Jump to ratings and reviews
Rate this book

Mati Sebelum Mati Buka Kesadaran Hakiki

Rate this book
Kebudayaan Jawa sangat kaya dengan nilai-nilai kemanusiaan, keilahian, serta kearifan lokal; juga sangat memperhatikan makna-makna hidup batiniah.

Lebih dari itu, budaya Jawa sangat terbuka untuk beradaptasi dengan berbagai tradisi, termasuk tradisi religius-spiritual, seperti Hindu, Buddha, dan Islam, sehingga membuatnya semakin beragam.

Buku ini membahas kearifan-kearifan Jawa dengan menyelami makna, menemukan hikmah serta kaitannya dengan kehidupan masa kini. Siapa pun, dari latar belakang apa pun, bisa mengambil pelajaran dan menerapkan nilai-nilai luhur di dalamnya.

348 pages, Paperback

Published January 1, 2023

5 people are currently reading
34 people want to read

About the author

Fahruddin Faiz

17 books106 followers
Fahruddin Faiz adalah doktor ilmu filsafat di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Ia kini selain sebagai dosen Prodi Aqidah dan Filsafat Islam (AFI), juga menjabat sebagai Wakil Dekan I di Fakultas Ushuluddin (teologi Islam).

Sudah sejak 2013, tiap malam Rabu di setiap pekannya, Pak Faiz, panggilan akrabnya, menjadi pengisi materi dan pemantik diskusi kajian filsafat di Masjid Jendral Sudirman.

Fahruddin Faiz lahir di Mojokerto pada 16 Agustus 1975. Dia meraih S-1 dari Jurusan Aqidah dan Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1998), S-2 dari Jurusan Agama dan Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2001), dan S-3 dari Jurusan Studi Islam UIN Sunan Kalijaga (2014).

Selain menjadi dosen dan wakil dekan di Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, penerima Short-Course on Research-Management, NTU Singapura (2006) dan Short-Course on Islamic-Philosophy, ICIS (International center for Islamic Studies), Qom, Iran (2007) ini juga merupakan seorang penulis yang cukup aktif.

Beberapa karyanya antara lain: Menjadi Manusia, Menjadi Hamba; Menghilang, Menemukan Diri Sejati; Hermeneutika Qur’ani: Antara Teks-Konteks dan Kontekstualisasi; Tafsir Baru Studi Islam dalam Era Multikultural; Transfigurasi Manusia (Terjemahan); Perempuan dalam Agama-Agama Dunia (Terjemahan); Filosofi Cinta Kahlil Gibran; Bertuhan Ala Filosof (Terjemahan); Aku Bertanya Maka Aku Ada; Handbook of Broken Heart; Risalah Patah Hati; Filosof Juga Manusia; Sebelum Filsafat; Memaknai Kembali Sunan Kalijaga; Dunia Cinta Filosofis Kahlil Gibran; dan beberapa judul buku lain. Dia juga masih aktif memberikan ceramah keagamaan, khususnya bertema filsafat ke sepenjuru Nusantara.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
14 (56%)
4 stars
7 (28%)
3 stars
4 (16%)
2 stars
0 (0%)
1 star
0 (0%)
Displaying 1 - 7 of 7 reviews
Profile Image for Zinedine Sr..
130 reviews1 follower
January 1, 2025
I'm Javanese from Blitar, currently working at Jakarta. I always felt the need to preserve my culture, but I'm really weak at it. This books provides the depths and the wisdom that's been transcended from early generation, a way, a value, a something that I can carry on to navigate this vast life.

Gonna mention few points that stood up the most for me:
1. Javanese like depths.
When I try to friend with people, only few I want to be vulnerable with, that's because I like something deep, each way of thinking and symbols will be measured, do they have enough empathy to keep true of them self? Are they brave enough to be called losers because making the comfortable angry? Basically Javanese always find a way, a try away or anything to thrive each era. Therefore they tend to prefer the depths: symbolism and true action

We may not really being material about anything, but what matters are the meaning behind of it.

2. Nrima ing pandum

'nrima ing pandum' (acceptance). I used to think it meant passive acceptance, like, 'Whatever, we've been colonized for 350 years.' But it's more than that - active acceptance, knowing what can be done in that moment and surrendering. Truly remarkable, if you ask me. Our ancestors were incredible; we can't compare.

3. Zaman Edan

Explicitly translated: Insanity era.
Life always resolve on three eras: Kalatida, Kalabendu, Kalasuba.

I honestly think we are living in this Kalabendu. Kalatida is uncertainty, an era that comes after stability, after more people felt the easiness or being successful, they tend to not lose them, they would become selfish to preserve it.

Kalabendu is where everybody become selfish because of Kalatida, this is where real insanity started. Not really everybody, there are fews people who are mocked because they don't hold the same ideals as the selfish. This era is "safe", but only for them who hold the same ideals as the greeds, justice is just a fever dream anyone can felt.

Kalasuba is the catharsis, there will be the one called "Ratu Adil" holds the ultimate power of spiritual and empath to free people from the chain of Kalabendu. Though we may not be this Ratu Adil, what we need to do is just be ourselves, if the world is being insane, what at least we can do, is to not being insane too.

This saying makes me feel at ease because I know era is always changing, there's always someone out there who has the same depth and thinking to always resist being degenerate, always trying to keep helping this world become a better place with small wins.

4. Controlling the urges (lust)
A true win for Javanese is where they can controll their desire, they don't ruled over by it, but exist to serve. This one is always gonna be the toughest battle, defeat or own ego. If we still struggling in the high fun fantasy of attachment, not really opening our hearts/being sympathetic towards am what's around us, then this means we still serving the urge of our own desire. Considered a true win because by helping others, we also help ourself, we don't let our ego to diminish the rights of other people, we acknowledge everyone's presence that they exist to make this world more beautiful (Memayu Hayuning Bawana), therefore why not we just maybe sacrifice a little if it means prosperity among others.

5. Understanding our needs
There are a lot of attributes of "I", could be "I am the worker", "I am the husband", "I am the citizen", those are attributes, it should be separated from the true "I".

Should a problem appears in one of those attributes, shouldn't make the "I" hurt, because we can keep our presence intact
Profile Image for Agoes.
511 reviews36 followers
October 4, 2024
Ada banyak ragam tulisan mengenai filsafat jawa yang dikenalkan dalam buku ini. Topiknya beragam, mulai dari tentang ilmu, kaitan falsafah Jawa dengan Al-Qur'an, tentang tokoh Semar, tips pernikahan, dan sebagainya. Jadinya ini bacaan cukup menarik untuk yang ingin mendapatkan pengantar umum mengenai filsafat Jawa. Penulisnya mampu menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami dan cukup runut, tiap bab dibuat mengandung cukup banyak informasi tapi juga tidak terlalu panjang.

Sayangnya, selain tema tentang Filsafat Jawa, tidak terlalu jelas benang merah atau tema besar lainnya antara satu artikel dengan artikel berikutnya. Judul buku ini, "Mati Sebelum Mati", banyak diungkapkan juga oleh tokoh Sufi. Cuma berhubung buku ini sebenarnya membahas tentang falsafah Jawa, jadinya agak bingung juga sejauh mana keterhubungannya.

Rasanya buku ini lebih seperti kompilasi artikel pendek dari penulisnya saja yang kebetulan ditemukan oleh penerbit dan dibundel jadi satu. Dibaca satu per satu secara terpisah sih rasanya cukup bagus, tapi kalau digabung jadi buku kurang berasa makna besarannya bagi saya.
4 reviews
April 28, 2025
Bukunya bagus, membahas tentang filosofi-filosofi Jawa. Aku baru tau kalau ternyata Jawa punya banyak ajaran filsafat yang menarik. Sosok Ki Ageng Suryomentaram juga menarik perhatian karena ternyata Indonesia pernah punya sosok seperti beliau yang merupakan translator di PBB masa itu. Buku ini menjelaskan ajaran-ajaran filsafat Jawa dengan bahasa yang nyaman dan mudah dimengerti, bahasanya tidak kaku. Terdapat terjemahan bahasa Indonesia untuk kutipan-kutipan berbahasa Jawa. Sehingga membuat buku ini cocok dibaca oleh siapapun yang ingin mempelajari filsafat Jawa
Profile Image for ND Ratna .
101 reviews
October 26, 2025
jadi buku ini lebih membahas budaya org Jawa yg sebenarnya msh terkait dgn filosofi hidup secara global.
aku kepo sama kakaknya ibu kartini katanya bisa 24 bahasa asing trs ganteng dan org pertama yg bertugas sebagai penerjemah di PBB. dipanggil dr air putih n sering ditaksir org Eropa, ciele... mantap betul backgroundnya.
ah dibahas jg tentang gmna wali Songo menarik org utk hijrah ke islam dgn memanfaatkan budaya Jawa. mulai dr makna tokoh semar, gareng, Petruk yg sebenarnya ga d dalam versi india dan tokoh Pandawa yg sejujurnya menggambarkan rukun islam. lumayan unik
Profile Image for Kania Raras.
5 reviews18 followers
January 24, 2025
Ditulis dalam bahasa sederhana, buku ini membawa pembaca mengenal filosofi hidup Jawa yang ternyata masih sangat relevan.
Kita seolah diajak untuk belajar filosofi diri lewat cara yang sangat praktis tapi memuat nilai mendalam.
Profile Image for Fahrinda Meliana.
23 reviews
April 3, 2025
Filosofi Jawa dan filosofi Islam memang berbeda. Akan tetapi, dalam konteks tertentu, kedua filosofi tersebut ternyata masih berkelindan satu sama lain. Pak Faiz mampu menjelaskan hubungan di antara dua filosofi tersebut dengan apik
Displaying 1 - 7 of 7 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.