Maika selalu berada di tengah-tengah dunia. Jadi anak tengah di keluarga besarnya, jadi penengah di setiap pertengkaran kawan-kawannya, tinggal di tengah kota yang sesak dengan banyak nyawa. Di tengah-tengah mereka, Maika selalu menjadi di antara. Ada atau tidak ada. Dianggap atau tidak dianggap. Tidak baik, tidak juga buruk. Tidak senang, tidak juga menderita. Tidak penting, tidak juga sia-sia.
Sedangkan Rio selalu berada di ujung. Entah sebagai awal atau sebagai akhir. Entah untuk menjadi dasar atau menjadi puncak. Entah dimulai dari nol atau berakhir menjadi seratus. Ketika Rio mulai berpijak di awal untuk menuju akhir, Maika ada di tengah-tengahnya.
Tengah Tengah; /te·ngah/ tempat (arah, titik) di antara dua tepi (batas): sela-sela; antara (orang banyak, kumpulan, dan sebagainya).
Maika, si anak tengah. Selalu berusaha memahami kondisi kakak dan adiknya. Terutama ketika ayah mereka meninggal, menyisakan ibu yang harus bekerja untuk menghidupi keluarga. Pertemuannya dengan Pram Dario, tetangga mereka, membuatnya merasakan dunia yang baru. Maika merasa lebih hidup di rumah Rio.
Pram Dario, sejak kecil dia merasa selalu ditinggalkan. Puncaknya adalah ketika kekasihnya juga meninggalkannya. Namun kehadiran Maika yang sering membuatkan bekal makan siang untuknya, membuat Rio merasakan hal yang baru. Semakin lama dia tidak ingin kehilangan Maika
Antara Maika dan Rio tumbuh perasaan saling menyukai hingga akhirnya mereka memutuskan bersama. Tetapi keadaan membuat mereka terpisah jarak yang jauh. Semakin jauh karena banyak faktor lainnya sampai harus merasakan kehilangan.
Membaca sinopsisnya yang menyinggung tentang anak tengah, membuat saya sangat penasaran, tak lain karena saya sendiri juga anak tengah. Tapi si anak tengah dalam novel ini hidupnya jauh lebih berat. Dia sangat memahami kondisi dan perasaan orang lain di sekitarnya ketimbang dirinya. Dia sering mengorbankan diri agar orang lain bahagia. Dia antara ada dan tiada di mata orang lain, kecuali di mata satu orang.
Hubungan antara Maika dan Rio yang naik turun, persoalan keluarga yang dihadapi masing-masing, membuat jalan mereka berdua menjadi terkorbankan. Berlatar psikologi, novel ini mencoba memberikan pemahaman dan solusi bagi Maika dan Rio.
Kisahnya bagus, beberapa bagian sangat menyentuh sampai saya ikut terhanyut. Hanya kadang POV antara Maika dan Rio punya "suara" yang sama. Juga kalimat-kalimat puitis yang bisa mengambil setengah sampai satu halaman penuh hanya untuk satu adegan, kadang membuat saya bosan. Saya baru pertama kali membaca karya penulis, dan sepertinya saya akan mencoba membaca beberapa karya yang sudah terbit sebelumnya
Aku pikir ga akan setebal ini ceritanya, aku pikir ga akan ngebuat aku nangis 😭 aku pikir banyak manis-manisnya. Ternyata banyak juga hal yang relate sama kisah hidupku. Kak Vale, aku harap kamu hidup lebih lama ya? menulis lebih banyak juga. Aku akan menua dengan cerita-ceritamu yang menghangatkan walau banyak juga bawangnya 💙💙💙. Makasih udah hadir di dunia kak Vale.
4.5/5 ⭐ Tengah Tengah berkisah tentang Maika dan Rio yang bertemu dan saling jatuh cinta.
Maika yang merupakan seorang anak tengah sering kali harus mengorbankan kepentingannya sendiri demi keluarganya. Dia yang paling semangat untuk selalu merayakan hal apapun di hidup orang-orang terdekatnya. Ketika bertemu Rio akhirnya dia menemukan seseorang yang akan selalu merayakannya.
Rio hidup seorang diri di rumah peninggalan neneknya. Dia selalu merasa dirinya bukan apa-apa, hal ini dikarenakan orang-orang pergi meninggalkanya. Dia bekerja keras untuk membuktikan dirinya agar mereka menyesal. Ketika Maika hadir hidupnya dia akhirnya menemukan seseorang yang akan selalu di sisinya.
Semuanya terasa menyenangkan sampai akhirnya hidup dan segala permasalahannya membuat keduanya kesulitan mempertahankan hubungan mereka.
Maika melepas kebahagiannya. Rio bergelut dengan dirinya sendiri dan masa lalu. Apakah cinta keduanya cukup kuat untuk melawan semua masalah itu dan terus berjuang untuk sama lain? Atau justru mereka akhirnya menyerah dengan keadaan??
_________ Tengah Tengah adalah novel Valerie Patkar kedua yang aku baca dan ini bakalan jadi favorit aku! 🔥
Novel ini gak hanya fokus dikisah cinta Maika dan Rio aja, tapi juga bahas keluarga dan mental health. Semuanya dikemas dengan apik. Perasaan aku dibikin campur aduk pas baca ini.
Karena pakai pov orang pertama aku jadi lebih memahami tokoh-tokohnya, konflik batin mereka gimana. Aku kasian banget sama Maika karena posisinya sebagai anak tengah dia malah berakhir jadi people pleasure gitu. Aku gregetan banget pengen dia sekali-kali egois, dia juga berhak punya kebahagiannya sendiri.
Aku juga jadi paham kenapa Rio pengen banget sukses dan ngebuktiin ke orang-orang yang dulu ninggalin dia biar pada nyesel. Walaupun sebenernya motivasi kaya gitu kalau dibiarkan lama-lama gak baik.
Tapi disaat yang sama pov orang pertama ini bikin aku ngerasa ada suara-suara pribadi penulisnya yang dimasukkan ke tokohnya. Jadi kalau gak ada info ini lagi pov siapa aku kadang gak bisa bedain ini Maika atau Rio.
Aku merasa di novel ini penulis banyak berkembang. Ceritanya ngalir banget. Banyak kalimat-kalimat yang ngena. Dari cerita ini juga banyak pelajaran hidup yang bisa didapet.
Well, kalau kalian mau baca novel romansa, keluarga dan mental health, harus banget baca ini! Kalian yang anak tengah kayanya bakalan relate banget sama Maika! 💖
Tp disisi lain ada bagian yg terlalu nyata untuk aku yg sesang mencari pelarian ke dunia imaji. Ada bagian2 dari Maika yg mengingatkan akan sisi diriku yg kubenci. Dan melihat Maika terasa melihat kehancuranku sendiri. This book will make you learn banget sih🥺.
❝It feels like you're the perfect soundtrack to my movie.❞ (p.125)
Maika, si anak tengah, selalu berada di tengah-tengah, dianggap ada dan tiada, dan pendengar tanpa ada yang mendengarkan. Sampai suatu ketika, ia bertemu dengan Rio. Yang selalu berada di ujung, sendiri, terbiasa ditinggalkan. Mereka berdua berada di tengah-tengah dunia. Tengah-tengah cerita. Yang kemudian saling belajar, mengisi ruang kosong, dan menjadikannya "dunia" satu sama lain.
Setiap membaca buku penulis selalu seolah sedang dipeluk dan dipukpuk. Terasa nyata dan dekat. Hampir semua orang pasti pernah mengalami atau berada di situasi itu. Bukan hanya perihal romansa, tapi juga mengajarkan pengalaman hidup tanpa kesan menggurui.
Ini adalah buku penulis ke 8 yang sudah ku baca. I'm proud of myself because I already read all of THEM. Dan buku ini terasa sangat personal untukku. Mungkin karena semua yang ada pada Maika sangat relate.
Hal yang aku suka dari buku ini:
1. Pemilihan profesi Maika & Rio
Maika adalah seorang psikolog. Sangat cocok dengan dia yang selalu menjadi pihak yang mendengarkan ketika semua di keluarganya "berbicara". Rio adalah seorang komposer film. Merepresentasi Rio yang selalu bekerja keras tapi minim apresiasi. Saat menonton film, yang diingat pasti biasanya aktor, sutradara, jarang kita mendengar pujian untuk komposer scoring filmnya. Padahal tanpanya, film akan hambar tanpa suasana. Demikian Rio di kehidupannya. Terabaikan meski ia selalu berusaha dengan baik.
Penulis pun begitu baik dalam meriset profesi main lead(s). Ku membaca di belakang halaman sebelum sampul, bahwa penulis riset di bidang psikologis dan juga sampai ikut pelatihan komposer film pendek agar bisa catch up dengan profesi Maika dan Rio. Wow, keren!
2. Attachment Theory
Selama ini aku hanya tahu soal 5 stages of grief dalam persoalan kehilangan/berduka. Tapi, di buku ini, aku dapat sudut pandang baru yaitu Attachment Theory. Kerennya, cara menjelaskannya begitu mudah dipahami dan langsung ada contohnya yang digambarkan oleh sikap Rio dalam salah satu scene. Itu kalau dibuat film—dengan eksekusi yang baik—akan menjadi sinematik.
Jadi, Attachment Theory adalah teori perlekatan dalam psikologi yaitu cara seseorang untuk membentuk ikatan—baik secara romantis atau platonik—terhadap orang lain. Perlekatan ini bisa dalam bentuk positif, dia merasa aman dengan seseorang itu, atau bisa dalam bentuk negatif, misalnya cenderung mudah cemburu, merasa diabaikan, dan lain sebagainya. Hal ini dipicu oleh pola asuh atau dari baseline yang terjadi di dalam keluarganya.
3. Plot
Dimulai dengan prolog yang hook buatku. Hingga setelahnya dibagi 3 bagian di mana ada jangka waktu dan tempat untuk setiap babaknya. Well written. Emosi dan karakterisasinya pun dibangun perlahan. Setiap bagian ada soundtrack-nya, jadi berasa baca buku dengan visualisasi film.
Yang menjadi catatanku di buku ini:
1. Suara Maika & Rio
Penulis hampir selalu menggunakan sudut pandang sang tokoh dalam bercerita di setiap bukunya. Untuk buku ini memakai sudut pandang Maika dan Rio sendiri. Karena mereka keduanya menggunakan "gue" jadi kadang sering kebolak-balik suaranya. Dan mesti lihat ke awal chapter untuk mengingat ini pov siapa. Tapi, selain penggunaan gue memang penceritaannya keduanya pun mirip-mirip.
2. Porsi Maika & Rio
Tengah-tengah ini lebih bercerita banyak tentang Maika dan kompleksitasnya daripada Rio. Di sudut pandang Rio lebih banyak ia dan dunianya—Maika. Padahal kilas balik hidup Rio pun tak kalah kompleks. Tapi, bobotnya lebih banyak di Maika. Sejujurnya lebih ingin banyak mengupas kehidupan Rio baik itu dari sudut pandangnya dan atau dari Maika.
3. Lebih “berani”
Sejujurnya dari semua buku yang sudah penulis rilis, Tengah-Tengah ini membuatku agak kaget karena terdapat beberapa adegan "berani", namun tetap ditulis khas penulis—puitis dan manis. Dan uniknya, selalu di sudut pandang Rio untuk "peristiwa" tersebut. Tapi, aku sudah tahu alasannya dari penulisnya langsung (*uhuk, privilege datang ke book signing waktu itu). Memang dunianya Rio itu adalah Maika. Segila dan sebucin itu seorang Pram Dario kepada Maika Lesmana.
Akhir kata, Tengah-Tengah tidak hanya untuk anak tengah dan segala dinamikanya, tapi untuk semua yang selalu merasakan berada di tengah-tengah cerita dan tengah-tengah dunia. Terima kasih telah menuliskan cerita si tengah dalam menemukan orang yang menjadikannya pusat dunia.
Rekomendasi.
Buku ini cocok bagi kamu yang sedang: 1. Ingin dipeluk dengan hangat. Bahwa nggak semua hal meski kamu pendam sendiri. Pasti ada di sana yang menjadikan kamu dunianya. 2. Tidak hanya untuk anak tengah. Mau kamu anak sulung, anak ketiga dari sebelas bersaudara, anak bungsu, anak tunggal, anak yang menjadi tunggal karena takdir, apa pun posisi kamu di keluarga, buku ini bisa dibaca oleh semua. 3. Menyukai buku fiksi semi-self improvement.
My fav quote in this book:
❝Dari kecil aku selalu suka sama film. Tapi waktu itu ada seseorang yang pernah bilang sama aku, hidup ini persis seperti film. Semua orang yang ada di hidup kita pasti punya durasi. Ada yang sebentar, dan ada yang lama. Semua yang terjadi di hidup kita berproses seperti setiap adegan atau sequence dalam film. Dikenalkan, dimengerti, dicintai, dilukai, dikalahkan, dimenangkan, lalu... berakhir. Selesai. Tapi selalu ada seseorang di dalam hidup kita yang nggak akan punya durasi. Dia seseorang yang akan selalu hadir di setiap adegan atau sequence hidup kita tanpa pernah kenal akhir. And it feels like every day we spend with them feels just like today. Setiap hari, hari ini. Nggak ada hari kemarin, nggak ada hari esok. Cuma hari ini. Dia, dan kita, di tengah-tengah dunia.❞ (p. 429-430)
🌹 4.5 bintang untuk takdirnya selalu menjadi tetangga.
Maika selalu merasa berada di posisi serba tanggung—didengar tapi nggak pernah benar-benar dipahami. Sementara Rio hidup di tempat yang jauh lebih sunyi; di ujung, sendirian, terbiasa kehilangan. Ketika dua orang yang sama-sama nggak pernah dipilih dipertemukan… ya begitulah, mereka saling jadi tengah-tengah satu sama lain. Nggak berlebihan, nggak lebay—tapi pas.
Setiap baca buku Valerie, rasanya kayak ditap-tap pundak sambil bilang, “Iya, hidup tuh kadang capek, tapi kamu nggak sendirian.” Yang gue suka adalah: bukunya ngomong soal luka, soal cinta, soal tumbuh, tapi tanpa menggurui. Just honest and real.
Hal yang gue suka dari buku ini 1. Dialog-dialognya yang kayak punchline tapi filosofis Ada banyak kalimat yang bikin gue ketawa dulu, baru kayak… “Eh kok dalem?” Ini jenis humor yang bukan slapstick, tapi humor yang bikin lo sadar hidup ternyata bisa dijelasin dengan kalimat sesederhana itu. Sekali-kali Maika ngomong, “Iya sih,” tiba-tiba hidup gue juga ikut “iya sih.”
Puitisnya dapet, lucunya halus, sakitnya… yah, masih lah kerasa dikit.
2. Cara Valerie bikin “momen kecil” jadi segede galaksi Gue paling suka gimana hal receh—kopi, kamera, suara nafas, jalanan Bogor—tiba-tiba jadi punya makna. Bukan maksa puitis, tapi puitisnya kejadian.
Kayak: Rio pegang kamera Maika → random. Rio ternyata nyimpen bertahun-tahun → ah. Mereka ketemu lagi → AHH?!
Itu momen-momen yang bikin gue mikir, “Ya Tuhan, kalo hidup gue nggak semanis ini, setidaknya biar dramatis dikit boleh nggak?”
3. Chemistry Maika & Rio yang lucu tapi intens Mereka tuh tipikal pasangan yang nggak berlebihan, tapi tiap interaksi selalu “klik”. Ada candaannya, ada kasihannya, ada tensi romantisnya, ada momen saling nahan emosinya. Kadang gue ngakak, kadang gue “ya Allah, Rio tolong jangan sweet gitu gue jadi baper sendiri.”
Hubungan mereka tuh bukan yang ribut tiap lima menit, tapi yang bisa bikin pembaca diem dan mikir: “Oh… ini ya rasanya dicintai dengan sabar?”
Catatan kecil versi gue 1. Maika kadang bikin pengen cubit jidat Bukan karena nyebelin, tapi karena terlalu baik. Lo tau kan tipe orang yang selalu bilang, “nggak apa-apa kok,” padahal ya apa-apa banget. Itu Maika. Tapi itu juga yang bikin dia manusiawi.
2. Rio terlalu golden retriever energy (dalam bentuk manusia) Gue nggak tau kenapa, tapi tiap baca bab-nya Rio gue suka ngerasa: “Bos, kok lo begini sih? Kok lembut banget?” Dia tuh kayak hujan yang turun pas lo butuh, tapi juga bikin lo galau semalaman.
3. Ending-nya bikin puas, tapi gue kayak pembaca egois Gue nikmatin, tapi dalam hati kayak: “Ya boleh nggak sih 100 halaman lagi? Buat dokumentasi pribadi aja.”
Hal yang Gue Kurang Suka dari Tengah Tengah (dengan gaya nyeletuk + tetap sopan karena kita anak baik)
1. Maika kadang terlalu “soft” sampai pengen gue goyang bahunya Gue ngerti karakter dia gentle, hati-hati, emosional. Tapi kadang tuh… dia baik kebablasan. Udah jelas dia yang sakit, dia yang minta maaf. Udah jelas dia yang disalahpahami, dia yang ngerasa bersalah. Gue baca sambil teriak dalem hati: “MAIKA, PLIS, SEKALI AJA LO MARAH YANG BENER!”
Tapi ya… itu juga pesonanya. Bikin gemes dulu, baru sayang.
2. Rio terlalu sempurna untuk ukuran manusia real life Gue suka banget Rio, jangan salah. Tapi kadang gue baca sambil mikir: “Bro, orang kayak lo tuh adanya di novel. Di dunia nyata lo pasti udah rebutan sama 7 zodiak.” atau "Bro ikut semua gacha manusia sempurna" Dia sabar, perhatian, tau timing, tau cara ngomong, tau cara diem. Serius, kadang gue merasa dia kayak karakter yang Tuhan bikin pas lagi mood bagus.
3. Konfliknya manis… tapi beberapa bagian cepat selesai Ada bagian yang gue rasanya pengen Valerie lama-lamain dikit, biar emosinya makin nyelekit. Misalnya beberapa momen “ketegangan batin” Maika–Rio. Udah enak nih konfliknya naik… eh tiba-tiba, UDAH BAIKAN BROO?! Selesai.
Tidak salah, cuma gue aja yang serakah.
4. Terlalu banyak kalimat manis yang bikin gue introspeksi Ini keluhan paling nggak penting tapi paling gue rasain. Gue baca buat hiburan, tapi malah jadi mikir tentang hidup, masa lalu, dan mantan yang nggak penting-penting amat. Kok bisa-bisanya satu dialog bikin gue diem dua menit dan kayak: “Loh, kok gue jadi sedih?”
5. Efek samping: susah move on setelah selesai Ini beneran. Begitu selesai, bukunya kayak nempel. Kayak ada suara kecil manggil-manggil... “Ayo, baca ulang bab favorit lo…” Padahal besok ada deadline yang menunggu, tapi gue malah bengong mikirin nama anak yang cocok buat Rio dan Maika Saran aja nih, jangan baca kalau lagi sibuk soalnya pasti ga mau lepas pandangan dari buku (Aku baca cuman sehari dan beneran ga bisa lepas)
Akhir kata
Tengah Tengah bukan cuma cerita dua orang yang merasa nggak pernah dipilih. Ini cerita tentang akhirnya menemukan seseorang yang bikin lo ngerasa, “Eh… ternyata gue penting juga ya.”
Membeli buku ini secara 'tidak sengaja' karena muncul di Gramedia Expo dan dipajang di section depan. Sebenarnya bukan tipe orang yang akan membaca bahkan membeli buku yang covernya ada orang, tapi sinopsisnya sangat menjanjikan dan relate sampe orang yang baca belakangnya juga ikut nyeletuk, "Kamu baca ini karena relate ya?". Sama-sama anak tengah.
Tapi, ternyata meskipun sama-sama anak tengah, gak semua cerita anak tengah itu sama, ya?
Buku ini berhasil menjadi buku pertama yang menghabiskan 4/5 warna penanda buku. THAT'S A LOT. Banyak juga yang gue annotate karena AAAA kebagus itu. Banyak banget yang ingin gue utarakan sampe gue sendiri bingung mau mengutarakan apa. 400 halaman rasanya terlalu sedikit karena gue berhasil menyelesaikannya dalam 3 hari. Di tengah-tengah akan merasa, "gue akan menyelesaikan ini hari ini (untuk tau akhirnya)," gak ada kata bosan dalam buku ini, gak mau bikin Kak Rio makin sedih (karena terlalu lama baca), atau kepikiran Maika. Kalo boleh diangkain mungkin ini 95/100 karena tidak ada yang sempurna. Oh I wish I can listen to 'Seribu Satu Matahari' in my Spotify...
Kamu pernah nggak sih ngerasa selalu berada di tengah-tengah semua orang? Sampai kamu tau apa yang mereka mau, apa yang mereka butuhin. Selalu ada waktu mereka ada di posisi terendahnya. Tapi waktu kamu butuh bantuan, mereka ga ada. Sedih dan getir pastinya, itu juga yang dialamin sama Maika.
Sebagai si tengah di segala situasi, Maika menjadi pribadi yang nggak tau apa yang sebenernya dia mau. Dia ga bisa bilang apa yang ia rasain, bahkan sampe merasa bahwa apa yang ia rasain ga sepenting itu dibanding orang-orang di sekitarnya.
Lalu Dario, yang sejak kecil merasa ditinggalkan semua orang, hidupnya dihantui dengan perasaan suatu saat semua orang akan meninggalkannya. Berusaha buat bodo amat, tapi pada akhirnya tetap merasakan ketakutan akan ditinggalkan Maika
Hubungan Maika dan Dario, begitu manis di awal. Membacanya bikin senyum-senyum sendiri, mules banget lahhh pokoknya. Waktu mereka ngerasa saling menemukan tempat amannya, sayangnya banyak hal yang tidak bisa mereka utarakan satu sama lain yang pada akhirnya jadi bom waktu. Bom waktu yang mau gak mau memisahkan mereka.
Adegan perpisahan mereka dan gimana mereka berusaha survive setelahnya, bikin aku nangis di setiap chapternya. Baik dari sudut pandang Dario maupun Maika bener bener bikin nyesek.
Baca buku ini bener-bener berasa naik roller coasternya. Apalagi dengan penggunaan sudut pandang pertama dari Maika dan Dario, penulis berhasil mengeksplorasi emosi dan menyajikannya dengan sangat epik buat para pembacanya.
Buatku buku ini nggak sekedar kisah cinta Dario dan Maika, buku ini seperti pengingat banyak orang-orang yang seperti Maika dan Dario dan bahkan kadang mereka nggak menemukan tempat buat bersandar.
Walau terdapat typo di beberapa babnya, novel ini bagus sekali, Kak Val. Satu lagi alasan untuk suka tulisan kamu. Ini novel ke-4 yang udah aku baca habis dari semua novel punyamu dan kali ini pun aku dapet pandangan baru lagi. Semua novel kamu yang aku baca selalu punya pengajaran yang bikin aku punya pandangan baru juga terhadap orang dan kehidupan.
Salah satunya novel ini, di bagian saat Rio nemuin jeans kesayangannya Maika setelah ditinggal pergi ke New York. Part ini ngingetin aku ke masa kecilku yang ditinggal mama pergi ke luar kota untuk kerja. Saat itu, aku nemuin jaket mama yang masih nyantol di balik pintu, aku ciumin terus aroma jaketnya pas lagi kangen, nggak boleh dicuci sama sekali biar aromanya nggak hilang, tiap malem pasti aku ciumin sambil nangis dan mikir, kenapa mama tega banget pergi nggak ajak aku.
Tapi, setelah baca kalimat di bab bagian itu, aku sadar ternyata jaket yang mama tinggalin bukan sekadar kelupaan, tapi bukti kalo keputusannya untuk pergi nggak pernah mudah bagi mama, sama beratnya sama aku yang nggak mau ditinggal mama. Dan berkat tulisanmu Kak Val, sekarang aku tau kalo dengan cara itu, mama nggak pernah ninggalin aku.
Untuk itu, aku mau ucapin terima kasih ke kamu, Kak. Makasih udah bikin aku sadar dan nggak lagi nyalahin keputusan mama. Makasih, karena kamu, hatiku jadi terasa ringan sekarang, nggak dibebani rasa sedih masa kecilku lagi yang udah aku bawa selama 10 tahun ini.
Jujurly saya ingin kasi rating 3 karena 2/3 bagian dari buku ini nggak ngena spark nya di saya wkwk tapi 1/3 bagian di akhir buku ini membuatku berasumsi kek disini nih keknya inti dari novel ini.
Ada beberapa part Walaupun agak lebay sih yah terlalu sering disebut “aku cinta kamu” dan saya masih berpikir ini kek film pada umumnya kalau selama tiga tahun yang tanpa komunikasi itu masa Iyyaa nggak bisa move on. (Maybe) di beberapa orang berlaku kek gini ya tapi perbandingannya berapa % sih. Terlepas dari itu saya sangat suka dengan perspektif psikologisnya ini membuatku menyadarkan sesuatu khususnya pada pertanyaan nya dr Idris “Rio pernah nggak sih kamu kasian sama diri kamu sendri?” It is deepest question. Saya juga sangat suka dengan love langsunge nya dario yang membuatkan lagu untuk Maika. Ini lebih romantis daripada dikasi bunga dan coklat keknya. Too personally and i love it.
Again kenapa saya mau kasi 3 karena banyak yang kuskimming dan masih bisa kuiikuti alurnya. Dan rasanya ini kek menormalisasi Aja tinggal seatap tapi belum nikah di beberapa dialog yang orang tua, keluarga dan teman-teman nya yang ke-oke aja kalau mereka tinggal bareng. Tapi di bagian ketiga saya dibikin nangis wkwk jadi nambah rating 1 aja. Siapa yang peduli juga dengan rating mu ini tin 🤣
What if you feel like you haven't made any progress despite having achieved so much? Conversely, what if you never feel like a failure, even though you have to accept various processes that have stopped midway and achieve results that don't match your expectations? This romantic and dramatic book tells the story of two people who feel like their presence in this world is no different from the wind, merely passing by, only to provide a breeze as they strive to make everyone feel their presence. From the storyline, the author successfully develops each character with great skill and precision. The author maintains careful attention to detail in describing each situation in the novel. The conflicts created also leave an unambiguous impression. The reader is successfully drawn to the story to find answers to each conflict within the story.
Hm, agak kureng ceritanya. Gak tau ya mungkin krn aku ga terbiasa dengan bacaan romansa kayak gini... biasanya baca buku indonesia terjemahan yang bahasanya kaku dan (idk i called it) indah, yang ini nawarin indahnya sendiri yang kurang sreg di aku. Terus kayak banyak cerita yang rasanya too rush jadi aku ga punya empati banyak untuk main character-nya. Tapi good read lah setelah lama ga baca buku berbahasa indonesia.
Vibenya kayak film2 sekarang yang bahas keluarga tapi losing the focus between family and lover. Satu hal yang berhasil di buku ini adalah hooknya yang bikin aku ga bisa setop karena kepo why they end up like that. Tapi kalau bukunya di lebih slow-pace lagi dengan building dialogue yang gak terburu2 pasti bagus deh!
Buku ke-6 dari Kak Vale yang udah selesai aku baca dan selalu puasss sama karyanya. Kak Val selalu bisa bikin hal-hal yang terasa sepele buat sebagian besar orang tapi kenyataannya punya makna yang besar buat tokoh-tokohnya, termasuk Mairio yang ada di novel ini 💖
Merasa relate dengan Maika di beberapa hal bikin aku ngerasa ikutan dipuk-puk selama baca novelnya. Bikin ikutan ngerasa kek "ooh mungkin buat orang yang tepat kita bisa jadi dunianya, sumber kebahagiaannya, bukan cuma jadi orang yang numpang lewat" seperti Maika bagi Dario di novel ini.
Jadii, semogaaa kita yang menjadi tokoh "tengah-tengah" di dunia ini bisa menemukan Pram Dario dalam versi masing-masing, yang bisa melihat kita sebagai individu yang utuh dan menganggap kita pusat dunianya 🤩🫶🏻
Just good. Tapi entahlah ya, apa karena usia jadi baca novel yang karakternya kecintaan banget kek gini jadi agak sedikit 'meh' wkwkw... di beberapa bagian juga cukup kurang relate karena dua main leadnya tinggal serumah padahal belom nikah (is it Indonesian book, no?) Untuk gaya ceritanya karena POv nya menggunakan kata -gue-, jadi kadang kurang ngena di aku, well ini subjective si. Aku baca ini sampe ke akhir buku banget, dan baru tau kalo penulis meriset dua karakter ini sampe konsul psikolog dan ikut pelatihan musik komposer, pantes untuk penceritaan profesi dari dua karakter ini emang dirasa detail dan jadi banyak tau hal2 baru. Overall, apa yang ingin disampaikan sama novel ini dan nilai2nya nyampe si di aku, yang kadang merasa di 'tengah-tengah' dunia...
sosok anak tengah, yg rapuhnya bisa dilihat dr sisi psikologis. kemudian romansa yg ada jg berkaitan dg sisi psikologis. dua org dg luka masing-masing bisa gk jalan sejajar? buku ini ngasih pandangan kalau kita perlu melepaskan hal yg bikin sakit, mulai menerima diri, buat momen bahagia sendiri tanpa harus berlama-lama dlm rasa sakit.
Seperti kena template novel romance. Cuman aku kasih bintang 4 karena menurutku bagus kok. Agak cepet emang cuman, kalimat2 yang dibuat Vale disini menunjukkan kedewasaan kepenulisan dan aku suka. Tetap berbeda dari romance ala wattpad.
Baca novel "Tengah Tengah" ini membuat saya menyadari kita yang selalu berada di tengah-tengah kadang tidak bisa memilih tetapi dari itu kita bisa saling menguatkan. Dari Dario, saya jadi belajar untuk lebih menghargai orang di belakang layar sebuah film.