Jump to ratings and reviews
Rate this book

Legenda 4 Umara Besar

Rate this book
Tidak diragukan lagi, kepemimpinan terbaik dalam sejarah umat Islam adalah Nabi Muhammad, kemudian dilanjutkan empat Khulafaur Rasyidin: Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Setelah itu, dalam rentang empat belas abad lebih, dengan wilayah meliputi tiga benua dan sejumlah dinasti, para pemimpin Islam muncul silih berganti. Perdebatan tentang politik Islam tidaklah absah tanpa pembahasan sepak terjang para umara besar. Buku ini mengupas perjalanan umara tersebut dalam menjalankan roda pemerintahannya.

Mengapa Muawiyah, al-Manshur, Shalahuddin, dan Abdul Hamid II? Pemilihan biografi mereka mewakili empat dinasti besar Islam yang pernah ada, di mana tiga di antaranya bergelar khalifah: Umayah, Abbasiyah, dan Utsmaniyah. Selain itu ketiganya juga meliputi pusat pemerintahan dengan tiga kawasan berbeda: Damaskus, Baghdad, dan Istanbul. Jika Abdul Hamid II adalah khalifah terakhir Utsmaniah (setelahnya hanya jabatan simbolis), maka Muawiyah dan al-Manshur adalah pendiri sesungguhnya dari Dinasti Umayah dan Abbasiyah. Khusus tentang Shalahuddin, pahlawan Perang Salib ini mewakili Dinasti Ayyubiyah yang berkuasa di Mesir, dan ia pula yang menjadi pendirinya. Kehebatannya dalam perang menjadikannya sangat populer dalam tinta sejarah lintas generasi. Bagaimana sepak terjang keempat umara legendaris ini dalam menjalankan pemerintahannya? Bagaimana mereka mengatasi konflik dan makar terhadap mereka? Seteguh dan sekuat pula apa mereka menghadapinya? Buku ini membahas ragam sepak terjang seorang pemimpin yang sesungguhnya, untuk dijadikan teladan. Maka tentu saja, selain layak menjadi buku wajib bagi mereka yang punya mimpi besar sebagai pemimpin, tapi juga bagi setiap kita. Karena sebagaimana sabda Nabi, bukankah setiap kita adalah pemimpin? Dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya? Penulisan buku ini juga mencantumkan ensiklopedi wilyah dan dinasti, begitu pula data-data dan tahun peristiwa dari keempat tokoh umara tersebut.

276 pages, Paperback

First published March 19, 2014

3 people are currently reading
9 people want to read

About the author

Indra Gunawan

6 books2 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
2 (28%)
4 stars
3 (42%)
3 stars
2 (28%)
2 stars
0 (0%)
1 star
0 (0%)
Displaying 1 - 2 of 2 reviews
Profile Image for Sinta Nisfuanna.
1,022 reviews63 followers
September 27, 2016
“Sungguh miris, jika ternyata orang non-Muslim lebih paham sejarah kegemilangan Muslimin daripada orang-orang Islam sendiri. Padahal, sepertiga Al-Qur’an berisi tentang kisah-kisah, mengajarkan kita bahwa belajar sejarah merupakan cara efektif mengambil pelajaran, membangkitkan kesadaran.” (h. 111)


Legenda 4 Umara Besar. Saat melihat nama-nama di bagian sampul buku, hanya satu nama yang sangat familiar di kepalaku, yaitu Shalahuddin Al-Ayyubi. Jadi, melihat nama-nama lain diberi ‘gelar’ umara besar oleh buku ini, saya penasaran dengan sosok-sosoknya. Selain Shalahuddin Al-Ayyubi, profil yang ingin dituangkan adalah Muawiyah bin Abu Sufyan, Abu Ja’far al-Manshur, dan Abdul Hamid II, nama-nama yang hanya saya kenal sepintas.

Dibuka dengan nama Muawiyah bin Abu Sufyan. Nama Abu Sufyan lebih saya kenal, dari pada Muawiyah karena memang lebih sering membaca sejarah awal Rasulullah dibandingkan dengan sejarah tokoh lainnya. Meski ayah Muawiyah adalah pembangkang di awal dakwah Rasulullah, tapi hijrahnya Abu Sufyan bersama keluarganya, berperan dalam perjuangan Islam di kemudian hari. Muawiyah sendiri dipilih oleh Rasulullah sebagai sekretaris, sekaligus salah satu penulis wahyu.

Muawiyah menjadi pemimpin sejak berdirinya dinasti Ummayah. Meski mendapat hujatan karena menentang khalifah Ali bin Abi Thalib, pemerintahan di eranya mampu meredakan sengketa dalam tubuh pemeluk Islam yang pada masa itu sedang panas. “Terbukti, umat yang tadinya tercabik-cabik kini kembali bersatu. Tak ada lagi pertempuran besar antar-Muslimin.” (h.30) Menurut penulis, meski sosok Muawiyah memiliki kekurangan seperti kehidupannya yang bergelimang harta, tapi banyak sekali sumber sejarah yang menyudutkan Muawiyah tanpa melihat lebih dalam pada masalah terjadi.

Sosoknya diceritakan sejak masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin, saat pendirian dinasti Ummayah, Konflik dengan Ali bin Abu Thalib, hingga bagaimana Muawiyah menenangkan kembali kondisi umat Islam. Pada bab ini juga dijelaskan tentang alasan perpecahan Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan, yang luar biasanya tidak membuat keduanya saling membenci.

Berlanjut ke masa Dinasti Abbasiyah, dengan sosok Abu Ja’far Al-Manshur. Figur ini dipenuhi dengan intrik, pembunuhan dan penjegalan pihak pesaing, termasuk oleh Al-Manshur yang juga memilih membunuh pesaingnya untuk meraih kursi kekuasaan. Jadi apa yang membuatnya layak untuk disebut Umara besar?

Penulis menuliskan, “Prinsipnya yang anti berleha-leha berbanding lurus dengan amalnya sepanjang 22 tahun bertakhta. Tahun demi tahun, pembangunan dan penyejahteraan rakyat digalakkan. Kemajuan ilmu pengetahuan disokong besar-besaran.” (h.66) “Al-Manshur lebih berani merombak dan membongkar pasang sistem demi tercapainya pemerintahan yang ideal.” (h.90)
Pada profil Al-Manshur, dijelaskan juga bagaimana pergerakan Syiah pada era Abbasiyah. Menurutku pada bab ini, ada bagian yang membingungkan yaitu alur maju-mundurnya sulit diprediksi. Jadi, harus berpegang pada tahun dan peristiwa yang selalu ditampilkan di setiap bab profil tokoh.

Selanjutnya, Shalahuddin Al-Ayyubi, adalah bagian terpanjang dari empat umara yang dikisahkan dalam buku ini. Karena menceritakan juga era sebelum Shalahuddin unjuk diri dalam pemerintahan Dinasti Zankiyah. Shalahuddin terlibat dalam kancah pertempuran sejak usai 27 tahun, dan menjadi orang kepercayaan dan kepanjangan tangan dari Nuruddin. Banyak nama yang muncul pada bab Shalahuddin ini, dan beberapa hampir mirip, seperti nama Nuruddin dan Najmuddin, ayah Shalahuddin, jadi agak hati-hati atau terkadang perlu membaca ulang jika terasa janggal.

Konflik sejarah antara Shalahuddin dan Nuruddin dibahas dalam buku ini, meski saya kurang mengerti literatur apa yang digunakan penulis, beliau mencoba membantah beberapa tudingan buruk sejarah pada diri Shalahuddin Al-Ayyubi. Sekaligus memperlihatkan kemampuan Al-Ayyubi dalam mengelola pemerintahan.

Abdul Hamid II, profilnya termasuk yang baru karena hidup pada abad ke-19, bisa dibilang, saya paling terkesan dengan beliau, karena keberaniannya menentang pihak asing dan kaum Zionist, isu yang sampai saat ini masih melekat dalam sejarah Islam. “Namanya ditulis dengan tinta merah di buku-buku sejarah hanya gara-gara pembangkangannya pada konspirasi zionisme. Kaum Yahudi yang menguasai media massa dan informasi dunia mendeskriditkannya sebagai pemimpin haus darah karena tidak mengizinkan berdirinya Negara Israel di Palestina.” (h. 217)

Abdul Hamid harus berjuang, tak hanya berhadapan dengan pihak asing tapi juga pemerintahannya sendiri yang mendewakan konstitusi. Beliau harus maju-mundur dengan konstitusi karena pertimbangan kondisi Negara. Bahkan, kejatuhannya juga dikarenakan protes dari rakyatnya sendiri, Gerakan Turki Muda, yang telah dijadikan boneka oleh kaum sekuler.

Sebenarnya saat membaca profil keempat Umara ini, pembaca juga disuguhi sejarah islam era kedinastian hingga masa sekarang. Diharapkan dari buku ini ditemukan sosok pemimpin yang memiliki karakter kuat dan ketaqwaan yang tinggi, dan belajar dari sejarah menjadi salah satu poin berharga untuk membangkitkan kearifan dalam membangun pemerintahan yang berlandaskan pada Allah swt.

“Untuk menelusuri seluk-beluk penerapan system dan hukum Islam dalam kehidupan bernegara inilah, maka sejarah perlu dipampangkan. Dalam hal ini para umara memainkan peran vitalnya mengawal karakteristik Islam sebagai penebar rahmat bagi alam.” (h.xii)
Displaying 1 - 2 of 2 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.