Jika kamu merindukan seseorang, tataplah matahari sore. Kirimkan pesan rindumu untuknya lewat senja.
"Kau tahu tentang Kaisar?" tanya Janitra.
"Cowok ganteng di pantai Ipanema? Kau naksir dia juga?" seru Beatriz, temannya di klub sepak bola pantai St. Monica.
"Juga?" tanya Janitra.
"Hampir semua cewek di sini tahu tentang dia."
"Termasuk tentang dia adalah pacar Flavia?"
"Oh, aku benci jika itu benar. Memangnya kenapa kau tanya-tanya tentang Kaisar?"
Janitra hanya menghela napas dalam-dalam. Dia ragu memberitahu Beatriz. Janitra enggak menyangka ini terjadi selama dia jadi siswi pertukaran pelajar di Brazil. Padahal dia semakin akrab dengan Flavia. Lalu gimana dia dan Kaisar bisa ....
Tiba-tiba, Rio de Janeiro terasa lebih gerah siang itu.
***
“… kisah cinta dan indahnya dunia sepak bola pantai di Brazil. Good work, Dude!” Jacob Julian, penulis Comedy of Juno, pandit sepak bola
“Keren—pencinta sepak bola harus baca novel ini!” Yoana Dianika, penulis Last Minute in Manhattan, pendukung setia Tim Oranje Belanda
"Kudos to Alfian, for making a story about female soccer player!" Primadonna Angela, Penulis Yuki no Hana
saya nyesel. nyesel baca buku ini baru sekarang, padahal udah lama ada di timbunan. Alfian selalu ngalir gitu, diksinya renyah, itu yang saya suka. Juga temanya ini nggak biasa.
rating, 3,75 yah!
resensinya ada yang dimuat di media ada yang untuk di blog buku aja.
Khas romance banget. Kavernya keren banget. Bahasanya cukup liris & maknanya dalam. Plotnya rapi. Suka para karakternya, terutama Beatriz. Masih heran kenapa Janitra, cewek secantik itu suka banget main bola padahal dia nggak tomboy. Masih kurang terasa aja sense dan big story di balik motivasi besarnya jadi pemain bola.
"Hilangkanlah rasa ‘akulah yang terhebat’ saat kau bermain dalam sebuah tim. Kau harus mampu menyatu dengan pola permainan. Tiap pemain punya posisinya. Dan, kau harus memainkan peran sesuai posisi yang telah pelatih tentukan."– halaman 106
Minat Janitra dengan segala hal tentang sepak bola, membawanya mengikuti program pertukaran pelajar di Brazil. Dengan segera dia akrab dengan Beatriz, yang pandai bermain bola voli. Dia juga berkenalan dengan Flavia, yang entah kenapa dibenci Beatriz. Janitra dan Flavia dengan cepat menjadi dekat berkat satu kesamaan, gemar bermain sepak bola. Flavia mengajaknya mendaftar seleksi klub sepak bola pantai di sekolah St. Monica. Tanpa Janitra tahu, Beatriz ikut mendaftar dan muncul di jadwal latihan perdana. Beatriz punya bakat terpendam yang membuat Janitra merasa dikhianati.
Di salah satu kunjungannya ke pantai Ipanema, Janitra tak sengaja terkena bola milik Kaisar. Laki-laki yang punya darah Indonesia itu juga muncul di jadwal latihan sebagai asisten pelatih. Kedekatan tak terencana antara Janitra dan Kaisar, yang dipercaya sebagai pacar Flavia, membuatnya prestasinya di lapangan menurun. Dia tidak terpilih masuk ke tim inti. Dia juga dijauhi Flavia dan teman setim lainnya.
--
Hal-hal menarik yang Soul Match tawarkan, seperti sepak bola pantai dan pesona Rio de Janeiro, tidak tersampaikan dengan baik, membuatku kecewa dan sedikit kesal. Gaya penulisannya terasa ‘terpotong-potong’. Kadang enak dibaca, seringnya sih nggak. Lalu deskripsi karakter dan informasinya kurang dalam dan ‘nyata’. Aku tidak bisa membayangkan perbedaan Beatriz dan Flavia yang sama-sama punya ‘wajah cantik dan rambut ikal’. Jangan-jangan Janitra juga punya penampilan seperti itu?
Walaupun sebagian besar cerita berpusat pada pertandingan sepak bola pantai, tidak ada penjelasan mengenai tata cara bermain, teknik atau aturan sepak bola pantai. Apa berarti semuanya sama saja dengan sepak bola di lapangan rumput? Tapi sepertinya ada sesuatu yang berbeda antara dua olahraga tersebut. Mereka main di pasir, loh. Ketidakadaan informasi tersebut tidak membuat aku penasaran sama sekali dan mencoba men-google tentang olahraga tersebut. Aku sudah terlanjur malas.
Actaully, buku ini jelas nggak termasuk dalam list buku yang pengen saya baca. Ini buku pemberian teman saya. Dia juga dapet dari temannya, dan sayangnya dia gak suka baca. Jadi, buku ini masih tersegel saat sampai di tangan saya.
Butuh waktu lama buat meyakinkan diri bahwa saya akan membaca buku ini, karena sama sekali gak tertarik saat lihat cover dan baca sinopsisnya. Tapi, akhirnya saya buka juga karena saya butuh bacaan.
Mengangkat ide soal sepak bola pantai di Ipanema, cerita ini jelas nggak menarik perhatia saya. Buat saya, berbagai macam kisah novelis Indonesia (terutama teenlit) berlatar belakang luar negeri adalah sebuah daya tarik yang dipaksakan. Damn, saya benci tuntutan pasar.
Karena saya yakin, di Indonesia masih banyak tempat2 yang bisa di explore dan dijadikan latar kisah, we are Indonesian but we know Indonesia just a litte.
Lalu novel ini berkisah tentang perempuan yang suka bangat sepakbola, and always she's beautiful. Ah, pokoknya segalanya tertebak dan boring. Mungkin karena beginilah ciri khas teenlit.
Dari segi plot dan konflik, novel ini terlalu datar bahkan konfliknya terlalu sedikit.
Kenapa saya kasih bintang dua, bukan satu ? Karena saya sudah menebak bahwa ceritanya akan sangat mengecewakan. jadinya saya kasih bintang dua deh.