Tanpa Rencana merupakan karya antologi Dee yang keempat. Tajuk antologi ini dipilih untuk menggambarkan proses kreatif unik Dee saat menuliskan karya-karya di dalamnya. Dee menggarap ide-ide yang tebersit spontan, tak jarang ditulis sekali jadi. Kendati demikian, 18 cerita dalam Tanpa Rencana begitu kaya akan makna dan diperkuat impresinya oleh ilustrasi di halaman-halamannya. Berbagai perenungan mendalam tentang hidup, kematian, kehilangan, penerimaan, dan spiritualitas, kembali berhasil diolah Dee menjadi cerita pendek serta puisi naratif yang renyah, lincah, sekaligus menyentuh.
Dee Lestari, is one of the bestselling and critically acclaimed writers in Indonesia. Born in January 20, 1976, she began her debut with a serial novel: Supernova in 2001. Supernova’s first episode, Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh (The Knight, The Princess, and The Falling Star), was sold phenomenally, achieving a cult status among Indonesian young readers. She has published four other episodes: Akar (The Root), Petir (The Lightning), Partikel(The Particle), and Gelombang (The Wave). Aside of the Supernova series, Dee has also published a novel titled Perahu Kertas (Paper Boat), and three anthologies: Filosofi Kopi (Coffee’s Philosophy), Madre, and Rectoverso — a unique hybrid of music and literature. Dee also has an extensive music career, producing four albums with her former vocal trio, and two solo albums. She has been writing songs for renowned Indonesian artists. Perahu Kertas (Paper Boat) was turned into a movie in 2009, marking Dee’s debut as a screenplay writer. The movie became one of the national's block busters. Following the same path, Madre, Filosofi Kopi, Madre, and Supernova KPBJ, were made into movies. In February 2016, Dee released the final episode of Supernova, Inteligensi Embun Pagi (Intelligence of the Morning Dew). All Dee’s books are published by Bentang Pustaka.
Dari 18 tulisan di sini, yang benar-benar saya sukai hanyalah kisah-kisah pendek yang bercerita. Sebagian besar goresan-goresan indah susah diinterpretasikan—maaf, Dee—karena tidak semuanya saya pahami. Sebagiannya lagi memadai dan tidak, namun hanya untuk kebutuhan masturbasi saja dengan kenikmatan sesaat tanpa keberlanjutan yang berarti.
Oke, berikutnya saya mau bahas yang menggugah hati saya saja. Yang bener-bener bikin saya keranjingan baca saking senangnya sama kisah tersebut walau hanya sepenggal. Dua judul yang saya sebutkan di bawah sungguh cocok dengan seleraku. Sementara yang satunya lagi karena bikin saya merenung. Kuberharap mereka (yang kusebut pertama dan terakhir) dapat hidup dalam sebuah buku tersendiri, nggak numpang bersama kisah lain karena keterbatasan tempat, soalnya bener-bener menarik untuk dikisahkan lebih lanjut.
Surat Cinta di Botol Kaca—saat tahu usia tokohnya saya berdecak kagum. Seorang pria lima puluh satu tahun & seorang wanita lima puluh tahun. Sudah begitu, prianya masih sangat gesit mencari jodoh (dan “mainan”, mungkin?) di usia emasnya itu. Yang bikin melongo, ia masih aktif menebar pesona di aplikasi dating app yang fenomenal, yaitu Tinder. Sementara itu, sang wanita yang juga mendekati paruh baya akhir menantikan botol beling berisikan surat cinta. Sungguh konyol, kan? Cara klasik untuk menemukan cinta yang sepertinya tidak akan terjadi. Mereka berdua sahabatan, sudah saling nyaman akan satu sama lain. Sudah sering liburan berdua, tidur bareng dalam satu kasur, dan dikira pasangan tapi tak pernah berhubungan intim. Banyak dialog mereka yang menggetarkan gelak tawaku yang sulit keluar di permukan akhir-akhir ini, Dee berhasil menyajikan humor melalui kisah mereka. Memang receh, tapi sebagiannya ada makna mendalam. Ending-nya? Ketebak. Saya kira pembaca yang lain juga merasakan hal yang sama. Namun, saya tetap mencintai kisah mereka, ada rasa “butterfly in the stomach” gitu.
48 yang kelihatannya sebagai suatu angka yang biasa-biasa juga memantik penasaranku. Ternyata Dee bercerita tentang ringkasan hidupnya. Buat saya, yang bikin spesial—yang diulangi oleh Dee—adalah angka ini tidak istimewa: bukan angka ganda, tak ada gelar monumental yang terkandung, tidak bulat (berkelipatan 10), dan biasa aja. Ini cuma sekadar checkpoint biasa, tapi membuatku merenungi juga apa yang telah saya lakukan di usia saya yang genap di 30 tahun ini. Refleksi Dee sampai di benakku walau sekenanya saja.
Ada pun kisah lain yang kusukai yaitu penutup dari buku ini. Siapa yang menyangka Dee akan membahas Transendensi Ampas Insani (disingkat TAI) dengan begitu filosofis yang begitu dalam tapi juga lucu? Saya sampai membayangkan di suatu pagi Dee mulas dan meditasi di kamar mandi lalu memutuskan taik bakalan menjadi bahan cerita yang bagus. Dan ternyata… memang bagus! Masuk akal pula. Mengenai alasannya, ada dijelasin lima prinsip & lima As dari Meditasi TAI. Kesemuanya kocak-kocak, aku teriak berdiri di atas kasur karena tersentil dengan semua teori yang sekilas memang kedengarannya receh tapi make sense, kok.
Anyway, Dee pernah berkata di sebuah talkshow bahwa ide-idenya biasanya muncul di momen-momen yang biasa aja. Nggak selalu diagendakan khusus dengan bepergian ke suatu tempat atau yang lainnya. Begitupun Tanpa Rencana ini. Saya jadi mikir, kita juga bisa seperti Dee lho, yang memulai suatu hal—apa pun itu, mau nulis, jualan, berkarya—tidak mesti lahir dari momen yang direncanakan. Ide yang terlintas begitu saja di kala rebahan nyambi order Gofood bisa jadi cemerlang. Intinya, tidak ada kata terlambat atau momennya nggak tepat.
Oh ya, sebagai penutup, buku ini cukup oke. Ada beberapa tulisan yang menggerakkan hatiku, seperti Temu & Power Rangers dan kedua cerita di atas. Ada juga yang bikin hati terkopek-kopek mengharukan. Sebagian besarnya justru berasa kosong, lewat sekelebat saja; nggak mengundangku untuk berpikir lebih dalam memaknai tulisan tersebut. Saya rasa cukup fair bahwa nggak semua tulisan perlu dicerna sama saya, karena masing-masing dari itu akan menemukan hatinya dari para pembaca yang lain.
Menurutku, hanya ada 3 cerpen dan 1 tulisan pendek yang mencuri perhatian. Sisanya? Sekadar tulisan yang rasanya lebih cocok untuk dijadikan sarana menulis kala senggang atau latihan menulis seperti yang biasa kamu dapat ketika blog walking. Zaman sekarang masih ada yang kayak begini nggak sih?
Juaranya? Surat Cinta di Botol Kaca dan Temu & Power Rangers.
Sementara itu, alangkah bahagia ketika membaca The Supernova Lounge yang bikin aku happy karena dikasih fakta soal akan ada... yah baca aja deh!
Asam & Garam dan TAI lumayanlah.
Kalau tulisan pendek, personal aku suka Bapak, Aku Mencoba.
Dee Lestari did it again! Agak bias emang, karena beliau adalah salah satu penulis favorit sekaligus penulis yang karyanya sudah pasti aku baca. Terlepas kaya gimana rupanya. Contohnya antologi Tanpa Rencana ini. Isinya ada yang menghangatkan hati, membuat berpikir dengan nilai filosofisnya, ada yang bikin ngakak, ada yang bikin jatuh cinta dan sebagainya.
Pokoknya menyenangkan banget baca buku ini. Dari 18 antologi, ada 7 yang jadi personal favorites aku: 1. Asam Garam 2. Tanpa Banyak Pilihan 3. The Supernova Lounge 4. Surat Cinta di Botol Kaca 5. Temu & Power Rangers 6. Doa Orang Sulit Percaya 7. Transendensi Ampas Insani
Kapan lagi baca buku tentang "taik" bisa se-fun dan se-filosofis ini? Hahaha... Cuma di buku karya Dee Lestari.
Karena judul buku ini 'Tanpa Rencana' dan sejak awal diceritakan bahwa proses kreatifnya cukup eksperimental, saya juga membacanya 'Tanpa Ekspektasi'. Ternyata buat saya, menyenangkan sekali. Ibu Suri Dee Lestari memang penulis yang versatile. Di buku ini terdapat 18 tulisan dengan berbagai style, mulai dari cerpen romantis sampai surat kepada seorang pemandu wisata, bahkan ada cerita yang isinya reuni karakter seri 'Supernova'.
Sebagai penggemar romansa, tulisan favorit saya tentu saja 'Surat Cinta dalam Botol Kaca' yang menceritakan kisah sepasang sahabat. Sebagai sebuah buku kumpulan cerita, saya pikir tepat menempatkan 'Asam Garam' sebagai pembuka yang serius dan syahdu, lalu ditutup dengan satir jenaka berjudul 'Transedensi Ampas Insani', yang sesuai dengan isinya, jika disingkat menjadi 'TAI'. 😂
Quote favorit saya ada 2: "Punya anak itu kaya komunisme. Bagus secara konsep. Tapi, implementasinya sulit."
dan
"Sudah dua 'Bung' terucap. Biasanya, di sinilah kerumitan mulai terjadi: Ketika ada dua Bung berdialog."
LMAO 😂
Page turner yang menyenangkan, patut dicoba buat yang lagi reading slump 👍🏼
Tidak banyak penulis yang pandai menciptakan hubungan emosional dengan pembacanya, sampai-sampai pembaca dipaksa peduli untuk mencerna sederet tulisan yang berangkat dari spontanitas belaka. Masalahnya, sebagai pembaca yang malas menyusun “rencana” ingin membaca apa, saya cenderung percaya kalau konsep ide “tanpa rencana” bisa menghasilkan narasi liar dan luar biasa, apalagi kalau dihasilkan dari tangan dingin seorang Dee Lestari.
Dalam kumpulan tulisannya kali ini—setelah Filosofi Kopi, Rectoverso, dan Madre—Dee kembali mengemas pelbagai tema sederhana dengan pendekatan yang filosofis. Mulai dari prosa liris hingga cerita panjang kontemplatif, pun dari kisah yang terlalu personal sampai yang melahirkan kegetiran komunal.
Beberapa cerpen, saya pikir, memang berangkat dari ide menarik sekaligus ditulis dengan riset sangat serius, sehingga berhasil mengendap cukup lama dalam pikiran saya yang pendek. Namun, beberapa puisi dan prosa ringkas, walau tak jarang cukup menyentuh, justru terasa seperti penambal halaman saja.
Dengan pengalaman membaca yang naik-turun, saya putuskan judul-judul berikut yang jadi favorit saya: – Asam Garam – Surat Cinta di Botol Kaca – Transendensi Ampas Insani
Sebuah hadiah bagi para pembaca setia Dee Lestari. Beberapa orang mengatakan bahwa antologi ini adalah hadiah untuk mereka yang sudah mengenal dan mencintai karya Dee. Sebuah antologi yang tampil puitis dan penuh kejenakaan, mencerminkan kehilangan mendalam atas orang-orang terkasih dalam hidupnya, serta pertanyaan dan renungan yang dihadapi seseorang menjelang 50 tahun di dunia ini. Seperti kesan pertama saat memandang sampulnya, klasik.
Setiap cerita dalam antologi ini disampaikan dengan kepiawaian bercerita yang rapi dan terstruktur; khas, cerdas, dan sarat dengan metafora juga rujukan pada karya-karyanya sebelumnya (lihat The Supernova Lounge). Kamu kangen cerita romansa yang matang (Surat Cinta di Botol Kaca), momen fever dream dan krisis eksitensial (Doa Orang Sulit Percaya; Mesin Waktu), serta kisah-kisah pribadinya tentang melepaskan (Asam Garam; Aku Perlu Tahu; Bapak Aku Mencoba), semua ada. Dee menyentuh berbagai tema yang intens seperti kasih sayang dalam keluarga disfungsi, spiritualitas, dan caranya merangkul rasa kehilangan dengan kerapuhan yang tak bisa disangkal. Semua itu dituangkan seperti air mata yang mengalir, dan sesuai judulnya, hadir Tanpa Rencana. Meski, jika mendengar langsung darinya, sejak embrio hingga bulan dan lokasi peluncurannya, semuanya ternyata sudah begitu terencana, di sinilah letak keajaiban Dee Lestari.
Dengan gaya penulisan yang akan membuat kita kembali membuka KBBI dan menguji lagi pengetahuan geografi yang mungkin sudah usang, antologi ini adalah sebuah karya yang sangat berkesan. Namun, harus diakui bahwa antologi ini lebih bersifat personal ketimbang menunjukkan kematangan tulisan seperti karya-karya sebelumnya. Seakan Dee memang perlu menumpahkannya sebagai bagian dari proses menyelesaikan masa dalam hidup. Anggaplah, ini seperti mengintip ke dalam buku harian Ibu Suri. Saya terharu, juga merasa terhormat.
Antologi ini menjadi pemuas rindu bagi para pembaca yang menantikan kabar dari sekuel karya-karya cult-nya; entah kita yang termasuk “Komunitas Supernova,” yang mereka yang masih berharap kelanjutan Aroma Karsa, atau bahkan yang merindukan karya lirik dari perjalanannya sebagai penyanyi dan musisi.
Terima kasih sudah membagi kabar baik di tengah banyaknya hal yang menyesakkan dalam hari-hari belakangan ini, ya, Mba Dee.
Bukan cuma penulisnya yang bisa bikin buku Tanpa Rencana, akulah pembaca yang tanpa rencana beli buku baru, tiba2 ikut PO di hari terakhir🫠 and I'm glad I did. Ini kyknya buku Bu Suri pertama yang signed (dari semua yang aku punya).
Tanpa Rencana was a rollercoaster read. Kadang dibikin pilu, kadang heartwarming, kadang ngekek, pokoknya campur aduk. It speaks a lot more vulnerability side that what I've ever read. Bukunya jujur blak-blakan bgt. Tapi cerpen2nya aku suka!!!! Mostly berakhir heartwarming 🥺 Adam Garam ngasih sensasi penasaran dan lega, Temu bikin hati nyaman bgt walaupun penuh perjuangan, Tentang Jakarta juga sangat sangat relatable. Apalagi diakhiri dengan TAI 👍🏾👍🏾👍🏾👍🏾 (pun intended)
Talking about the Supernova Lounge.... PLEASE DONT PLAY WITH MY FEELINGS Suka bgt bgt bgt I didn't expect it to be out that way😭 I literally screamed wtf was that (affectionate)
Salah satu highlight lain di buku ini adalah eksplorasi dan ekspresi duka dan kehilangan. It felt very personal and touching. I might not in her shoes, but I can feel it.
All and all, buku ini kurekomendasikan untuk dibaca. Bisa dihabiskan sekali duduk atau diselang beberapa hari, dinikmati sambil menyeruput teh hangat di teras rumah berteman angin sepoi-sepoi~
Cocok dibaca kalo kamu suka kumpulan cerita pendek, abstrak, diary-like writing. Kalo kamu udah suka dari jaman Rectroverso (my love), Madre, dan Filosofi Kopi, ga bakal kecewa deh baca ini. Ilustrasinya juga kece2~
Dear Ibu Suri kesayangan kita semua, you will always be loved by me 🫶🏾
Thank you Mbak Dee, for giving your soul again in this latest book. Kepiawaian Mbak Dee dalam menulis karya pendek kmbali diuji coba. Suka semua, but my personal favorites would be:
1. Temu & Power Ranger Saya selalu suka cara Mbak Dee menerjemahkan kesederhanaan dan human interest melalui tulisan. Ngena bgt, feelnya dapet banget (Alasan yang sama mengapa Aroma Karsa yang berlatar kesederhanaan msh bercokol di hati saya meski dah 6 tahun lalu bacanya, OOT Jati and Suma finallyyyy will be back soon!!! ahhhh CAN'T WAIT, the most anticipated book ever next year!!!) Anw balik lagi ke Temu & Power Ranger saya suka bgt dan menarik kalo kisahnya punya buku sendiri.
2. Bapak Aku Mencoba My dad just passed away last month. Tulisan ini relate sekali dengan kondisi psikis saya saat ini. Awalnya tahan, tapi lama2 rasanya hati saya diobrak abrik, Mbak Dee pinter bgt untuk buat saya menyerah kembali dengan air mata.
3. Garis Pemisah Saya ngga tahu untuk siapa dan dalam kondisi bagaimana, tapi tulisan ini indah banget untuk saya yang ga percaya dengan hal yang serba kebetulan.
4. Mesin Waktu Again. Mbak Dee point out every unspokable feelings I have and ever had. Crystal clear and loud without telling, but showing.
5. Asam Garam So heart warming.
Overall, dengan Jati yang nyasar di The Supernova Lounge.. saya jadi ga sabar nungguin Aroma Karsa 2 tahun depan hahahaha, terjawab syudah kegundahanku.. ujung2nya ttp nagih Aroma Karsa ya.. take your time, Mbak Dee tolong jangan sad ending utk duet maut JatixSuma kita ya.
Hangat. Manis. Getir. Tanpa Rencana hadir dengan segala kompleksitas manusia.
Ini pertama kalinya aku baca buku Dee dalam format kumcer. Sebagai penulis, aku semacam nemuin beberapa formula cerpen yang bisa aku pelajari. Sulit menentukan cerita mana yang favorit, tapi yang jelas aku sangat tersentuh, bukan hanya oleh kisah-kisah yang disuguhkan, tapi juga substansi yang sangat halus dan tak jarang memerlukan perenungan panjang.
Setiap kali membaca karya seorang Dee Lestari pasti rasanya seperti "Tersihir" oleh rangkaian kalimat yang terkesan sederhana, tapi mampu menahan pembaca untuk terus menggelutinya sampai habis. Tak terkecuali, untuk karya terbarunya ini. "Tanpa Rencana" memiliki kesan seperti itu.
Saya suka sekali dengan pernyataan Dee bahwa sebagian besar cerita dalam "Tanpa Rencana" dibuat sekali jadi. Meski begitu, tak ada kesan asal atau hal yang menimbulkan kekecewaan. Bisa dikatakan setiap cerita terangkai dengan balutan yang sesuai.
Dari berbagai kisah yang ada dalam "Tanpa Rencana" judul Asam Garam sungguh luar biasa.. Ada rasa sakit yang ikut timbul ketika sang tokoh membeberkan kisahnya yang tragis. Ada lagi judul Surat Cinta di Botol Kaca. Ya tuhaaan.. bisa tidak yaa seperti mereka? :') yang tak mungkin terlewatkan adalah The Supernova Lounge.. Wooow reuni yang cukup apik.
Usai membaca "Tanpa Rencana" tentu saja saya menantikan karya Dee selanjutnya yang sudah dijanjikan... dan direncanakan...
Sebuah sarana pelepas dahaga dari rasa haus akan karya-karya dee lestari.
Buku ini berisi kumpulan cerpen dan esai yang ditulis oleh maestro novel yang terkenal dengan riset yang mendalam dalam melahirkan karya, namun pada kali ini beliau menuturkan bahwa buku ini ditulis tanpa rencana dan spontan. Cukup terasa memang dari cerita-cerita yang terkesan personal namun sekaligus menimbulkan sensasi akrab ketika kita menyibak lembar demi lembarnya.
Untuk orang-orang yang mendambakan reuni singkat dengan dunia supernova penulis mengadakan hajatan kecil kecilan dalam antologi ini dalam satu bab berjudul supernova lounge (salah satu alasan mengapa aku memutuskan untuk PO buku ini secepatnya, kangen zarah, etra, empret).
Cerpen favoritku di buku ini ada dua yaitu, Surat cinta di botol kaca, Temu & Power rangers.
Perlu di apresiasi juga untuk ilustrator di buku ini yaitu mas fahmi ilmansyah yang menambah kaya rasa ketika menandaskan barisan-barisan kalimat di buku ini
Tanpa Rencana karya Dee Lestari merupakan buku kumpulan cerpen yang berisikan sekumpulan cerita-cerita tentang respon manusia atau para tokoh dalam menyikapi sebuah peristiwa yang terjadi disekitarnya. Ceritanya sederhana, ditulis dengan bahasa yang lugas dan mudah dimengerti.
Buat saya yang mengawali "suka" dengan karya Mbak Dee melalui karyanya dalam bentuk narasi panjang (novel), kumcer ini agaknya mematahkan keraguan tentang kualitas dari penceritaan dan sempitnya ruang eksplorasi. Meskipun karya yang ada dalam buku ini berupa narasi pendek, namun dengan caranya Mbak Dee mampu menyajikan cerita-cerita yang terinspirasi (kebanyakan) dari hal-hal yang tanpa rencana.
Mungkin buat beberapa pembaca (termasuk saya) mengawali membaca Kumcer ini dengan tanpa rencana. Namun jika ini ditulis oleh Mbak Dee, luangkan waktu setidaknya bacalah satu karyanya meskipun tanpa rencana sekalipun.
Dee Lestari 203 hlm Penerbit Bentang Pustaka 4.4⭐️
Adalah sebuah buku yang berisi kumpulan karya, cerpen, puisi hingga bait sederhana. Aku ceritakan beberapa cerita yang membekas.
Kedai Asam Garam Wamena wamena wamena, nama yang menggaung keras beberapa bulan terakhir di kepalaku tiba-tiba menjadi setting cerita favoritku di buku ini. Meskipun ada dongeng-dongengnya tapi moral value, sendu sampai diksinya juara banget di cerita ini. Aku jadi menyadari bahwa memaknai kesedihan mengantarkan kita pada kelegaan, bukan duka semata.
Surat Cinta Botol Ini mirip sama buku apa ya? Aku lupa tapi familiar. Sahabatan memang kadang bikin kabur, mana rasa nyaman karena sahabat dan harus dipertahankan, dan mana nyaman yang hadir karena rasa cinta di hati. Jadi ketika tak lagi cinta maka tak lagi nyaman. Yaaa ini memang lebih ke 'modus' aja sih🤣
Temu dan Power Rangers Ini kisah haru antara Bapak, Anak dan Nenek. Bisa banget bikin kisah simple tapi haru biru mengsedih. Mellow banget baca bab ini. Delivery nya kadang ada lawaknya tapi lawak sedih tuh gimana sihh😭 Jadi ketawa nelangsa 🤣😭
Garis Pemisah PLAK! Hahaha tertampar nggak tuh wahai kaum andai-andai. Hehe highlight jangan lupa kalimat "Namun kita tahu, spekulasi picisan macam itu tiada guna." Kisah singkat ini nganterin aku pada pemaknaan syukur dan qonaah dengan keadaan, dengan lebih dalam lagi. Alhamdulillah Diksi di bagian ini ampun deh, juaraaa!!
Transendensi Ampas Insani Yaampun woylaaahh!! Segala haru biru sedih sendu isi buku ini ambyar, tinggal ketawa ngik ngik saat mengakhiri buku ini. Kocaak banget nggak kuat, sakit peruuut 😭🤣😭🤣😭
Lucu banget ada cerita Dee dengan Mesin Tik dan Idenya. Haha sangat mind blowing, bingung cerita apa yaudah cerita tentang ide tulisan dia aja deh
Menurutku tulisan Dee disini itu tipe tulisan yang pas aku baca tuh ngajak aku buat nulis segera, secepat mungkin. Banyak banget ide yang ngumpul di kepala nungguin kertas dan pena untuk nulis.
Aku udah baca Filosofi Kopi dan Rectoverso sebelum baca antologi terbarunya ini, Tanpa Rencana. Sebagai antologi ke-4, menurutku isinya sendiri punya format yang mirip. Paduan cerita pendek, puisi, dan prosa. Tapi, di sini banyak cerita personal dari sosok Dee.
Nah, menariknya di buku ini ada 3 karya yang ditulis berdasarkan ide pembaca. Terus ada cerita pendek tentang karakter-karakter seri Supernova tapi dituliskan dengan beda. Spoiler banget kalo aku tulis, tapi buat yang baca Supernova, ceritanya bakal jadi kejutan yang semoga menyenangkan buatmu—karena aku sendiri ngerasa senang pas baca 😁
Oya aku pribadi paling suka cerita pembuka Tanpa Rencana. Ceritanya sederhana, ditulis dengan indah khas Dee, tapi menyampaikan kedalaman kehidupan. Indah banget sebagai cerita pembuka dan berhasil bikin ekspresiku begini 🤯 Plus poin ngasih aku insight juga tentang budaya (slide 5)
Selain cerita pembuka, tulisan yang lain juga gak kalah menarik. Meski aku pribadi lebih suka yang bentuk cerita pendek daripada prosa dan puisi. Ini cuma masalah selera aja hehe.
Semuanya tetap ditulis dengan sangat baik, memainkan kata-kata, dan mengandung makna. Karena tema tulisan di Tanpa Rencana ini sendiri beragam. Bahkan ada tentang Jakarta, ide, sampai hubungan di usia 50 tahun (iya karakternya usia 50 tahun).
Tanpa Rencana juga ditutup dengan cerita penutup yang gimana ya... agak absurd tapi anehnya punya makna mendalam. Cocok banget sebagai penutup buku 🤌
Sekarang saatnya aku baca Madre biar khatam semua antologi Dee 😁 Rapijali juga belum kebaca, tapi nanti dulu deh. Buku seri butuh komitmen, yang jelas belum bisa kukasih saat ini.
Tanpa Rencana merupakan antalogi keempat Dee. Ada 18 cerita pendek di dalamnya yang ditulis memang tanpa rencana alias spontan. Bahkan ada cerita yang ditulis dalam sekali duduk.
Dan karena semua ceritanya ditulis tanpa rencana jadinya setiap cerita menawarkan berbagai hal yang berbeda. Pembaca nggak akan tahu cerita seperti apa yang menanti selanjutnya. Bisa aja cerita yang pertama sedih, selanjutnya malah lucu.
Well, buat aku yang udah ngikutin karya Dee dari sejak lama, buku ini menurutku nggak menawarkan sesuatu yang wah gitu. Apa lagi kalau dibandingkan dengan karya-karya sebelumnya. Tapi cukup buat penawar rindu akan tulisan-tulisan Dee.
Aku tetap dibuat kagum sama setiap tulisannya. Buatku Dee punya daya magis dalam caranya bercerita yang nggak aku temukan di penulis lain.
Ini beberapa judul yang berkesan buat aku:
📖 Surat Cinta Di Botol Kaca Best friends to lovers trope! 😆 📖 The Supernova Lounge Bikin pengen baca ulang seri Supernova! 😭 📖 Asam Garam Ceritanya heart warming! ✨ 📖 Temu & Power Ranger Ini juga heart warming, kisah sederhana antara bapak dan anak perempuannya. 🥹 📖 Kita yang Terurai Duhh.. 😢💔 📖 Transendensi Ampas Insani Sumpah ini idenya unik, aneh dan menghibur! 🤣
Well, aku nunggu banget karya Dee selanjutnya. Kalau berdasarkan bocoran di buku ini, next kita bakalan ketemu Jati Wesi! 🔥🔥
Buku ini bukan novel melainkan kumpulan cerita. Ada 18 judul yang isinya berupa cerpen dan prosa. Beberapa tulisan benar-benar memuaskan saya akan 'sesuatu' itu.
Dalam cerita pembuka Asam Garam kita akan diajak mencicipi garam hitam yang dihasilkan dari mata air asin di Gunung Mili, Papua. Aneh, garam dibuat dari laut tetapi khusus yang ini justru dibuat di ketinggian gunung. Dan yang menakjubkan, bagi siapa pun yang mencicipi garam ini, akan dibuat menangis dengan sendirinya. Ini dialami Gaspar, seorang wartawan, sebagai tokoh utama setelah ikut Pak Rian, selaku pemilik Kedai Asam Garam, melakukan ritual di depan mata air asin tersebut.
"Berapa banyak kehilangan yang sudah kamu alami, Gaspar?" (hal. 19). Kuncinya ini, kehilangan, dan garam hitam jadi perekam kenangan itu.
Kesan saya setelah membaca buku kumpulan cerita Tanpa Rencana ini, saya masih menemukan 'sesuatu' itu dan menyenangkan bisa membaca cerita yang begitu singkat tapi bermakna. Keunggulan seorang Dee dan karyanya itu adalah setiap tulisannya bertutur dengan niat sehingga pembaca bukunya pasti menemukan 'sesuatu', padahal sebelumnya tidak sedang kehilangan.
Di bagian penutup, Dee mengatakan bahwa buku ini adalah karya paling personal yang pernah ia tulis, and I couldn't agree more. Membaca antologi ini rasanya antara membaca refleksi atas kedukaan (as what's written in the dedication page), travelogue, coret-coretan curhat, dan tentunya beberapa keping yang murni cerpen dan prosa. Saat membaca, kadang terbesit pemikiran, "kenapa kepingan-kepingan yang mirip tidak disatukan saja menjadi beberapa subbab?" tapi mungkin, karena judulnya "Tanpa Rencana", maka hal ini juga tidak direncakan oleh Dee (or perhaps, it's intentional?)
Mungkin karena Dee menuliskan kepingan-kepingan cerita ini tanpa didului proses perencanaan, I noticed that there are several similarities with her previous works. I guess, as she can't rely on a structured plot, Dee relied a lot on her tacit knowledge in the creation process. I'm not saying that it's a bad strategy; rather, I find it intriguing. Perhaps, this is also how some writers can write a lot of books during a short time period. Some examples I found:
- Tanpa Pilihan dengan Aku Ada (dari Rectoverso) - Kita yang Terurai dengan Peluk (dari Rectoverso) - Surat Cinta di Botol Kaca dengan Menunggu Layang-Layang (dari Madre) - Doa Orang Sulit Percaya dengan Semangkok Acar untuk Tuhan dan Cinta (dari Filosofi Kopi)
Overall, I think this book shall satisfy Dee's readers thirst to read her new book (just realized that Rapijali series was published in 2021, has it been that long??). I also found several favorite pieces, in no particular order:
- Transendensi Ampas Insani: Dee is channeling her "Petir" vibe in this piece, and I'm all for it as that book is my favorite of all Supernova series. I'm still mesmerized how Dee can turn the most mundane thing into a captivating story, delivered by well-crafted humor. - Aku Perlu Tahu: I mean, the last two sentences (which ended up being the quote printed on the box) still give me goosebumps. It's that powerful. - Bapak, Aku Mencoba: It made me wish I had the same writing capability as Dee, so I could write an equally beautiful piece for my late mother.
My only complaint would be, there are some sentences that can be polished, either by shortening or at least giving commas in the middle to make it easier to read.
Anyway, to close this review, kudos to Dee for creating Tanpa Rencana. Here's hoping she'll write the Rapijali and Supernova sequel soon!
This entire review has been hidden because of spoilers.
Buku yang direncanakan dengan tanpa rencana. Itu klaim sang penulis. Cerita-cerita ditulis tanpa rencana dengan mengandalkan spontanitas belaka. Nggak heran kalau isinya random. Temanya beragam walau masih senafasnya Dee. Kadang terasa sangat personal, kadang sangat universal.
Ada puisi dan prosa pendeknya—yang jujur saja terkesan selipan belaka dan kurang bisa kunikmati. Namun beberapa cerita sangat kunikmati dan berhasil membuatku termenung agak lama demi memikirkan segala andai dalam kepala. Salah satu cerita yang menurutku matang dan akan membekas cukup lama adalah cerita pertama: Asam dan Garam. Cerita lain yang menegur selera kisahku adalah Surat Cinta di Botol Kaca.
Hal lain yang kusenangi dari Dee di buku ini adalah tentang kemampuan dia bercerita. Maksudku, banyak tulisan di buku ini yang awalnya terasa sedang tidak tahu apa yang mau diceritakan—kadang tertulis, kadang tidak—namun akhirnya kita sendiri mengakui bahwa itu bagian dari ide ceritanya. Gampangnya, Dee seolah mau bilang bahwa “nggak ada ide cerita” itu bisa jadi “ide cerita” itu sendiri.
Rencananya mau beli ini tahun depan, ternyata ada kabar bakal ada tur Mak Suri ke kotaku, jadilan tanpa rencana langsung kubeli ini buku dan kuselesaikan dalam waktu seminggu di antara hectic persiapan acara kantor. Ga ada yang bisa mengalahkan kesenangan waktu baca tulisannya Mak Suri. Semuanya indah dengan gaya bercerita, kisah, dan pilihan kata yang selalu membuatku memikirkan tentang kehidupanku sendiri. Antologi ini membuat waktu yang kubuat untuk baca terasa sangat menyegarkan karena berasa ter-recharge energi dalam tubuh ini. Dari semua kisah disini, ada 2 kategori bagiku: yang langsung kutandai karena ngena di hati dan kutandai karena ngena di otak. Kisah favorit yang langsung kutandai di hati adalah yang sekali baca langsung puas, yaitu: Asam Garam dan Musafir. Sementara yg ngena di otak ada The Supernova Lounge, Surat Cinta di Botol Kaca, Aku Perlu Tahu, Bapak Aku Mencoba, dan Transendensi Ampas Insani. Sisanya punya porsi sama besar dan aku suka semuaaaa. Buku ini membawaku pada pertemuan pertama dengan penulis favoritku. I'll cherish that moment forever.
Suatu malam jam 12.15, tiba-tiba dapat ilham untuk baca Tanpa Rencana, niatnya baca sampai ngantuk aja. Eh 3 jam kemudian, tiba-tiba aku sudah menuntaskan kumpulan cerpen ini :D
Belum lama sejak aku baca Madre dan Filosofi Kopi, dan bisa kubilang Tanpa Rencana ngasih kesan yang mirip sekali. Di aku rasanya masing-masing cerpennya bisa hit or miss. Hitnya bikin standing applause, yang missnya bikin aku mempertanyakan, sebenernya aku beneran pecinta tulisan Mba Dee bukan sih atau kemarin-kemarin kebetulan bagus aja?
Yang hit, 3 favoritku sesuai urutan adalah The Supernova Lounge (ofc, kuyakin 90% pembaca Supernova pasti paling suka ini juga!), Surat Cinta di Botol Kaca, dan Temu & Power Rangers. Honorable mention untuk Transendensi Ampas Insani, penutup terunik yang pernah kubaca, dan untuk Asam Garam juga. Aku memutuskan baca buku ini habis menangis, dan rasanya dihadapi dgn Asam Garam sebagai pembuka bikin aku ngerasa: "oh memang takdirnya kubaca Tanpa Rencana malam ini secara tanpa rencana."
I'm more of a fictional story lover, jadi sudah bisa menebak dari awal kalau saya akan lebih suka cerita-cerita pendek dalam buku ini daripada puisi & prosanya.
Seperti buku-buku sebelumnya, saya suka sekali gaya penulisan & bercerita Dee! Beberapa bab terasa sangat personal, berputar pada konsep dan ide dari kehilangan. Pada bab "Kepada Suhail di Kota Batu" saya agak cekikikan membaca kefrustasian Dee terharap Suhail yang kayaknya mentok banget sampai keluar kalimat "Astagfirullah, Suhail", yang ternyata akhirnya cukup menyentuh. Saya juga cekikikan sepanjang baca "Transedensi Ampas Insani," sungguh ide cerita yang genius! Saya jadi agak terinfluence untuk coba meditasi besok kalau mules, wkwkwk :D
Since I'm an avid Dee's fan, tentu saya excited sekali membaca bab "The Supernova Lounge" dan menemukan Jati Wesi muncul memberi spoiler tentang comebacknya di waktu dekat. That means saya akan dapat 2 buku baru dari Dee, lebih lagi, 2 buku itu lanjutan seri Supernova & Aroma Karsa? Ah, what a happy life~
This entire review has been hidden because of spoilers.
Dee Lestari proves that sometimes, not having a plan is the plan. Tanpa Rencana is a spontaneous collection of short stories, poems, and personal reflections that flow like a stream of thoughts: unfiltered, unpredictable, and surprisingly resonant. Each piece stands on its own, yet together they explore big themes like grief, healing, purpose, love, and spiritual reflection. Some entries feel like poetry in motion, others like a quiet conversation with yourself. What I loved: the writing is classic Dee: soulful, lyrical, and packed with quotable lines. There are moments that make you stop, breathe, and go, “Yep… that’s exactly how I’ve felt, but never knew how to say it.” That said, not every piece hit the same emotional note. A few felt a bit too abstract or fleeting for my taste, but hey, that’s part of the charm of reading something written without a strict formula. It’s a book to sip slowly, not binge. Great for when you want to reflect, feel, or just sit with your thoughts for a while.
Dibandingkan dengan karya-karya sebelumnya, buku ini agak mengecewakan. Kehadirannya bagaikan semata-mata "pengisi" kekosongan di tengah permintaan tinggi akan karya Dee yang baru. Dari 18 karya, saya hanya menyukai cerpen-cerpennya karena memang menyuguhkan ide-ide sederhana, tetapi gila. Karya seperti puisi atau prosa kurang memuaskan. Pada karya-karya tersebut, saya merasa, Dee sekadar memuntahkan kata-kata dari pikiran, tanpa menyaring atau menjelajah metode penyampaian yang lain. Jelas saja, semua tulisan di buku ini menggunakan sudut pandang pertama. Selain itu, komplain saya yang lain berkaitan dengan tata letak dan penyuntingan. Beberapa baris terdiri atas kata-kata yang sungguh dekat sampai spasi di antaranya tidak kelihatan. Selain itu, saya menemukan perubahan kata ganti dari Aku menjadi Saya di "The Supernova's Lounge."
Bagiku, 48 adalah hari ini. Tanpamu. Bagiku, 48 adalah berkeluarga, bekerja, dan berkarya sesuai yang kubisa. Bagiku, 48 adalah tawa meledak dan tangis bersimbah yang bisa kubagi dengan siapa saja, tergantung siapa yang ada. Bisa jadi hanya dengan diriku sendiri. Bagiku, 48 adalah menjalani hidup karena memang hidup belum habis dijalani. Melalui saat demi saat tanpa perlu tahu hadiah sekaligus kehilangan apa yang menanti di depan. Lima belas tahun berlalu sejak 33. Cermin itu masih ada. Di sana, aku terlihat sendiri. Anehnya, jauh dari sepi. (48 dalam Tanpa Rencana) ... Dalam Tanpa Rencana, Dee mengajarkan bagaimana menerima hidup dan takdir secara ikhlas, belajar untuk menerima dan bersahabat dengan kehilangan. Karena hidup adalah siklus bahagia dan kecewa. Keduanya satu paket. . Antologi ini bener-bener bisa mwmbantu kita untuk sembuh dan tumbuh. . Jadi, baca buku ini dan jadilah manusia baru tahun depan... Tahun Baru, Pribadi Baru.
Dee selalu 'melahirkan' prosa dan cerita pendek yang indah dan tak diduga duga. Seperti Transedensi Ampas Insani yang akan membuatmu terkagum kagum darimana idenya lahir. Juga kebuntuan yang justru bisa mengahsilkan tulisan seindah 'Di Balik Papan Tik'. Ada juga kritik yang begitu indah ditulis secara menggelitik di 'Kepada Suhail di Kota Batu'. Favorit saya di buku ini adalah The Supenova Lounge, karena mengajak saya menyusuri draft lama di ingatan tentang karakter-karakter di Supernova. Ada rindu juga keinginan untuk membaca ulang IEP. Dan saya akan berdiri bersama Dee untuk 'Mesin Waktu' yang ia tulis di buku ini . Buku ini memang hanya berisikan 200an halaman, yang jika dilihat seharusnya bisa dihabiskan sekali duduk dalam membacanya. Tetapi sebaiknya membaca buku ini tidak dilakukan terburu-buru, melainkan perlu diresapi untuk lebih mendalam memahami.
Ini adalah buku Dee Lestari pertama ku dan aku sangat menikmatinya. Koleksi cerita pendek dan ada beberapa puisi, dari berbagai genre. Menunjukan seberapa bebas proses kreatif penulis saat menggarap buku ini. Aku suka banget dengan setiap ceritanya, memunculkan berbagai emosi dalam diriku, ada cerita yang bikin terharu, ngakak, amaze, dapat pelajaran hidup sampai gregetan. Pokoknya ini paket komplitnya deh.
Terkesan juga saat tahu beberapa cerpen dari buku ini datang dari ide pembacanya Dee. Terlihat bagaimana she really treasure her readers. Selesai membaca buku ini, aku jadi lebih penasaran dan pengen baca buku-bukunya Dee yang lain karena aku suka dengan writing style-nya Dee.
Aku sebenarnya bingung ini arahnya kemana? Semacam tulisan ngalor-ngidul gitu, atau akunya aja yang gak nyampe. Sementara, aku punya prinsip : kalo otakku gak nyampe dan perasaan ku gak nyampe sama bukunya, maka aku gak bisa bilang buku itu adalah buku yang berkesan dan tak terlupakan, buat aku.
Beberapa cerita ku pahami, sajak-sajaknya kayaknya butuh diskusi.
Aku bakal anggap ini bukan karya Dewi Lestari yang ku kenali lewat Aroma Karsa.
Kisah yang kupahami cuma 3 : Asam Garam, Surat cinta di botol kaca, temu power rangers dan 1 sajak : 48. Selebihnya aku bingung. Im sorry to say that.
Tapi, terima kasih untuk teman yang meminjamkan buku ini. Sepertinya, aku harus lebih kenal "dewi lestari" di karya-karya sebelumnya dulu sebelum baca Tanpa Rencana ini.