin hanya saya sendiri yang memahaminya, saya menyimpan satu bintangnya di laci meja kamar. Mungkin suatu saat saya bisa menggenapkannya pada proses pembacaan di lain kesempatan (ya, saya ingin membaca ulang novel ini kapan-kapan) atau untuk karya-karya Windhy selanjutnya. Bravo, Win!
jujurly, aku rada ngang-ngong ngang-ngong pas baca ini. aku enggak terlalu mudeng yang bagian helios dan diagram bintang ituu. tapi isoke, overall ceritanya lucu dan mengesankan banget.
Baiklaaah, ternyata eh ternyata udah pernah baca novel ini sebelumnya, bener-bener gak nyimak deh kayanya pas dulu baca ini. wkwkwk.
So yeah, setelah baca komik version Touché #1 dan jadi penasaran lanjutannya buru-buru deh baca Alchemist. Well, sebenernya kalo nggak baca prequelnya juga bakalan mudeng sih, karena ini nggak pure lanjutan seri sebelumnya. Kecuali soal kemampuan “menyentuh” mereka dan si GPS berjalan aka Yunus King.
Oke, kali ini ceritanya ngambil latar di New York. Hiro Morrison—bocah 17th dengan kecerdasan setingkat Einstein (kalo kata Hiro sih doi di Ionosfer ya)—setelah berhasil “membantu” salah satu detektif NYPD—Samuel Hudson—mengungkap pembunuhan kakak oleh adiknya sendiri akhirnya direkrut jadi konsultan polisi. Bukan tanpa alasan, analisi dan daya deduksi layaknya Sherlock Holmes yang bikin doi direkomen sama Sam. Well sebenernya ada “alasan” lain sih, yup, kemampuan Hiro setelah menyentuh benda, doi bisa tau kandungan benda, molekul kimia, sampai DNA yang terkandung dalam benda tersebut. Tapi atas kesepakatannya dengan Sam Hudson, ia mau kerja bareng asal Sam nggak bakal nanya-nanya soal kemampuannya itu. Oh ya, disitu juga Hiro ketemu Karen, anak Sam.
Berbagai kasus pembunuhan berhasil dipecahkan polisi, tentunya dengan bantuan Hiro. Ya, semua kasus lebih cepat terkuak sejak Hiro membantu. Namun, setelah pengeboman berantai yang terjadi dan mulai memakan korban membuat Hiro “tertantang”. Ya pengeboman itu seperti disengaja buat menunjukkan kepandaian si pengebom itu sendiri. Sang pengebom juga sengaja ngasih pertanda lewat “paket” yang dikirim ke detektif Sam sehari sebelum pengeboman selanjutnya. Paket itu berisi 2 botol berisi Belerang dan Lithium serta dua botol kosong yang belakangan diketahui berisi Helium dan Oksigen? —well botol-botol itu sebenernya nunjukin identitas sang pengebom, ya kalau dirangkai jadilah Helios—sang dewa matahari Yunani. Hiro akhirnya mengetahui pola yang dibikin Helios ini, meskipun nelat saat tahu lokasi di Central Park, Hiro berhasil menggagalkan bom “terakhir” yang dipasang di Collonade Row dengan pilar-pilar Yunaninya yang berdiri angkuh. Yup satu hal lagi yang menghubungkan semua lokasi pengeboman itu, matahari dan Yunani (dua berarti ding, wqwq).
Ransel berisi bom berhasil diamankan, dan dengan kemampuannya Hiropun tahu siapa dalang dibalik semua ini, nggak lain adalah Will Sterling Kent—teman kuliah Hiro—yah Hiro yang cuek abis, bermulut tajam, congkak setengah mati ini emang lebih cepet dapet musuh ketimbang temen. Jadi ya sebenernya pengeboman ini lebih ke “pembuktian” Will karena nggak terima “kalah” dari Hiro. ((Nggak terlalu terkejut soal yang ini sih, saya udah nebak-nebak ada yang nggak beres sama si Will ini)).
Meski udah ditangkap dan ngaku semua perbuatannya ternyata Will bikin ulah lainnya, yup doi nyulik Karen dan bersumpah bakal bakar orang yang paling berharga buat Hiro dengan api terpanas. Hiro yang super kalem dan cool abis itu jadi kelabakan dan kaya orang kesurupan berusaha mencari Karen. Saat itulah bantuan Yunus diperlukan, singkatnya sih Karen berhasil diselametin gitu. Nope gada scene romantis ala Hollywood dimana dua pemeran utama berpelukan sambil nangis ya. Tapi hal paling romantis ada di epilog saat Hiro bilang ke Karen “Karena jika aku pergi dan membiarkanmu mati, aku tidak tahu bagaimana hidupku setelah itu. Hidup tanpa dirimu adalah ketidakpastian, aku tidak tahu bagaimana menjalaninya.” Haaa, cowok yang irit tebar kata-kata cinta sekalinya ngomong emang bikin melting yes! Hahaha.
Hidup tanpa dirimu adalah ketidakpastian, aku tidak tahu bagaimana menjalaninya."
Rasanya sudah lama saya nggak bela-belain begadang untuk menyelesaikan suatu bacaan. Dulu pernah sampai jam setengah tiga pagi gara-gara baca Pengantin Pengganti-nya Astrid Zheng. Baru-baru ini, rasanya waktu menyelesaikan Crazy Rich Asians (atau China Rich Girlfriend, ya? Lupa, he he). Dan sekarang, saat membaca buku ini. Kesimpulannya, suka sekali!
Saya salut dengan penulis yang bisa membawa atmosfer berbeda saat menuliskan buku pertama yang notabene bersetting lokal, dengan buku keduanya yang bernuansa luar karena memang karakter dan setting-nya di luar negeri. Saya suka dengan jalan ceritanya, karakterisasi Hiro yang unik dan membekas. Meskipun sudah curiga dengan si pelaku sejak kemunculan pertamanya, saya tidak lagi bakal membahas apakah itu hebat atau tidak (maksudnya, bukan berarti saya hebat karena bisa membaca plottwist). Namun, buku ini jauh melampaui dari ekspektasi, tak peduli apakah sebagian ceritanya mudah tertebak atau tidak. Karena toh saya tak bisa menebak yang lainnya.
Saya sempat mengira pola tempat kejadian perkaranya (peta Manhattan itu) bakal sama dengan tabel periodik unsur. Saya bahkan sampai googling dan ternyata polanya tidak begitu 😂 Sejak saat itu saya berhenti menerka-nerka dan sok pintar dari Hiro. Karena level saya sepertinya hanya cukup di troposfer saja 😂
Oke, mari berandai-andai. Jika saya si pelaku, maka saya akan meninggalkan tabung berisi: Nikel, Belerang, Aktiniun, Uranium, Tellurium. (Mengundang Hiro untuk memecahkan sandinya 😂😂😅😅)
sebelumnya aku mau minta maaf sama Indra (Touche #1) karena aku menduakannya! cause I'M IN LOVE WITH HIRO MORRISON!
sukaa banget sama interaksi Hiro, Karen, dan Sammy dialog-dialog 'ejekan-ejekan' khas kak Windhy yg selalu bikin senyum-senyum dan ketawa-tawa sendiri pas baca
Hiro-Karen lebih mencuri hatiku dari Indra-Riska :v
dan di bab 10 aku mendapatkan 2 kandidat pengeboman, ternyata salah satunya benar ;)
1,5 jam aku menamatkan novel teenlit kereeen ini, tanpa skip2 karena memang tulisannya kak Windhy mengalir banget
so genius! saya sampai heran gimana Windhy Puspitadewi menulis cerita ini. berbeda dengan buku sebelumnya, buku ini nggak menceritakan soal Tusye dan tetek bengeknya. tapi lebih kepada kasus-kasus yang Hiro tangani.
Dari sinopsisnya, saya langsung tertarik buat baca buku ini karena setidaknya novel ini akan menyuguhkan cerita detektif, NYPD, dan alchemist. Maka dari itu, tanggal 23 Maret kemarin, satu hari sebelum tanggal rilis resminya, saya langsung mencari buku ini. Oh iya, review di bawah ini kemungkinan mengandung spoiler ringan, jadi jangan bilang saya belum memperingatkan.
Review
Perkenalkan karakter utama di buku ini, Hiro Morrison. Dari namanya, saya mengira dia cowok Jepang chubby yang punya kemampuan khusus dan sering menggumamkan kata, "save the cheerleader, save the world" *salah forum*. Hiro adalah anak keturunan Jepang-Amerika yang jenius. Dia seorang touche, kaum yang memiliki kekuatan khusus lewat sentuhan. Dia bisa membaca struktur kimia suatu benda hanya dengan menyentuhnya, termasuk bisa mencocokkan DNA seseorang. Tapi jangan berharap dengan kekuatannya itu Hiro bakal jadi seseorang yang rendah hati, menutup diri, dan sebisa mungkin menyembunyikan kekuatannya. Conceal, don't feel, don't let them know? Nope!!! Hiro bukan Riska yang takut dengan kekuatan touche-nya. Sebaliknya, dia sebisa mungkin menunjukkan dan menyombongkan bakatnya itu, walaupun tidak menjelaskan bagaimana dia melakukannya, di depan semua orang. Dia juga suka menyebut dirinya sendiri jenius tiap kali ada kesempatan. Intinya, dia seorang a**hole, atau seperti itulah penulis mengharapkan pembaca menilainya.
Lewat suatu kasus yang mempertemukannya dengan detektif senior NYPD, Samuel Hudson, Hiro dijadikan konsultan NYPD. Sampai di sini saya suka premisnya. Seorang touche dijadikan konsultan untuk membantu memecahkan kasus-kasus NYPD. Tanpa basa-basi, Hiro menyelesaikan banyak kasus NYPD yang membutuhkan penanganan cepat. Tapi bukan Hiro kalau tidak menyebalkan, dia selalu mencari kesempatan untuk menyindir kemampuan detektif NYPD dalam menyelesaikan kasus. Dia juga hanya mau menangani kasus yang menarik baginya. Dan dia hanya mau diantar jemput ke TKP oleh putri Samuel Hudson, Karen.
Cerita menjadi seru ketika terjadi pengeboman di tempat-tempat yang terlihat tidak ada hubungannya di New York. Sang pelaku menantang kepolisian dengan memberikan clue berupa empat botol yang dikirimkannya ke kepolisian tiap sehari sebelum pengeboman. Dan NYPD membutuhkan bantuan Hiro untuk menyelesaikan kasus ini dengan cepat karena banyak nyawa yang dipertaruhkan.
Saya acungi jempol buat riset penulis di buku ini. Saya juga suka bagaimana penulis menggambarkan cara kerja kemampuan Touche si karakter utama. Saya suka penyelidikan kasus pengeboman termasuk pemecahan clue empat botol tersebut. Di pertengahan buku, saya sudah menebak pelakunya, karena secara teori, penulis hanya memberikan satu tersangka di buku ini dan clue-clue yang mendukung hal itu ditebar di tempat-tempat yang jelas. Yang saya tidak yakin adalah motif pengeboman itu sendiri.
Covernya bagus. Kertas yang dipakai untuk cover juga bagus. Dan keputusan Gramedia untuk mencetak ulang Touche #1 dengan cover yang seragam dengan Touche: Alchemist sepertinya tidak salah. Saya acungi jempol juga buat Mas Rizal Abdillah Harahap buat ilustrasi gugusan kimia di papan tulis yang ada di cover ini. Mengingatkan saya pada pelajaran SMA favorit saya.
Kritik saya Ada beberapa bagian yang pengin saya garis bawahi dari novel ini. - Deskripsi tempat. Akan sangat membantu apabila beberapa tempat yang menjadi latar cerita ini sedikit dideskripsikan, misalnya seperti apa kantor NYPD, ada apa saja di Forbes Gallery, seperti apa pelabuhan tempat salah satu tempat kejadian perkara, dan sebagainya. Nggak bakal berpengaruh banyak sih ke cerita, tapi bisa memberikan kesan bahwa cerita ini benar-benar terjadi di New York. Karena sepanjang cerita, sebelum clue tentang bom dijelaskan, saya mikir, ini kalau settingnya diubah ke Indonesia, dengan nama karakter diubah seperti nama orang Indonesia, sepertinya ceritanya tidak akan ada bedanya.
- Karakter yang diistimewakan. Hiro Morrison ini sepertinya dibuat sangat istimewa (terlepas dari kemampuannya yang sudah istimewa). Saya tidak keberatan dengan adanya karakter istimewa, tapi kalau kemudian karakter-karakter lain dibuat tidak ada apa-apanya dibanding dirinya, untuk mendukung keistimewaannya, saya agak keberatan. Mungkin saya yang terlalu banyak nonton serial bersetting NYPD, tapi menurut saya seharusnya ada setidaknya satu detektif yang cerdas, tidak perlu jenius sih, untuk setidaknya menghubungkan clue pada kasus utama di buku ini. Ini NYPD, FBI, dan Homeland Security lho yang dibahas, dan menyangkut pengeboman di Amerika. Masa' pemerintah tidak mengerahkan agent terbaiknya untuk menyelidiki? Karakter-karakter lain sepertinya dibuat pasrah dan memercayakan pemecahan kasus ini pada Hiro.
- Karakter yang sia-sia. Karena keistimewaan karakter Hiro, saya merasa karakter lain jadi sia-sia. Samuel Hudson misalnya, selain menjadi detektif yang memberikan Hiro akses ke NYPD dan menjadi , sepertinya dia tidak punya tugas lain. Karen yang bagi Hiro seperti John Watson bagi Sherlock Holmes, malah menjadi . Well, Karen secara tidak langsung membantu Hiro memecahkan clue empat botol sih, tapi saya berharap perannya lebih dari itu. Yunus King yang menjadi benang merah Touche: Alchemist dengan Touche #1 saya kira bakal menggunakan kekuatannya untuk memecahkan kasus utama, misalnya menemukan si pengebom, tapi ternyata tugasnya lebih sederhana daripada itu, menurut saya.
- Karena judulnya Touche: Alchemist, selain bisa mengetahui struktur kimia dari suatu benda, saya mengira Hiro juga bisa menyusun suatu benda dari struktur kimia tertentu, untuk memecahkan kasusnya. Bukan, saya bukan berharap Hiro bisa membuat Philosopher's Stone atau Elixir of Life, saya berharap Hiro, misalnya, membuat suatu zat untuk menjebak si pelaku, atau membuat suatu zat untuk menetralisir (?) efek ledak bom.
Potensi sekuel Pas saya membaca Touche #1, saya berharap akan ada sekuel, walaupun saya nggak yakin bakal ada. Tapi setelah terbitnya Touche: Alchemist, sepertinya penulisnya sudah mempersiapkan buku ketiga. Ada banyak clue yang mendukung hal itu, yang ditebar di buku ini. Selain itu, akan sangat seru apabila penulisnya memutuskan untuk mempertemukan Indra dan Hiro dan membuat mereka saling pamer dan adu kemampuan.
Saya suka cerita di buku ini, tapi saya kurang sreg dengan karakter-karakternya. 3.5 bintang untuk Touche: Alchemist.
Seru sih menurutku. Apa lagi ini 'rasa lokal' yang jarang sekaligus susah banget kan nulisnya, butuh kecerdasan yang di atas rata-rata nulis cerita detektif. Sumpah, ini bacaan yang ringan bener. Teenlit jempolan kayaknya yang pernah kubaca sejauh ini, ya. Pemecahan setiap kasus kuakui cerdas, namun belum terasa istimewa aja, karena tebakanku masih tepat sasaran. Walau begitu aku salut kok sama kak Windhy.
Aku pun demen sama dialog para tokohnya. Eh, trus juga sifat Hiro itu loh yang, oke, memang sombongnya kan bisa kita sebut pantas. Tapi keangkuhannya itu jatuhnya bukan menyebalkan, malah jadi bumbu penyedap tambahan. Namun, juga agak aneh aja kalau para detektif kebanting jleb gitu posisinya karena kejeniusan Hiro. Mereka yang sudah bekerja bertahun-tahun masa dibuat selemah itu, harusnya mereka sudah veteran dan kaya pengalaman kan, tentu mengenal pola aksi yang serupa atau dengan kata lain lebih unggul karena menguasai 'medan perang' jadi tidak pas bila cara menganalisis mereka terlalu dangkal layaknya detektif amatiran.
Di luar itu sih, interaksi Hiro ke tokoh lainnya cocok kok. Apa lagi saat Hiro mengajukan 'penukaran tiket' permintaan Hiro ke Sammy yang terang-terangan di bagian ending itu lucu gitu rasanya. Agak sayang aja percikan asmaranya Hiro ke Karen itu kurang ngena. Intinya suka3x. Sekarang berharap lebih tersuguhkan twist pada buku berikutnya Touché: Rosetta yang udah di masukin wishlist dan masih berhutang pada kak Windhy karena melompati Touché (Touché, #1).
Cerita ini mengingatkan film The Flash season 1 tentang pekerjaannya Barry Allen wkwkwk.
Duhh saya kira tadi banyak adegan Hiro - Karen, eh ternyata cerita ini fokusnya ke Hiro.
Nah kalau yang dibuku pertama kan ada 3 orang Touche + Yunus King, kalau di buku kedua ini ada 1 touche + Yunus King.
Jadi nih, si Hiro yang jenius level brahmana ini punya kekuatan nganalisis kimiawi, aslinya dia masih sma, tapi gara-gara IQ nya yang 200, akhirnya dia sudah melanjutkan sampai program magister kimia di Univ Colombia. Karena suatu insiden, si Hiro diangkat menjadi kayak tim forensik+penyidik di kepolisian.
Hingga tiba suatu insiden, pelakunya ngirim teka-teki, beberapa kali nggak bisa mecahin, eh akhirnya bisa, dan saya ternyata betul dia pelakunya. 😎
Ah sudahlah, kalau mau baca menurut saya rocomended kok.
"Pria sejati selalu membayar, bahkan walau si wanita yang mengajak."
KYAAAAAA!! Aku happy banget waktu tau touche ada seri lainnya, karna seri yang pertama aja udah SEBAGUS itu, apalagi kalau ada seri lainnya. Walaupun telat banget aku bacanya hiks, novel ini udah aku beli dari november 2018 tapi baru ku baca di september 2022 :)) tapi euforia baca touche tetap aja masih besar eaaa! Untuk jalan ceritanya aku suka, penuh teka teki ya, karna kasus yang di kerjakan Hiro ini seperti sebuah permainan, dan YES! Tebakanku benar, siapa dalang dari kasus bom ini, uyeahh~~ Jalan ceritanya sejujurnya ringan, ga begitu berat, kasus2 yang di pecahkan oleh Hiro pun tidak begitu berat. Dan aku suka sama endingnya, selalu ya selaluuuuu, ga perlu banyak part romancenya tapi endingnya selalu bikin baper dan senyum2 sendiri ><
"Hidup tanpa dirimu adalah ketidakpastian, aku tidak tahu bagaimana menjalaninya."
Novel ini menyajikan kisah Hiro Morrison, yang dengan kekuatannya mengetahui struktur kimia suatu benda saat menyentuhnya, dalam memecahkan misteri dan menjadi konsultan untuk Kepolisian New York.
Membaca cerita dengan genre misteri, namun terdapat sentuhan fantasi, ternyata seru juga. Buku ini karya Windhy Puspitadewi pertama yang kubaca. Lumayan ringan untuk genre misteri. Saat membacanya membuatku seperti Déjà vu, karakter Hiro sedikit mirip dengan Sherlock, dan satu momen yang mengingatkanku pada Ran dan Sinichi (Conan), tapi tetap saja novel ini sangat menyenangkan untuk dibaca. Sedikit romance di akhir cerita, kupikir tidak menjadi masalah.
Kalau boleh menilai, buku ini better dari buku pertamanya. Mungkin memang gaya penulis lebih cocok dengan bahasa ala terjemahan begini. Pun aku lebih nyaman bacanya.
Untuk kemistri antara Hiro dan Karen agak kurang, tapi aku enjoy dengan proses pengungkapan pelakunya. Kecerdasan Hiro emang nggak main-main walaupun ya Tuhan selalu adil karena diimbangi dengan sikap songongnya yang omong-omong kalau aku jadi Sam juga bakal cakar mukanya haha.
Kayaknya unik juga ya menemukan kaum Touché ini. Jadi penasaran dengan buku ketiganya 👀
Hiro Morrison, seorang anak genius keturunan Jepang-Amerika, tanpa sengaja berkenalan dengan Detektif Samuel Hudson dari Kepolisian New York. Kala itu, Sam sedang menyelidiki kematian seorang wanita. Hiro terlihat berkeliaran di tempat kejadian perkara sambil membawa cotton bud. Yang awalnya menyadari kehadiran Hiro adalah Karen, anak gadis Sam. Hiro lantas mendekati Karen, dan memberitahukan mengenai kejadian saat korban dibunuh dan siapa pembunuhnya. Sam tentu saja tidak percaya begitu saja dengan Hiro. Namun tebakan Hiro benar. Setelah beberapa kali menggunakan jasa Hiro, akhirnya Hiro diangkat sebagai konsultan Kepolisian New York. Sebenarnya Hiro tidak tahu bahwa dirinya adalah seorang Touche. Dia hanya menyadari kemampuannya dimana saat dia menyentuh sesuatu dia akan segera mengetahui susunan kimia dari apa yang disentuhnya itu. Dia bahkan bisa mengetahui DNA manusia hanya dengan menyentuh bagian tubuh dari manusia. Ditambah kejeniusannya, Hiro bisa mendapatkan beasiswa untuk berkuliah di Columbia University.
Beberapa kasus berhasil dipecahkan oleh Detektif Sam dengan bantuan Hiro. Meski terkadang Sam kesal dengan kesombongan Hiro, dia tetap mengakui bakat istimewa dari Hiro. Di suatu kasus pembunuhan, tanpa sengaja Hiro bertemu dengan Yunus King. Kalau yang membaca Touche #1 pasti masing ingat dengan Yunus, si Track Finder. Yunus berusaha mendekatinya, bahkan tidak segan menguji Hiro untuk meyakinkan dirinya bahwa Hiro adalah seorang Touche. Sayangnya gaya angkuh Hiro yang terkesan tidak membutuhkan orang lain itu selalu menyepelekan Yunus. Hingga akhirnya Hiro menjumpai satu kasus pengeboman berantai yang membuatnya berpikir keras. Kemampuannya benar-benar diuji, karena kali ini yang menjadi korban adalah orang terdekatnya. Setelah hampir lima tahun, akhirnya saya bisa membaca kelanjutan kisah para Touche. Berbeda dengan buku #1, kali ini hanya ada satu orang Touche yang berperan (dua orang jika menghitung Yunus). Saya mengapresiasi riset-riset ilmiah yang tentunya dilakukan oleh penulis berkaitan dengan unsur kimia ataupun struktur kimia. Yang unik adalah ketika penulis membuka kisah ini dengan memperkenalkan seorang gadis bernama Karen, yang tidak lain adalah putri Detektif Sam. Di pertengahan kisah, sosok Karen bahkan nyaris tidak masuk hitungan, kecuali bagian antar-jemput Hiro. Saya sempat berpikir Karen adalah sekadar pemanis saja, tapi ternyata ada kejutan yang menyenangkan di akhir kisah ini. Sepertinya kisah Touche belum ada kelanjutannya lagi. Buku ini terbit pada bulan Maret 2014, dan sampai sekarang belum ada lagi kabar mengenai Touche #3. Padahal saya berharap bakal ada series untuk anak-anak "penyentuh" yang keren ini.
Gaya cerita dan bahasanya jauh lebih enak dibaca dan dipahami. Kalau dibuku satu saya dibuat tergagap-gagap dengan gaya bahasanya, di sini mulus banget!
Terus itu ya si Hiro, pengen usel-usel kepalanya deh. Setelah noyor, tentunya... Ahahahaha