Jump to ratings and reviews
Rate this book

Sabtu Bersama Bapak

Rate this book
“Hai, Satya! Hai, Cakra!” Sang Bapak melambaikan tangan.
“Ini Bapak.
Iya, benar kok, ini Bapak.
Bapak cuma pindah ke tempat lain. Gak sakit. Alhamdulillah, berkat doa Satya dan Cakra.



Mungkin Bapak tidak dapat duduk dan bermain di samping kalian.
Tapi, Bapak tetap ingin kalian tumbuh dengan Bapak di samping kalian.
Ingin tetap dapat bercerita kepada kalian.
Ingin tetap dapat mengajarkan kalian.
Bapak sudah siapkan.

Ketika punya pertanyaan, kalian tidak pernah perlu bingung ke mana harus mencari jawaban.
I don’t let death take these, away from us.
I don’t give death, a chance.

Bapak ada di sini. Di samping kalian.
Bapak sayang kalian.”

Ini adalah sebuah cerita. Tentang seorang pemuda yang belajar mencari cinta. Tentang seorang pria yang belajar menjadi bapak dan suami yang baik. Tentang seorang ibu yang membesarkan mereka dengan penuh kasih. Dan…, tentang seorang bapak yang meninggalkan pesan dan berjanji selalu ada bersama mereka.

278 pages, Paperback

First published June 10, 2014

303 people are currently reading
5166 people want to read

About the author

Adhitya Mulya

20 books702 followers
Adhitya Mulya (Adit) aspires to be a story-teller.

At early age, Adit learned and enjoyed story telling thru visual mediums like movies and drawings. This, inspired little Adit to take up drawing as a child, and later photography in his teen years.

As a young adult, Adit tries to expand his storytelling medium thru novels. Jomblo (2003) is his first novel (romantic comedies) and was national best-seller - and later made into a movie by the same title (2006). He went on to write another rom-com novel Gege Mengejar Cinta (2004).

Adit uses novels as a medium to try new genres. Travelers Tale (2007) was the amongst the first Indonesian fiction novels with traveling theme before becoming mainstream in Indonesia. Mencoba Sukses (2012) was his effort to try on horror-comedy which later found, not working very well.

He released Sabtu Bersama Bapak (2014), a family themed novel which again became national best seller, well received, and also made its' way into motion picture (2016).

His latest novel, Bajak Laut & Purnama Terakhir (2016) - is his effort in learning how to make a thriller-history novel.

Adit's passion towards storytelling branches out from drawing, photography to novel and move scripts, which amongst other are,
Jomblo (2006)
Testpack (2012)
Sabtu Bersama Bapak (2016)
Shy-Shy cat (2016).

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
3,063 (50%)
4 stars
2,108 (34%)
3 stars
724 (11%)
2 stars
148 (2%)
1 star
72 (1%)
Displaying 1 - 30 of 1,138 reviews
Profile Image for Ika Natassa.
Author 21 books2,364 followers
June 26, 2014
Udah lama banget nggak me-review buku di Goodreads ini, but I believe Sabtu Bersama Bapak deserves a shoutout.

It is the best Indonesian fiction I've read this year. Dan ini adalah buku terbaik Adhitya Mulya yang pernah aku baca.

Sabtu Bersama Bapak bercerita tentang dua anak laki2: Satya dan Cakra, yang satu sudah menikah dengan satu anak, yang satu lagi masih dalam proses mencari jodoh yang tidak ketemu-ketemu juga. Their dad died of cancer when they were still very young, tapi sang ayah punya ide cemerlang untuk terus 'menemani' langkah hidup anak-anaknya sampai dewasa: dad recorded hundreds of videos before he passed away, berisi cerita ttg hidup dan nasihat. Video ini kemudian diputarkan sang ibu ke anak-anak laki-lakinya setiap Sabtu, a Saturday afternoon they all looked forward to every week, hence the title: Sabtu Bersama Bapak.

Buku yang ditulis pakai perasaan itu memang beda ya, and Adit did really write it from the heart. I lost count how many times I almost wept at the scenes, tapi paling tidak ada 3 kali aku nangis beneran waktu baca buku ini. Gaya menulis Adit tetap penuh sentuhan komedi, you will laugh at some scenes, smile, and even ngakak beneran, dan itu yang menurutku sempurna banget tentang buku ini. Topiknya nggak ringan, tapi disampaikan dengan effortless, banyak adegan yang akan menguras air mata, tapi ada juga selipan-selipan humor yang bikin kita sadar bahwa hidup itu ya begini: nggak selamanya senang, nggak selamanya sedih, but we are who we are because of all of those sedih dan senang, and we'll be what we can be karena kesediaan kita belajar dari sedih dan senang di masa lalu.

Kita bisa membaca dan 'merasakan' buku ini sebagai seorang anak, seorang ibu, atau seorang ayah. A brilliant book that will linger in your mind for months, even years.
Profile Image for Rose Gold Unicorn.
Author 1 book143 followers
July 17, 2014
Kalau seseorang bertanya pada saya apa buku yang sudah mengubah hidup saya, tentu buku Sabtu bersama Bapak akan menjadi jawaban saya. Buku ini membuka pikiran saya tentang bagaimana menjadi ibu yang baik, istri yang baik, perempuan yang baik yang kelak disukai laki-laki baik.

Di awal novel ini ada tulisan persembahan Kang Adhit untuk istri dan anak-anak tercinta. So sweet dan sukses bikin iri saya yang masih jomblo. Puas, Kang, puas? ;p

"Ka, istri yang baik gak akan keberatan diajak melarat."

"Iya, sih. Tapi, mah, suami yang baik tidak akan tega mengajak istrinya untuk melarat."


Bercerita tentang sebuah keluarga kecil Gunawan Garnida yang hidupnya tidak akan lama lagi karena menderita kanker. Itu berarti dia akan meninggalkan seorang istri, Itje, dan dua orang laki-laki yang masih kecil bernama Satya dan Cakra. Meskipun sebentar lagi dia sudah tidak ada di dunia ini, ia ingin anak-anaknya tetap hidup dan berproses dengan bimbingannya. Karena itu ia membuat rekaman video yang kelak harus diputar Itje setiap hari Sabtu, untuk ditonton kedua anaknya.

Satya tumbuh menjadi bapak dan suami yang temperamen dan doyan marah-marah. Untungnya ia memiliki Rissa, istri yang cantik dan sabar, meski tidak jago masak. Cakra tumbuh menjadi pemuda sukses tapi kesulitan mendapatkan jodoh. Saat ada yang suka, dia gak suka. Saat ada yang dia sukai, orangnya sudah suka sama orang lain. Nah, video-video rekaman Bapak itulah yang akhirnya membantu Satya dan Cakra sehingga akhirnya mereka menjadi laki-laki yang lebih baik lagi.

"Ini adalah video terakhir Bapak.
Tugas Bapak membimbing kalian, selesai di sini.
Terima kasih sudah membahagiakan Bapak.
Untuk terakhir kalinya, Bapak ucapkan, Bapak sayang kalian."


Novel ini sarat makna. Tanpa terkesan mendikte, Kang Adhit sukses menjejalkan pesan dan nilai-nilai moral bagi pembacanya. beberapa hal baru juga sukses menggelitik konsep yang saya yakini. Di antaranya pembahasan mengenai anak sulung. Saya anak sulung, tadinya mikir kalau kelak saya punya anak, saya akan mendidik anak saya seperti orangtua saya mendidik saya, yaitu membuat anak berpikir bahwa anak sulung itu harus jadi panutan. Tapi Kang Adhit mengubah konsep itu dan anehnya saya lebih setuju kata-kata Kang Adhit ketimbang diri saya sendiri. Selain itu, perihal IPK yang dianggap tidak lebih penting daripada softskill, juga adalah yang selama ini saya yakini namun Kang Adhit memiliki jawaban lain yang saya angguki. Salut.

Menjadi panutan bukan tugas anak sulung kepada adik-adiknya.
Menjadi panutan adalah tugas orangtua untuk semua anak.


Sepanjang baca, saya sukses dibikin iri setengah mati sama Ayu dan Rissa yang beruntung bisa dicintai laki-laki seperti Satya dan Cakra. Sampai-sampai waktu Ayu lebih memilih Salman ketimbang Cakra, saya spontan bergumam, "Mas Cakra sama saya aja deh, hiks," (desperate detected)

---

Pagi, Pak Cakra
Pagi, Wati
Udah sarapan, Pak?
Udah, Wati
Udah punya pacar, Pak?
Diam kamu, Wati

---

Pagi, Pak
Pagi, Firman
Pak mau ngingetin dua hal aja, Bapak ada induksi untuk pukul 9 nanti di ruang meeting
Oh, iya. Thanks. Satu lagi apa?
Mau ngingetin aja, Bapak masih jomblo
Enyah, kamu.

---

Memang sih, awal membaca outline ceritanya, jadi teringat sama Tina di Kuch Kuch Hota Hai yang menulis surat untuk anaknya, Anjali, dan dibuka setiap dia berulang tahun. Juga mengingatkan saya dengan unofficial video klip LDR milik Raisa di Youtube. Ah tapi tenang. Buku ini beda banget kok. Jauh lebih bagus dan berisi tentunya! Bisa dibilang buku ini adalah buku paket komplit. Berikut akan saya rangkum beberapa bagian yang bisa membuat pembaca menangis meraung-raung maupun ngakak gegulingan.

Part 'ngakak':
...sopir Mamah dan doa ustad
...9 pertanyaan di halaman 14
...email-email rekan kerja Cakra
...Cakra memimpin rapat
pokoknya proses Cakra PDKT sama Ayu deh

Part 'mewek':
... di setiap rekaman Bapak! Pasti!

Part 'sweet':
semua adegan yang Satya lakukan buat istri dan anaknya
...waktu Satya memperkenalkan calon istrinya ke Bapak
...hari pernikahan Itje dan Gunawan
...part Ayu belajar masak

Masih ada beberapa typo yang ganggu tapi gak mengurangi penilaian saya. Sekadar buat bahan revisi ketika cetak ulang nanti.

Kesimpulannya, Sabtu bersama Bapak ini adalah buku yang berapa kalipun saya baca tetap akan bikin saya menangis. Menangis bukan dalam arti cengeng. Tapi lebih ke arah introspeksi diri. Sangat layak dibaca siapa saja. Anak, bapak, ibu, suami, istri, pacar, gebetan, pria, wanita, tua, muda, ABG, dan sebagainya

Oh iya, mungkin ini kelihatannya aneh tapi entah kenapa saya suka dengan tulisan Kang Adhit yang mampu menghadirkan suasana keluarga sunda dengan gaya bicara yang halus dan penuh sopan santun. Bikin saya adem bacanya.

Saya menutup buku ini dengan air mata lagi. Sedih karena terharu dengan rekaman terakhir dari Bapak dan sedih karena harus berhenti membaca buku yang belum tentu 5 tahun lagi saya bisa baca yang sama berkualitasnya seperti ini. Terima kasih kepada Kang Adhit, sudah menulis buku yang sebegini inspiratifnya.

SEMOGA SEGERA DIFILMKAN!!!
Profile Image for Daniel.
1,179 reviews851 followers
July 24, 2016
Two and a half stars, but I decided to round it down..

Buat saya, sebuah lagu yang bagus bukan melulu perkara suara penyanyinya yang indah; lagu yang bagus juga dinilai dari musik serta lirik. Saya, terutama, sangat memberi penilaian lebih untuk lagu-lagu yang berlirik indah. The same goes with the book. Jika amanat cerita yang bagus dapat dianalogikan sebagai suara penyanyi yang indah, musik dan lirik dari sebuah lagu dapat dianalogikan sebagai plot dan teknik penulisan. Sabtu Bersama Bapak ini seperti lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi bersuara indah, tetapi dengan lirik-lirik lagu yang dangkal.

Saya seharusnya sudah tahu ketika hype dari buku ini sudah mulai berdengung di Goodreads tahun lalu. Kebanyakan teman-teman saya memberikan pujian untuk buku ini, dan ketika teman baik saya juga selalu merekomendasikan buku ini pada saya. Akhirnya saya memutuskan untuk mencoba membaca buku ini meski tebersit sedikit rasa curiga dengan ekspektasi yang saya bangun. Lagi pula, sejauh ini saya lumayan sering tidak setuju dengan pendapat orang-orang lain akan suatu buku. Saya khawatir Sabtu Bersama Bapak ini akan overrated.

Dan saya benar.

Benar. Mungkin nilai amanatnya dan kalimat-kalimat original yang ditulis Mas Adhitya Mulya ini bagus dan mengena dan quotable. Hands down saya setuju banget sama itu. Tapi, kalau saya menilai buku hanya dari berapa banyak kalimat dan amanat quotable yang bisa saya temukan dalam sebuah buku, saya sudah menjadikan buku Pendidikan Kewarganegaraan kelas 4 SD sebagai buku favorit saya karena taburan amanat yang ada di dalamnya. Lagi pula, Sabtu Bersama Bapak ini terkesan sangat preachy, dan jika ada satu hal yang paling saya benci dari sebuah buku fiksi, hal itu adalah preachiness. Yah, amanat mungkin penting, tetapi mbok ya dibikin agak subtle dikit. Saya sudah punya Alkitab dan buku kewarganegaraan untuk memberikan amanat.

Meski, yeah, saya akui pesan-pesannya sangat bagus dan membuat saya sadar bahwa saya harus menjadi seorang ayah yang baik. Saya pasti akan mengaplikasikan beberapa tips dari buku ini suatu saat nanti. Itu sebabnya mengapa untuk buku self-help ini adalah buku yang bagus, tetapi tidak untuk buku fiksi.

Soal plot. Well, saya jadi ingat kenapa Boyhood kalah di penghargaan Oscar. Boyhood, meskipun dibuat selama dua belas tahun, pada dasarnya tidak memiliki plot dan konflik yang ditawarkan hanyalah konflik sehari-hari. Sabtu Bersama Bapak juga mungkin bisa dikatakan serupa. Analoginya begini. Kita mau bepergian dari Bandung ke Bogor. Plot itu ibaratnya jalur yang ditempuh agar kita bisa sampai ke Bogor alias plot. Kita mau lewat Puncak atau tol Cipularang masing-masing pasti memiliki keunikan masing-masing. Plot yang baik menyetir ceritanya menuju ke satu tujuan. Sabtu Bersama Bapak tidak seperti itu. Sabtu Bersama Bapak lebih seperti fragmen, dengan hidden agenda untuk menyelipkan kalimat-kalimat cantik dan amanat-amanat bijaksana sehingga fragmen ini kesannya tidak saling menyambung dan sedikit memaksa. Plot dalam Sabtu Bersama Bapak ini, kalaupun ada, menurut saya kurang baik. Ini hal yang fatal bagi sebuah buku fiksi dan itu sebabnya mengapa saya tidak memberikan banyak bintang.

Dari segi teknik penulisannya, saya suka Mas Adhitya menulis dengan kalimat-kalimat yang lugas, dan bahkan kalimat quotable-nya pun ditulis dengan sangat denotatif dan lugas, tidak dengan purple prose. Beberapa masih ada typo. Satu hal yang saya kurang pahami adalah tone dari cerita ini menurut saya kurang jelas. Dengan tema keluarga seperti ini, saya mengharapkan cerita ini akan serius, tetapi santai dengan humor-humor ringan ala keluarga, tetapi saya justru merasa Sabtu Merasa Bapak ini penuh dengan lelucon innuendo yang tidak aman, serta lelucon-lelucon garing yang sangat dipaksakan. No, really, trust me I am easy to amuse even with shallow jokes. Tapi kalau leluconnya dipaksakan, itu tidak akan berhasil buat saya. Apalagi dengan catatan kaki dan komentar-komentar yang tak penting itu. Catatan kaki itu mengganggu karena tidak jelas dari siapa. Narator? Kalau iya, naratornya sangat mengesalkan. Sebagai contoh, saya ambil contoh dari The Amulet of Samarkand atau dari The Screaming Staircase yang ditulis oleh orang yang sama. Keduanya menyelipkan catatan kaki yang luar biasa menghibur, dan keduanya juga jelas ditulis oleh siapa. Menurut saya, catatan kaki di Sabtu Bersama Bapak ini tidak jelas dang sangat mengganggu.

Satu pesan terakhir ditulis oleh review dari: Deni Oktora di sini:
Nah lucunya adalah disini. Bagaimana bisa pak Gunawan memberikan contoh mengenai steve jobs dan ipod pada tahun 1992 sementara Jobs baru menciptakan iPod seri pertama pada tahun 2000.

It shows how important research and consistency is.

Secara keseluruhan, well, Sabtu Bersama Bapak adalah buku self-help yang sangat bagus dengan amanat untuk menjadi seorang ayah yang baik serta nilai-nilai keluarga yang diselipkan. As a fiction? Well, I don't think so.
Profile Image for mollusskka.
250 reviews160 followers
July 2, 2020


Itulah perasaanku ketika mengakhiri buku ini. Sebelumnya sih... Baca aja deh.

Ketika kita memutuskan untuk membeli buku lalu membacanya, sebaiknya buang jauh-jauh segala harapanmu terhadap buku tersebut. Maka kamu nggak akan mengalami momen bete yang aneh ketika membaca buku tersebut.

Nah, itulah yang terjadi sama aku saat membaca setengah halaman awal dari buku ini. Aku beranggapan akan membaca buku dengan gaya penulisan "serius" ala Andrea Hirata/Tere Liye (padahal belom pernah baca satu pun karya Tere Liye), dengan kisah yang menguras air mata dari mulai halaman awal buku ini. Eh ternyata berbanding terbalik 180 derajat!!! Aku terus dibuat berkerut-kerut karena bete. Apalagi footnote-nya tuh yang ganggu banget. Tumben dapet footnote yang seperti itu dan nyaris gak penting semuanya.

Akhirnya aku nyadar kalo Adhitya Mulya ini adalah si penulis buku fenomenal Jombo itu. (Iya, ini kali pertama aku baca buku Adhitya). Makanya nggak heran kalo gaya berceritanya slengean seperti ini. Gak sepanjang buku seperti itu sih. Ada kalanya normal juga. Terus candaannya juga gak bikin aku tersenyum, apalagi tertawa. Dan perasaanku selama membaca hampir setengah dari buku ini adalah biasa aja. Nggak ada yang istimewa banget. Kisah Pak Gunawan, rumah tangga Satya dan kejombloan Cakra pun kurang mengena. Untung ada kisah Ibu Itje yang menyembunyikan penyakit kankernya dari kedua anaknya. Ini yang paling menarik perhatianku.

Sampe bagian Cakra nyatain ke Ayu dan berakhir "tragis" lalu ada plot twist yang nggak di sangka-sangka banget, barulah aku menikmati seutuhnya buku ini. Dan segalanya terasa pas pas pas! Eh, tapi sempet kaget juga sih waktu Cakra dengan blak-blakannya ngomongin soal "anu" sama Ayu dan Ayu juga menanggapinya dengan santai. Memang sih ada pencetusnya, tapi tetep aja kaget. Masa sih Ayu gak risih? Masa sih Cakra tetiba langsung seceplas-ceplos itu? Nggak masuk akal aja.

Pada akhirnya, buku ini memang dipenuhi nasihat kehidupan. Terutama banget nih cocok buat suami istri dalam menghadapi kehidupan pernikahan mereka, untuk ayah dan ibu karena ada tips parenting dan pemenuhan nafkah keluarga, dan tentunya untuk para manusia dalam usia menikah tapi belum juga dapet pasangan. Apa aja yang perlu kamu perhatikan dalam memilih pendamping hidup tersedia dalam buku ini.

Quote favoritku adalah:

Ayu menghitung jumlah resep yang dia sudah kumpulkan dari Ibu yang ada di hadapannya. "Satu, dua, tiga... sembilan resep dari Ibu. Yay!"
"..."
Profile Image for Pratita  Kusuma.
70 reviews3 followers
August 15, 2014
Nah looo, gara2 buku ini ekspektasi seorang cewek ke cowoknya pasti naik. hahahaha, Yes indeed, it really gives you a new perspective of how marriage life should be, how a man should treat his woman. How a man should treat his children.

banyak banget bagian yang bisa di quote. Yang bikin ngakak, yang bikin nangis, yang bikin terpana, yang ngasih pencerahan..tapi yang paling aku ingat adalah bagian yang membuat ayu memilih cakra dibanding salman.

Membangun sebuah hubungan itu butuh dua orang yang solid. Yang sama-sama kuat. Bukan yang saling ngisi kelemahan. Karena untuk menjadi kuat adalah tanggung jawab masing-masing. Bukan tanggung jawab orang lain. Find someone complimentary, not supplementary.

Kalau aku lemah, dia kuat, waktunya akan habis untuk menguatkan aku,atau aku akan kecapekan mengejar dia. Seperti tiga dikurangi tiga, jadinya nol.

kalau aku kuat, dia kuat seperti tiga dikali tiga, we make each other a better person.


Profile Image for Rido Arbain.
Author 6 books98 followers
July 3, 2014
Sabtu Bersama Bapak bercerita tentang kehidupan sebuah keluarga sederhana. Bermula dari seorang bapak bernama Gunawan Garnida, yang memiliki seorang istri bernama Itje dan memiliki 2 orang anak; Satya dan Cakra. Sang bapak menderita kanker ketika kedua anaknya masih berusia muda. Menyadari umurnya yang tak lama lagi, sang bapak punya ide brilian untuk tetap 'menemani' langkah hidup anak-anaknya hingga mereka dewasa tanpa kehilangan sosok seorang bapak. Maka, sebelum meninggal, beliau memutuskan untuk merekam ratusan video dirinya bermodal sebuah handycam, yang berisi pelajaran hidup dan nasihat-nasihat—dengan bantuan sang istri.

Proyek video ini berakhir sampai sang bapak mengembuskan napas terakhirnya. Sepeninggalan Gunawan Garnida, video-video ini kemudian diputarkan oleh sang istri kepada kedua anaknya secara berkala di setiap hari Sabtu, pada momen tertentu. Itulah kenapa novel ini diberi judul Sabtu Bersama Bapak.

Satya dan Cakra tumbuh dewasa bersama petuah-petuah bapak dalam berbagai rekaman video, begitu pun bagi Bu Itje. Kehidupan merekalah yang kemudian menjadi premis dan penggerak plot dalam novel ini. Tentang Satya—yang menikahi perempuan bernama Rissa dan dikaruniai 4 orang anak. Satya dewasa tumbuh menjadi sosok yang emosioal dan sedikit tempramental, terutama dalam mendidik anak-anaknya. Tentang Cakra—yang menjalani kariernya sebagai deputy director dan perjuangannya dalam menemukan jodoh yang tepat. Tentang Bu Itje—kehidupannya sebagai single parent bagi Satya dan Cakra dan berbagai problema yang dihadapinya.

Alurnya agak serius dan cenderung termehek-mehek, ya? Padahal yang kita kenal, Adhitya Mulya ini spesialis penulis novel komedi. Makanya, pas baca, cuma beberapa kali aja aku nahan senyum, terus sedih, ketawa dikit, terenyuh, senyum lagi, terus ngakak... sampai yang benar-benar ketawa puas itu di bagian narasi yang bunyinya kurang lebih begini: "...membawakan berbagai macam rambut palsu untuk Ibu Itje. Dari semuanya, terdapat juga model rambut Sailormoon dan Harajuku." EPIC! :)))

...tapi banyakan bagian sedihnya. This novel has been successfully made my tears stream down. Apalagi ditambah dengan full a great advice on parenting dan pesan-pesan moral tentang hidup yang bukan sekadar kalimat-kalimat motivasi pasaran semacam "hormati kedua orangtuamu!" atau "ciumlah tangan keriput bapak dan ibu, but first take a selfie!" Sosok Gunawan Garnida di sini memberi kita pelajaran bagaimana menjadi seorang bapak yang bijaksana.

Waktu dulu kita jadi anak, kita gak nyusahin orangtua. Nanti kita sudah tua, kita gak nyusahin anak. (hlm. 88)

Menjadi panutan bukan tugas anak sulung—kepada adik-adiknya. Menjadi panutan adalah tugas orangtua—untuk semua anak. (hlm. 106)

Laki, atau perempuan yang baik itu, gak bikin pasangannya cemburu. Laki, atau perempuan yang baik itu... bikin orang lain cemburu sama pasangannya. (hlm. 227)
Profile Image for Speakercoret.
478 reviews2 followers
January 13, 2015
apakah terlalu tinggi ekspektasi gw kalo gw pikir gw akan nangis bombay gegara baca ini? yang ada terharu di bagian depan, sedikit meneteskan airmata setelahnya dan selesai... begitu saja...

Tapi gw sukses jatuh cinta pada tokoh bapak.. Pelajaran dan nasihat2 darinya begitu bijaksana...
Semua persiapan yg dilakukannya utk keluarganya mengharukan...

Ini sedikit cuplikan video dr tokoh Bapak.. ga gw ketik semua, panjang bener... sedikit gambaran aja..

"Planning is everything.....
.....
....
....
Bapak akan menikahi seseorang. Yang artinya, Bapak akan meminta perempuan ini untuk percaya sama Bapak.
Untuk memindahkan bakti dia, yang tadinya ke orangtua, menjadi kepada Bapak.
Ironisnya, Bapak gak punya apa apa utk mencukupi dia, apalagi mencukupi kalian.
Suami macam apa Bapak ini, jika Bapak meminta itu semua dr dia tapi ga bisa memberikan apa yang wajib seorang suami berikan?
Apakah terdengar materialistis? Iya, Tapi sebenarnya tidak"
.....
Kewajiban suami adalah siap lahir dan batin. Ketika Bapak menikah tanpa persiapan lahir yang matang, itu berarti batin Bapak juga belum matang. Belum siap mentalnya. Karena Bapak gak cukup dewasa untuk mikir apa arti dari 'siap melindungi'.
Jika batin Bapak siap melindungi, maka wujud pelaksanaanya adalah, punya atap yang dpt melindungi ibu kamu dr panas, hujan d bahaya. Ga perlu megah. Gak perlu kaya. Ngontrakpun jadi. Yang pasti ada atap utk melindunginya d Bapak bayar dari kantong sendiri. Itu, wujud dari melindungi.
Jika batin Bapak 'siap menafkahi' maka wujudnya adalah punya penghasilan yg mencukupkan istri dengan wajar. Ga perlu mewah. Ga perlu memanjakan, tp cukup dan wajar. Itu, wujud dr siap batin.
Bapak ngomong siap batin, siap melindungi, tapi setelah nikah boro boro ngasih yg mewah, yg sederhana aja ga bisa. Bapak minta jadi pemimpin dia, tapi boro boro melihat dua langkah ke depan, Bapak sendiri saja masih dua langkah ketinggalan..
...
...
....
...
Bukan berarti seseorang harus kaya dulu sebelum nikah. Tapi kalian harus punya rencana. Punya persiapan.
Sejak itu Bapak selalu punya rencana.
Rencana utk kita semua. Bahkan kanker ini pun, Bapak siap. Bapak punya rencana.
Menikah itu banyak tanggung jawabnya..
Rencanakan.
Rencanakan untuk kalian.
Rencanakan untuk anak kalian.
Semoga cerita ini membuat kalian mrnjadi bapak. yang lebih baik untuk anak kalian.
Bapak sayang kalian."


lengkapnya mah baca sendiri aja yah...

Terus knapa gw cuma ngasih 3,5 bintang? karena gw ud siap2 buat nangis sesegukan berderai2 air mata, eh tnyata airmatanya cuma setetes dua tetes.. sesederhana itu alasannya.. ga objektif dan aneh? ya itulah gw #anehdenganbangga :D

Dari kemarin buku yg gw baca selalu soal pilihan dalam cinta..
Jadi #KesimpulanSotoy abis baca buku ini masih seperti kemarin...
Cinta itu pilihan... Jadi jangan cuma pakai hati.. pakai pikir juga ya..
Dan restu orang tua itu penting ting ting...
Jauh lebih penting dari miss ting ting yang katanya jalan2 ke India bareng aktor mahabarata eh apa ramayana yah.. yah pokoknya itu lah

Gw ga tau Babah gw sebijaksana apa... yang gw inget Babah keras.. seperti satya gw kehilangan bapak di umur 9 tahun... Yang gw ingat adalah Babah di ruang tamu, duduk bersila di sofa, buku di pangkuannya, dan jika ada yang menarik dia keluar dr bacaannya, reaksi pertamanya adalah dia melirikkan matanya ke atas, pandangannya melewati sisi atas kacamata plusnya... itu ekspresi paling gw inget... ekspresi yg paling gw kangen :")
Profile Image for Alvi Syahrin.
Author 11 books725 followers
July 12, 2014
Memang, ini bagus banget, it's close to amazing, real close. Banyak kalimat bermakna yang akan saya ingat selalu, seperti,

"Menjadi panutan bukan tugas anak sulung, kepada adik-adiknya.
Menjadi panutan adalah tugas orangtua, untuk semua anak."

Jauh... jauh... sebelum saya membaca kalimat itu, saya sudah setuju sekali dan senang ada yang menyuarakannya. :)

Saya hampir selalu mengangguk setuju pada setiap kalimat yang tertulis, video-video Bapak, pesan-pesan dalam dialog. Dan, di beberapa bagian, saya dibuat sesak, .

Saya rasa, semua cowok harus baca buku ini. Harus.

Dan, ini adalah satu dari sekian buku yang akan saya simpan selalu.

Thank you, Mas Adhitya Mulya, for writing this book.
Profile Image for Utha.
824 reviews398 followers
September 12, 2015
Ada beberapa hal di novel ini yang kurang. Tapi toh kekurangan itu ditutupi dengan banyaknya kelebihan...

Dan yang paling penting, gue ngerasa novel ini ditulis dengan hati. Jadi, empat bintang.

Terima kasih untuk Mas Adhitya Mulya yang sudah menuliskan novel indah ini.
Profile Image for Dion Yulianto.
Author 24 books196 followers
September 11, 2014

Bayangkan sebuah perpaduan antara buku parenting, sebuah novel karya Mitch Alboms, dan buku humor-galau-jomblo (yang lagi nge-hits saat ini) yang semuanya lalu dijadikan dalam satu buku tipis. Maka, resep unik itu akan menghasilkan buku baru berjudul Sabtu Bersama Bapak yang kece ini. Saat menemukan judul yang unik ini di salah satu toko buku online, saya sedikit banyak langsung teringat sama salah satu novel bestseller Mitch Albom yang judulnya Tuesday with Morrie. Hampir agak terlalu mirip bukan? Satu lagi kemiripan di antara kedua novel tersebut, dua-duanya sama-sama inspiratif, dan juga sama-sama bestseller. Tapi, mentang-mentang judulnya mirip, apa kemudian buku ini menjiplak karya Albom? Setelah saya membaca sendiri kedua buku tersebut, ternyata keduanya berbeda, masing-masing unik dengan caranya masing-masing. Dan, saya menyukai keunikan dalam buku Sabtu Bersama Bapak ini. Lalu, sebenarnya, buku ini tentang apa sih kok bisa heboh?

Sabtu Bersama Bapak berkisah tentang dua saudara, kakak-beradik bernama Satya dan Cakra yang keduanya terpaut usia 3 tahun. Bapak mereka meninggal karena kanker saat keduanya masih kecil dan belum mengerti apa itu hidup. Sang Bapak, yang divonis dokter hanya punya sisa waktu satu tahun lagi untuk hidup, memutuskan bahwa ia harus mencari cara agar dirinya bisa tetap mendampingi anak-anaknya meskipun dia sudah tidak ada. Maka, dia mengabadikan dirinya lewat rekaman kaset di handy cam. Melalui kaset video, sang Bapak merekam petuah – petuah yang telah dia pelajari mengenai kehidupan, mulai dari mencari cinta, menjadi suami yang harus bisa membahagiakan istri, tentang pentingnya perencanaan sebelum menikah, hingga pentingnya nilai IPK di atas 3. Rekaman-rekaman ini dibagi dalam kaset-kaset yang kemudian akan diputar seminggu sekali, setiap hari Sabtu bakda ashar.

Maka, ketika anak-anak lain seusianya sibuk ngemal atau pacaran ngak jelas di Sabtu sore, Satya dan Cakra malah asyik di rumah untuk menonton kaset rekaman dari mendiang ayah mereka. Melalui media kaset itulah sang Bapak mendidik dan menemani putra-putranya tumbuh besar. Model pengabadian diri lewat kaset rekaman ini sudah pernah saya baca dalam salah satu kumpulan kisah inspiratif di internet, tapi Aditya Mulya punya cara lain untuk membuat buku ini berbeda—walaupun tetap inspiratif—yakni dengan membully Cakra (dan juga para jomblo sebangsa dan setanah lapang). Sumpah deh, kaum jomblo dimanapun Anda berada bakal disentil habis-habisan oleh buku ini. Hanya saja, kesentilnya di sini itu kesindir sekaligus terhibur, bisa ngakak kepontal-pontal.

HATINYA-HATINYA!
JEROAN DIJUAL MURAH!
HATINYA, BU! MASIH SEGAR! HATI JOMBLO BU, LIHAT INI BANYAK BEKAS LUKANYA
HIDUPNYA BERAT INI, BU! (hlm 169)

Ceritanya, si Cakra ini sukses dalam pekerjaannya, tapi merana dalam percintaannya. Dalam usia 30 tahun, dia sudah punya rumah dan mobil sendiri, tapi boboknya belum ada yang menemani (halah). Sampai Satya udah punya anak tiga, si Cakra ini masih saja betah dengan kesendiriannya (gimana ngak betah, rumah sendiri, rezeki tercukupi, makanan enak menanti, PS keren peneman sepi). Sang Ibu sudah berulang kali mencarikan calon menantu, tetapi Cakra keukeuh adem aja, pengen konsen ke kariernya katanya. Hebohnya lagi, selain di-bully dalam setiap acara keluarga, Cakra ini juga di-bully sama bawahan-bawahan di kantornya. Heran saya, bawahannya Cakra ini bocor pada orang-orangnya, tapi sekaligus asik. Ini menunjukkan betapa Cakra sejatinya adalah seorang pimpinan yang merakyat, tidak gampang marah, asyik diajak bercanda (tapi dia jomblo wkwkwk).

---

Pagi, Pak Cakra
Pagi, Wati
Udah sarapan, Pak?
Udah, Wati
Udah punya pacar, Pak?
Diam kamu, Wati

---

Pagi, Pak
Pagi, Firman
Pak mau ngingetin dua hal aja, Bapak ada induksi untuk pukul 9 nanti di ruang meeting
Oh, iya. Thanks. Satu lagi apa?
Mau ngingetin aja, Bapak masih jomblo
Enyah, kamu. (hlm 43)

Selang-seling kisah Cakra dan Satya di buku ini. Sementara Cakra sibuk mencari jodoh, Satya sibuk memikirkan ulang perannya sebagai suami dan ayah yang baik bagi ketiga anaknya. Rutinitas kerja yang klise, telah menjauhkannya dari istri dan ketiga anaknya secara fisik (dan akhirnya secara mental). Dalam kondisi inilah, Satya mendapatkan kembali motivasi dari rekaman kaset almarhum Bapaknya. Kita bisa belajar banyak tentang ilmu parenting dari kisah Satya ini, setelah sebelumnya dibuat ngakak total oleh kisah cinta Cakra yang mengenaskan itu. Membaca buku ini ibarat memakan kue lapis legit, satu lapisan manis, dan satunya lagi anyep, tapi sama-sama enak. Setelah tertawa-tawa sampai bocor membaca kisah Cakra (sambil ngaca), kita juga diajak belajar akan pentingnya makna hidup oleh kisah Satya dan ibunya.

Terlepas dari kisah miris Cakra dan kematian Bapak mereka yang terlalu dini, bisa dibilang Satya dan Cakra adalah pria pria yang beruntung. Mereka memiliki Bapak yang perhatian, yang tahu pentingnya pendidikan dan perencanaan. Jadi, meskipun mereka hanya bisa “bertemu” Bapak mereka sekali seminggu, tetapi mereka adalah contoh anak yang sukses dibesarkan. Mandiri, mapan, dan membangun keluarga sendiri (kecuali si Cakra yang agak telah *ditampol Cakra), keduanya adalah tipe pria idaman para mertua. Meskipun banyak kalimat-kalimat yang kesannya mengurui dan sok sempurna di buku ini, tetapi kelincahan penulis mampu melarutkan kekakuan yang sering muncul saat kita membaca buku motivasi, terutama dengan membully si Cakra (*sambil ngaca ke diri sendiri). Sebuah buku yang unik, asyik, dan inspiratif. Patut dibaca bagi para pemuda yang ingin menjadi kesayangan calon mertua.

Sebentar, jadi bagaimana nasib si Cakra? Tenang, seperti kata iklan, semua akan indah pada waktunya *kibas rambut
Profile Image for Lelita P..
626 reviews59 followers
July 14, 2016
Baca ini karena nonton filmnya. Dari situ saya tahu, filmnya lumayan faithful. Sembilan puluh persen. Tapi bisa dibilang bukunya sendiri sangat filmis; adegan-adegannya begitu visual. Karena saya sudah nonton filmnya, yang terbayang tiap membaca satu adegan di buku justru adegan filmnya. Berhubung film itu bagus, saya tidak kecewa. :D

Cerita novel ini memang menyentuh. Saya memang lemah sama genre family, dan bagi saya ide serta pengemasan genre family di sini bagus sekali. Awalnya--sejak tahu ada buku ini tapi belum tertarik baca--saya kira nuansa novel ini melankolis, sendu, sedih-sedih kelam. Ternyata eh ternyata, novel ini ringan, penuh humor, dan nggak berat dibaca.

Idenya bagus banget, tentang seorang bapak yang secara fisik tidak bisa menemani anak-anak lelakinya tumbuh dewasa karena penyakit merenggutnya, lalu beliau merekam nasihat-nasihat dengan handycam untuk disaksikan kedua anaknya setiap hari Sabtu. Belum pernah nemu ide seperti ini, rasanya orisinal sekali. :D Eksekusinya juga bagus. Waktu membaca blurb-nya orang bisa mengira bahwa novel ini diceritakan dengan: kedua anak tumbuh dewasa dengan melakukan kesalahan-kesalahan, lalu menyesal setelah nonton video bapaknya--atau kedua anak hendak melakukan kesalahan, tapi nggak jadi karena teringat video bapaknya. Ternyata, eksekusinya nggak sedangkal itu. Saya agak kaget karena ada lompat timeline yang sangat jauh; tahu-tahu kedua anak sudah tumbuh dewasa. Barulah saya paham bahwa ceritanya memang justru menitikberatkan pada masalah-masalah ketika Cakra dan Satya sudah dewasa: Cakra dengan kesulitannya mendapatkan wanita, Satya dengan usahanya menjadi suami dan bapak yang baik bagi keluarganya.

Adegan yang sedih banget di filmnya itu ketika . Sayangnya di buku tidak sesedih itu. Padahal saya berekspektasi serupa. Saya merasa novelnya lebih menonjolkan humor dan kelebayannya (yang juga dieksekusi dengan sangat baik di film... ampun deh Wati dan Firman!) (Bagi yang jomblo dan baperan, baca ini bisa baper banget). Jadi buat saya, feel filmnya jauh lebih terasa dibandingkan novelnya. Entah bagi yang baca ini sebelum nonton filmnya.

Di novel ada banyak catatan kaki nggak penting yang mengingatkan saya pada novel An Abundance of Katherine-nya John Green. Lucu sih, tapi sebagian besar annoying karena beneran nggak penting. Jadinya merusak suasana. Tapi catatan kaki ini cuma ada di depan-depan; yang membuat saya berpikir: jika Pak Adhitya Mulya menulis novel ini dua tahun, berarti bagian awal-awalnya ditulis pas dia belum sematang bagian-bagian belakangnya. Hahahaha.

Terus saya agak heran, apakah tahun 1992 sudah ada handycam secanggih itu? Saya nggak tahu sih--saya baru lahir--hanya saja si Bapak terasa agak terlalu modern untuk ukuran tahun itu di Indonesia. Bapaknya bisa meramal masa depan terlalu visioner kali ya? Sampai punya pandangan bertahun-tahun ke depan gitu.

Karakter-karakternya lumayan hidup, lumayan manusiawi. Cakra yang awkward, Satya yang nafsuan sama istrinya, Rissa yang gigih berusaha menyenangkan anak-anaknya, Bu Itje yang tabah tapi punya selera humor, Ayu yang manis tapi juga punya sisi lebay. Dan meskipun biasanya saya sebal sama kebetulan di dalam novel, "kebetulan" bahwa tidak terasa buruk.

Dialog favorit sepanjang masa: "Dan karena pada waktunya, saya selalu melihat sepatu kamu di musala perempuan."
Itu gimana nggak bikin meleleh ....


Secara umum, 3.5 bintang. Karena filmnya bagus, saya naikkan jadi 4 bintang. Recommended bagi mereka pencari cerita keluarga ringan yang lucu tapi penuh pesan moral--dan jelas sangat recommended bagi pemuda-pemuda di luar sana yang kelak menjadi suami dan bapak. :)
Profile Image for Lia Agustin.
76 reviews14 followers
November 15, 2016
Udah sering sih denger kalo buku ini bagus, dan ternyata emang bagus banget. Gak bohong deh. Kreatif banget ini si bapak. Perencanaan ke depannya pun sangat matang. Walaupun beliau udah absen dari keluarga, anak-anaknya (Satya dan Cakra) bisa tetep ngerasa kalo bapaknya masih ada di samping mereka, mendidik mereka, membina mereka ke jalan yang tepat kalo mereka tengah lengah. Pun memastikan bahwa hidup istri dan anak-anaknya bakal gak kekurangan. Such a wise man! Pesan-pesan yang disampaikan oleh bapak juga ngena dan nendang banget. Pantes aja Satya dan Cakra tumbuh menjadi pria yg baik-baik dan sangat mencintai Ibu mereka.

Humor di buku ini juga..... astaga bikin saya ketawa lepas. Apalagi kejombloan Cakra yg di-bully teman-teman sekantornya, bikin prihatin HAHA. Cuma ada sih beberapa selipan humor yang dirasa agak 'salah tempat' dan membuyarkan atmosfer yang tengah serius.

Menyentuh, lucu, dan keren deh buku ini :)
Profile Image for yun with books.
714 reviews243 followers
June 13, 2017


Just make it clear! I love this book so much. And 5 stars is worth it.
Apa ya... Jadi gini, emang awalnya mau buku ini karena direkomendasiin sama temen, kata dia gini, "Baca buku ini deh, terus kasih buku ini ke pacar lo. Biar pacar lo tau gimana caranya jadi pacar yang baik, dan nanti jadi suami & bapak yang baik.
Dan, it's ended up with... I bought this book. Awalnya udah ngasih ekspektasi yg tinggi banget kalo buku ini bener-bener bagus. DAN TERNYATA buku ini bener-bener bagus. Uhm... ceritanya memang sederhana banget, beneran sederhana. Tapi, nilai kehidupan yang terkandung di dalamnya bener-bener menyentuh. Bikin hati terenyuh, beneran...

Kalian para lelaki yang ingin menjadi lelaki sesungguhnya, diharapkan membaca buku ini! Lekas! Segera!
Profile Image for Pringadi Abdi.
Author 21 books78 followers
October 11, 2015
Bagiku, hanya ada 3 jenis buku:
1. Buku yang ide dan pesannya bagus.
2. Buku yang teknik penulisannya bagus sehingga aku bisa belajar atau terpengaruh untuk mengikuti gaya dan cara menulisnya.
3. Keduanya.

Sabtu Bersama Bapak ada di jenis buku pertama. Bisa dibilang cara menulisnya efortless, sederhana, dan terdapat beberapa kesalahan (juga termasuk miss penjelasan di beberapa bagian). Namun, ide dan pesannya sangat mahal.

Buku jenis ini bisa dibaca dalam sekali mengguling. Tidak bisa lepas. Apalagi aku lelaki dan paham menjadi Ayah. Pada titik itu aku membayangkan jika aku mati, bagaimana anakku bila belum sempat dalam pendidikanku?

Untuk jenis buku yang pertama, buku ini bagus sekali dan aku menantikan filmnya.
Profile Image for Rizki Utami.
212 reviews21 followers
July 13, 2016
Sempet ngerasa bosan di halaman-halaman pertama karena plot ceritanya biasa aja. Lama kelamaan ada rasa penasaran muncul sama karakter Chakra dan cara dia memandang kehidupan. Jadinya, ketagihan dan gak bisa berhenti baca sampai halaman terakhir. Banyak kutipan yang mengena dalam hati (sampai gak sadar ngangguk-ngangguk sendiri).

Satu hal yang bikin aku kesel, footnote nya. Beberapa kali ada footnote yang isinya gak penting dan bikin jengkel karena harus bolak-balik paragraph=>footnote.

Overall, seru banget bukunya. Buatku ceritanya cenderung manis daripada sedih, sampai bikin aku tersenyum setelah selesai baca. Dan yang penting buku ini mempengaruhi ku, sangat mempengaruhi, karena tiba-tiba standar calon suami dan pacar jadi meningkat drastis haha



Profile Image for Sharulnizam Yusof.
Author 1 book95 followers
September 2, 2017
Awal pembacaan buku ini, mengingatkan saya akan filem Kuch Kuch Hota Hai. Adegan Anjali (kecil) yang mendapat surat daripada ibunya setiap hari ulang tahun.

Bezanya dalam buku ini, "surat" itu datang dalam bentuk video daripada seorang bapak yang sudah meninggal dunia, dan khusus pula ditayangkan pada setiap hari Sabtu.

Video-video yang memberi nasihat kehidupan, yang dijadikan "pengganti" si bapak (Gunawan) untuk anak-anaknya Satya dan Cakra. Video yang sering ditunggu, dan bagaimana pengaruhnya kekal meresap ke dalam hati keluarga ini.

Saya seronok membaca kerana secara tidak langsung, Adhitya Mulya berkongsi cara membangun keluarga, menjaga hubungan sesama saudara. Mendidik, tidak mengajar-ngajar.

Jalan ceritanya juga menarik. Lain daripada kebiasaan. Elemen cinta yang seimbang, antara bapa dan anak, suami isteri, anak dan ibu dan juga pasangan kekasih. Watak-watak yang wujud cukup, tidak berlebihan.

Saya paling suka dengan watak Cakra yang lebih lepas dan kelakar, sama ada bersama rakan-rakan, ibunya apatah lagi dengan kekasih.

Cuma, kebetulan yang terjadi antara watak Ayu dan Retna, sedikit "memudahkan" jalan cerita. Sudah boleh diagak. Mujur babaknya ringkas dan mudah dilupakan.

Saya terhibur membaca buku ini. Diberi empat bintang kerana keseluruhannya menarik, "ditolak markah" kerana babak yang mudah dijangka, dan unsur-unsur dalam kelambu yang tidaklah ketara, tapi tidak pula saya rasa perlu. Maklumlah, saya agak "kolot" dalam hal-hal begini. :)
Profile Image for Haryadi Yansyah.
Author 14 books62 followers
August 11, 2015
“Bapak minta kalian bermimpi setinggi mungkin. Dengan syarat, kalian merencanakannya dengan baik.”Hal 151

Itu salah satu nasehat Bapak yang diberikan kepada Satya dan Cakra sebelum beliau meninggal dunia dikarenakan sakit. Bapak menderita sakit yang cukup parah namun, beruntung Bapak masih memiliki waktu untuk menyiapkan pesan-pesan kehidupan bagi kedua anak lelakinya. Selain itu, Bapak juga telah meninggalkan bekal yang cukup kepada Ibu Itje –istri Bapak, sehingga Ibu Itje dapat survive secara ekonomi selepas kepergian sang suami.

Bagaimana cara bapak meninggalkan wejangan-wejangan kehidupan kepada istri dan anaknya?

Jawabannya, Bapak merekam begitu banyak pesan kehidupan dalam bentuk video melalui handycam.

Video-video itu terus beliau rekam hingga ajal menjemputnya. Video yang berisi pesan kehidupan itu kemudian dapat ditonton oleh Satya dan Cakra setiap hari Sabtu, di sore hari. Ya… itulah saat-saat yang mereka tunggu karena itulah saatnya mereka “bertemu” Bapak mereka. Sabtu Bersama Bapak, selalu saja begitu.

30 tahun berlalu…

Satya kini telah menjadi geophysicist untuk NGO dan berkarir di Denmark. Sebagai seorang lelaki dewasa, hidup Satya lengkap. Karirnya bagus dan selain itu ia telah memiliki keluarga (yang seharusnya) sempurna karena dia memiliki seorang istri yang cantik –Rissa, dan juga telah memiliki 3 anak –Ryan, Miku dan Dani.

study_in_denmark Denmark, tempat Satya tinggal saat ini. Source : unipage dot net

Namun sayang, sikap tempramennya membuat hubungan ia, istri dan ketiga anaknya merenggang. Espektasi yang besar terhadap istri dan anaknya acapkali berakhir dengan keluhan di sana-sini. Tak jarang keluhan itu disampaikan dengan bentakan. Hal yang membuat istri dan ketiga anaknya menjadi tidak nyaman dan dalam fase tertentu…takut.

Berbeda dengan Cakra, walaupun secara karir Cakra juga menonjol (ia sudah menjadi seorang manager di Bank asing), namun hingga usia kepala tiga, Cakra tak jua menemukan pendamping yang cocok. Memang sih, secara penampilan Cakra tidak semenawan Kakangnya. “Singkatnya, jika sang kakak dan adik harus menggantungkan nyawa mereka kepada kegantengan masing-masing, Cakra akan mati lebih dulu. Dengan cepat.” Hal.10

Untunglah, mamah Itje tidak terlalu mendesak Cakra untuk segera menikah. Betul jika sesekali mamah Itje mengingatkan si bungsu untuk fokus mencari seseorang dan mulai membina sebuah keluarga. Bahkan, sesekali mamah Itje berusaha mengenalkan Cakra dengan anak teman-temannya, namun Cakra memilih untuk mengatasinya hal itu seorang diri. “Mamah tahu, setiap anak berhak cari dan dapat orang yang saling mencinta. Bukan karena mereka mengejar umur senja orangtua.” Hal.10.

jelajahsejarah-Sejarah-Museum-Fatahillah Museum Fatahillah, salah satu tempat yang "manis" di novel ini :) source : sobatpetualang dot com

Satya dan Cakra memiliki probema hidup masing-masing. Satya dengan keluarganya dan Cakra dengan kelajangannya :) beruntung, mereka memiliki video-video peninggalan Bapak yang bekalangan mereka pergunakan untuk mulai mengatasi permasalahan mereka masing-masing. Walau Bapak sudah meninggalkan mereka lama sekali, namun sesungguhnya mereka tidak pernah kehilangan figur Bapak mereka. Karena… mereka selalu memiliki waktu yang spesial demi sebuah kebersamaaan. Sabtu Bersama Bapak. (sekali lagi) selalu saja begitu.

* * *

Nama Adhitya Mulya sedemikian besarnya dan aku pun sudah beberapa kali mendengar mengenai penulis yang karyanya beberapa sudah diangkat ke layar lebar ini (Jomblo misalnya yang jujur saya aku nggak begitu suka). Namun, Sabtu Bersama Bapak adalah buku pertama Adhitya Mulya yang aku baca. Dan… oh Tuhan, aku langsung jatuh cinta.

Buku ini sangat menyentuh dan memiliki lapisan pesan kehidupan yang bertingkat-tingkat. Tidak saja melalui pesan video yang ditinggalkan Bapak, namun aku –sebagai pembaca, belajar banyak dari perjalanan hidup mamah Itje, Satya dan terutama –uhuk Cakra tersebut. Misalnya saja ketika mamah Itje berusaha keras menghidupi Satya dan Cakra hingga kemudian kedua anaknya berhasil.

Atau ketika Satya mulai mencari jalan keluar dari ketidakharmonisan rumah tangganya dan… -uhuk lagi, usaha Cakra demi menemukan calon istri. Adhitya Mulya sangat jago memainkan emosi pembacanya. Di satu sisi kita akan dibuat terenyuh dan tersentuh hingga menusuk-nusuk sisi melankolis pembacanya. Di sisi lain, Sabtu Bersama Bapak dipenuhi humor-humor yang (rasanya) tidak ada yang gagal. Bahkan, aku terpingkal-pingkal di beberapa bagian. (Terutama bagian email Cakra dan semua bawahannya, itu super kocak!)

Romantis? Aih, ini buku yang sangat romantis. Dan keromantisan itu datang di saat yang memang sangat tepat. Ya, nggak hanya keromantisan hubungan suami-istri atau sepasang kekasih, sih! Hubungan Mamah Itje dan dua anaknya menurutku sangat romantis. Ah, Aku suka buku ini.

Bagi yang sudah menonton film P.S I Love You yang dibintangi oleh mbak Hillary Swank dan Kakang Gerard Butler, bisa jadi ide dasar novel ini hampir sama. Jika kalian suka film ataupun novel P.S I Love You, kalian akan suka juga dengan Sabtu Bersama Bapak ini. Jika kalian tidak suka P.S I Love You? Tenang, aku jamin Sabtu Bersama Bapak akan membuat kalian jatuh hati. Sekali lagi, ini buku yang sangat spesial.

Sangat direkomendasikan!
Profile Image for miaaa.
482 reviews420 followers
September 11, 2014
To be honest, the first time I heard about the title I was thinking about Mitch Albom's Tuesdays with Morrie. And that second I mumbled, "Right! This will be another watershed contest, oh dear!"

Here's the thing about a father, at least in my case, he's the best simply the best. I would never asked for another father, in fact I'd like to relive my life if it's possible so I can be a better daughter. See that's what Adhitya Mulya tried here, ingrained the idea that we should not demand others to be their best for us but instead we must be the best for our loved ones. On that notes, I'm off to call my dad (and mum of course).

***

Edisi sotoynya mia adalah: "Aduh ini pasti kayak buku 'Tuesdays with Morrie' pasti sedih!!" Menurutku itu terbukti, beberapa kali harus menyembunyikan mata yang berkaca-kaca di CommuterLine. Tapi ternyata menahan tangis lebih mudah daripada menahan ketawa, buktinya beberapa sesama pengguna KRL memandang aneh saat aku menutup muka dengan buku ini dengan badan terguncang karena setengah mati menahan ketawa (episode Cakra dan tim salesnya, termasuk Gunther dengan 'missing attachment' hahahahahaha). Mungkin kalau aku menangis mereka akan pura-pura tidak melihat, tapi kalau ketawa terbahak-bahak aku yakin mereka pasti menyingkir ke gerbong sebelah. Serius!

Tentang orangtua dan anak, mungkin aku belum pernah melahirkan anak tapi secara teknis aku cukup tahu seperti apa membesarkan anak. Sangat tidak mudah, nilai apa yang harus ditanamkan sejak dini, mengapa jangan mengajarkan kiri dan kanan ke anak di bawah usia 3-5 tahun, harus punya kesabaran tingkat Santo dan ratusan hal lainnya. Mungkin temanku Lamya benar, seharusnya pemerintah menjadikan ibu rumah tangga sebagai profesi dan membayar gaji mereka tapi ya mengharapkan itu terjadi sama saja dengan rencana kami menonton Piala Dunia 2014 di Brasil, gagal total!
Profile Image for Paramita Swasti Buwana.
Author 3 books21 followers
April 13, 2015
Awal baca buku ini cuma sanggup sampai part prolog dan part sesudahnya...setelah itu berasa males dan buku tergeletak begitu saja di pojokan...
Tapi setelah hari ini (dengan niat yang terpaksa buat ngilangin bosen pas ngawas ujian) lanjut lagi baca ini dan wow kk wow...aye g bisa brenti bok...
Cerita ini beneran kece dengan isi yang benar2 sangat membantu bagi para orang tua atau suami di luar sana...dengan penceritaan yang ringan tp isi yang nendang...menceritakan ttg seorang ayah yg tdk bisa melepaskan tanggung jawab begitu saja trhdp kedua jagoannya (putra) setelah tahu bahwa hidupnya sudah tdk lama lagi...berbekal handycam beliau menyimpan beberapa nasehat untuk anak2nya kelak saat harus menghadapi kehidupan yang keras...
Dari sudut pandang si sulung Satya yang merupakan ayah dri 3 orang anak kita akan tahu pelajaran mengenai menjadi ayah dan suami yang baik...
Dan dari sudut pandang si bungsu Cakra kita akan tahu mencari jodoh itu bukan untuk saling melengkapi kekurangan dan kelebihan...tp untuk saling melengkapi dengan kekuatan yang dimiliki berdua...
Ah, pokoknya top markotop ceritanyaaaa...saya suka saya suka...
Dan untuk para bujang di luar sana...hei,kalian wajib baca buku ini...supaya tau hak dan kewajiban kalian sebagai anak, suami dan ayah (kelak)...
Profile Image for Annisa Suci Nurfarah.
112 reviews18 followers
July 18, 2016
Buku ini berhasil bikin aku termenung saat membacanya.
Dalam halaman demi halaman, aku tertawa membaca kengenesan Cakra dalam mencari jodoh agak tersentil juga sih


"Kalo anak mamah mukanya kaya celeng, minimal Mamah cari anak teman yang bagusan dikit."

Cakra mengambil penggorengan yang tergantung dan berkaca. "Celeng?"

"Misalnya."


Heartwarming saat-saat Satya menyadari perilakunya sebagai Bapak terhadap anak-anaknya dan sebagai suami terhadap istrinya.

Juga bagaimana perjuangan Ibu Itje membesarkan Satya dan Cakra, mengantar mereka menuju dewasa, mandiri dan sukses. Juga tak membebani anak-anaknya.

Ada banyak hal tentang mendidik anak di sini. Tentang menjadi suami dan bapak yang baik. Mencari jodoh yang baik. Membangun keluarga.

Ada banyak kutipan-kutipan bagus. Dan aku rasa ga bisa banyak aku tuangkan di sini.
Satunya adalah:


"Mas pernah bilang, bagi Mas, saya itu perhiasan dunia akhirat."

"Iya."

"Kenapa bisa bilang begitu?"

"Kamu pintar. That goes without question . Kamu cantik. Itu jelas."

"Itu semua dunia," potong Ayu.

"Dan karena pada waktunya, saya selalu melihat sepatu kamu di musala perempuan."
Profile Image for Karim Nas.
Author 2 books29 followers
October 17, 2015
I was expecting a lot, due to the rave reviews by some of my friends and people around me. I was expecting a melodramatic family tragedy to unravel before me.

Thus I was a bit taken aback by the humour (some of them are funny, but mostly dry) and comical conversations. But I guess that's how the writer wanted to deliver this potential tearjerker. In a light-hearted mood.

A bit annoyed by some of its preachy content. At times I feel like I was reading an insurance brochure, a marriage counselor's handbook, or a parenting 101 book.

And by the way, the first iPod was released in 2001. So it really broke the suspension of disbelief when the father told his kids about Steve Jobs creating it in a video from 1992.

But anyway, the book really did have a noble cause and a captivating story. And the very beautiful ending really made me neglected all its shortcomings.
Profile Image for Yuniar.
103 reviews21 followers
Read
September 2, 2025
Ini adalah sebuah cerita tentang seorang pemuda yang belajar mencari cinta. Tentang seorang pria yang belajar menjadi bapak dan suami yang baik. Tentang seorang ibu yang membesarkan mereka dengan penuh kasih. Dan… tentang seorang bapak yang meninggalkan pesan dan berjanji selalu ada bersama mereka.

Cerita buku ini menghibur, memberikan nasehat, ringan dan mudah dimengerti. Sama halnya seperti buku bertema memorial lainnya, buku ini juga berisi alur flashback, dan sisipan itu, yang ditulis maju mundur di beberapa bagian cerita tidak membingungkan. Ceritanya selain berisi pesan-pesan yang bijaksana, nasehat yang bermanfaat, juga ada humor. Buku ini sukses bikin aku terharu dan tertawa. Sebenarnya pesan-pesan dari sang bapak mengenai kehidupan tidaklah terlalu istimewa, sebab sudah pernah kubaca di beberapa buku lain. Tapi dari awal mula cukup bikin baper.
Profile Image for Sa`ad Ahyat Hasan.
110 reviews17 followers
March 21, 2017
Buku kedua @AdhityaMulya yang saya beli dan baca setelah Gege Mengejar Cinta.

Saya tidak tahu harus menulis apa untuk buku ini. Sejak dulu, saya punya bayangan akan bikin sesuatu seperti apa yang diceritakan oleh Adhitya Mulya di dalam buku ini ketika sudah menikah nanti.

Sejak beberapa halaman pertama, hangatnya sudah terasa. Buku yang luar biasa komplit. Kisahnya, humornya, pesan-pesannya, semuanya pas.

Buku favorit saya di tahun ini. Salah satu buku yang wajib dikoleksi dan dibaca lebih dari sekali.

5 bintang.
Profile Image for Pak Badrul.
Author 3 books6 followers
November 21, 2017
Ini novel dari Indonesia yang pertama aku baca. Walaupun yang pertama tapi terus ditemukan dengan sebuah novel yang bagus. Ceritanya penuh jiwa malah sarat dengan pelbagai emosi, dan penuh pengajaran. Novel yang aku rasa boleh menukar cara pandang seseorang dan meninggalkan kesan dalam diri. Aku terus bagi 5 bintang. Huhu
Profile Image for Nurina Widiani.
Author 2 books15 followers
August 25, 2016
Cakra Garnida, baru saja genap berusia 30 tahun, seorang bankir muda yang melesat dan berhasil menduduki jabatan Deputy Director. Di usianya yang sudah sangat matang itu sayang kisah percintaannya tak sesukses karirnya. Menyatakan cinta 3 kali dan ditolak 4 kali, Cakra kerap menjadi target pertanyaan "kapan menikah?"
Kemampuannya mendekati perempuan memang minim, seminim penampilannya pula, tapi ada alasan lain mengapa Cakra belum juga mencari perempuan. Cakra ingat pesan Bapak.
Kini saat di kantornya hadir seorang perempuan cantik bernama Ayu, bisakah Cakra memenangkan hatinya?

Satya Garnida, sekarang berusia 33 tahun dan menjadi seorang geophysicist untuk NOG (Norse Oil og Gas). Bapak tiga anak yang hanya bisa bertemu dengan keluarganya di akhir pekan. Namun bukan pertemuan yang menyenangkan bagi Rissa, sang istri dan anak-anaknya. Selalu ada yang salah di mata Satya dan dikeluhkannya; masakan Rissa yang kurang ini itu, Ryan yang tidak bisa berhitung, Dani yang belum bisa berenang juga Miku yang masih mengompol. Hingga Rissa tak tahan lagi dan mengirimi Satya email yang membuka mata Satya. Pria itu sadar ia telah terlalu menuntut dan membuat anak-anaknya ketakutan. Hanya satu yang bisa menyelamatkan Satya, pesan-pesan dari Bapak.
Pesan-pesan yang disampaikan bapak mereka sebelum meninggal, yang dibuat dengan harapan agar Satya dan Cakra tetap tumbuh besar tanpa kehilangan tempat bertanya. Pesan-pesan yang sedari kecil mereka tonton melalui layar televisi setiap sabtu sore.
Kini berbekal pesan-pesan itu, Cakra siap mencari seorang perempuan perhiasan dunia akhiratnya, dan Satya siap membenahi hubungannya dengan istri dan anak-anaknya. Agar Bu Itje yang selama ini dengan tegar mendampingi mereka, bisa tersenyum dan terlengkapi.

********

Novel Sabtu Bersama Bapak dengan cover film ini saya dapat sebagai hadiah Reading Challenge di bulan Februari dari Mbak Yuska. Meski sudah pernah membacanya di rentalan buku, tapi saya naksir berat sama cover versi film ini. Jadilah saya memasukkan Sabtu Bersama Bapak dalam wishlist saya. Dan saking excited-nya saya langsung re-read novel ini begitu sampai di tangan saya (setelah membaca Detektif Conan tentunya). Tapi kali ini... saya membaca ulang nggak sendirian, ada suami saya yang ada di samping saya dan mendengarkan saya membaca ^^

Dalam bahasa Jawa, Bapak memiliki arti "bab opo-opo pepak" sehingga bisa dibilang bahwa bapak adalah tempat bertanya, tempat untuk menemukan segala jawaban. Meski itu konsep jaman dulu karena dulu bapaklah yang lebih aktif bekerja dan bersosialisasi di luar, sedangkan ibu hanya konco wingking yang tahunya hanya dapur, kasur dan sumur. Tentunya berbeda dengan masa sekarang di mana ibu pun pasti juga canggih dan bijak dalam menjawab pertanyaan anak-anaknya.
Pun tetaplah saja, bapak adalah sosok yang penting yang memiliki jawaban dengan logika dewasa yang dibutuhkan anak-anak. Tapi bagaimana jika usia menjadi penghalang bagi seorang bapak untuk "ada" dan menjawab pertanyaan-pertanyaan sang anak?
Bagi saya, ini adalah premis yang menarik dan cerdas. Seorang suami terlebih bapak memang harus bisa dua langkah di depan. Seperti Gunawan dalam kisah ini.

Saya mendapati emosi saya dengan mudahnya diaduk oleh buku ini. Sekali waktu saya dibuat sedih sampai nangis, sekali waktu saya merasa terharu, speechless, dan kadang senyum-senyum simpul—terutama membaca bagian kisah Cakra. Sungguh saya merasakan "aaah", " ooooh", "ihiiik" dan "hueeek" moment saaat membaca kisah Cakra XD

Alur cerita jelas dan rapi, layout-nya menarik dan penuturannya begitu renyah. Pengkarakterannya terasa kuat dan punya suara yang berbeda-beda.

Novel ini benar-benar paket komplet mewakili tiap elemen dalam keluarga. Ada seorang ibu dan seorang istri dalam diri Bu Itje; ada seorang suami dan ayah dalam diri Pak Gunawan; ada seorang anak laki-laki, suami sekaligus ayah dalam diri Satya; ada seorang anak laki-laki, jomblo yang jadi pria tuna asmara dalam diri Cakra; ada seorang istri, menantu dan ibu dalam diri Rissa; ada seorang perempuan yang bimbang dalam memilih pasangan hidup dalam diri Ayu.
Kisah mereka saling terjalin dalam sebuah harmoni yang manis dan menyentuh.

Apalagi ada nilai parenting yang terselip dalam novel ini. Ada moral-moral lama yang dikritik dengan cantik di sini. Saya sih setuju.
Secara keseluruhan saya rekomendasikan buku ini buat siapa saja. Harus. Banget. Baca. Buku. Ini. *tanda seru, tanda seru, tanda seru*
Terutama buat cewek-cewek yang sedang bingung soal jodoh, yakin deh seleksi itu perlu, cara yang dilakukan Ayu penting banget demi menemukan pria yang berkualita istimewa ;)
Profile Image for Agoes.
510 reviews36 followers
December 6, 2017
Novel ini sempat cukup terkenal, sampai-sampai dibikin filmnya. Beberapa teman pun membaca buku ini tapi saat itu saya belum merasa tertarik. Kebetulan beberapa waktu yang lalu nemu ada yang jual buku ini seharga 30.000 saja, saya pikir ya boleh deh dibeli. Ternyata setelah dibuka bungkusnya, bukunya bajakan (kualitas kertasnya lebih jelek dibandingkan terbitan asli). Tapi karena kontennya sama, saya jadi tahu juga novel ini cerita tentang apa.

Ringkas cerita: “Bapak” dalam cerita ini menderita penyakit dan usianya tidak lama lagi. Supaya dia bisa tetap membimbing anak-anaknya, dia membuat rekaman video berisi petuah-petuah yang bisa ditonton oleh anak-anaknya saat mereka menginjak tahap perkembangan tertentu.

Premisnya bagus, dan simpel.

Tapi jalan ceritanya juga simpel, jadinya kurang menarik. Biasanya dalam cerita yang menarik mengantarkan kita pada suatu konflik berat yang dihadapi tokoh utamanya, lalu kita turut simpati pada perjuangan si tokoh utama, ikut terlarut dalam petualangannya, lalu ikut gembira atau sedih ketika mereka berhasil atau gagal.

Di novel ini, penyelesaian konfliknya ya berhasil. Ya pokoknya berhasil aja. Bapak sakit parah sehingga istrinya akan jadi janda? Ya pokoknya tau-tau si bapak udah investasi, kehidupan mereka terjamin (investasi apaan ya dalam jangka pendek gitu bisa mengamankan hidup keluarganya?), si Ibu berhasil bikin restoran sampai DELAPAN cabang, pokoknya berhasil aja masalah selesai. Anak pertama kasar sama istri dan anak? Nonton video, nyadar, dia berubah. Berhasil deh masalah selesai.... dan seterusnya. Problemnya anak kedua? Yah... baca sendiri lah, pokoknya video rekaman bapaknya membantu konflik selesai.

Ngomong-ngomong 2-2nya juga sukses dalam karir ya, masalah hidupnya mereka hanya ada di 1 dimensi saja. Ya pokoknya gitu deh pembaca terima aja. Kalau dibikin lebih kompleks mungkin novelnya jadi kepanjangan.

Petuah-petuah si bapaknya ini juga terlalu bijak banget. Terlalu ideal, dimensi pribadinya sempit banget, karakternya malah jadi nggak hidup (iya sih di cerita ini memang dia meninggal, tapi bukan itu maksudnya).

Kebetulan saya juga baru nonton episode Black Mirror dengan premis serupa. Di sana diceritakan tentang seorang perempuan yang bisa kembali berkomunikasi dengan pacarnya yang telah meninggal berkat bantuan teknologi. Semua percakapan mereka yang ada jejak digitalnya bisa dilacak kembali dan disusun oleh algoritma komputer sehingga seolah-olah dia masih hidup dan bisa menanggapi mereka yang masih hidup. Tapi biar bagaimanapun juga, kematian tidak bisa dihapuskan. Pengalaman di masa lalu tidak bisa sepenuhnya menjawab masalah baru di masa depan. Ada percakapan baru yang tidak bisa terjawab dengan mengulang kembali percakapan di masa lalu. Yang masih hidup terus berkembang, sedangkan yang sudah mati statis dan diam di tempat.

Lebih menarik cerita di atas kan? Tapi di Indonesia, novel ini hits banget. Mungkin memang sesuai dengan pangsa pasarnya dan kebetulan saya bukan audience yang tepat untuk buku ini.
Profile Image for liez.
180 reviews20 followers
October 22, 2015
Ini.bagus.banget.nyesal.baru.dibaca.sekarang

Buku ini menceritakan tentang kehidupan Cakra dan Satya setelah Bapak pergi. Kepergian bapak meninggalkan hal yang sangat berarti, sebuah video yang dibuat oleh bapak untuk menemani mereka melangkah agar mereka menjadi pribadi yang lebih baik dari sang bapak sendiri. Sabtu menjadi hari yang ditunggu Cakra dan Satya, karena di hari Sabtu setelah azan Ashar, bu Itje, mamah mereka akan memutar sebuah video dari bapak. Video tersebut bukan hanya berisi jawaban dari setiap pertanyaan yang ada di benak mereka, tapi juga sebuah pembelajaran, pesan, saran dan bagaimana seharusnya menjalani kehidupan agar hidup tidak sia-sia dan berbuah penyesalan. Buku ini bukan hanya tentang Bapak dan anak, bagi saya buku ini sarat makna.



Saya bingung saat mereview sebuah buku bagus karena saya pasti akan melantur kemana-mana. Bukan berarti saya suka mereview buku yang tidak terlalui saya sukai. Mereview buku yang sangat saya sukai seperti bercerita panjang lebar yang isinya terkadang bisa menyerempet kemana-mana dan bisa saja tidak terlalu penting. Ini saja saya sudah ngelantur kemana-mana #self toyor.



Hampir seluruh buku ini adalah favorit saya. Video-video bapak, Cakra, Satya, bu Itje, Rissa, Ayu dan bapak sendiri adalah favorit saya. Bahkan saya juga menyukai rekan kerja Cakra (saya dapat membayangkan bagaimana interaksi Cakra dan stafnya di departemen Micro Finance, menurut saya kantor Cakra adalah salah satu tempat kerja yang asik). Saya juga menyukai bagaimana Cakra mempersiapkan dengan baik hidupnya sebelum memutuskan menikah #ehem dan bagaimana Satya berusaha menjadi bapak dan suami yang lebih baik seperti yang diajarkan bapak. Membaca buku ini membuat saya tertawa, menangis dan kangen ayah. Cinta Bapak dan Ibu memang berbeda, tapi Bapak mempunyai caranya sendiri dalam mewujudkan cintanya #peluk ayah.



Jika menulis hal-hal favorit dibuku ini, saya seperti menulis ulang isi buku. Buku ini adalah salah satu buku terbaik yang pernah saya baca. Semua yang dituliskan penulis membuat saya terpikat. Tidak hanya video Bapak (dan bapak sendiri yang pastinya seseorang yang luar biasa), Cakra dan Satya yang saya favoritin. Saya juga belajar banyak dari Ayu, bagaimana memilih pasangan yang baik dan tidak hanya melihat seseorang dari penampilannya. Salah satu bagian favorit saya adalah saat blind datenya Cakra dan Ayu di Museum Fatahillah. Dari bu Itje dan Rissa saya belajar bagaimana menjadi istri dan ibu yang baik. Seperti yang sudah saya tulis diawal, buku ini sarat makna dan saya menyesal menimbunnya terlalu lama.




Review selengkapnya
Profile Image for Dion Sagirang.
Author 5 books56 followers
October 16, 2014
Tergiur membeli pas baca review teman di Goodreads yang mengatakan wajib baca bagi laki-laki dan calon bapak. Oke, saya tidak menyimpan harapan apa-apa pada buku ini dan dibaca saat ngisi luang mati lampu dan kerjaan terbengkalai. Eh tapi, ceritanya, demi baca buku ini saya rela ga kuliah. #alibibanget

Saya tidak tahu harus mulai dari mana, yang pasti, tema keluarga selalu menjadi favorit saya, termasuk buku ini.
Saya menyukai semua tokoh yang Penulis ciptakan di sini. Dimulai dari Pak Gunawan, Ibu Itje, Satya, Cakra, temen-temen Cakra (yang mengingatkan sama temen segeng; Guys, saya rindu kalian!), Rissa dan anak-anaknya, dan semuanya.
Saya menyukai komitmen cakra mengenai pernikahan, demi Tuhan. Bagian ini saya rekomendasikan sama semua laki-laki lajang di dunia. Saya suka gaya Bu Itje dalam mendidik putra-putranya (juga prinsip tidak merepotkan), dan suka perubahan Satya ke arah lebih baik untuk menjadi suami dan juga ayah. Kesemuanya itu, tentu saja karena video Bapak.

Dari kesemuanya, saya menangkap pesan dari keluarga yang baik adalah mereka yang memelihara komunikasi dengan baik--sesuatu yang tidak terjalin baik dalam keluarga saya. Kalau mengingat itu, saya ingin masuk keluarga mereka, supaya saya bisa lancar mengucapkan, "Mah, saya sayang Mamah. Banget." Lalu memeluknya.
Kepada Bapak, saya ingin mengatakan ini, "Pak, ga perlu nungguin saya pulang. Kan saya bawa kunci sendiri. Tapi terima kasih. Kalau disambut, saya jadi punya alasan pulang bawa martabak buat Bapak dan Mamah."
Juga kepada kakak-kakak saya. Ini sejenis impian saya dan juga alasan saya kuliah di jurusan komunikasi. Hanya agar bisa mengucapkan itu. Dengan lancar. Tapi masih belum berhasil. Kami terbiasa mengungkapkan rasa sayang dengan tindakan.

Ah, jadi curcol. Yang pasti, jika ada yang bilang buku ini recomended bagi para laki-laki, saya pikir, tepatnya, buku ini wajib dibaca oleh semua orang untuk menyadari posisinya dalam keluarga, dan menjadi dirinya yang tepat.
Profile Image for Aso.
214 reviews44 followers
July 5, 2016
3.5/5 stars

"Laki, atau perempuan yang baik itu, gak bikin pasangannya cemburu.
Laki, atau perempuan yang baik itu...bikin orang lain cemburu sama pasangannya"


Semacam buku panduan lengkap bagaimana menjadi lelaki, suami, ayah dan perencana finansial yang baik. Setiap bagian cerita diselipi petuah-petuah Pak Gunawan untuk anak-anaknya dalam "video". Walaupun kadang terkesan agak preachy, kita bisa merasakan nasihat-nasihatnya yang adaptable dalam kehidupan sehari-hari. Pesan-pesan beliau quotable, saya sudah bisa membayangkan status-status media sosial yang dibanjiri petikan kalimat-kalimat buku ini.

Bagian Cakra, kisah kejombloannya agak familiar ya, relate banget sama kehidupan kaum jomblo diambang umur 30an. Galau galaunya seperti orang yang saya kenal. Dan tingkah anak buahnya bikin saya terpingkal pingkal (Mr. Gunther udah dapat attachment video nya belum yah?). Kisah cinta Saka dan Ayu rada-rada mirip FTV gitu.

Keluarga Satya, cerita yang konfliknya di depan doang, dikit. Setelah itu lovey dovey, warm, kinda typical feel good  story, yang menurut saya too sweet(?). I don't know, l'm just like come on, Mas Aditya kasihanilah kami yang belum menikah ini, jangan terlalu lovey dovey lah. Ini membuat saya like a bitter single old man yang nggak bisa menghargai kebahagiaan orang lain.

Bagi saya buku ini, fun, full of wisdom, and too sweet for my taste i can feel it in my teeth. I'm just too bitter to enjoy this book.

Catatan:
- Tahun 90-an kalo bikin/rekam video sudah pake istilah posting gak sih? Postingnya kemana?

- iPod ditemukan tahun berapa? Kok tahun 1992, Pak Gunawan sudah bicara tentang penemuan iPod? (hal.150)
Profile Image for Monica Riska Riana Dewi.
26 reviews1 follower
September 19, 2015
Saya pertama kali tertarik buku ini karena judulnya begitu mempermainkan emosi saya.. Sabtu (dan hari2 lainnya) bersama Bapak, adalah momen yg saya paling rindukan semenjak Bapak saya pulang ke rumahNya.

Agak jauh dari perkiraan saya ketika isi buku ternyata cerita novel (nggak baca review dan sinopsis sama sekali), tapi alur ceritanya indah, banyak kata2 dan pemikiran bijak Bapak Gunawan yang bisa kita renungi, dan berulang kali saya bilang "Ya, bener banget nih.." setiap part Bapak Gunawan berbicara.

Saya pun senang dengan cara Satya dan Cakra yg sayang maksimal pada Ibu. Ada perasaan terharu sendiri setiap melihat/membaca tentang anak laki-laki yang tak segan memperlihatkan rasa sayangnya begitu besar pada Ibu.

Selain itu, saya merasa nyambung banget dengan jokesnya. Garing-garing lucu gimana gitu. Paling suka deh ama joke garing-lucu-gimana-gitu. :))))

Walaupun ini novel, tapi banyak hal yang bisa jadi pelajaran, terutama kepada mereka yang hendak belajar menjadi orangtua. Semoga saya bisa mencontoh kisah keluarga ini kelak. Aminnnn!

Jadi kangen Bapakku kan.
*brb lap air mata*
Displaying 1 - 30 of 1,138 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.