Dulu… Maya, Juno, Augy, si Kembar Septi dan Okta adalah bayi-bayi terbuang. Tumbuh bersama di rumah asuh Bunda Wulan, Anak-Anak Bulan ini mencari tempat mereka di dunia. Adalah Maya, yang paling keras berjuang untuk melindungi saudara-saudara angkatnya dan menghilangkan stigma yatim-piatu-kurang-beruntung. Tak ada waktu untuk menikmati hidup, bahkan untuk merawat luka akibat penelantaran orangtua yang diperparah dengan kepergian Juno.
Lalu, Geo datang melukiskan corak warna baru dalam kehidupan mereka, terutama Maya. Gadis itu menjadi yakin tempatnya adalah di samping Geo. Namun tiba-tiba saja Pangeran Bumi itu berkata, "Sadar tidak, kamu sudah menyebutkan nama Juno 124 kali dalam dua puluh menit terakhir?"
Oh, apa artinya itu? Dan kenapa Geo memintanya memikirkan Juno, saudara angkatnya, sang Kesatria Bulan-nya yang pergi tapi tidak pergi? Antara Pangeran Bumi dan Kesatria Bulan, hati Maya pun tercabik. Akankah ia mampu menentukan pilihan ketika dua pemuda itu justru bahu-membahu membantunya mengatasi segala permasalahan?
Ary Nilandari was currently honored as IKAPI Writer of the Year 2022, and her Garuda Gaganeswara won the IBBY Honour List of 2022 for its high quality in writing. She is the author of over 70 books, in which she celebrates diversity and universal values and promotes Indonesian cultural heritage. Some of her works won national and international awards. She was once a freelance translator and editor for a decade before focusing mainly on children/teen content. She is one of the advisors of Forum Penulis Bacaan Anak, the biggest online community of Indonesian children’s book creators. She has worked with national institutions, such as Komisi Pemberantasan Korupsi, Indonesian Commission of Corruption Eradication, to develop a series of children’s books on integrity and anti-corruption values; also with IKAPI, the association of Indonesian Publishers, as a speaker/trainer on editing and writing craft. Her passion and goal are to see Indonesian children have fun reading more quality books written primarily about them and for them.
Jadi waktu novel ini sampai di rak bukuku, sang Pengirim (Mbak Betty a.ka. Mama Veve) sudah memberi peringatan soal baper entah level berapa di malam Sabtu.
Aku seharusnya menganggap serius peringatan itu.
Sooo... aku sudah lumayan lama penasaran sama buku ini. Terutama karena kover dan judulnya. Kukira ini adalah cerita fantasi anak-anak. Daaan, aku baru ngeh kalau ada tulisan "romance" tercetak manis di ujung kover buku kanan atas. YHA.
Aku intip review di Goodreads. Kebanyakan ngaku tersentak gara-gara prolognya. Eh? Jadi mulailah daku membaca dengan wajah polos. Dan... OH GOD... Pegimane yah, aye bingung jadinya. Prolognya sih menceritakan kisah sepasang suami istri. Sang istri bernama Maya sedangkan suaminya disamarkan. Setelah prolog pembaca diminta menguak misteri siapakah yang bakal jadi suami Maya sebenarnya? (eng-ing-eng...). NHA, masalahnya adalah... meskipun adegan di prolog dilakukan oleh sepasang suami istri yang sudah SAH dan HALAL, nanging... yang baca kan belum tentu udah nikah juga. Misalnya daku yang masih dengan gagah menyandang status "SINGLE NANGING TETEP STRUGGLE". Dan prolognya itu subhanallah sekali... Detail meski tak sampai jatuh ke vulgar, namun cukup memercikkan api di hati para insan yang masih kukuh menjomblo (halah).
Maka dengan sangat hormat kurequest kepada Bundo Kito Tercinto untuk mengubah prolog tersebut. Karena... YHA, demi kesehatan mental para pembaca single sebangsa dan setanah air yang dirahmati Allah XD Kabarnya novel ini akan dibuat sekuelnya dan berarti ada kemungkinan terbit versi cetak ulangnya. Semoga versi di cetak ulangnya lebih menyejukkan (para jomblo... YHA).
Konon Sang Bundo sendiri dengan berbaik hati akan mempertimbangkan usulan itu sih XD Iyeeey *peluk Nata eh peluk Bundo.
***
Bisa dibilang aku baru bisa anteng dan ayem menikmati novel ini setelah bab prolog terlewati. Saking smoothnya nggak terasa puluhan bahkan ratusan halaman langsung terlewati dalam dua hari. Padahal, tadinya novel ini sudah kutinggal selingkuh buat baca Pintu Harmonika. Novel ini menceritakan kehidupan anak-anak di panti asuhan. Beberapa di antara mereka sudah terlalu tua untuk diadopsi, tapi mereka memang sengaja karena tak mau meninggalkan panti.
Ada Maya, tokoh utama cerita ini. Sang burung yang jadi rebutan Pangeran Bumi dan Kesatria Bulan. Ada Juno, sang Kesatria Bulan. Ada Augy yang pemberontak. Ada si kembar Septi dan Okta yang sayangnya berbeda nasib karena Okta menderita sindrom asperger, plus perkembangan wajahnya tak sempurna. Lalu ada Desti yang tak terlalu banyak diceritakan karena ia baru "dibuang"...
Geo adalah lelaki dari keluarga sempurna yang anehnya justru ingin menjadi pohon Spathodea yang perkasa tapi sendiri. Ia tak cocok berada di tengah keluarganya yang suka menuntut macam-macam. Ia berjuang mencapai tempatnya sendiri dengan membangun LBH (Lembaga Bantuan Hukum) bersama teman-temannya. Di tengah perjuangannya itu ia bertemu dengan Maya, supir antarjemput Keysha, keponakannya. Ia tersentuh dengan ketegaran Maya. Dan Maya pun menjadi pusat gravitasinya.
Geo berusaha menarik perhatian Maya dengan sopan dan elegan. Meski di awal dia digambarkan sebagai stalker yang suka mengintip rumah panti tempat Maya tinggal dengan teropong bintang. Perlahan sosok Geo yang selalu siap berada di samping Maya setiap Juno tak di sampingnya sukses membuatnya luluh. Meski Geo tetap harus berusaha sekuat tenaga untuk membuka hati Maya. Bahkan Geo sampai menyewa jasa seorang detektif swasta pensiunan dari kepolisian untuk menyelidiki asal-usul Maya.
***
Dalam cerita ini Maya pusing karena skripsinya yang tak kunjung selesai, sementara dosen pembimbingnya mau pensiun (seeet daaah, Maryamah Karpov banget ini). Ia sendiri memikirkan nasib Septi dan Okta yang beberapa kali tak jadi diadopsi karena umumnya orang-orang lebih memilih mengadopsi Septi yang fisiknya lebih normal. Namun, anak itu gigih. Ia hanya mau diadopsi berpasangan dengan saudara kembarnya. Okta meskipun asperger dan fisiknya tak normal, tapi sangat jenius. Ia bisa mengingat informasi apa saja dari buku dengan mudahnya. Sayang, ia tak mampu mengomunikasikan kejeniusannya layaknya orang normal.
Juno adalah anak panti "yang seangkatan" dengan Maya. Namun, Juno kemudian diambil lagi oleh ibu kandungnya. Alasan Juno ditinggalkan di RS ternyata karena sang ibu menderita semacam gangguan mental yang cukup parah. Ketika Juno sudah tinggal bersamanya selama belasan tahun pun kondisi sang ibu tetap tak kunjung membaik karena ia menolak dirawat dan menjalani pengobatan medis. Karena itulah konsentrasi Juno terbelah, tak bisa 100% hadir untuk Maya. Dan kekosongan itulah yang dimanfaatkan oleh Geo.
***
Geo adalah sosok elegan yang bisa mendampingi Maya tanpa banyak cakap. Meski gadis itu hanya menceritakan kisahnya sepotong-sepotong sampai Geo harus menyewa detektif swasta. Ia mendampingi Maya yang diam-diam menjenguk ibu Juno. Seorang diri gadis itu menghadapi kegilaan ibu Juno dan membujuknya untuk mencintai anak semata wayangnya (awalnya Geo tak tahu kalau Maya menjenguk ibu Juno). Ia juga yang mendampingi Maya ketika Augy membuat ulah dengan bikin kehebohan di acara talkshow yang menayangkan tentang fenomena bayi-bayi yang dibuang orangtuanya.
Di sini dijabarkan hukum terkait anak adopsi menurut Islam dan menurut hukum Indonesia. Menarik sekali. Ini adalah novel yang kaya. Sangat kaya. Mulai dari pengetahuan soal asperger, spathodea, hukum anak asuh, dan lain sebagainya. Meskipun sindrom "Asmaylanatis" yang diderita Geo itu pasti 100% fiktif sih. Hahaha... Dan semua pengetahuan itu disisipkan dengan cara yang wajar. Sebagai satu kesatuan elemen yang membentuk cerita. Tidak sekedar asal tempel atau keren-kerenan. Bunda Ary, kapan buka kelas creative writing? Hehehe...
***
Saking smoothnya aliran cerita novel, aku jadi lupa bahwa sebagian besar kisah di cerita ini diceritakan secara naratif atau setelah suatu peristiwa berlalu. Asal-usul Maya misalnya. Bukan Geo yang menyelidikinya sendiri. Ia tinggal membaca paparan laporan dari detektif. Banyak juga kisah yang dituturkan dari percakapan Geo-Maya, Maya-Juno, dsb. Perjumpaan Maya dengan ibu Juno pun lebih banyak secara naratif. Adegan paling hidup yang kurasakan berjalan secara "live" dari novel ini adalah adegan waktu Maya menemui Augy di kepolisian. Aku baru tahu kalau ternyata ruang tahanan anak-anak bukan berupa sel berjeruji, tapi ada rak buku dan mainan? Iya kah? Ruang tahanan sementara sih. Augy belum disidang. Dan alasannya membuat ulah bikin campur aduk. Ada kritik keras terhadap etika jurnalistik dan penyajian liputan di dalam novel ini.
Hal yang lainnya seingatku dipaparkan lebih ke "tell" daripada "show". Tell yang juga show. Maksudnya gimana ya? Nggg... meskipun "tell" tapi shownya terasa gitu. Gak kaku. Gak bikin bosen. Dan gak membatasi imajinasi juga. Oh ya. Penulis sangat mahir memainkan ragam metafora yang pas dengan suasana novel. Sekrup senyum di pipi yang terlepas, trampolin di hati, dan banyak lagi. Menariknya semua metafora itu terasa wajar dan nggak berlebihan. Banyak keajaiban di novel ini haha... Ini nggak berlebihan. Aku kagum dengan teknik story-tellingnya. Tapi mungkin akan lebih baik jika pembaca dibuat melihat secara langsung mayoritas kejadian penting. Bukan dari dialog para tokoh saja. Dialognya sendiri sangat lincah dan smooth. Baru kali ini rasanya aku baca kisah cinta segitiga yang nggak menye-menye. Natural. Alami. Dan ada pesan islami yang disisipkan meski tak sampai menggurui. SUKAK.
Namun, ada lagi yang disayangkan di cerita ini. Proses persaingan antara Juno dan Geo kurang dibuat terasa tegang. Mungkin karena ingin mengambil pendekatan yang lebih realistis daripada dramatis? Entah. Tapi kalau di versi cetak ulangnya nanti penulis bisa memainkan elemen ini lebih mahir, pembaca pasti dibuat dag-dig-dung di tengah proses terjepitnya Maya di antara Kesatria Bulan dan Pangeran Bumi. Hohoho... Pinginnya sih gitu.
Dan... kisah ini ditutup dengan dua kalimat yang mungkin efek goncangannya jauh lebih mengguncang daripada adegan prolog BLEDHAR!
Dan... menariknya, novel ini masih menyimpan banyak misteri. Soal Augy, soal Septi dan Okta, soal Desti, hingga tentu saja misteri ibu kandung Maya yang diam-diam diselidiki Geo dengan bantuan Pak Sungkono. Masih ada banyak ruang yang cukup seru di novel sekuelnya nanti. Dan akan sabar daku menunggu. Crash. Boom. Boom. BANG! Syalala...syalalala...
Geo, Juno. Juno, Geo. Betapa Pangeran Bumi telah membuatnya bahagia dengan hal-hal baru. Membawa ia keluar dari dunianya. Tetapi Juno adalah bagian dari hidupnya. Maya sulit membayangkan hidup tanpa sang Kesatria Bulan. (hal. 212)
Biasanya, saya agak malas membaca kisah tentang gadis cantik yang diperebutkan dua pemuda dari dua dunia berbeda yang sama-sama menawan (terdengar familier? ;) karena saya bakal enggak sabar menghadapi karakter si gadis yang pasti bakal galau melulu dan seringnya malah bikin kita kepingin mem'puk-puk' kedua pemuda yang memperebutkannya, hehehe.
Namun ada yang berbeda kala membaca novel ini. Mungkin karena deskripsi penulis yang begitu pas saat menggambarkan kegalauan hati Maya, si gadis yang diperebutkan, sehingga tidak sampai membuat saya eneg. Mungkin karena karakter ketiga tokoh utama dalam novel ini, Maya, Geo, dan Juno, dengan mudah membuat saya jatuh hati. Maya selalu berusaha mandiri tapi kadang terpaksa mengakui ada hal-hal yang berada di luar kemampuannya sehingga harus meminta tolong Geo atau Juno. Sementara Geo dan Juno, ya sudalah ya... mereka mah cowok-cowok ideal banget :D
Tapi, faktor yang paling membuat saya terkesan pada novel ini tentu saja latar belakang Anak-Anak Bulan. Mbak Ary mengangkat tema yang cukup serius sebenarnya, mengenai anak-anak terbuang. Dan membalutnya dengan kehidupan sehari-hari serta suka duka anak-anak di panti asuhan, dengan berbagai permasalahan mereka. Bagian inilah yang kadang membuat saya terharu. Jadi kepingin tahu panti asuhan mana yang menjadi tempat riset Mbak Ary, dan siapa saja yang menjadi inspirasi tokoh Augy, Septi, dan Okta.
Kesimpulannya, ini novel yang manis dengan kisah cinta yang romantis, diperkuat latar belakang yang menarik sehingga tidak berakhir sebagai novel romance biasa. Walaupun menurut saya bagian "penyiar insaf" itu agak terlalu gampang, tapi tidak mengganggu keseluruhan cerita. Yang jelas, stigma anak-anak terbuang sebagai manusia yang tak jelas asal-usulnya sudah sepatutnya dihilangkan, sebab manusia dinilai dari kepribadian dan ketakwaannya terhadap Allah, bukan dari statusnya di dunia dan siapa orangtua kandungnya.
Setelah lama mencari (pinjaman) buku ini dan nggak ketemu, sekitar dua tahun lalu akhirnya saya membacanya di wattpad. Saya baca sampai selesai, suka sekali dengan cerita dan muatan moral yang ada di dalamnya. Lalu dari komentar-komentar yang ada, saya bingung, seperti apa prolog di buku edisi cetaknya yang sampai dihapus dari edisi wattpad.
Dan kemarin saya menemukannya di iPusnas, dengan tata letak yang berantakan khas buku-buku digital dari grup penerbitnya. Tadinya saya ingin baca bagian prolog yang sempat hilang itu saja, tapi jadinya saya habiskan semua.
Kisah ini begitu penuh, ada kisah kedekatan (atau ketidakdekatan antaranggota keluarga, baik dengan saudara kandung maupun orang serumah (atau tidak serumah), yang punya kekuatan dan kelemahan masing-masing. Ada tentang semangat mandiri tokoh-tokohnya, yang dalam keterbatasan ekonomi tetap mau berjuang. Ada tentang nasib pengelola panti asuhan dan anak-anak terbuang yang diasuhnya, juga gambaran hukum nasional dan Islam mengenai adopsi. Ada juga mengenai usaha orang-orang yang ingin menjadi profesional di bidangnya. Ada juga pokok cerita: bagaimana mencintai dan dicintai, serta memilih cinta yang kita harapkan sebagai cinta terbaik.
Tentu cerita terakhir ini yang paling bikin baper. Ada Maya harus memilih antara Geo dan Juno yang sama-sama mencintainya, di tengah kondisi kedua pria tersebut juga paham posisi persaingan mereka. Untung Geo dan Juno keduanya adalah pria baik-baik, jadi cukup disayangkan tidak ada baku hantam memperebutkan Maya, hehee... *Keluhan pembaca yang suka adegan tegang *Abaikan
Tapi walau saya suka sekali dengan membuminya kisah ini, dengan wajarnya interaksi tokoh-tokohnya, dan dalamnya penggalian penulis atas kepribadian karakter-karakter ciptaannya, cara bercerita yang lebih banyak "tell, not show" membuat emosi saya tidak banyak terlibat. Seperti kisah ini hadir bagi saya lewat tuturan narator belaka di sebuah sandiwara radio (eh, ketahuan saya manusia jadul), tapi tanpa efek jeng-jeng-jeng, duaaar, ketiplak-ketipluk, dan sebagainya. Dialog tokoh-tokohnya kurang intens, seperti mahasiswa di ambang akhir masa studi yang masih gamang bagaimana nanti mempresentasikan skripsinya.
Setelah baca buku-buku paling baru dari Mbak Ary, aku udah mulai familiar pattern-nya. Pasti pakai trope triangle. Satu cewek dan dua cowok. Semua buku yang kubaca kayaknya begitu semua. Tapi semuanya selalu tereksekusi dengan baik. Maksudnya, semua tokoh itu bisa dicintai tapi endingnya juga nggak yang menyedihkan gitu lho.
Pros:
Beberapa hal yang kusuka sih pasti persaudaraannya, yak. Menghangatkan hati. Mereka bukan saudara kandung tapi ikatannya lebih dari itu. Aku juga suka gimana semua tokoh ini punya porsi dan keunikannya masing-masing. Okta masih mencuri perhatian dengan asperger-nya, walaupun emang nggak dieksplor sedalam itu. Masih dipermukaan tapi tetep ngena.
Seperti yang kubilang sebelumnya, love triangle emang selalu ada di bukunya Mbak Ary, tapi ini beneran pas banget porsinya. Pas awal aku emang suka Juno aja, tapi makin sini aku juga suka Geo. Dan sepanjang cerita itu nggak ada yang porsinya lebih besar. Makanya aku juga nggak tahu nih endingnya bakalan ke siapa. Aku udah kena spoiler karena baca Clair duluan, tapi ternyata ingatanku salah. Wkwkkw. Udah deg-degan aja aku tuh, wkwkwk.
Bukunya juga ngasih aku pengeahuan baru soal adposi. Tata caranya. Walaupun nggak detail tapi ada di teasing sedikit dan yah jadinya juga kebayang gitu tah gimana nanti panjangnya proses adopsi anak, apalagi buat yang belom nikah keknya bakalan susah to the max.
Cons:
Karena aku tim slow burn, dan aku seneng liat proses seseorang jadi jatuh cinta, di buku ini nggak kasih itu. Soalnya kedekatannya cuman montase. Kek sekilas-sekilah aja. Lebih ke telling gitu ya maksudnya. Makanyalah berpengaruh sama chemistry-nya. Juno-Maya atau Geo-Juno tuh rasanya datar-datar aja gitu. Aku tahu mereka ada benih-benih cinta ya dari deskripsinya aja. Sebenernya ini juga pake showing sih, kayak gimana kalau Maya lagi sama Geo, atau gimana sikap Maya ke Juno, tapi tuh hanya sekedar itu aja. Nggak ada spark-nya aja untukku.
Karena fokusnya banyak, semuanya jadi nanggung. Juno, Geo, Maya, Augy, Okta-Septi, mereka dikasih porsi masing-masing, tapi jadinya cuman sekilas-sekilas aja. Latar belakang Maya bahkan nggak selesai walaupun dikasih tahu siapa ortunya. Masalah Geo juga terasa cepet banget.
Udah lama berhenti baca ini tapi baru sekarang sempet mindahin ke rak "read." Dan saya memutuskan untuk mengakhirinya secara prematur, maaf.
Orang lain mungkin tahan baca ini, tapi saya enggak. Satu-satunya hal yang menahan pembaca untuk tidak berhenti membaca di buku ini (menurut saya) adalah: Siapa sih lelaki yang akhirnya dipilih Maya? Maunya sih saya nebak-nebak aja seiring cerita, siapakah lelaki "beruntung" itu? Tapi, sayang seribu sayang, the prologue fails me.
Baca prolognya bikin saya gak tahan lagi, INI SIAPA SIH YANG JADI SUAMINYA MAYA??? Padahal kalo si lelaki gak muncul di prolog, kan bisa ada ribuan alternatif ending, yang bisa aja gak terpikirkan oleh pembaca mana pun di Bumi Nusantara. Sayang sekali si penulis membuang semua alternatif itu dan hanya menyisakan dua: 1. Maya nikah sama Geo 2. Maya nikah sama Juno
Menurut saya ini tindakan yang sangat tidak bijaksana, karena, untuk pembaca seperti saya, pertanyaan besarnya jadi udah kejawab. Dan cuma itu yang ingin saya puaskan: pertanyaan besar, GEO ATAU JUNO?
Saya bisa aja sih kasih tau di sini siapa yang dipilih dan langsung menurunkan niat baca/beli masyarakat, tapi saya gak akan melakukan hal itu. Saya mau mereka merasakan apa yang saya rasakan: the urge to read the epilogue just right after you read the prologue.
Kemudian, tak lupa saya ingin memuji kemampuan berbahasa si penulis yang luar biasa. Jarang ada penulis yang bener-bener tahu apa yang SEHARUSNYA dia tulis di prolog, tapi Mbak Ary jelas tahu. Yeay, clap your hands ~ Selain itu banyak banget frasa baru (yang bagus) dan metafora-enggak-norak di buku ini.
Oh iya, saya mau protes dikit tapi ini bisa diabaikan karena sangat subjektif dan bisa jadi menyinggung pihak tertentu.
Ya, that's it. Sebenernya agak sayang juga berhenti baca ini karena banyak frasa yang bisa dicontek dari sini, tapi ya udahlah, saya baca novel yang lain aja. :V
Aku mendapatkan buku ini dari hadiah lomba kepenulisan yang diadakan oleh Kak Ary bekerja sama dengan Mizan dan setelah sekian lama menganggur di lemari, akhirnya kubaca.
Awalnya aku kira ini buku fantasy (yha!) Karena judul dan covernya yang agak-agak nyeleneh, bukan tipikal romance. Setelah membaca dua chapter awal aku baru sadar kalo ini romance (//dor)
Buku ini membawa definisi romance yang baru dalam kepustakaanku. Ceritanya mendarat dan referensi penyakit yang diderita para tokohnya membuat mereka memiliki flaw yang jelas. Aku suka karakter yang realistis dan kuat, khas cerita kak Ary. Maya yang kuat demi keluarganya, Juno yang berjuang demi mamanya, Geo (yang tipe cowo tajir melintir) harus berhadapan dengan pandangan keluarga. Membuat cerita ini bukan cerita romance biasa tapi juga mengajarkan nilai-nilai kehidupan.
So far aku menikmati setiap jalinan kata dan pergolakan batin setiap karakter yang dideskripsikan dengan sangat baik. Aku bisa membayangkan detil permasalahan yang dihadapi dengan jelas.
Jikalau ada flaw dalam karya ini adalah tikungan yang agak tajam dari permasalahan sehari-hari menjadi romance di menjelang akhir cerita. Maya yang setrong tiba-tiba harus menghadapi dua pengakuan suka dari dua cowo dalam hidupnya. Dan jujur aku agak kaget dengan konklusinya. Pergeseran perasaan Maya cukup drastis dan membuat aku dapat menduga siapa yang akan dipilih hahahhaha.
Tapi di luar itu aku sangat menikmati cerita ini dan tahukah? Maya akan mampir sebagai cameo di karya kak Ary yang akan terbit, Visual Art of Love heheheh
Terus berkarya kak Ary! Cerita-cerita kakak benar-benar memperkaya wawasan bukan hanya maen baper galau.
bab satu.. Cinta itu pilihan ah... cinta.. deritamu tiada akhir #TerPatkay
Kalau cinta harus memilih maka akan ada yang tidak terpilih dan terpuruk karena cinta... Buat yang terpilih tentunya merasa bahagia.. Di awal cerita kita disuguhkan kemesraan maya dan suaminya, lalu kita diajak kembali ke masa lalu kemudian berusaha menebak siapa yang akhirnya dipilih maya... setengah buku terakhir gw udah tau siapa yg akan dipilih maya, tau knapa? krena gw jatuh hati sama karakter yang tak terpilih... dan gw biasanya karakter yang bikin gw jatuh hati menjadi karakter yg tsingkir di akhir cerita, seperti saingannya rudolfo di marimar #eh #ketauanumur :p 3,5* -lanjut ntar ah
🐦Maylana. Maya panggilannya. Baginya, tidak ada waktu untuk memikirkan masa lalu. Ada skripsi yang harus di selesaikan. Ada juga burung yang bingung terbang kemana, saat Pangeran Bumi dan Kesatria Bulan sama-sama membantunya.
🐦Juno Dewangga. Lahir tanggal 01 Juni. Lulusan dari jurusan Desain Komunikasi Visual. Selain pintar gambar juga berbakat dalam menyanyi, ingin rasanya dengar Juno nyanyi dan berdongeng😙😙
🐦Geo Danadyaksa. Pangeran Bumi yang jatuh cinta pada si burung. Sosok pelindung yang selalu ada saat dibutuhkan. Tipe suami idaman banget😍 Berandai-andai bisa menjadi pohon spathodea yang di hinggapi seekor burung yang sudah lama ditunggu.
Oke, sebenarnya masih ada Augy, Desti, bahkan si kembar Septi dan Okta yang seharusnya kujelaskan juga karena mereka berkonstruksi kuat dalam jalan cerita.
"Kamu hanya perlu mengubah sudut pandang untuk mendapatkan imaji yang lebih menyenangkan." Halaman 158. Aku suka banget sama kalimat ini. Karena dengan merubah sedikit pemikiran, hasilnya pun akan berubah😀
Oke, jadi kesan pertamaku dengan novel Pangeran Bumi Kesatria Bulan ini ialah, kupikir bunda menulisnya dengan bahasa yang cukup berat karena di awal baca buku ini aku sedikit sulit untuk memahami ceritanya. Tapi. Setelah menikmati cerita, kata-katanya menjadi lancar dari paragraph ke paragraph tanpa hambatan. Secara tidak sadar, aku sudah menyelesaikan buku ini hanya dalam kurun waktu dua hari. Mungkin akan selesai sehari jika aku nggak ada keperluan😉😉
Seperti novel Bunda Ary yang lain. Tema yang diangkat begitu unik. Tentang "Anak-anak Bulan" dengan beragam kisah di dalamnya.
Ada banyak manfaat yang di dapat setelah membaca Pangeran Bumi Kesatria Bulan Tanggapanku tentang anak bulan seketika berubah berikut dengan pohon spathodea yang sering kuacuhkan bahkan aku tidak pernah mencari tau nama pohon itu sebelumnya.
Tentang batas antara laki-laki dan perempuan pun di ceritakan dengan jelas. Walaupun ada batas kedekatan, tapi bunda tetap berhasil menuangkan kisah cinta yang buat aku baper. Bahkan adegan terakhir pun, walau simple tapi sweet😙
Yang jadi kekurangan dalam novel ini hanyalah, cover buku yang kurang bisa menarik minat pembaca. Karena covernya yang lebih cocok untuk genre fantasi atau mungkin hisrom.
Kisah yang benar-benar indah bunda. Aku menyukainya. Terima kasih Bunda Ary Nilandari karena sudah membagi kisah yang bagus ini ke aku dan yang lain.
Maya anak yang kurang beruntung. Dia di asuh oleh Bunda Wulan sejak kecil bersama Juno lalu ada Augy, si kembar Septi-okta, dan lainnya. Banyak kemungkinan yang membuat mereka di buang. Semua itu di yakini oleh Augy-salah satu anak asuh Bunda Wulan lainnya. Juno sendiri akhirnya di jemput kembali oleh Ibunya saat usia 14tahun. Semua itu seakan penuh harapan bukan?
Walau begitu Juno tetap datang menjenguk saudara-saudaranya ke rumah bunda Wulan. Kedekatan Juno dan Maya justru membuat Geo-om Keisya tetangga bunda Wulan menyalahartikan kalau kedekatan sebatas saudara. Gimana pun Maya dan Juno tidak sedarah.
Iyah. Geo perlahan menyukai Maya dan dia cemburu setiap Maya menyebut Juno. Bahkan jalan Geo bisa beratus kali bercerita tentang Juno tanpa sadar. Lantas apa Juno juga sebegitu perasaanya dengan Maya? Maya pun menyangkal ada perasaan lebih.
Geo memberi waktu untuk Maya. Untuk membuktikan perasaannya untuk siapa. Apakah hatinya untuk Geo atau Juno?
Kisah yang bener-bener menguras emosi dan hati. Kisah yang kompleks abis. Bukan hanya soal cinta melainkan tentang kekeluargaan, kesempatan, kebaikan, kepedulian serta penerimaan. Ah, kerennnn
Ini kisah ke 3 yg aku baca karya bunda Ary. 2 versi wattpad sih. Tapi tetap cerita2 nya keren. Penokohannya kuat bener. Feelnya dapet. Dan tiap tokoh nggak tumpang tindih.
Penyampaiannya pun bagus. Timing tiap konflik pas. Dan penyelesaiannya juga klimaks. Nggak bertele-tele
Ide ceritanya pun bagus. Sukakkk sama imajinasi tentang pangeran bumi dan kesatria bulan nya hehe
Overall, kece dan seru. Menginspirasi dan penuh unsur nasihat. Recomended
Sukses selalu buat bunda Ary. Ditunggu karya selanjutnya.
"Kemungkinan itu selalu ada. Selalu ada harapan. Karena hidup adalah harapan."
buku ini adalah buku ketiga dari penulis ini yg aku baca. dan seperti kedua buku sebelumnya, aku suka dengan gaya penceritaan dan karakter yg di sajikan. secara garis besar buku ini nyeritain soal kehidupan anak anak yang terbuang, yg di tinggalin orang tuanya, dan diasuh di panti asuhan. tapi tetap ada romance kok di dalamnya wrwrwr
buku ini 60% hampir menggunakan POV geo daripada 2 tokoh utama lain, yaitu maya dan juno. aku suka dengan buku ini tuh, juga mengulas kehidupan masa lalu anak anak lain, yg tinggal di panti asuhan, ada Augy, yg di temukan di tempat sampah (dan aku suka bgt sama karakter dia, sayang bgt, baca bagian dia aku beneran nangis sangking nyeseknya *hug*) terus ada 2 anak kembar Septi dan Okta, yg salah satunya penyandang disabilitas. huhu, sukaaa bgt cara penceritaannyaa.
selain itu buku ini salah satu buku yg bikin aku mikir, kadang kita tuh gabutuh orang yg terlalu keren, yg bisa nunjukin banyak hal dari dunia, tapi kita cuman perlu seseorang yg kita butuhin, dan itu terjadi pada Geo, Maya, dan Juno. omg i love this book huhu♡
This entire review has been hidden because of spoilers.
Pangeran Bumi Kesatria Bulan, judul yang sangat menarik!
Maya adalah tokoh yang sangat menginsipirasi di sini. Dia bekerja sambil kuliah dan mengurus adik-adiknya di panti asuh Bunda Wulan.
Bukan rahasia umum kalau tulisan Kak Ary itu mengandung candu. Bikin senyum sedih di saat bersamaan juga adalah hal yang bakalan kalian temui kala membaca novel ini.
Ini novel romantis, iya, tapi isinya bukan hanya sekadar kisah cinta antara Maya, Juno, dan Geo yang bisa kita nikmati. Akan tetapi, lebih dari itu. Percaya, deh.
Gaya bahasa di dalam buku ini begitu mudah dipahami. Sudut pandangnya pun sangat rapi.
Konflik yang dihadirkan pun bikin greget-tegang-sedih-baper! Usai membaca novel ini aku masih dibuat penasaran dengan kisah Septi dan Okta. Berharap ada sekuelnya, haha.
Oh, iya, kalau boleh jujur, menurutku cover novel ini menarik tapi warnanya kurang cerah sedikit.
Rate: 5 ⭐ dari 5 ⭐ untuk kisah manis cinta segitiga antimainstream!
Sayang banget di Goodreads ngga bisa kasih rating 4.5/5 :( Suka sama nama-nama karakter di sini, diurutin dari nama bulan, karena Anak-Anak Bulan hehe. Aku kira bakal ada tokoh yang punya nama identik sama bulan Juli dan November soalnya habis Juno langsung ke Augy dan habis Okta langsung ke Desti. Menurutku yang masih kurang di cerita ini adalah penjabaran soal perasaannya Maya baik ke Juno maupun Geo belum begitu gamblang. Apalagi di bagian menuju akhir waktu Maya balas perasaan Juno. Apa yang dia pikirkan atau rasakan saat itu? Gimana akhirnya dia bisa sadar sama perasaannya ke Juno? Overall, bacanya ngalir apalagi di posisi yang rilet sama Maya, lagi ngerjain skripsi.☺️
This entire review has been hidden because of spoilers.
aku baca ini sudah lama. 2 thn lalu. heran novel bagus gini tenggelam. tapi penulisnya juga kurang dikenal. Aku ingat aja namanya. Tiga buku barunya muncul sekaligus tahun ini. aku baca semua, tidak mengecewakan.
"Bagaimanapun, manusia dinilai dari kepribadiannya dan ketakwaannya pada Allah, bukan dari statusnya di dunia dan siapa orang tua kandungnya."
Novel ini hearthwarming sekali. Kisah romansanya kompleks dan nggak hanya fokus pada kegalauan Maya memilih antara Geo atau Juno. Ada kisah Augy, Septi, dan Okta (oh, Desti juga, walaupun nggak terlalu banyak) yang kehilangan orang tua mereka. Atau orang-orang memandang mereka adalah anak yang dibuang.
Siapa yang nggak menangis dengan kisah si kembar, Okta dan Septi. Okta tidak senormal anak-anak lain, sedangkan Septi anak yang sehat. Calon orang tua asuh hanya menginginkan Septi, tanpa Okta, tapi Septi menolak diadopsi jika tanpa Okta. Sepanjang membaca cerita ini antara fokus ke alur dan emosiku nggak bisa diajak tenang-tenang saja. Kisah Anak-Anak Bulan terlalu sederhana untuk dianggap sebagai kisah mereka yang sengaja ditinggalkan orang tua atau tidak sengaja terpisah dari orang tua kandungnya. Mereka punya harapan dan kebahagiaan yang valid. Mungkin ada kalanya berpikir, suatu saat ada yang datang menjemput atau mengadopsi mereka, tapi selama tinggal bersama Bunda Wulan, mereka baik-baik saja.
Juno, Maya, dan Geo punya cerita sendiri yang sekali lagi membuatku terkagum. Ini buku pertama dari penulis yang aku baca dan, yah, jatuh hati dengan penggabungan harapan manusia dengan dunia fantasi. Eits, genrenya bukan fantasi, hanya pengandaiannya seperti itu, macam dongeng. And i love it. Romansa segitiganya nggak banyak drama pun pas. Struggle mereka sama dan harus ada yang mengalah. Aneh sebenarnya karena aku bukan penyuka trope triangle love begini haha, tapi khusus satu ini aku suka banget!
Ps: Bintangnya nggak bisa full karena banyak typo astaga, mengganggu 🤧
andai prolognya tidak seperti yang tercetak mungkin sy akan menyematkan 5 bintang untuk novel ini. Entah ya... begitu baca prolognya sy langsung eneg aja. Masalah selera kali.
Tadinya saya pikir ini novel dewasa (dengan membaca prolog) padahal nggak juga. Malah banyak pesan kebaikan di dalamnya dari segi pergaulan lawan jenis juga.
nice book. pencarian jati diri dan cinta oleh sekelompok anak remaja yang terbuang. mereka berusaha survive dengan tidak menyalahkan takdir, tapi menerima dan berusaha sebaik yang bisa mereka lakukan agar tidak dikalahi takdir untuk kedua kali.
"Maya, pernahkah kamu memeriksa perasaanmu terhadap Juno?"(Hal. 200)
Di sini saya mendadak jatuh cinta pada Okta. Di balik kekurangannya, setiap anak dibekali kelebihan. Sempat tersenyum sendiri saat Okta membaca draft sekripsi Maya dan menemukan kesalahan ketik. Sangat jeli sekali.
Novel ini sangat bagus, terutama untuk kalangan remaja yang membutuhkan bacaan sesuai umur, tanpa adanya adegan berasap yang paling marak belakangan. 🙊Menariknya, setiap judul dibagi menjadi beberapa bagian. Dan penulis menyajikan alur cerita yang apik, beralur maju namun mengurai flashback dengan rapi. Tanpa diketik miring, maupun dipisah dari adegan utama. Boleh lah ya, ditiru, ilmu juga, kan? 😁😝 Percayalah, kamu akan menemukan banyak hal dalam kisah ini. Menerima dan diterima.
"Pesaingku memiliki segalanya yang tidak kumiliki."
"Dan kamu memiliki segalanya yang tidak ia miliki." (hal. 213)