What do you think?
Rate this book


384 pages, Paperback
First published May 1, 2014
"Kunikmati oksigen yang memenuhi ruang paru-paru, mengembuskannya secara saksama. Aku lupa, bernapas bisa sedemikian nikmatnya."
"Aku ternyata begitu merindukan kebersamaan atas nama manusia, tanpa kecurigaan, persangkaan, atau letup amarah. Cukup atas nama manusia saja, bila ternyata embel-embel identitas lainnya hanya membuat kita meniadakan cinta."
"Beberapa orang memilih menu tambahan pada paket kehidupannya. Berbagai prasangka yang menjelma sebuah keyakinan memang membuat apa pun yang terlihat sesuai persangkaan."
"Bisa jadi, jalan terbaik untuk menikmati sebuah karya adalah mengosongkan harapan sebelum membuka lembaran. Rasakan sensasi deg-degan kencan pertama tanpa ekspektasi, lalu semua jadi kejutan."
Tentu saja aku punya
tapi aku tidak ingin banyak orang bertanya
aku lebih senang pamer hasil ketimbang pamer rencana
“Nanti pas nyampe bandara, kita ada jalur khusus. Biasanya sering ada yang malakin. Udah gitu, nanti kita disuruh pulang naek bus, dimintain duit lagi sekitar tiga ratus ribuan. Nanti sama sopirnya diminta lagi lima ratus ribuan. Kalau kita gak ngasih, mereka bakal ngancem gak akan dianterin sampai rumah. Belum lagi ada ongkos rokok, ongkos makan, ongkos minum, BANYAK, MAS.”
Buset. Mendengarnya saja aku sudah merasa bokek. (Hal. 11)
***
“Lihat kopi saya, apa ini? Lihat ini, kotak-kotaknya tidak rata. Saya tidak mau meminumnya!”
Rahangku mendadak terasa longgar. Apa tadi dia bilang?
“Maksud Anda, kotak-kotak sirup karamel yang di atas foam ini?”
“YA!”
“Tidak rata itu, maksudnya Anda ingin besar kotaknya… sama?!”
“YA!”
ANDA GILA?!
PASTI IYA!
“Baiklah, akan saya perbaiki,”
“Dan, lingkaran sausnya tolong bulat sempurna!” ujar si wanita menor itu, seakan cobaan belum selesai. Jangan-jangan, dia ingin topping saus karamel ini benar-benar serapi jaring raket?
Aku pun berusaha konsentrasi memencet botol saus karamel agar sirup yang keluar menempati posisi akurat. Ya ampun, jadi barista kok gini-gini amat, ya. (Hal. 18-19)
Mungkin Tuhan sengaja memberiku dingin agar siap menerima sapaan panas. (Hal. 78)
Aku jadi belajar sesuatu. Bila telanjur dituduh menyeburkan diri, sekalian saja loncat indah! (Hal. 82)
Iya, kadang memang kita tidak pernah sendiri. Dan kadang, justru itu yang menakutkan. (Hal. 265)