Di tengah maraknya aksi pengeboman terhadap tempat-tempat ibadah, kepolisian kembali dibuat kebingungan oleh serangkaian pembunuhan sadis yang korbannya adalah para pejabat penting. Anehnya, setiap adegan pembunuhan tampak persis seperti yang tertulis dalam novel horor berjudul Jombi.
Apakah ini kebetulan, ataukah sang pembunuh terinspirasi dari halaman-halaman kelam novel itu? Mungkinkah si penulis sendiri terlibat, atau ada dalang yang lebih licik di balik semua ini?
Satu hal yang pasti, polisi harus berpacu dengan waktu sebelum imajinasi dalam dunia fiksi berubah menjadi kenyataan yang kelam.
❝Hukuman yang diberikan oleh pengadilan. Kalau nggak adil, keluarga korban bisa balas dendam dan lakuin kejahatan yang sama.❞ - p. 19
Jangan pernah menyepelekan dendam dan ketidakadilan. Sebab, karena itu semua, ia memakai topeng Jombi—topeng berwarna putih yang "mengadili" mereka yang lari dari kesalahan sama seperti di novel berjudul Jombi. Dan menebar teror kabut November.
#
Premisnya bagus. Build up ceritanya perlahan intens dan nggak dikasih nafas sampai menjelang akhir. Ceritanya sungguh menjanjikan. Tulisannya "padat" dan tak ada celah untuk plot holes. Tokoh-tokohnya banyak yang ternyata mereka saling berhubungan dan terkait.
Tapi, dengan potensi yang teramat besar seperti itu, tidak dibarengi dengan tutur penceritaannya. Padat, seru, tegang, namun nggak ada efek kejut. Nggak ada twist karena sejak awal pun sudah diperlihatkan siapa "dalang"-nya. Mungkin dalang yang lain agak lumayan, tapi nggak sampai jadi twist. Benar-benar dijejelin dan dikasih telling oleh penulisnya.
Contohnya ada suatu paragraf di awal bab, "Sebelum kematiannya ... " di awal udah di-spill duluan kalau tokoh itu akan mati. Sayang banget. Jadi, ku baca pun hanya sekadar menyelesaikan. Menanti siapa nih selanjutnya yang akan mati.
#
Sebagai cerita misteri-thriller, buku ini nggak hanya dar der dor aja, tapi ada unsur politik, konflik horizontal, isu agama yang dijadikan tameng kepentingan kelompok, dendam, dan bagaimana oknum akan selalu menjadi oknum yang menyengsarakan masyarakat sipil. Benar-benar potensi cerita yang bagus. Makanya, ku solid memberi bintang 4 meskipun ada these and those-nya.
Mungkin jika penceritaannya dengan showing dan dikasih efek kejut, bisa lebih baik lagi. Tapi ini semua pun masih sangat amat ku nikmati.
Akhir kata, bagi penyuka novel thriller lokal yang sarat akan political issues, bisa baca buku ini.
Iseng nyoba buku thriller misteri dan politik setebal 288 dari penulis yang baru kutahu namanya. Ternyata, baru adegan awal aja sudah berhasil biki penasaran. Halaman2nya dipenuhi kasus pembunuhan dar der dor dan misteri yang menyelimuti motivasi para karakter yang terlibat. Beneran seperti kabut pada judulnya, kabut.
Diceritakan dengan POV3 serba tahu kupikir sangat cocok untuk novel dengan jumlah karakter banyak ini. Entah kenapa penulis menulis nama mereka secara secara lengkap dua kata setiap kali mereka muncul, bikin aku agak terdistraksi. Untuk temen2 yg susah menghafal nama, dicatat aja ya. Tapi so far tiap karakter ini punya peran penting dalam plot. Buku ini juga pakai percakapan formal tapi menyebut lo gue. Trus sampai setengah buku aku masih gak bisa menentukan siapa sih karakter utamanya krn semua karakter berbagi spotlight secara adil, termasuk pelaku pembunuhannya.
Covernya mengingatkanku pada novel Mr Mercedesnya Stephen King, dan siapa sangka novel ini juga muncul dalam sebagai cameo. Beberapa karakter di sini suka membaca dan menulis buku lho.
Kasusnya sendiri seperti pembunuhan massal random di sebuah pasar malam. Tapi korban-korban berikutnya terbunuh mengikuti plot sebuah buku horor. Dan semua korbannya punya latar belakang kriminal terorisme dan makin mengerucut ke tokoh2 penting secara politis.
Seperti datang dan perginya kabut, misteri di sini tersibak perlahan. Melalui alur maju mundur yang bergantian muncul tanpa pemisah, membuat pembaca sepertiku musti fokus.
Tiap lapis misteri yang terbuka memberi kejelasan atas motif semua pihak yang terkait, termasuk si pelaku yang dari awal kita sudah diberi tahu. Gaya bercerita penulis aku suka karena mengalir, rapi, tertata dan rapat. Akhir yang diberikan juga cukup memuaskan.
#Trigger Warning in the book: suicide, gore, killing, sexual assault, police brutality, death
This book is great tbh! I read several GWP works and I always end up giving 3 stars as the maximum rate but for this one, I will give more than 4 out of 5. One of the best GWP books that I ever read. And the blurb just gives you 20 percent of the story. And I think I will read a book by Ariya Gesang again if he writes a book in the near future. I don't know why this book does not get quite a hype even though it is released this year. The time of the storyline between the past and the current.
Have you ever find a thriller book but so many sarcasm about society we lived in today and life lesson about justice? Rarely any books take out that idea right? But this one did! That's another reason why I loved this book. While you read the book, you might think the villain is so evil and so cruel yet when you find out the reason, you might think that he did it for justice. The book already revealed the suspect from the start but I continued to read it since as I open the next page of it, the intertwining ties between the characters and the reason behind the cruel crime that he did just for a justice. Bravo for the author to have the great idea about the storyline that is rarely being written by another author. One thing that you might considering this book probably is about the gore scene that you'll read in the most of the pages, since this book has so many trigger warnings from the start of the story until the end.
Still, bravo and clap for the author for the interesting storyline and slipped on moral and justice message that he tried to convey in the story. This book needs more recognition to be honest. Literally 4.25 out of 5! 👍
Gila! Pernah tidak, sih, kamu berpikir bahwa dalang di balik aksi terorisme bukanlah nama yang sering kali dibicarakan? Pernah tidak kamu menduga-duga sumber dana dari tiap aksi terorisme? Dulu sekali, aku pernah mendiskusikan hal ini dengan Paksu.
Di tengah aksi pengeboman tempat ibadah, serangkaian pembunuhan sadis yang korbannya adalah para pejabat penting terjadi. Anehnya, rentetan kejadian itu menyerupai cerita novel berjudul Jombi, termasuk pelaku yang mengenakan topeng menyerupai topeng yang dikenakan tokoh utama di novel tersebut. Apakah ini aksi seorang peniru? Ataukah semua ini justru dilakukan oleh si penulis novel?
Aku ingatkan, ya, kalau kamu sulit menghafal nama tokoh yang banyak, siapkan catatan sebelum mulai baca. Namun, tenang, jangan mengeluh dulu. Tiap nama yang muncul saling terkait dan memiliki peran penting sesuai porsinya di dalam cerita. Tidak ada satu tokoh pun yang tak berperan.
Kalau biasanya cerita misteri berfokus ke pencarian identitas pelaku, buku ini justru terang-terangan membuka identitas pelaku di awal cerita. November Fog lebih menyorot soal motif serta detail aksi tiap tokohnya. Alur campuran membuat pembaca memahami hubungan antartokoh atau alasan di balik aksi mereka. Aku mengacungi jempol untuk narasi yang mulus sekaligus mampu membangkitkan rasa penasaran dan debar di dada. Selain itu, terbayang sudah riset seperti apa yang dilakukan penulis untuk menggambarkan aksi terorisme sedetail ini. Keren!
Kalau kamu selama ini percaya bahwa tokoh agama bersuara vokal menjadi dalang di balik aksi terorisme, bisa jadi kamu akan berpikir ulang selepas menamatkan buku ini. Nah, kalau kamu suka cerita misteri yang lebih banyak mengulik alasan di balik aksi atau detail aksi itu sendiri, atau mulai meragu akan penegakan keadilan di negeri; cobalah baca buku ini. Buku ini menjadi salah satu bacaan terbaikku tahun ini. Penasaran?
November Fog • Ariya Gesang • Bhuana Sastra • 2025 • 288 halaman
"Kalau menurut gue, sih, ada hal yang lebih penting selain polisi bisa tangkap pelaku itu lebih cepat," tutur Faruk. "Apa?" Faruk menatap mata Alina dalam-dalam. "Hukuman yang diberikan oleh pengadilan. Kalau nggak adil, keluarga korban bisa balas dendam dan lakuin kejahatan yang sama." Hlm. 18–19
Tidak pernah ada yang menyangka kematian itu mengikuti kita. Hlm. 91
"Nggak pernah ada yang layak saat orang-orang yang lagi beribadah dibunuh," .... Hlm. 91
"Semua orang yang gue bunuh adalah bagian dari terorisme yang sedang berlangsung." Hal 199 - November Fog Ariya Gesang Penerbit Bhuana Ilmu Populer, 2025 Edisi Digital - @pyclibrary 📑 288 Halaman - Tepuk tangan yang meriah untuk novel Thriller misteri satu ini. Nggak sangka kalau topik dan isu politik adu domba antar pihak kepolisian dan t e r o r i s m e juga kekuasaan akan sebuah partai dan ideologi bisa seapik ini bila dijadikan premis dalam sebuah novel. Apalagi menilik tragedi menyayat hati tentang kasus b o m dan lainnya yang menyeret tokoh-tokoh agama dan ulama besar. Dan dalam novel ini, kita akan menemukan dua sisi, apakah superhero ataukah villain? - Dibuka dengan adegan menegangkan penembakan beruntun yang terjadi di sebuah taman di tengah-tengah keramaian pengunjung dan dilakukan oleh seorang lelaki bertopeng zombi. Aksi itu terekam jelas oleh kamera pengawas di area taman. Pihak kepolisian pun turun guna menangkap pelaku penembakan. Namun, pembunuhan lainnya juga terjadi, setelah b o m besar meledak di salah satu tempat ibadah. sayangnya pihak kepolisian membuat keterangan lain dan menutupi kasus tersebut dari publik. Seolah ada tangan-tangan berkuasa yang hendak membungkam semua peristiwa dan menyajikan opini dan menarik simpatisan publik. - Semua misinya mengikuti setiap langkah yang diambil dalam sebuah Novel milik seseorang yang cukup dekat di masa lalu, tapi semua tercerai berai. Nyatanya Zombi melakukan pembunuhan bukan hanya dasar balas dendam. Tapi, jauh lebih besar dari yang publik tahu bahwa penegak keadilan tidak benar-benar melakukan pekerjaannya dengan baik. Yang gila kekuasaan dan memang ingin menegakkan keadilan berdiri bersebrangan. - Gaya bercerita penulis yang ringan dan nyaman, membuatku menikmati misteri yang disuguhkan. Karena memakai sudut pandang orang ketiga, semua pikiran para tokoh terbuka seluruhnya termasuk sosok Zombi yang sebenarnya, yang sejak awal sudah terungkap. Hanya motif dan pilihan zombi serta alasan dibalik semua insiden yang terjadi yang diungkap perlahan-lahan.
⚠️TW: 18+, mengandung adegan kekerasan, teror*sme, bun*h d*ri ⚠️
Sosok bertopeng melakukan pembun*han di Taman Mawar. Korbannya mencapai 8 orang! Masyarakat bertanya-tanya, pasalnya kejadian ini mirip dengan cerita dalam novel horor berjudul Jombi!!! Beberapa mencurigai penulisnya terlibat, tapi pihak kepolisian memilih tidak mengintrogasi penulisnya 😬
Tak sampai di situ saja, selama 3 hari berturut-turut terjadi pembun*han lagi! Kali ini korbannya adalah orang-orang yang duduk di kursi pemerintahan dan pejabat kepolisian!!! Pelakunya masih sama, sosok bertopeng Jombi! Sebenarnya apa yang diinginkannya??
Banyak yang berasumsi bahwa ini adalah ulah komplotan teroris di bawah pimpinan Suhadi Darmono. Tapi benarkah seperti itu??
💣🔪🎭🔪💣 Baca review buku lainnya di IG ku @tika_nia
November Fog adalah novel thriller dengan nuansa politik yang kental, yang pertama kali ku baca! Menggunakan alur campuran, membuatku diliputi penasaran sekaligus deg-degan sepanjang membacanya. Beberapa bagian membuatku banjir air mata 😭 Di antaranya saat Yudi menyaksikan kemati*an kakaknya, saat Jessica mulai merasakan sayang pada Nana, ketika Antoni menjelaskan motifnya, dan saat Yudi akhirnya baikan dengan Budi🥺
Insight yang ku dapatkan di antaranya: • Keadilan membutuhkan pengorbanan. • Balas dendam bukanlah solusi. • Dunia butuh orang-orang seperti Jombi, berani menguak kebusukan dan menuntut keadilan hingga ke akarnya! • Dunia lebih indah bila semua mampu menghargai perbedaan, memperbesar toleransi antar umat beragama.
Tokoh dalam ini lumayan banyak, tapi untungnya semakin ke belakang semakin terlihat saling berhubungan. Part ceritanya pendek-pendek jadi nggak bikin bosan. Adegan action berbumbu saos merahnya lumayan detail, tapi masih bisa ditolerir. Recommended buat pecinta thriller dengan banyak adegan action dan nuansa politik 💣💥
November Fog punya premis yang bagus & menarik, eksekusinya juga bisa dibilang berhasil. Benar-benar ide yang brilian karena menciptakan sebuah cerita misteri di mana salah satu tokohnya terinspirasi melakukan pembunuhan dengan suatu cara berdasarkan sebuah novel yang ditulis oleh tokoh lain di dalam novel. Novel ini juga banyak menyinggung tentang masalah jabatan & politik, keadilan, peran aparat, dan juga perpecahan antar umat beragama, yang beberapa kejadiannya benar-benar pernah dan sedang terjadi di negeri kita tercinta ini. Di luar daripada itu, novel ini benar-benar layak dinikmati terlebih karena gaya penulisan yang mudah diikuti & mengalir, serta keterangan dan deskripsi poin-poin penting yang dituliskan secara detail & lugas.
Baru banget kelarin buku ini. Dan jujur saya berusaha suka sama buku ini tapi ada beberapa hal yang masih terasa ngeganjel.
Pros : - Plotnya bagus, alurnya rapih. Banyak karakter yang terlibat, tapi saya enggak terlalu kesulitan untuk mengikuti karena masing-masing karakter terasa punya setting dan kegunaannya sendiri dalam cerita.
- Tema yang diangkat bagus, enggak cuma nyinggung masalah terorisme tapi konspirasi di balik isu terorisme itu sendiri. Bahwa enggak semua yang kita lihat di media itu menggambarkan kejadian sesungguhnya. Dan ada tangan-tangan enggak terlihat yang kadang mengatur jalannya narasi di publik.
-Adegan-adegan actionnya lumayan, meskipun kadang somehow ngerasa terlalu singkat? Kayak baru mulai menikmati adegannya lah kok tau2 udah selesai gitu.
Cons : -Menurut saya ini cerita yang bagus, tapi beberapa hal yang bikin saya enggak bisa sepenuhnya suka sama buku ini. Salah satunya dari cara penulisannya. It's too tell not show. Mungkin ini masalah preference ya, tapi menurut saya penulisan kaya gini membuat cerita kurang terasa hidup. Kayak misalnya alih-alih nulis "Dia menyesal karena telah memfitnah si A", atau "Dia merasa sedih karena..." kenapa enggak buat seperti apa reaksinya ketika sadar kalau dia akhirnya menyesal, atau seperti apa reaksinya ketika dia merasa sedih.
-Karakter... Sumpah saya enggak suka banget sama karakter David Arsyad. Tapi bukan karena dia antagonis yang menyebalkan, but I just can't sympathize with him AT ALL. Spoilerr : dia enggak bisa ngapa-ngapain pas pacarnya diperkosa, setelah ceweknya meninggal bunuh diri, dia pacaran lagi tapi kaya cuma jadi pelarian, padahal ceweknya tulus banget. Terus pas dia dalam pelarian, kek enggak ada angin enggak ada ujan, tiba-tiba dia have sex sama kepala pengawalnya?? And that sex scene, is not important at all. Saya masih enggak ngerti kenapa dia harus ngelakuin itu? motivasinya ga jelas. Dan di ending dia akhirnya masuk penjara, pacarnya masih nemenin dia sampai akhir, tanpa tahu cowoknya pernah ewew sama cewek lain pas dia lagi ngumpet dari si Jombi. Rasanya saya mau masuk ke dalam novel terus ngasih tau ceweknya, run mbak run. Cowok lu red flag abiss...
-Dialog... Saya tahu dialognya itu berusaha pakai lo-gue mungkin agar terasa lebih cair, lebih natural. Tapi beberapa interaksi tuh terasa ga natural biarpun udah pakai lo-gue. Kayak... rasanya tuh enggak ada deh orang yang berinteraksi kaya gitu. Kayak ada adegan, salah satu pengawal lagi berjaga karena Jombi mau dateng nyerang mereka, terus random banget tau-tau dia bilang "gue jadi inget deh waktu gue SD... bla bla bla..." terus kepala pengawalnya bilang, "Ceritakan. Tapi tetap waspada." terus si pengawal ini cerita 1 paragraf full tentang masa kecilnya, abis itu kepala pengawalnya nanggepin, "Terima kasih udah berbagi..." kok saya bacanya nadanya kaya customer service yang dengerin keluhan pelanggan. Kayaknya enggak ada deh orang berinteraksi kaya gitu. Kaku banget.
Mungkin segitu dulu. So far, menurut saya ini cerita yang bagus, tapi hal-hal yang saya list di atas mungkin yang masih menghalangi saya untuk bisa suka dengan buku ini secara keseluruhan.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Buku ini bercerita tentang serangkaian pembunuhan misterius. Uniknya, setiap adegan pembunuhan punya kemiripan mencurigakan dengan novel horor berjudul Jombi.
Pertanyaannya: Apakah si pembunuh terinspirasi dari buku itu? Atau semua ini cuma kebetulan belaka?
Yang bikin November Fog menarik, bukan cuma misterinya, tapi juga ide metafiksi, tentang bagaimana batas antara fiksi dan kenyataan bisa kabur. Kita diajak mikir: seberapa jauh sih pengaruh sebuah karya terhadap tindakan manusia?
Alurnya cukup cepat, tegang dari awal sampai akhir. Karakternya juga terasa hidup, nggak cuma jadi figuran. Setiap tokoh punya porsi yang pas. Jadi, kalau kamu tipe pembaca yang suka cerita dengan pace ngebut dan penuh ketegangan, buku ini bisa jadi pilihan.
Konsep meta dan pertanyaan etisnya segar banget untuk novel horor lokal. Ketegangan konsisten, karakternya solid, tapi buat kamu yang suka jawaban rapi dan penjelasan detail, mungkin akan agak frustrasi, karena ada bagian yang sengaja dibuat samar.
Singkatnya, November Fog adalah horor-misteri yang cerdas dan menantang. Cocok banget buat kamu yang suka cerita dengan plot twist, ketegangan, sekaligus pertanyaan filosofis tentang fiksi dan realitas.
Sudah membaca buku ini sampai tamat, bahkan karena sangat menyukainya, saya sudah membacanya untuk kedua kali, jujur buku ini buat saya jatuh cinta dengan novel thriller, pertama kalinya saya membaca novel thriller dan saya menemukan thriller yang membuat saya mendukung setiap aksi pembunuhan di dalamnya, saya sangat menikmati bagaimana keadilan absolut dapat diraih dalam ketatanegaraan dan menghargai perbedaan agama.
Selama ini kita hanya menutup mata dan mendengar apa yang ada di berita, tetapi novel ini membuat kita sadar, bahwa apa yang kita lihat belum tentu fakta sebenarnya. Buku ini membuat saya tertampar pada kehidupan nyata di negara ini, perlu keadilan yang harus diungkap, keadilan yang lebih tajam bagi mereka yang meraup hak rakyat. Saya sangat berterima kasih ada seorang penulis yang berani menulis seperti ini, tulisan seperti inilah yang dibutuhkan sebagai bahan literasi di kehidupan nyata.