Ada yang bilang hidup yang tertata sempurna ibarat makanan yang dikemas rapi. Semuanya tersusun pada tempatnya, cantik. Lalu, tanpa disangka terjadilah satu peristiwa, kemasan itu tersenggol, dan isinya berserakan di lantai.
Hidup yang selama ini dikenal Satine runtuh saat ia menyadari dirinya tidak lebih dari sekadar perempuan kesepian. Dalam kenekatan seseorang yang selalu bisa menyelesaikan apa pun dalam hidupnya, Satine menemukan solusi yang mempertemukannya dengan lelaki asing, Ash. Hubungan yang mereka mulai dengan keterikatan kontrak di atas kertas dan harus tunduk pada aturan, ternyata tunduk pada gejolak perasaan mereka sendiri. Lalu terjadilah peristiwa demi peristiwa yang menghadirkan pertanyaan: “Jika semua hal di muka bumi ini diatur oleh takdir, apakah pertemuan dan perpisahan juga harus takluk pada takdir?”
IKA NATASSA is an Indonesian author who is also a banker at the largest bank in Indonesia and the founder of LitBox, the first literary startup of its kind in the country, which combines the concept of mystery box and onine promotions for writers.
She loves writing since since was a little kid and finished writing her first novel in English at the age of 19. She is best known for writing a series of popular novels focusing on the lives of young bankers in Indonesia. Her debut novel A Very Yuppy Wedding is published in 2007, and she has released six books since: Divortiare (2008), Underground (2010), Antologi Rasa (2011), Twivortiare (2012), dan Twivortiare 2 (2014), and Critical Eleven (2015). A Very Yuppy Wedding is the Editor's Choice of Cosmopolitan Indonesia magazine in 2008, and she was also nominated in the Talented Young Writer category in the prestigious Khatulistiwa Literary Award in the same year. She loves to experiment with writing methods, Twivortiare and Twivortiare 2 are the two novels she wrote entirely on Twitter. Antologi Rasa and Twivortiare are currently being adapted into feature films by two of the most prominent production houses in Indonesia.
Natassa is also one of the finalists of Fun Fearless Female of Cosmopolitan Indonesia magazine. In 2008, she was awarded with The Best Change Agent at her company for her active role in corporate culture implementation in the bank, and in 2010 she was awarded for 2010 Best Employee Award. Her success in maintaining a career at the bank whilst pursuing writing as her other passion led to her being awarded awarded as the Women Icon by The Marketeers in 2010.
Out of the love of books, in 2013 she founded LitBox, a brand new concept she's in introducing to readers in Indonesia. It's the first literary startup company of its kind, aiming to provide readers with recommended books, to help writers get their writings read by people, and to help publishers introduce new talents to the market. On July 2014, she commenced a social movement campaign to promote the joy of reading called Reading is Sexy, so far supported by Indonesian and regional public figures such as Acha Septriasa, Jason Godfrey, Hamish Daud Wyllie, Karina Salim, Ernest Prakasa, Mouly Surya, and many more.
Twitter and Instagram: @ikanatassa LinkedIn: Ika Natassa Personal website: www.ikanatassa.com
Gimana yah jelasinnya? Novel ini kayaknya memang cocok untuk kaum 30s, kesepiannya tuh sebenarnya berasa. Karakter Satine dan Ash yang diciptakan demikian juga terasa... umm... wajar.
Dari segala perspektif orang yang bakal beda-beda menilai novel ini, sebenarnya semesta yang dibikin tuh masih realistis (seenggaknya buatku ya soalnya sosok kayak Satine dan Ash tuh ya bisa kutemui juga di kehidupanku). Yang disayangkan tuh kayak plot yang jumpy, jadi nggak terasa nyaman dan aku cepat-cepatin aja bacanya. Emangnya salah ada plot yang ke sana kemari dalam sekali "adegan"? Nggak sih selama adegannya mulus. Ini terasa rough aja buatku sebagai pembaca.
Selain itu, jatuh cintanya Ash ke Satine nggak terasa. Atau memang kayaknya penulis sejak dulu agak kurang dalam penulisan POV 1 karakter laki-laki? Di sini Ash terasa kayak karakter yang didikte jatuh cinta sama penulisnya. Tapiii... kegalauan Satine yang justru lebih terasa organik. ((ORGANIK)) Saranku, mungkinkah selanjutnya bikin novel pakai POV 3?
Ada yang mulai aku sadari dari tulisan penulis, yaitu memulai bab dengan, "Dalam kisah XYZ, ia blablabla... dalam membuat karya, seorang artis akan blablabla..." Ya nggak apa-apa sih, nggak salah juga, tapi sering banget. Di awal sih enak dibaca karena aku berusaha paham perspektif karakternya. Tapi kalo keseringan... ya memang terasa kuliah. Yah, persis kayak yang Satine bilang ke Ash.
Belum lagi aku nggak tahu lho ini Satine wong Jowo asli atau ya memang dia ada keturunan bule yah. Agak... gimana yah?
(Tapi di sisi lain, keponakanku manggil aku "ami" dan manggil mamaku tuh "jidah" hahaha padahal nggak ada keturunan Arab dan malah papaku ada 0,1% darah Asia lain. Tapi bisa dibilang wong Jowo-lah. Jadi memang nggak nyambung tuh panggilan. Nah, apakah keluarga Satine se-random itu juga sampe emaknya dipanggil "maman"? Dengan asas keren-kerenan kayak keluargaku hadeuh... haha.)
Yang aku suka dari novel ini... hmm... rasa kesepian Satine. (Meski di akhir cerita aku kayak... "Bzir, gue ditipu, penyelesaian macam apa inieeeh?!") Nggak bohong sih, soalnya di awal cerita kesepiannya Satine tuh familier buatku. Rasa kesepian khas 30s yang mungkin nggak semua orang bisa rasain? Yha apa karena aku sudah kepala tiga? ENTAH.
Dah, gitu aja. Tampaknya rasa nyamanku baca novel Ika tuh mentok di Critical Eleven deh. Atau faktor umurku aja ya...
Wow, Mbak Satine dan Mas Ash menemani akhir tahun 2024-ku.
Berekspektasi akan jadi karya penulis paling relatable dan age-appropriate buat dibaca sekarang, ternyata jauh panggang dari api. Lima puluh halaman pertama okelah page turner seperti biasa, sisanya sori banget nggak peduli sama narasi materi kuliah dari dua tokoh ribet sendiri ini. Rasanya juga sama aja, mau isi kepala Ash atau Satine nggak ada bedanya. Ash sama Satine nih hobinya se compliquer la vie alias nyusahin hidup sendiri (dan hidup orang lain in return). Kalau nih dua orang tahu caranya ngobrol, nggak ada yang perlu jadi . Masih jadi misteri juga kenapa keluarga Jawa ini manggil ibunya "Maman". Oh, dan fyi, yang suka minta maaf terus di Bajaj Bajuri tuh bukan Oneng, tapi Mpok Minah.
Idk prolly it's a me-problem. I know it's not depth I seek within her stories, but at least 'twas a fun experience back then. Now it doesn't even spark joy anymore. It sparks rage.
1. jujur capek banget baca yapping 2 tokoh utama tentang berparagraf-paragraf random facts yang sebenernya cuma disambung-sambungin paksa aja dengan kondisi mereka saat ini. pada satu titik it really pissed me off that i actually considered throwing this book across the room. dua karakter yang bicara dengan cara yang persis sama (yang beda cuma si cowok nyebut diri sendiri pake “gue”, dan yang cewek pake “aku”. selalu gini di semua novel mbak ika. kenapa? apakah “aku” terlalu feminin buat cowok? 🙄). dan ini selalu terjadi di semua bukunya. awalnya mungkin emang jadi appeal, tapi lama-lama, kalo ga ada inovasi apa-apa dan selalu main dengan bahan yang sama, jujur malah jadi memuakkan
2. satine dan ash: 2 tokoh in their late 30s yang sama sekali ga memiliki kebijaksanaan yang seharusnya dimiliki orang usia segitu. all those “philosophical” monologues, that were meant to tickle our minds, pour salts over our wounds, whatever? i had already pondered about those stuffs years ago and i’m still in my early 20s. belum lagi hal-hal yang membuat mereka sakit itu ga bisa bikin saya sakit juga karena i couldn’t care less about any of them! aren’t books supposed to make us feel something? the only thing this book made me feel was rage
3. instant love. baru pertama kali ketemu langsung terpana dan “She was a painting.”? oh respectfully, shut up. karakter-karakter ini selalu mengagung-agungkan usia dan kedewasaan mereka tapi tindak-tanduk dan isi pikirnya ya sama aja kayak teenagers. ga ada cinta yang seinstan itu. mereka ini bolak-balik ngomongin cinta seolah yang paling ngerti, tapi saya bahkan masih ga ngerti apa yang bikin mereka tertarik pada satu sama lain. obrolan-obrolannya aja ga lebih dari sekadar tukeran fakta random tentang hal random, makan nasi padang, atau bercanda soal hal-hal yang garing dan ga lucu. tapi pas pisah seakan kehilangan setengah jiwa padahal ya impact mereka terhadap satu sama lain juga… ga ada, titik.
4. saya kok ngerasa penulisan deskripsinya ini kayak orang bikin script film ya? cuma deskripsi adegan ke adegan, flashbacks, footage ini itu. paragraf panjang-panjangnya ya cuma buat (useless) random facts tadi. mungkin bagus kalo jadi script film, tapi saya mau novel. saya mau novel yang segala kompleksitas malah bikin itu sulit dituangkan menjadi sebuah film. i didn’t get that
5. ini personal preference aja, tapi saya selalu ga suka sama karakter yang selalu mengagungkan soal, “lihat ini gue ketawa-tawa padahal hati gue lagi terluka, aren’t i the strongest of us all?!” please, that’s so self-centered. kita semua juga begitu! semua orang juga punya luka masing-masing, semua orang juga ketawa di atas lukanya! capek banget baca ocehan orang yang selalu merasa paling menderita padahal masalahnya sebenernya sangat bisa diselesaikan kalo dia mau NGOMONG. beginikaaah karakter orang yang klaim dirinya udah hidup lama dan banyak merasakan manis pahit kehidupan? (satine, i’m talking to you)
6. ini juga personal preference: saya capek banget karena selalu aja main characternya itu adalah orang yang calm and composed, karir melejit, punya fucked-up love life, dan punya sahabat deket yang ngomongnya ceplas-ceplos dan humornya 21+, yang tiba-tiba datang menawarkan segala nasihat bijak filosofis… yang, jujur, sangat klise
intinya, for me, it’s a no. kalo kalian emang cinta mati sama gaya penulisan dan penokohan di buku- buku ika natassa sebelumnya dan crave for the exact same thing, maybe this is for you. but i’ve had enough. this is my last straw
"Kita masih sibuk mencari tempat dalam hidup. Finding our place in the world and then mostly getting lost in the process."
Actual rating: 3.5 stars
Buku ini bikin emosi naik turun. Tapi bisa gue bilang Satine adalah buku paling 'deep' yang Ika Natassa tulis. Perasaan kesepian, self-pity, kadang self-sabotage karakternya kuat banget. Pada 100 halaman pertama, gue bisa bilang ini karya terbaik dari beliau karena pondasi karakter yang kuat dan feeling yang dirasakan setiap karakternya yang melekat banget.
Tapi, kayaknya gue tuh punya kebiasaan terlalu cepat ngambil kesimpulan kalo soal karya Kak Ika. Karena seperti biasa, bagian tengah sampai 1/4 akhir buku, melempem! Konflik cerita yang Kak Ika bangun masih sama/default seperti buku-buku beliau sebelumnya, yaitu masalah KOMUNIKASI. Kaya..... anjir buku ini teh bisa selesai kalau karakter-karakternya mau NGOMONG. Ungkapin yang dirasa di hati. AH ELAHHHHH.... EMOSI GUA! Satine Muchlis dan Ash Risjad, dua-duanya sama! Terlalu fokus sama asumsi-asumsinya sendiri. Gue jadi bertanya-tanya, apakah manusia usia hampir 40 tahun emang kebanyakan mikir pake asumsinya sendiri? Entahlah, gue pun baru masuk usia 30 ini.
Kalau baca Critical Eleven, The Architecture of Love, Antologi Rasa, konflik cerita dibuat sama siapa? Yak, dibuat sama karakter-karakternya sendiri. Terlalu nggetu sama pikirannya sendiri sampe ga mau atau ga bisa dikomunikasikan. Padahal semua hal bisa beres dan lebih simpel kalo NGOMONG!!!!!!!
Jadi, pendapat gue sih buku Satine ini kalau dari segi plot dan karakter nggak ada yang fresh, masih default semua dengan karya-karya Kak Ika sebelumnya. Cuma, kalau dari segi "mengorek" perasaan setiap karakternya, bolehlah buku ini bikin jumpalitan dan emosi naik turun karena pembaca jadi kompleks banget mau kasian, gemes, kesel, nempeleng, teriak atau sedih ke karakter-karakternya. Dulu, pas baca Heartbreak Motel, gue saking emosi dan kaga ngerti tuh buku mau menuju kemana, gua kasih rating 2 bintang. Kalau elemen feeling di buku ini gak kuat dan jadi pondasi buat menunjukkan kalau ini emang buku tentang kesepian, mungkin nasibnya bakal sama. Sama-sama dapet rating rendah.
Apakah buku ini worth it dibaca?
- Worth it kok kalau kamu wanita usia 30 tahun ke atas, karir sedang cemerlang tapi kadang karir tersebut hanya bahagia semu yang menutup rasa kesepian yang mendalam. - Worth it kok kalau kamu butuh bacaan cerita yang bikin emosi naik turun. - Worth it kok kalau kamu lagi cari buku dengan cover minimalis dan bagus. - Worth it kok kalau kamu lagi cari trivia seru tentang lukisan-lukisan. - Worth it kok kalau kamu lagi butuh "teman" untuk menceramahi diri kamu yang lagi kesepian tapi malu/gengsi/denial mengakui ke diri sendiri.
Tapi, kalau kamu mau cari buku yang lebih gripping dari segi karakter dan plot segar yang sama-sama membahas tentang kesepian, mending cari buku lain. Kebiasaan karya Kak Ika ini kadang bikin pembaca mau ngasih rating jeblok, atau rating tinggi karena ada beberapa aspek yang bisa "dimaafkan". Satine, ya begitu.
Berdamai dengan masa lalu & memeluk kesepian di usia 30an
Satine & Ash adalah dua manusia yang sibuk bekerja di kota besar, hari-harinya adalah seputar bangun pagi-ke kantor-kerja-lembur-lembur-pulang-repeat. Begitu teruus, sampai-sampai nggak ada waktu buat cari jodoh. Hingga akhirnya, mereka berdua saling kenalan lewat dating agency.
Tujuan Ash adalah untuk mencari teman ngobrol, sedang Satine kepenginnya proper date (tapi hanya sebatas date, nggak melibatkan perasaan).
Hingga akhirnya, siapa sangka.. seiring waktu, justru hal itu jadi boomerang bagi mereka berdua. Ada rasa yang diam-diam muncul.
Kesan kesepian begitu pekat terasa krn novel ini menggunakan POV 1 bergantian untuk menceritakan kegundahan-kegundahan hati para tokohnya. Alih-alih menggunakan deskripsi tempat & latar, penulis memilih menyuarakan suara hati para tokohnya dengan begitu jujur & apa adanya.. ini ngebuat pembaca jadi lebih terkoneksi dengan tokohnya.
Di POV Satine kita akan menemukan bagaimana depresinya dia akan tekanan pekerjaan, berusaha menikmati tapi satu sisi dia rindu juga ketenangan.. hanya film jadi satu-satunya hobi yang dia punya. Sehingga nggak jarang, kita nantinya akan ketemu pandangan-pandangan Satine akan kehidupan & dikaitkan sama film. Buat yg suka banyak info mengenai perfilman, part ini mungkin akan berguna😊
Sedang di POV Ash kita akan menemukan pandangannya akan kehidupan lewat caranya memandang lukisan & benda bersejarah. Dalam POV Ash, sering kali dia menyesali omongannya yang ngalor ngidul, tapi toh tetap dia sampaikan.. krn memang segundah itu dia akan rasa kehilangan❤️🩹
Di sini jg banyak kalimat-kalimat quotable baik dalam narasi maupun dialog, bahkan tokoh minor pun ambil bagian dalam hal ini, siapkan sticky tab banyak-banyak, ya! Barangkali quote-quote ini bisa jd pengingat di esok hari.
Part paling sedih dan menurutku gong dari semuanya adalah hubungan Ibu dan anak di buku ini. Hubungan yang terjadi di antara Maman dan Satine ini emang nggak banyak munculnya. Kadang serasa ada jarak, tapi kok satu sisi begitu dekat. Emang ya, kadang tuh kita suka kesal sama ibu sendiri, menganggap ibu gak paham kita, tapi nyatanya, ibu manusia paling paham kita lebih daripada jiwanya🥹🥹😭😭😭😭
Seriously, part Maman dan Satine ini menyadarkanku banyak hal siiih. Jadi pengin meluk Mamaaaaa🥹😭
Backstory yang diurai penulis kepada dua tokoh utama kita juga cukup jelas. Jadi, kayak mau benci.. tapi gak bisa juga, sebab ada alasan yang muncul kenapa mereka berdua karakternya begitu. Kayak Ash contohnya. Awalnya aku tuh love hate sama dia.. soalnya dia agak cringe (dia sendiri loh yang bilang yaa🤣🤣 padahal usia udah late 30s) tapi ternyata ada alasan yang cukup jelas kenapa dia gituuu.. memang faktor keluarga memengaruhi sih ke tumbuh kembang anak. Kasihan Ash🥹
Closure yg terjadi diantara mereka jg bukti nyata bahwa perjalanan melepas kesepian itu adl perjalanan panjang penuh kesadaran. Meski memang harus mengarungi berbagai macam penyangkalan diri & denial.. tapi namanya manusia emang gitu kan yaaa? Sebelum akhirnya sampai di tahap “sadar”
Ada pelajaran penting yang bisa kuambil dari buku ini:
1. Jangan sampai mengalami krisis identitas di tengah kesibukan kita dalam bekerja 2. Boleh punya visi misi, boleh berambisi.. tapi jangan lupa untuk sayang sama diri sendiri. Istirahat kalau capek, ya. 3. Inget-inget untuk meluangkan waktu buat keluarga meski kita sibuk banget bekerja.. karena pada akhirnya hanya keluarga tempatmu pulang. 4. Pleaseeee kasih kesempatan untuk dirimu bahagia, kasih kesempatan luka pulih. Kamu berhak bahagia dan menyongsong harapan baru
Pada akhirnya, buku ini seperti buku yang menemani perjalanan kesepianmu, memvalidasi rasa terpurukmu.. bahwa sejatuh apapun, ingat untuk bangkit & mencari pertolongan.
Terima kasih Satine, untuk refleksi kehidupan yang sudah kamu berikan.. semoga, kamu pun menemukan bahagiamu💛✨
“Hati diberikan kebisaan bersuara supaya kau tidak lupa mendengarkan firasat dan hasrat yang tersimpan dalam-dalam sebagai salah satu pertimbangan dalam memilih jalan. Hati memberikan ruang pada harapan karena sejumput harapan bisa jadi alasan untuk hidup. Kecewa hadir supaya kau berlatih pulih. Hati bisa sesukanya membuka pintu tanpa aba-aba agar kau bisa mencicipi hangatnya saat ruang itu terisi rasa buat seseorang tanpa terbebani takut patah hati..”
"Ash, let's date. Maksudku, kamu butuh teman bicara. Aku butuh kencan. Kita sama-sama mengerti kebutuhan masing-masing. Kenapa kita nggak bikin semacam arrangement aja? Take me out on dates and I'll become someone you can talk to. Cuma itu. No strings attached." - p. 33 ~ p. 34
Satine dan Ash bertemu melalui dating agency. Satine ingin mendapatkan proper date dan Ash ingin memiliki teman bicara. Mereka membuat kesepakatan—pada awalnya—namun, ternyata ketika hati yang memegang kendali, siapa yang mampu menahannya?
Melalui novel Satine ini, Kak Ika begitu cantik membawakan narasi kesepian, kesunyian, dan kesendirian, baik dari perspektif wanita maupun pria. Satine di usia 37 tahun dengan segala gemilang karirnya sebagai direktur di suatu bank dan Ash di usia 37 tahun menjadi konsultan di perusahan bonafit, mereka cemerlang dari segi karir, namun hidupnya hanya lembur, kerja, dan sepi. Hingga akhirnya bertemu dan serasa menemukan teman sesama kesepiannya. Yang saling mengerti dan memahami.
Peringatan pemicu: mengandung adegan kekerasan, tindakan kekerasan dalam rumah tangga, pemikiran untuk bunuh diri.
---
Disclaimer dulu: ulasan ini akan sangat panjang dan tentu sudah pasti sangat subjektif.
[-]
Mari dimulai dengan hal yang "agak" kurang aku suka di novel ini.
1) Konflik dan penyelesaiannya
Bukan pada konflik kesepian tetapi pada konflik internal masing-masing, terutama Ash. Pada paruh pertama, aku kesal dengan Satine. Memang kenapa dan apa yang menyebabkan harus teguh dengan level pertemanan tidak biasa dengan Ash, wong udah sama-sama suka? Oh, ternyata ada background percintaan masa lalu. Tapi, sayangnya, hanya sekilas dan nggak diceritakan secara jelas putusnya Satine dan Aksara sehingga aku kurang bisa menangkap urgensi kenapa Satine nggak [belum] mau naik level hubungannya dengan Ash.
Lalu, di paruh kedua, gantian deh kesalnya dengan Ash, haha. Aku memahami bagaimana trauma Ash dan segala pergolakan batinnya. But, man ... kenapa harus ghosting? Kalau misalkan Ash usia awal 20 tahun atau belasan tahun ala remaja, bolehlah. Tapi, ini 37 tahun, for god's sake usia matang. Ternyata ghosting bukan perihal umur. Dan setelah itu, dia mengembaralah sampai bertemu Bang Bistok dan Binsar, tak kira akan refleksi diri, tapi malah lanjut part dua. Dia udah bagus tuh ke psikiater, tapi ternyata berhenti dengan alasan, ya gimana gen bapak gue kan ga bisa ilang. Hm, bro ... ? Tapinya lagi, Ash mengakui kalau penyelesaian konflik batinnya meh banget, haha. Sadar si bapak, tapi tetap aja stuck, wkwk.
But well, thank to Emma. Kalau ga ada Emma mungkin udah aja ini hanya ajang kontemplasi diri tanpa aksi.
2) Screentime Satine dan Ash
Ini karena novel Kak Ika as always diadaptasi menjadi film, jadi saat membaca, aku membayangkan bagaimana kalau Satine menjadi produk film. Kalau filmnya plek ketiplek sama bukunya, maka screentime Satine sama Ash bareng-bareng itu bisa dihitung jari. Banyaknya adegan Satine dan Ash kontemplasi diri dan perang batin sama diri sendiri. Makanya aku kurang bisa merasakan chemistry yang kuat dari mereka karena ya kebanyakan ngobrol tentang diri sendiri atau nostalgia obrolan Satine dan Ash di masa lalu—yang beberapa hanya itu-itu aja: nasi padang, film, museum/lukisan.
3) Info dump tentang lukisan/museum
Tulisan Kak Ika itu khas banget memang. Kadang mau mendeskripsikan satu perasaan karakter protagonisnya aja, mesti cerita dulu tentang pelukis terkenal, sejarah Marie Antoinette, self-improvement, dan masih banyak lagi. Tapi untuk Satine ini aku merasa terlalu banyak informasi lukisan/museum dari sudut pandang Ash—yang akhirnya turut meng-influence sudut pandang Satine. Aku banyak menerima informasi tentang lukisan, tapi karena repetitif jadi agak sedikit bosan.
[+]
Lanjut sekarang ke hal yang aku sukai.
1) Paragraf pembuka
Well, ini cantik banget. Total ada 43 kutipan yang aku tulis di novel ini. Dan setiap paragraf pembuka tiap chapter tuh selalu bagus kalimatnya. Seolah nggak ada kalimat yang sia-sia di setiap tulisannya.
2) Sequence
Dalam menceritakan masa lalu, ada dialog lalu ada narasi pikiran sang protagonis yang sedikit demi sedikit secara berurutan membawa emosi pembaca ikut serta, lalu pas di ujung chapter ... GONG banget. Nggak hanya pas bahas masa lalu, tapi di saat tension sedang tinggi. Salah satunya saat Satine debat dengan Maman—mamanya. Mulai dari dia diam dan hanya mendengarkan mamanya yang menanyakan—terkesan interograsi—perlahan hingga Satine emosional dan ternyata ada fakta yang baru Satine ketahui yang membuat emosi dia yang meletup-letup langsung mereda. Menurutku itu bagus banget. Maaf kalau penjelasanku rada belibet, contohnya seperti di halaman 233 - 234 [aku catat karena aku suka adegan itu].
3) Hubungan protagonis dan para pendukungnya
Uniknya, biasanya yang disukai itu seringnya hubungan sesama protagonisnya ya, tapi ini aku malah lebih suka dinamika Ash dengan Emma, Satine dengan Maman dan Sabai, Satine dengan Kala dan Nadine. Mereka tuh penyokong kewarasan sang protagonis yang terkadang agak-agak labil, hehe. Paling suka obrolan Satine sama Nadine, kek Nadine tuh menyuarakan hati pembaca kepada Satine, persis Emma ke Ash.
4) Adegan Satine melihat satu per satu koleksi tasnya
Dyem, ini kalau film namanya ✨️sinematik✨️
---
Ternyata sudah panjang sekali 😃
Akhir kata, novel ini mampu dengan cantik mengejawantahkan narasi kesepian. Romansa tipis yang penuh dengan kontemplasi diri. Sangat relate apalagi untuk kaum-kaum yang dunianya hanya sibuk kerja dan butuh teman—apalagi teman hidup.
“Sejak kecil manusia diajari memghafal, mengingat. Tidak ada yang pernah mengajarkan cara melupakan”
Probably my fav book from Ika Natassa! still using the same formula: Love, Life, Work and Relationship but this time i feel truely connected to both of the POVs (Satine & Ash)
~Cinta itu unik. Rasa itu beda. Silakan saja kalau mau jungkir-balik berusaha, berkorban banyak hal dengan penuh rela, tapi cinta tidak akan semudah itu balas balas memberikan sepadan dengan yang kauberi. Dalam urusan cinta, satu tambah satu bisa jadi nol, bukan dua~
⭐: 5/5
🩷Independen woman, itulah label yang Satine Muchlis punya dengan segala kesuksesan yang ia raih di usia menjelang 40-an. Jadi direktur Bank termuda, membuat Satine terus berusaha membuktikan diri bahwa ia layak di posisinya. Lembur sampai pagi udah biasa buat Satine. Kebiasaan ini bikin sahabatnya, Nadine suka marah-marah sama dia. Bagi Satine cinta itu aneh, karena sekeras apapun usaha yang dilakukan, hasilnya belum tentu sepadan dengan perjuangan itu. Makanya Satine lebih suka kerja. Karena hasilnya lebih jelas.
🩷Tanpa sepengatahuan sahabat, adik dan mamanya, Satine mendaftar ke sebuah agensi dating dan semesta mempertemukannya dengan Ash, cowok yang juga workaholic yang mengaku nggak punya teman bicara. Mereka berdua masing-masing menilai diri mereka menyedihkan. Dan mungkin karna itu agensi itu mencocokkan mereka berdua.
🩷Hari demi hari mereka lalui sama-sama. Ash dengan kecintaannya pada lukisan, suka ngajakin Satine untuk jalan-jalan ke galeri, bercerita panjang lebar tentang makna lukisan. Sedangkan Satine dia bahagia punya teman date yang ternyata nyaman untuk diajak berbicara. Satine selalu suka saat Ash bercerita dengan antusias tentang lukisan dan bagi Ash, saat bersama Satine adalah saat terbaiknya. Banyak momen yang biasanya mereka lakukan sendiri, sekarang mereka lakukan sama-sama.
🩷Hingga sebuah konflik datang ke hubungan mereka yang bahkan belum dilabeli status apapun. Belum dimulai tapi harus diakhiri. Menyedihkan. Apa memang takdir mereka berdua harus selalu berdamai dengan kesendirian di usia yang nggak muda ini. Dan ada satu moment yang cukup bikin aku KAGET! terkait Satine.
🩷Satine dan Ash untukku pribadi adalah dua orang yang CHEMISTRYNYA sampe di aku. Apa yang mereka bicarakan, cara Ash melihat Satine dan cara Satine mendengarkan cerita Ash langsung terbayang di benakku ketika baca buku ini. Of course itu semua karena narasi yang ditulis Kak Ika di buku ini sehingga aku sebagai pembaca serasa hadir di momen-momen dalam buku ini.
🩷Buku ini ditulis dari dua POV, POV Satine dan Ash secara bergantian. Jika POV Satine ditulis dengan lembut, menggunakan "Aku-Kamu", POV Ash diceritakan dengan lebih santai dengan menggunakan "Gue-Lo". Alur cerita buku ini tuh maju mundur. Tapi pergantian waktunya nggak bikin bingung kok. Ketika baca , aku yakin kalian bakalan tahu waktunya cerita itu ada di masa lalu atau masa kini.
🩷Aku selalu suka style nulis Kak Ika yang selalu membuka setiap chapter dengan pernyataan atau cerita yang menggambarkan perasaan sang tokoh kepada pembaca yang ajaibnya RELATED BANGET. Jika POV Satine biasanya diawali dengan pemikiran Satine, maka POV Ash dibuka dengan lukisan dan maknanya yang Ash jelaskan. Pembahasan soal lukisan di buku ini juga cukup detail dan menambah pengetahuan kita sebagai pembaca.
🩷Jujur aku ikut deg-deg'an dengan cerita mereka berdua. Aku ikut merasa senang, sedih, kecewa, dan galau yang mereka rasain. PLEASE MEREKA BERDUA BERHAK BAHAGIA . Ash sebagai cowok juga aku kategorikan masuk geng cowok GREEN FLAG. Sempet gregetan ketika Ash nggak percaya sama dirinya sendiri.
🩷Selain pembahasan soal cinta, buku ini juga membahas tentang trauma masa lalu yang masih mengikuti Ash sampai ia dewasa. Yang bikin dia takut pada akhirnya bakalan menyakiti Satine. Melepaskan rasa trauma memang sulit. Ash bahkan mengisolasi diri dari dunia, karna ia merasa nggak layak bergaul.
🩷Sedangkan Satine nggak punya hubungan yang baik dengan ibunya. Di saat semua anak perempuan dan ibunya akrab. Tapi nggak dengan hubungannya dan Maman( panggilan Satine kepada ibunya, agak unik ya). Bagi Satine, Maman selalu menganggapnya nggak cukup.
🩷Oh ya, selain tokoh utamanya, tokoh lainnya juga punya porsi yang pas.. Ada sahabat Satine, Kala dan Nadine, Sabai sebagai adik Satine yang juga sangat care sama kakaknya. Di sisi Ash, ada Emma sang asisten merangkap adik yang juga sayang banget sama Ash dan ada satu karakter yang aku sebel yaitu mantannya Satine, Aksara yang sampai akhir pun nggak ada minta maafnya. Tapi ya Satine nggak mau banyak drama dengan dia. Cowok modelan Aksara ini mendingan ke laut aja deh.
🩷Setelah perasaan ku dibawah roller coaster, jungkir balik sama hubungan mereka, aku puas sama ending ceritanya yang menurutku nggak maksa. Gimana Kak Ika menutup (sekaligus membuka) kisah mereka menurutku manis banget.
🩷Kesimpulannya, aku suka sama buku ini. Aku rekomendasikan buku ini buat kalian yang lagi pengen baca buku romance sekaligus berdamai dengan diri sendiri, seperti Satine yang belajar menentukan pilihan untuk kebahagiaannya dan Ash yang belajar sembuh dari trauma dan berjuang atas pilihannya.
Yuk kenalan sama Satine dan Ash dan belajar dari kehidupan mereka.
“If there’s anything that can drive you to do the craziest things. it’s loneliness.” pg. 22
Siapa juga yang setuju dengan kutipan di atas? Aku salah satunya. Begitu pula yang dialami oleh Satine. Kesepian yang dialami oleh Satine begitu menyesakkan dan sewaktu bacanya hatiku berasa nyess- rasanya.. hatiku ikutan merasa ‘kosong’ 🥹
Menurutku, buku dari Kak Ika ini cukup lain dibandingkan dengan buku-buku sebelumnya yang uda pernah kubaca. Buku ini lebih filosofis, lebih insightful dan pembahasan di dalam buku ini terasa lebih realistis. Selain itu, buku ini emang kerasa banget vibes sendu dan vibes lonely nya.
Ditulis menggunakan POV orang pertama dengan dual POV, kita akan dibawa untuk melihat sisi traumatis dari Satine maupun Ash. Kedua tokoh utama ini tuh the real definition of dua orang kesepian yang saling menemukan satu sama lain.
Konflik ceritanya kompleks, dengan pertemuan keduanya melalui aplikasi dating hingga memutuskan untuk mulai berhubungan dengan perjanjian ‘no string attached’. Tapi, karena mereka belum selesai dengan diri mereka sendiri atas trauma mereka, hubungan keduanya menjadi rumit banget.
Narasi ceritanya cukup padat dengan alur maju mundur yang aga sedikit effort bacanya karena menurutku transisinya kurang smooth. Menurutku juga, plotnya sedikit jumpy dan kudu fokus bacanya, biar ga out of it. (aku ke distrak sesaat waktu bacanya dan aku baca ulang 2 hal berulang-ulang🤣)
Banyak info menarik yang aku dapet disini, seperti pembahasan tentang dunia perbankan yang cukup deskriptif dan pembahasan tentang dunia seni yang menurutku cukup detail tapi porsinya sedikit kebanyakan.
Tokoh yang terlibat cukup banyak- terlebih untuk inner circle nya Satine yang cukup supportif, seperti Kala dan Nadine, suami istri sekaligus sahabat Satine. Lalu ada Sabai, adik Satine dan Maman nya Satine, yang awalnya aku kira punya tuntutan thdp Satine, but turns out..🥹😭
Baca Satine ini makes me wondering, ini buku fiksi kok berasa kayaaa nonfik slice of life ya?🥹🤏🏻 Lalu, banyak kutipan menarik yang cukup menohokku pas bacanya.
Dan, baca tentang Satine dan Ash ini sungguh buat aku frustasi🤣🤣 aku sungguh menantikan, kapannn sihhh mereka bahagianya? kapaann sih mereka menerima masa lalu mereka- terlebih Ash yang growing up in a toxic family- dengan papa yang abusive. kapannn mereka mau jujur dengan perasaan merekaaa setelah memupuk kesalahpahaman terus menerus?😭🤏🏻
Despite that, aku suka cerita Satine dan Ash ini, meski untuk endingnya aku merasa kurang, karena setelah jungkir balik gejolak batin mereka, they deserve more happinesssssss pleasseeeee😭😭😭
Overall, buku yang menurutku cukup berat tapi fun dibaca karena banyak insight menarik✨✨ rekomen!
Satine dan Ash bertemu lewat sebuah biro jodoh. Ash ingin mencari teman ngobrol, Satine ingin merasakan proper date. Keduanya memutuskan untuk melanjutkan kencan dengan beberapa peraturan. Namun, karena Ash melanggar salah satu peraturannya, Satine memilih mengakhiri hubungan mereka.
Mungkin takdir, mereka kembali bertemu di New York dan akhirnya menjadi dekat lagi. Memulai kembali pertemanan mereka. Sampai kemudian, Satine yang pekerjaannya adalah Direktur di sebuah bank, mengalami stroke ringan. Di waktu yang bersamaan, Ash "membela" Satine sampai harus memukuli orang, yang menyebabkan dia dirumahkan dan akhirnya menjadi pengangguran.
Membaca novel setebal 300an halaman ini, jujur saja agak membosankan. Saya sudah skip beberapa fun fact yang ada di dalam novel ini, dan rasanya masih saja terasa lambat. Baik Satine maupun Ash sibuk dengan asumsi di pikiran mereka masing-masing, dan melewatkan kebahagiaan yang mereka cari.
Satine Muchlis dan Ash Risjad tampak sempurna—karier cemerlang, hidup mapan, sukses tanpa cela. Namun di balik itu semua, kesepian begitu menyiksa. Putus asa, mereka rela membayar mahal demi memiliki proper date dan teman bicara. Kontrak tertulis dibuat: tanpa perasaan, tanpa ikatan. Tapi hati? Selalu punya aturannya sendiri.
Honestly, it took me a while to write this review—not because I didn’t like Satine, but quite the opposite. One thing’s certain: this might be my new favorite novel by Ika Natassa!
Dari halaman pertama, novel ini langsung mencuri perhatianku. Meski dipertemukan lewat dating agency, hubungan Satine dan Ash tumbuh perlahan—natural, tapi kuat. Mungkin begini ya, dinamika hubungan di usia late 30s? Manis, realistis, penuh pertimbangan. Tak ada romansa impulsif, hanya dua hati yang ingin percaya lagi meski takut melangkah.
Karakterisasi Satine dan Ash menjadi daya tarik utama novel ini. Satine tampak mandiri dan ambisius, tapi di balik itu, dia hanyalah perempuan biasa yang ingin dicintai. Sementara Ash?A nerdy guy with a bubbly demeanor, but carries deep scars inside. Interaksi mereka terasa autentik—bukan sekadar flirting, setiap percakapan terasa penuh makna yang sering kali membuatku merenung. But that’s exactly what makes their relationship special. After all, they just two lost souls finding solace and fill the void in one another. Tapi ya, kadang bikin gregetan juga! Mereka sering terjebak dalam kontemplasi diri, takut melangkah, dan yang paling bikin emosi—komunikasi aja susah banget!😩🔥
Melalui dual POV Satine dan Ash, pembaca diajak menyelami isi kepala mereka—kesepian yang mengakar, trauma masa lalu, dan ketakutan akan penolakan. Pergolakan emosi mereka begitu nyata dan relatable, membuat setiap keputusan yang mereka ambil terasa lebih masuk akal.
Premisnya mungkin bukan yang baru, tapi Kak Ika berhasil mengeksekusinya dengan matang—menggali psikologi karakter dengan mendalam dan menyuguhkan konflik yang kompleks. As always, gaya berceritanya tetap memikat—narasinya ngalir, lugas, dan puitis, dengan dialog yang hidup dan penuh makna. Banyak kalimat yang membuatku berhenti sejenak untuk mencerna, bahkan menandai banyak kutipan karena begitu ngena dan relatable!
Seperti novel Kak Ika lainnya, Satine masih bernapas dalam dunia perbankan, kali ini dipadukan dengan seni. Sepanjang cerita, trivia menarik tentang kedua bidang ini berseliweran—bagi sebagian orang mungkin jadi info dump, tapi buatku justru menambah wawasan. Jujur, banyak obrolan Satine-Ash yang sulit kupahami, dan aku cuma bisa mangut-mangut, tapi justru di situlah daya tariknya—seakan mengintip percakapan dua orang yang begitu mencintai dunianya. Ditambah analogi tajam dan dialog penuh makna khas Kak Ika, interaksi mereka semakin berkesan.
Alur maju-mundur dengan medium pace membuat novel ini cukup page-turner. Sayangnya, bagian akhirnya sedikit terburu-buru. Resolusi konflik, terutama dari sisi Ash, punya potensi untuk lebih dieksplorasi. I want Ash to heal the wounds he's been carrying.
In all, Satine is a must-read!❤️🔥 Ika Natassa's done it again—raising the bar with every novel she writes. And Satine? Feels like her magnum opus. Reading this novel felt like diving into my own story—different story, same emotions. Because loneliness is universal—it spares no one. And who knows? Mungkin kita semua pernah, atau sedang merasakan kesepian itu.
udah eyeing this book for three months dan akhirnya fuck it lets go - selesai sehari karena seru bgt? oh tidak. KARENA INFO DUMPINGNYA BIKIN GWEH MUAKKKKKKKK OMG I NEED DRAMA I WANT ROMANCE BETWEEN THESE TWO SICKFUCK LONELY LATE 30S WITH THEIR LOUD THINKING!!!!! BUT WHAT DO I GET? Yesssss those scrubby one page info from vangogh or history of arts of somewhat already ded painter, those artsy commentary from another jaksel who makes visiting ashta in a weekend as their personality
ngomong lu berdua bjir!!!! komunikasi!!!!
i thought u guys are having romcom cute agreement like Kavinsky and LaraJean!!! but what dudeeee u guys just a messssssss. go use whatsapp and talk each other! oh u busy? share those gmeet and talk omg why why Ika you getting more snobbish with those infos omg i praise you and you failed us as a reader
gapapa kak Ika i still love u maybe this one just not my glass of white wine 😩😩😩😡😡😡
Akhirnya kak Ika Natassa terbitin buku lagi dan aku puas sama Satine!! 🤩🫵🏻
‧˚₊•┈┈┈┈୨୧┈┈┈┈•‧₊˚⊹
Sesuai judulnya Satine ini ceritain tentang perempuan bernama Satine yang hidup dalam kesepian hingga bermodalkan nekat, dia bertemu dengan lelaki asing bernama Ash. Hubungan mereka pun dimulai dengan keterikatan kontrak di atas kertas lalu kemudian terjadilah peristiwa demi peristiwa yang memperhadapkan mereka pada satu pertanyaan: "Jika semua hal di muka bumi ini diatur oleh takdir, apakah pertemuan dan perpisahan juga harus takluk pada takdir?"
‧˚₊•┈┈┈┈୨୧┈┈┈┈•‧₊˚⊹
Wah ini sih buku yang padat rasanya, aku selama baca ini bener-bener ngerasain aneka macam emosi. Mulai dari nyengir-nyengir salting sampai misuh-misuh kesel karena konflik-konflik yang dihadirkan di buku ini tuh cukup bikin drained karena gak cuma bahas masalah percintaan yang kompleks di usia 30an tapi juga bahas soal kesehatan fisik dan mental terus bahas masalah dunia kerja dan masalah keluarga juga, makanya aku takjub bener sama 𝗽𝗹𝗼𝘁 yang disuguhi kak Ika kali ini karena padat dan eksekusinya juga mantep banget! 🤩 Aku bener-bener dibikin nahan nafas pas masuk ke konflik puncaknya kayak the tension is so good dan akhirnya bisa bernapas lega pas masuk ke endingnya kayak rasanya tuh masalah hilang dan super heartwarming!✨️
Satine ini termasuk fast paced di aku walau emang sempat bosen di beberapa parts tapi aku masih bisa enjoy the whole book karena banyak banget hal-hal menarik yang dibahas dalam cerita ini, aku nemuin banyak hal-hal yang related sama kehidupanku saat ini dan banyak banget part yang aku highlight saking ngerasa related. 𝗔𝗹𝘂𝗿nya itu maju-mundur dan memang agak tricky di bagian yang ceritain kejadian lampau gitu karena sempat bikin aku bingung tapi gak jadi masalah karena flow alurnya rapi dari awal sampai akhir jadi selama baca rasanya ngalir aja dan gak kerasa aja tiba-tiba udah kelar aja nih buku wkwk🤣
Kalo soal 𝗻𝗮𝗿𝗮𝘀𝗶, aku selalu suka sama narasinya kak Ika karena selalu lugas dan rapi terus juga punya ciri khasnya tersendiri kayak aku suka sama perpaduan bahasa Indonesia dan english-nya 🤩🫶🏻 Narasinya juga turut membangun cerita ini, bikin aku bisa merasakan emosi para tokoh dan membayangkan apa yang tertuang dalam cerita ini karena latar-latarnya dideskripsikan dengan baik melalui narasinya.
Tokoh dan 𝗽𝗲𝗻𝗼𝗸𝗼𝗵𝗮𝗻nya juga aku suka karena aku bisa ngeliat perkembangan karakter mereka sepanjang cerita ini berjalan, baik Satine maupun Ash. Mereka digambarkan sebagai 2 sosok yang kesepian dan proses mereka untuk keluar dari rasa kesepian ataupun masalah mereka itu diceritakan dengan indah oleh kak Ika, aku jujur terenyuh banget sama progress mereka untuk "sembuh" dari masalah mereka🥺 Terus perkembangan hubungan mereka juga indah kayak apa ya, mereka itu made for each others tapi mereka harus berproses dulu supaya mereka bisa sampai ke tahap hubungan yang serius dan proses mereka itu diceritakan dengan baik, drained dan heartwarming pokoknya!✨️ Selain Satine dan Ash, tokoh-tokoh sampingan juga menarik perhatianku seperti keluarga dan teman-teman mereka yang memberikan warna ke cerita ini, porsi mereka pun pas banget! Super love 🫶🏻
And lastly dan paling penting, aku ambil suatu 𝗽𝗲𝗹𝗮𝗷𝗮𝗿𝗮𝗻 berharga dari buku ini. Kita semua pasti pernah ada di fase kesepian tapi yang bisa membawa kita keluar dari rasa kesepian itu adalah diri kita sendiri dan percayalah kalo suatu hari nanti, kita akan menemukan kebahagiaan kita karena bahagia itu pilihan dan pilihan itu ada di diri kita. Kesepian atau bahagia itu pilihan ya ges 🥺❤️
Overall, it's a great romance book dan aku suka! 🫶🏻 kalo kalian cari bacaan romance yang bahas tentang kesepian dan cara merayakan kesepian, this book definitely for you!✨️
Satine, wanita karier berumur 37 tahun yang hari-harinya hanya dipenuhi dengan kerja, kerja, dan kerja. Tak heran kariernya pun terus melejit. Orang-orang selalu memuji Satine, banyak perempuan ingin menjadi sesempurna dia! Namun di mata ibunya, selalu ada yang kurang dari seorang Satine. Dia mulai merasa kesepian dan menginginkan kencan yang layak.
Begitu juga dengan Ash yang selalu sibuk kerja dan kadang mengunjungi museum di waktu longgar. Dia mulai merasa kesepian dan butuh teman ngobrol. Keduanya lalu"dipasangkan" oleh Bespoke, agensi pencari pasangan yang menjaga privasi. Namun apakah mereka benar-benar cocok? Akankah kencan itu berjalan lancar? Akan sejauh mana hubungan mereka?
💗💗💗 Baca review buku lainnya di IG ku @tika_nia
Membaca novel ini membuatku mendapatkan gambaran tentang kompleksitas perasaan dan pikiran manusia. Juga tentang cinta yang begitu rumit tapi juga sederhana. Tentang jatuh hati dan patah hati yang bisa terjadi pada siapa saja. Bahkan di usia menjelang 40 tahun pun, kita masih terus bertanya-tanya tentang cinta!
Novel ini ditulis dari 2 POV: Satine dan Ash. Selain tentang cinta, mereka juga belajar berdamai dengan masa lalunya. Sebuah pelajaran yang sangat sulit! Bagaimanapun juga kehidupan manusia dipengaruhi oleh hal dan ingatan di masa lalu. Luka masa kecil tak kan sembuh dengan sendirinya. Lalu bagaimana cara mereka berdamai dengan masa lalu?
💖💖💖 Gaya bahasanya ringan, namun konfliknya cukup berat. Bahkan pada banyak bagian aku perlu merenungkan banyak hal. Sebuah novel yang tidak bisa dibilang ringan, namun setelah membacanya aku mendapatkan banyak makna 💖 Baca sendiri saja untuk merasakan sensasinya dan memaknainya 😄
From the starting pages, I felt like this book is too relatable, too easy to comprehend, not because of the words or language used but for the experiences, thoughts & feelings.
I don't necessarily have to experience what Satine and Ash experience to imagine & understand exactly how they feel about their circumstances because their situation was quite at the end of the spectrum for me, but I did get the idea. There were moments I felt like I was overwhelmingly Ash before it turned to be Satine.
The last few pages of this book made me realize that humans helplessly choose to act like a know-it-all when it comes to labeling ourselves as a form of defense mechanism from years of trauma. It's a sad truth to act nonchalant just to protect ourselves from the MERE possibility of getting hurt. It's so sad that we have to survive daily when we just want to live.
I think the ending is too abrupt & quite underwhelming to resolve LAYERS of their miscommunication problems. There's also no effort to address or approach one of the main characters years of trauma. I mean, this person just healed like that?
Yes, this book explores loneliness as its main theme, but it also provides a glimpse of mother-daughter relationships, toxic & abusive ones, hustle culture, etc. that we do relate to.
Aaaa gimana yah reviewnya wkwk bingubg. Ini kedua kalinya aku baca karya Ika Natassa. Terakhir kali aku baca Antologi Rasa. Udah lama banget, jaman SMP/SMA gitu lah. Turns out ga suka-suka amat.
Untungnya, aku suka novel Satine ini. Overall oke. Meskipun alurnya cukup slow, ga sampe bikin bosen. Meskipun terkadang agak greget dengan cara mereka berkomunikasi, aku tetep baca sampe abis karena penasaran penyelesaian permasalahan dua orang ini.
Betul sih sebenernya buku ini bisa lebih tipis jika Ash dan Satine berkomunikasi dengan baik dan benar. Tapi paham sih ya mungkin di usia seperti mereka, butuh banyak pertimbangan.
Yah intinya overall oke, aku suka. Review lengkap ditunggu di ig @nge.review yah as always
Jujur agak wattpad trope fake dating/ contract dating versi umur 30an, lara jean and peter kavinsky aja udah kenyang ni cerita begini sebelum lulus sma. Masih penulisan ala ika natassa, tapi character work nya rasanya ga sedalam biasanya? Kenapa yah? Agak kdrama dimana sebenernya masalah ga akan sebanyak ini kalo NGOBROL. Tapi ya namanya juga manusia, sering gak ngobrol terus miskom. Deskripsi tempatnya juga rasanya ga semantep biasanya dehh dulu kalo baca apalagi TAOL tuh suka bgt cara ika natassa menceritakan setting tempat, di buku ini rasanya Jakarta yg diceritakan kurang dalam dan detil? Apa sebagai penduduk Jakarta makanya gue jd berharap lebih? Maju-mundurnya agak aneh jd pas baca ngerasa bingung ini timeline nya gue kelewat dimana. Honestly i thought it couldn’t go lower than heartbreak motel, but it did… sayang sekali…. It’s not bad, it’s just meh. Sayang banget untuk sekaliber penulis ini???
This entire review has been hidden because of spoilers.
Naik turun banget emosi baca novel Satine ini. Selalu merasa tertampar dengan setiap kalimat yang ada. Mungkin karna saya sama dengan Satine. Sama2 kesepian... congrats buat novel barunya kak Ika. Selalu suka sama karya-karyamu. Semoga tidak berhenti menulis. 🫶🏼
Yahh, didalam buku ini kita akan berjalan-jalan ke alam pikirannya Satine dan Ash. Satine, didefinisikan sebagai perempuan independen, umurnya udah 37 tahun, punya temen cuma 2, sisanya rekan kerja. Nggak punya kehidupan selain kerja, jangan tanyakan urusan cinta ke Satine ya! ☺️
Kenal cowok, namanya Ash dari Aplikasi Be , bukan dating apps sih, ini tuh semacam agensi yang jodohin seseorang yang keliatannya cocok gitu. Biro jodoh versi premium gitu lah. Ash, cowok independen juga! sama kayak Satine sih, 11 12, cuma beda kerjaan aja. Sama-sama No-Life untuk urusan cinta dan sebagainya. Jadi, kan udah kayak kembar banget tuh, makanya mereka ngerasa cocok.
Semakin dewasa bikin semua hal terasa semakin sulit. Ngejar pencapaian di kerjaan sampek lupa waktu, lupa diri sendiri. Termasuk soal cinta. Bagi orang-orang dewasa, cinta itu bukan hal yang mudah lagi, bukan sekedar saling tembak-menembak kayak jaman SMA. Ada banyak hal yang jadi pertimbangan. Termasuk hal yang terjadi dalam hidup Satine.
Umur Satine udah nggak lagi muda, terlalu sibuk mengejar karir sampek lupa dia juga butuh cinta dari seseorang. Terlebih, dia punya trauma sendiri terhadap kisah asmaranya di masa lalu, bikin dirinya gak yakin bisa mendapatkan cinta yang seutuhnya.
Kehadiran Ash merubah banyak hal dihidupnya, terlebih lagi dia ngerasa Ash adalah sosok lain dirinya. Sama-sama mengejar karir, sampek kehidupannya sendiri terlupakan.
Tapi, nggak semudah itu! 😀 Kadang ada aja hal yang dipikirin mereka berdua, nggak cocoklah, ngerasa bukan pilihan terbaiklah, atau apapun itu keraguan yang ada didalam diri mereka. JUJUR! Aku sampek capek sendiri bacanya.
Salah satu buku yang draining banget, bukan cerita horor, tapi aku ngerasa sesek tiap baca kalimatnya. Alurnya yang sulit ditebak, pikiran mereka berdua sering berbeda haluan, bikin semuanya makin berantakan. Apalagi mereka sama-sama dewasa umurnya, kadang udah punya pendirian sendiri, jadi emang nurutin egonya masing-masing.
Aku sampek mikir, apa susahnya ya ngomong jujur sama seseorang itu! 😭😭 Komunikasi mereka jelek PARAHH dan itu yang bikin greget BANGEEETT! DAMNNN! Aku pengen berkata kasar 😭 Manis-manisnya dikit banget, HUH!
Tapi, ya ceritanya emang SERU sih buat diikutin, rasanya kayak ikut terjebak diantara dua orang dewasa yang sama-sama ragu, sama-sama kesepian, tapi nggak yakin dengan cinta yang dia dapatkan.
Narasinya juga cakeeep! aduh, kalian kalo udah jatuh cinta sama tulisan Kak Ika Natassa pasti suka banget sama narasinya di novel ini. Menurutku dari novel-novel yang udah aku baca, novel ini paling bagus T___T aku jatuh cinta bangeeet! Huhuhu..
Ya emang kadang, alur perpindahan waktunya itu loh, maju-mundur bikin aku bingung 😭 Jadi, harus fokus deh bacanya, karena kadang tiba-tiba masuk ke masa lalu, terus balik ke masa sekarang, tiba-tiba udah satu bulan, terus 3 bulan. 😭 HAHAH, tapi yaudahlah, aku tetep menikmati ceritanyaa kok.
Buku ini tuh cocok banget, buat kalian yang lagi ngerasa sepi, ngerasa gak worth it buat mencintai dan dicintai. Terlebih lagi, buat seseorang yang umurnya udah cukup dewasa, ditambah dengan berbagai stigma masyarakat yang kadang selalu mempermasalahkan perempuan yang belum menikah.
Bitter. Itu yang saya rasakan sepanjang membaca Satine. Kayak... penuh heartache. Agak self-reflecting juga karena--meskipun saya belum mencapai usia Satine dan Ash--sedikit-banyak saya bisa relate sama pemikiran mereka. Dan hati ini rasanya ikut tersengat dengan kisah dua orang kesepian di tengah kehidupan urban.
Emosi di novel ini sangat intens dengan cara yang... bitter tadi. Dari PoV kedua tokoh utamanya, Satine dan Ash, kita pembaca dibawa untuk ikut merasakan pahitnya hidup--atau lebih tepatnya, pahitnya loneliness di tengah-tengah dunia yang sibuk dan bising. Karakterisasi Satine dan Ash dibuat tepat untuk menggulirkan cerita dengan tema kesepian ini: mereka sama-sama di penghujung usia 30-an, karier di puncak, tidak kekurangan materi sama sekali... tapi hatinya sepi, penuh turbulensi, dan masing-masing tidak paham bahagia seperti apa yang dicari agar bisa mencapai their heart's content.
Dan di saat itulah, keduanya saling menemukan, lewat biro jodoh Bespoke.
Awalnya saya sempat mikir, "Terlalu banyak kebetulan nih" karena beberapa kali kebetulan itu terjadi--ketemu di nasi padang, sekelas di short course di NY, dan Aksara jadi rekan kerja Ash. Lucunya, "kebetulan" itu di-address dalam cerita, jadi nggak kerasa picisan atau gimana-gimana gitu haha.
Tapi yang benar-benar menyedot dari Satine ini adalah segala narasi kedua tokoh utamanya tentang apa yang mereka rasakan dalam hidup. Saya rasa buku ini adalah cara Mbak Ika Natassa berkontemplasi tentang kebahagiaan dan kesepian, pencapaian dan kerinduan, cinta dan luka, juga pencarian jati diri di usia menjelang kepala 4.
Ini adalah salah satu novel lokal dengan penceritaan emosi paling kompleks--sekaligus paling realistis--yang pernah saya baca. Sepertinya memang hanya Mbak Ika Natassa yang bisa menulis novel semacam ini. Yang saya sayangkan cuma satu: agak kebanyakan info dump yang literally kayak lagi baca diktat kuliah seni atau perbankan. Tapi yaa buat pengetahuan baru okelah.
Nggak harus berusia late 30s, nggak harus jomlo, nggak harus punya luka masa lalu. Asalkan pernah merasa kesepian, kita akan bisa relate dengan perasaan Satine (dan Ash). Sendirian memang belum tentu berujung pada (rasa) kesepian, tapi kesepian sudah pasti karena kita merasa nggak punya siapa-siapa. Ya iya, penekanannya pada ‘kita merasa’. Meski kita dikelilingi oleh banyak sahabat, kalau menurut kita mereka bukan orang yang tepat untuk jadi tempat curhat segala topik, ya tumbuh suburlah rasa kesepian itu.
Kemudian kita merasa butuh teman yang lain. Hence dua kalimat di blurb; I just need a proper date dan saya cuma butuh teman bicara.
Di novelnya kali ini, Ika Natassa berhasil tone down. Nggak berapi-api seperti di Heartbreak Motel. Menurutku faktor ini yang bikin Satine lebih enak dinikmati. Nggak kayak Heartbreak Motel yang bacanya bikin capek.
Satine terasa jauh lebih matang. Seolah ditulis saat suasana hati sedang tenang. Plus, setiap narasi dan dialognya sangat beautifully/carefully crafted.
Dari sisi eksekusi, senang sekali menemukan novel dengan tokoh seusia ini. Langsung ingat satu episode di saluran Youtube Raditya Dika ketika ngobrol dengan Dee Lestari. Radit cerita bahwa tokoh di novel terbarunya berusia 40th, Dee dengan senang hati langsung nyamber kurang lebih, “Bagusss… Kita memang kekurangan bacaan dengan tokoh usia dewasa.”
Selain itu, aku ingat di satu kesempatan Ika Natassa pernah bilang bahwa pengalaman dia menulis skenario sangat membantu proses penulisan Satine. I CAN FEEL IT. THE CINEMATIC DESCRIPTION. I’m so happy ketika baca adegan Satine nunggu sopir di depan gedung dalam kondisi gerimis. Sangat well-written. Bahkan sejujurnya, dari bab pertama pun aku bisa merasa tulisan di novel ini sangat bergaya skenario.
Akhirnya aku bisa bilang bahwa aku nemu lagi nikmatnya baca karya Ika Natassa setelah Antologi Rasa, AVYW, dan Divortiare.
Menggunakan sudut padat 2 orang bergantian antara Satine dan Ash. Kadang bingung dg alur cerita karena bolak balik sudut pandang, dan timeline yang maju mundur. Beberapa bagian merasa relate dg diri sendiri, In my 30's, ternyata masalah nasional ya. Tapi untuk menerapkan penyelesaiannya ke masalahku agak ga make sense. Lol. Over all, good reads lah.
People said, baca buku fiksi adalah untuk membangun empati. but sorry to say, aku sama sekali tidak berempati dengan dua tokoh utama, Satine dan Ash. Dua orang dewasa menuju 40 tahun, tapi tidak dewasa sama sekali. Mereka punya duit, punya jabatan, fisik cakep, kemudian dipertemukan oleh dating agency. Ada ketertarikan dan saling nyaman, tapi diperumit dengan sebuah kontrak yang menurutku nggak penting. Kenapa sih nggak dinikmati aja hubungannya. Enjoy the life, guys. Yang bikin sebel adalah konfliknya itu cuma ada di pikiran-pikiran mereka sendiri. Ribet. They should have better communication. Seorang direktur dan konsultan, tapi ngobrol perkara "gue sayang elo" aja susah amat. I've been fan of Kak Ika's books. Tapi entah seleraku yang mungkin berubah, atau usiaku yang udah mid 30s dan nggak suka ribet, semenjak Heartbreak Motel, bukunya nggak page-turning kayak sebelumnya lagi.
gue mau baca BUKU bukan baca naskah film gagal👎 20% gue sabar, jalan 50% buku bener2 murka. too stupid, gue kayak gak diikutsertakan dalam cerita? dua tokoh yang cuma asik sendiri satu sama lain dengan dialog cringe yang jujur gue gakuat juga sihh. mungkin ini cuma gue doang, tapi this kind of writing emang bikin gue mual mampus sih😭😭
Di jantung kota yang bergerak tanpa henti, dua manusia bertemu melalui aplikasi dating premium bernama Bespoke.
Satine dan Ash berusaha berkenalan setelah wawancara panjang yang membuat mereka match.
"Menyedihkan ya, mau kencan aja harus bayar agency." - Satine
"Apa kabar saya? Mau punya teman ngobrol aja harus bayar agency." - Ash
Satine ingin dating yang proper. Sedangkan Ash butuh teman bicara yang bisa diajak diskusi apapun.
Satine menyibukkan diri dengan bekerja sebagai direktur bank. Ia menenggelamkan dirinya dalam pekerjaan karena hanya itu yang membuatnya bahagia.
Tak ada kesepian yang menghujam, selagi Satine tenggelam dalam pekerjaannya.
Setiap waktu dan tenaga yang ia habiskan untuk pekerjaannya akan membuatnya merasa berharga dan dibutuhkan.
Sayangnya, cinta tak pernah singgah dalam hidupnya. Seolah kata bahagia untuk Satine tak bisa tersemat, jika ia berurusan dengan cinta.
Ash tumbuh dewasa dengan luka masa lalunya yang ia pendam tentang keluarganya.
Ash butuh teman bicara agar hidupnya kembali bermakna. Ia menemukan sosok orang yang bisa diajak bercerita pada diri Satine.
Satine dan Ash berjanji untuk saling berkomunikasi dan terhubung.
Menjadi teman bicara agar mereka tidak semakin tenggelam dalam kehidupan yang monoton. Bekerja terus menerus tanpa henti.
Tetapi bagaimana mungkin dua manusia dewasa tak akan terbawa oleh perasaan, jika berurusan dengan cinta?
Sayangnya, setelah beberapa bulan berlalu, ada kejadian tak terduga yang membuat keduanya merasa perlu berhenti saling bertukar kabar.
Lalu, bagaimana akhir kisahnya?
***
Ika Natassa dengan kepiawaiannya merangkai kata, menghidupkan kesepian dalam bentuk yang paling nyata.
Setiap halaman dalam novel Satine terasa seperti cermin, memantulkan sisi-sisi diri yang sering kali diabaikan.
Ika Natassa menuliskan kegelisahan orang-orang dewasa yang larut dalam ambisi, yang terlupa bahwa dalam kesibukan, mereka sesungguhnya hanya melarikan diri dari sunyi yang mereka takuti.
Buku romance ini akan mengajak pembaca untuk merenungkan makna bahagia dalam kesunyian.
Kesepian yang dirasakan orang dewasa usia 30 tahunan sering membuat mereka tak menemukan tempat untuk bercerita. Padahal menjadi manusia normal dengan kehidupan sosial itu juga ingin dirasakan Satine dan Ash.
Bahasa dalam novel ini mengalir, sesekali sendu, sesekali menusuk kalbu. Dialog-dialognya padat, narasinya membuat aku semakin terkesima.
Kisah Ash dan Satine terasa nyata dan dekat dengan keseharian single usia 30 tahunan. Manusia yang serasa semakin susah menemukan teman bicara.
Satine dan Ash bukan karakter yang sempurna, tetapi justru di sanalah letak pesonanya.
Mereka berbuat kesalahan, mereka mengambil keputusan yang tidak selalu benar.
Aku diajak memahami bahwa kebahagiaan tak selalu berarti memiliki, dan cinta kadang berarti melepaskan.
Akhir kisah mereka serasa seperti menemukan rasa ikhlas dalam kehidupan yang tak selalu mudah
Tidak ada jawaban pasti tentang siapa yang benar dan siapa yang salah.
Hanya ada Satine, hanya ada Ash, dan hanya ada perjalanan yang mengantarkan mereka pada apa yang seharusnya.
Sebab dalam kesepian, dalam kehilangan, kita sering kali justru menemukan diri sendiri.
"Semuanya datang dan pergi termasuk perasaan. Sama seperti bahagiamu, sakitmu ini tidak abadi. Suatu hari nanti, kau akan jatuh cinta lagi pada suatu hal. Pada seseorang. Suatu hari nanti, semuanya ini akan jadi kenangan dan itu cukup. Ini semua akan jadi kepingan masa lalu dan itu cukup." (hlm. 321)
Ash dan Satine menemukan jalan untuk kembali pulang pada jiwa yang rindu kedamaian.
Novel ini serasa menyentil jiwa single and happy kiyowoku. Rasanya seperti ditemani seorang teman yang tahu bahwa hidup kita itu terlalu berharga untuk dinikmati mengejar ambisi.
Perempuan independen pasti related dengan perasaan-perasaan yang dirasakan Satine.
"Satu-satunya cara agar tidak tersakiti, katanya, adalah dengan menerima kenyataan. Bahwa yang dimau tidak selalu akan didapat."
Membaca buku ini membuat aku makin yakin bahwa isi kepala manusia adalah hal yang paling berisik karena ia mengkhawatirkan banyak hal dalam pikirannya.
Kesepian-kesepian, kenangan, impian, trauma, overthinking, semua terekam dalam isi kepala.
Dan semakin banyak hal yang dipikirkan, manusia akan semakin merasakan sunyi. Seperti Satine yang merayakan sunyi dalam dirinya dengan bekerja terus tanpa henti dan menikmati lukisan untuk mengenang sepi.
Satine bercerita tentang seorang wanita banker super duper sukses di 30s dia, tetapi di balik itu semua dia merasa well... "hampa". Lalu dia bertemu di BeSpoke dengan Ash, konsultan, yang kesepian dan butuh teman mengobrol.
Let's start with the positive review first. I would like to thank kak Ika for Ash's character, he is written and portrayed really well despite some irony I found throughout reading it. Karakter Ash, yang masih berusaha sembuh dari trauma yang Bapaknya ciptakan, digambarkan dengan sedemikian rupa baiknya, it really did saved it. Now, surprisingly, di antara semua bagian dimana Satine dan Ash bersama, gue lebih enjoy dan feel chapter2 saat mereka awal berpisah, pun chapter dimana mereka menavigasi masa lalu dan inner child mereka sendiri. Satine dengan Maman, Ash dengan dirinya. I felt it, really.
Now for raw ones. Begini, somehow I didn't really feel the chemistry between Ash and Satine...? I feel like it seems too quick, until Satine said she's known him for one year, then maybe the time skip narration didn't really works that well, especially buku ini first person POV. Di awal Ash bilang Satine "looks like a painting" sounds kindaaaaa ehhh, maybe there are actually people out there who felt that way in first meeting. Oh, and then, I despise them in a way cause they just don't know how to talk. Gue mempertanyakan sedikit banyak, begini, mereka lost contact karena Satine masih trauma dengan hubungan sebelumnya. How I really do wish kak Ika highlights more about how she really felt with Aksara, especially when they part ways. Dari situ gua dan pembaca lainnya pasti lebih bisa memahami apa yang Satine rasa dan trauma yang dia bawa karena satu lelaki itu. Idk maybe add another rewind to their broke up and stuff. Nah, Satine minta lost contact bukan karena dia nggak suka Ash, tapi karena dia belum siap. I'm trying to understand that she's an avoidant despite how badly sure I am everything could've been solved if only they're able to talk. Years of mother issue and daddy issue probably played a part too. Alas, I just can't believe that people really lack of way to solve problems, instead of all the other options Satine chose to abuse her body.
So, Ash, dia memperhatikan Satine dari jauh, kan? Selama mereka lost contact, he saw her everything even her meeting with Aksara. Which pisses me off. Tapi, barangkali karena dari awal gue masih kurang dapat chemistry mereka, idk it felt too fast??? Gue baru bersedia enjoy setelah Satine mention mereka udah kenal setahun, that's when I kind of reassured myself that, oh it's not too quick-anyways, gue ngerasa kurang natural aja.
More of it, Ash and Satine loves analogy. Ash uses painting as a way, Satine uses her own. Tapi jujur, kadang terlalu banyak dan panjang, jatuhnya unnecessary dan yapping. Terkadang juga agak... forced? Di satu sisi, kalau nggak berlebihan, di beberapa momen ini juga hal yang menyenangkan untuk dibaca karena gue banyak dapet pandangan baru soal seni dan cara penulisan yang menarik. :)
Naaaah, iniii yang gueeee gregeeeet. After their last meeting, Emma told Satine about Ash's disappearance and mereka diceritakan kayak orang sinting kmn2 demi cari dia. Lalu, there goes their first meeting. AND it could've been so so so so soooo much more apa ya... ngefeel? It could have been enhanced so much more as we know kak Ika is an amazing writer.
Last, the ending. Begini... I thought Ash would take his time to heal first for a few years before he met Satine again as a better version of himself, someone who knows he will never turn out like his father. Yes, it is NOT Ash's fault at all and his dad never ever defined him. But I feel like it is kind of dangerous for their relationship considering how deep down Ash STILL believes that a part of him IS his father.
Above all anddd beyond, I appreciate the cover, a lot. This is literally one of the prettiest cover that I've seen, legit. Also, I adore many sayings I read here, too, a lot of analogies that I highlighted every time I read. What Ash said; "Seni itu adil." is one of my favorite and is something that must be appreciated. Satine's relationship with Maman and her brother, Ash's ways to prove himself. The office dynamic, the conversations with client and friends about their job, is explained well and nice. Thank you for this book, kak Ika.
Ps) I am more than excited to read an Ika Natassa's book where the character is not a rich metropolitan banker pleeaaase please please
Ada yang bilang hidup yang tertata sempurna ibarat makanan yang dikemas rapi. Semuanya tersusun pada tempatnya, cantik. Lalu, tanpa disangka terjadilah satu peristiwa, kemasan itu tersenggol, dan isinya berserakan di lantai. ——————————————————————- Itulah cuplikan blurb buku ke-11 Ika Natassa yang desain covernya paling minimalis, so far: buku berwarna dasar merah muda dengan sebuah box makanan kecil bertuliskan ‘Satine’.
Sesuai ilustrasi dan blurb, buku ini bercerita tentang Satine; seorang wanita berusia 30an, dengan karir cemerlang namun merasa kesepian. Hidupnya ibarat makanan yang dikemas rapi, tiba - tiba ‘tersenggol’ dan isinya berserakan sejak bertemu seorang pria; yang juga kesepian, bernama Ash berkat biro jodoh premium.
Kesan pertamaku membaca Satine, aku senang ini pertama kalinya aku relate dengan kedua tokoh utama di buku Ika Natassa.
Kadang merasa Satine banget. Kadang merasa Ash banget.
Perasaan relate itu yang membuat aku berempati dengan kedua manusia yang pikirannya riuh ini. Paham betul mengapa tokoh ini berbuat demikian. Paham rasanya butuh didampingi, butuh teman bicara, sakit hati, sampai post power syndrome.
As the page turned, their story grows on me.
Pengalaman membaca Satine buatku menyenangkan. Alurnya maju-mundur; tiba-tiba flashback, maju, mundur lagi, maju lagi, semua bisa dalam satu waktu.
Meskipun begitu, sudah terlatih baca alur maju-mundur sejak Heartbreak Motel, ternyata ga menjamin aku mudah mencerna Satine. Jujur, buku Satine ini challenging; in a good way. Bisa jadi karena ada dua kepala yang berbicara.
Karena plot yang menantang inilah, pertama kalinya aku menulis ringkasan sambil membaca buku. Menerka-nerka garis waktu momen pahit-manis kedua tokoh utama per bab, ternyata menyenangkan juga.
Selain itu, trivia khas Ika Natassa yg dibagikan di tiap bab nya terlalu menarik untuk dilewatkan. Mulai dari trivia perbankan, lukisan, film, sampai Perjanjian Paris pun ada di buku ini. Memang, membaca karya Ika Natassa itu bukan hanya melatih rasa, tapi juga menambah pengetahuan 😀
Setelah menamatkannya, ada 2 hal yang sedikit mengurangi bintangku untuk buku Satine; 1. In need of (more?) Proofreader Akibat baca sambil nulis poin - poin per bab, aku justru menemukan hal - hal detail yg agak mengganjal seperti nomor pasal yang dilanggar Ash, nama karakter di Bajaj Bajuri, dan yang buatku termenung lama itu…. misteri si Gemini 11 Juni. Aku beneran kepikiran si gemini ini; sahaa ieu teeehhh? Yaudahlah hahahaha
2. Ending Bahkan beberapa hari setelah membacanya, aku masih berharap ceritanya gak berakhir begitu saja. Maaf, endingnya seperti ngejar durasi gak boleh lebih dari 300an halaman.
Aku tahu judul buku ini “Satine”, jadi seharusnya memang lebih banyak menceritakan Satine. Tapiiii aku merasa, Ika Natassa tidak adil ke sosok Ash. Aku berharap Ash ini lebih banyak bercerita tentang perasaannya sendiri. Sama banyaknya seperti Satine.
Tapi lagiii… I’m happy for Satine & Ash. For them finding each other.
I also enjoy reading Satine so much, even the acknowledgment part. Bisa dibilang, ini bagian acknowledgment buku Kak Ika yang paling berkesan buatku. When I read that part, I felt like Kak Ika could see through me and wrote down every single word I’d never say to anyone.
Setelah baca acknowledgment, aku jd mau peluk Kak Ika 🥺
I’m that 30% of people Ash talked about. Sometimes I seem quiet and calm, but my mind is busy talking, crowded like traffic on Monday morning. Some days I feel like disconnected, but then I forced myself to blend in so I could continue living. An open hand means the world to me. Di novel Satine, pesan ini tersampaikan sekali. Aku suka.
Lastly, I would reccomend this novel to anyone who ever feels lonely, disconnected, detached…. allienated. May us find the place we truly belong 🤍😊