Jump to ratings and reviews
Rate this book

Dari Kirara untuk Seekor Gagak

Rate this book
“Bolehkah aku memanggilmu burung gagak?” Mae mengalihkan pembicaraan dengan spontan. Sehingga Ken tertawa.
“Kenapa mesti gagak?”
“Itu semacam panggilan sayang. Lagi pula kau berpakaian hitamhitam melulu, aku jadi teringat burung gagak.” Ken tersenyum kecil.


Mae gadis Indonesia memulai kehidupan baru di Sapporo. Di Sapporo ia hanya memiliki satu kawan, Kakek Yoshinaga—tetangga apartemennya, yang selalu meminta dia membacakan surat-surat cinta masa lalu. Mae bahagia, hari-harinya di Sapporo tak terasa muram. Namun di suatu waktu, Kakek Yoshinaga di temukan wafat di kamar mandi.

Kepergian Kakek Yoshinaga yang mendadak, membuat hidup Mae jauh berubah. Dia kemudian bertemu Nenek Osano—seorang nenek tangguh penjual mi ramen. Dia berkenalan dengan Tamia—seorang kawan yang ditabraknya. Tapi yang paling membuat hidupnya semakin pahit-manis adalah ketika dia bertemu Ken, pemuda berantakan dan bertingkah misterius yang tiba-tiba datang menempati apartemen Kakek Yoshinaga.

Ken datang seperti seekor burung gagak. Membawa keburukan, kegelapan hidup keluarganya, tapi di sisi lain dia juga membawa kebaikan buat Mae. Mengajarkan Mae bahwa rasa sakit, rasa kehilangan, rasa bahagia adalah hidup yang sesungguhnya. Bahwa hidup adalah juga sebuah belantara.

192 pages, Paperback

First published August 1, 2014

5 people are currently reading
56 people want to read

About the author

Erni Aladjai

11 books11 followers
Erni Aladjai earned her degree in French literature from the Hasannudin University in Sulawesi. She has worked as a journalist and news editor, and managed a learning institution. Her novel, Kei, took first place in the 2011 Jakarta Arts Council novel competition. Erni is also the author of Pesan Cinta dari Hujan (Messages of Love from the Rain, Insist Press, 2010) and Ning di Bawah Gerhana (Ning Under Eclipse, Bumen Pustaka Emas, 2013).

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
6 (4%)
4 stars
22 (18%)
3 stars
54 (44%)
2 stars
29 (23%)
1 star
10 (8%)
Displaying 1 - 30 of 41 reviews
Profile Image for Pentapetals.
29 reviews2 followers
December 30, 2014
"Aku pikir drama korea ini sudah cukup!" kata petugas polisi.


Quote diatas adalah keseluruhan buku ini dirangkum dalam satu kalimat.
Buku ini isinya cuman drama roman yang sukses bikin gue merinding. Dan bukan merinding karena takjub. Merinding karena jijay.

Mae merupakan mahasiswa Indonesia yang belajar sastra ke Jepang, tepatnya Sapporo. Ia adalah gadis yang mandiri dan unik. Pandangannya terhadap dunia sangatlah... hangat. Tokoh Mae mengingatkan gue bahwa masih ada kebaikan di dunia ini. That even though the world is a downright mean b*tch to you, you can still be (and should be) positive and nice and generally happy.

Di Jepang, Mae sebagai anak perantauan cukup kesepian, temannya hanyalah seorang kakek veteran yang tinggal satu bangunan dengannya. Namun ketika sang kakek meninggal dan datang penghuni baru, dunia Mae berubah.

Oke. Kita mulai dari hal yang gue suka.
The elderly characters
Kakek Yoshinaga, Nenek Osano, Nenek Nagisa. Ugh, mereka beneran bikin hati ini teduh dan sangat disayangkan mereka tidak muncul lebih banyak. Tadinya saat gue baca lima bab pertama, gue mikir novel ini bakalan tentang bagaimana Mae berinteraksi dengan para tetua dan mendapatkan pelajaran hidup dan kebijaksanaan khas orang Jepang. BUT NOPE! TENTU SAJA TIDAAAAAKKKK. Tbh, gue malah bakalan senang kalo novel ini isinya tiga orang itu aja.

Miu
She's a cat. That's all. Gak butuh penjelasan lebih lanjut.

Mae dan Ken di bab-bab awal
Seperti yang disebut diatas, karakter Mae beneran memikat gue awalnya. Dia ini... bukan anak kuliahan biasa. Sejak kecil, Mae memiliki ketertarikan yang berbeda dengan anak lain seumurannya. Caranya berinteraksi dengan orang lain benar-benar tanpa pamrih. Gue sebenarnya kepingin melihat lebih banyak tentang kakak Mae, Jo.

Ken. Oh, Ken you have so much potential. Kemunculan pertamanya memberikan kesan misterius dan kelam and I liked it. liked it. Past tense. begitu lewat dari bab 5.... meh.



Dan sekarang ke hal-hal yang gue gak suka(borderline benci)
Perumpamaan yang aneh
Langsung saja ke contohnya
Mata Ken tertuju ke langit-langit. Seolah ada seekor cecak bercinta dengan laba-laba di atas sana.
Tubuh jangkung Ken membuat Mae merasa seperti Timun Mas yang berhadapan dengan tiang listrik.

Instead of creative, it just come off as... weird.

Ken adalah cowo yang creepy
Kalo gue ketemu ini anak di dunia nyata, yang ada gue bakalan nyemprot dia pake semprotan cabe, nendang selangkangannya dan lari sambil jerit-jerit minta tolong.
Pikiran-pikiran yang dia punya ketika bersama Mae--yang mana adalah orang asing, baru pertama kali ketemu--bikin gue ngerasa kotor. Ken yang seumur hidupnya terlalu sibuk untuk berhubungan sama cewe, sekarang jadi horny berat sama cewe yang baru ia kenal.
Gadis itu[...] belakang lehernya begitu terbuka. Membangkitkan sesuatu dalam diri Ken.

Okelah, normal. Tipikal remaja(tua) cowok. Tapi kemudian Ken mulai memaksa berinteraksi dengan Mae. Ia dengan paksa mencium Mae, berlaku kasar dan meneriaki Mae, bahkan sampai menampar Mae.

Ken juga kelewat posesif. Males banget ngeliatnya. Tiap kali dia ngerasa cemburu atau insecure, dia ngancem bakalan bunuh Mae.

Dan yang paling bikin gue kesel sama novel ini adalah saat Mae hampir diperkosa
Kenapa? Karena adegan ini muncul cuman buat bikin si Ken jadi keliatan lebih baik, jadi kaya pangeran berkuda putih yang menyelamatkan sang putri. That's a cheap trick. A dirty, sick, and unnecessary cheap trick. Mbak penulis sepertinya bingung gimana caranya bikin cowo ini bisa disukai setelah dia mengancam orang pakai pistol, merencanakan pembunuhan, dan punya pikiran mesum terhadap seorang perempuan asing. voila! tampilkan orang yang mau memperkosa heroinenya dan buat dia seperti pahlawan!

Ugh.

Dan Mae. uuggggggghhhh. Entah kenapa Mae jadi kaya gak punya otak tiap kali dia berinteraksi sama Ken. Yang ada tiap gue baca dialog antara mereka berdua gue cuman pengen jedokin jidat ke dinding dan banting ini novel ke lantai.

Plot cerita
Ha? plot? Plot apa?
Selepas bab 5 plotnya minggat entah kemana. Absurd dan bikin alis gue pegel karena udah gak kehitung berapa kali gue mengerenyit baca novel ini. Tapi karena saking anehnya, gue malahan jadi penasaran gimana akhirnya. Bikin ketawa geli. Lumayan lah ga rugi. This book is so bad its good.

Still one star, tho. I'm amused by the hilarity of this book, not impressed.

Oke, sebagai penutup ini adalah quote favorit gue:
"Jangan berlagak seperti pembunuh berdarah dingin, Anak Muda. Kau hanya terdengar seperti remaja yang kebingungan mencari identitas diri."
Profile Image for Frida.
201 reviews16 followers
March 6, 2017
Hati-hati! Sampul buku unyu terkadang menipu!!!
Saya akan mulai dari tokoh-tokoh yang bermain di sini.
MAE alias KIRARA. Gadis asal Indonesia yg kuliah dg beasiswa di Universitas Hokkaido. Ia gadis yg susah bergaul, tapi hatinya tulus dan lembut (sebelum ketahuan sisi lainnya yg suka mengumpat). Satu teman ia miliki: Kakek Yoshinaga, tetangga apartemennya. Setelah kakek itu meninggal, Mae tdk pny teman. Sifat susah berteman dg teman sepantaran ini krn ia unik, kegemarannya lain dari teman-temannya. Sifat yg menonjol adl ketulusan hati dan semangat bekerjanya! Lihat saja saat ia bekerja di kedai ramen Nenek Osano. Btw, ia cepat akrab dg kaum lansia (?).

KEN alias BURUNG GAGAK. Cowok psikopat yg tiap saat memakai pakaian serbahitam. Masukkan segala sifat cowok enggak banget, ditambah kecenderungan kriminalitas, bum!, jadilah Ken. Kerjaannya mengurung diri di kamar (meretas situs2 dan rekening orang) dan latihan bela diri. Masuk kuliah paling cuma sebulan sekali. Yg paling ia benci di dunia ini adl ayahnya, krn gak pernah hadir utknya maupun almarhumah ibunya. Berlagak jadi detektif utk mencari pembunuh ibunya, kemudian balas dendam. Berpikiran kotor saat bertemu Mae di awal-awal. Cih. Berlagak jadi pahlawan saat Mae hendak diperkosa tiga begundal.

NENEK OSANO. Tokoh yg menginspirasi dg kesetiaannya pada kedai ramennya, tanpa lelah bekerja sendiri.

SHIBATA, ayah Ken. Sosok ayah yg terlalu sibuk dg aktivitasnya sbg petinggi sebuah partai kiri. Pemarah, dingin. Tinggal serumah dg anaknya tp gak pernah berinteraksi. Pengecut, melarikan diri dari masalah dg bunuh diri.
"Ayahmu sudah bebas!" - Mae (hal. 185)
[Saya heran, Mae ini terlalu lugu atau bodoh--kalau bodoh gimana bisa dpt beasiswa?--masa dia menghibur Ken dg bilang begitu? Harusnya ia marah, dong, bilang ‘Ayahmu pengecut!', gitu, kek.]

JOBEN. Mantan sahabat Shibata. Menurut saya, ia tokoh paling patut dikasihani. Berada di posisi yg gak adil utk dirinya sendiri. Dituduh membunuh. Gak tau kalau istrinya meninggal dulu itu krn dibunuh. Orang yg dicintainya direlakan menikah dg sahabatnya, meski ternyata org itu jg mencintainya. Tragis pokoknya. Di akhir, dg cepat ia memaafkan orang2 yg berbuat tak adil padanya (keren sekali nih orang, atau agak maksa?). Proses berdamainya dg Shibata di akhir jg terasa terburu-buru, sangat gak natural.

"Aku pikir drama Korea ini sudah cukup!" ujar petugas Polisi. (hal. 168)
Ya, ya, hentikan segala adegan teramat lebay itu!!!!
Mungkin kau akan bertanya, "Emang segitu parahnya, ya?"

Dan saya akan menjawab: agak bagus kalau novel ini cuma terdiri dari 5 bab pertama. Saya pikir, akan lebih menarik kalau porsi interaksi Mae dg para lansia yg dibalut suasana damai teduh nan menyentuh, itu diperbanyak. (Tapi ntar gak ada klimaksnya, hm.) Awal kemunculan Ken juga agak misterius sebenarnya. Sosok hacker pendiam dipadu dg kegemarannya main saksofon. Tapi, makin ke belakang, kebusukan Ken muncul tanpa jeda, dan saya geregetan: bisa-bisanya Mae jatuh cinta padanya. Gadis yg sangat gak logis. Mungkin kena pelet.

Beberapa ke-lebay-an yg gak bikin simpati, tp bikin muak:
1. Ketika menginterogasi Jotaru utk pertama kali, Ken sok banget jd pembunuh berdarah dingin. Kalau cuma mau dpt jwban jujur dr Jotaru, menurut saya terlalu lebay jika Ken sampai menusuk tangannya dan menembak kakinya. Oh, hell, was he even human?

2. Sikap Mae yg bener2 gak logis kalau menyangkut Ken. Ia sudah tahu kalau Ken PEMBUNUH, tapi ia tak menanggapi serius saat beberapa kali Ken mengancam akan membunuhnya.
"Jangan pernah mengkhianatiku, kalau kau tak ingin aku membunuhmu!" (hal. 104)
Juga saat Ken berjanji akan menemuinya tengah malam, bisa2nya Mae sudah menunggunya sejak makan malam, menyiapkan makan malam, lalu marah2 pd Ken krn cowok itu br datang menjelang dini hari. Lah, siapa suruh nungguinnya lebay?

3. Dua orang itu sudah cukup dewasa (seharusnya), tapi kayak bocah SMP pacaran. Tiap ketemu kerjaannya berantem, Ken melakukan kekerasan pd Mae, Mae mengumpat banyak banget, terus mendadaj baikan dan Ken mulai curhat. I can't bear this anymore!!!!

4. Yang paling bikin muak: adegan sebelum Ken dibawa pergi polisi. Perpisahan antara Ken dan Mae yg ditulis dg sok dramatis cenderung menjijikkan.
"Iya, Sayang, kita akan hidup bahagia, kita akan punya banyak anak," kata Mae.
Ken mengangguk, lalu tersenyum. "Kita akan punya banyak anak!"

What a shameless dialogue!

Ada juga beberapa hal aneh yg saya jumpai:
1. Penulis menggunakan perumpamaan yg aneh dan gak logis (mungkin beberapa pembaca akan menyebutnya kreatif). Seperti ketika Mae bertemu Ken dan merasa dirinya teramat mungil jika dibandingkan cowok itu. Saya penasaran, emang Mae tingginya brp senti sih? Di novel disebutkan tinggi Ken 170 cm, yg menurut saya itu gak terlalu tinggi. Kecuali kalau Ken setinggi Choi Jinhyuk (180+), misalnya, dan Mae cuma 150an.
"Tubuh jangkung Ken membuat Mae merasa seperti Timun Mas yg berhadapan dg tiang listrik." (hal. 66)

Pertama, Ken tidak jangkung. Kedua, di dongeng Timun Mas, saya rasa tdk pernah disebutkan bhw gadis itu bertubuh mungil (lain hal kalau Thumbelina). Jadi, kalau dibandingin dg tiang listrik, ya sama seperti orang kebanyakan dibandingin dg tiang listrik. It didn't make sense. Ketiga, seharusnya 'Timun Mas yg berhadapan dg Buta Ijo', dong, jadi perumpamaannya bisa mengena.

2. Saya menemukan beberapa jeda kalimat yg aneh, sehingga awalnya saya susah nangkep, penulis ingin bilang apa sih sebenernya. Mungkin ini gaya penulisan khas penulis, maaf, saya belum pernah baca karyanya yg lain. Eh, atau ini sebenernya cuma salah tanda baca? Maaf, saya terlihat berlebihan....
"Dia bilang berada di taman rumahnya, seperti hidup di zaman Shogun." (hal. 33)
Menurut saya, akan lebih jelas jika tanda koma digeser ke setelah 'dia bilang'.

3. Bagian ending. Sebelumnya, barusan, Ken amat marah pada ayahnya. Tapi, anehnya, dia bisa menuliskan surat utk ayahnya, dg nada dan kalimat teramat melankolis, yg kayaknya gak mungkin ditulis oleh Ken. Hmm.

4. Tokoh Tamia ditempelin cuma agar penulis bisa pamer: Mae juga bisa punya temen, lho! Karena Tamia nyaris gak berperan dlm cerita utama.

Tentang plot, menurut saya berantakan, dalam hal tidak berhasil mengajak saya utk menikmatinya seperti arus yg mengalir.
Untunglah, novel ini tipis.
Profile Image for Nanaku.
155 reviews9 followers
February 23, 2015
Judul, cover, penerbit & label sastra membuat saya mengabaikan sinopsis. Sepertinya ini lebih cocok diberi label teenlit atau metropop daripada sastra. Akhirnya daripada tidak dibaca, saya baca skimming saja, hanya baca dialog dan konflik masa lalu ayahnya Ken.
BTW, saya merasa aneh ketika si kakek mati & seminggu kemudian ditemukan tukang pipa. Kok bisa ya tetangga 1 apartemen tidak ada yg mencium baunya? Apakah di negara bersalju memang mayat yg mati dalam kamar mandi tidak membusuk?
Profile Image for Anastasia Cynthia.
286 reviews
October 22, 2014
Pagi itu bukan hari yang baik bagi Mae. Jantungnya berdegup kencang saat tahu massa berkerumun di muka pintu kamar 2054. Kakek Yoshinaga telah tiada. Mae bukan cucunya, ia hanya seorang teman, kendati para teman yang lain menganggapnya kolot karena berteman dengan seorang kakek. Tapi Kakek Yoshinaga adalah satu-satu teman Mae di Sapporo dan kepergiannya membuat Mae kesepian.

Ken mungkin saja baru bertindak gila; pergi dari rumah tanpa pamit; meretas rekening milik Joben. Tapi, siapa peduli, Joben adalah dalang dari pembunuhan ibunya. Ia tak bisa pulang. Usahanya baru saja akan diuji. Mau tak mau ia berusaha irit dan mengambil tawaran termurah dengan menyewa kamar milik seorang tua yang baru saja meninggal.

Pertama kali Mae mengenal Ken, pemuda itu tak lebih dari bayangan hitam, ia selalu mengenakan pakaian gelap dengan jaket ber-hoodie, tak banyak bicara, hingga mengundang penasaran. Mae bermaskud mengenalkan diri sekaligus berterima kasih karena Ken telah menjaga Miku si Kucing yang salah masuk ke kamar 2054. Mae membawakan ramen dari kedai milik Nenek Osano—tempatnya bekerja. Tapi, Ken malah menanggapinya dengan kasar. Ia pikir, gadis tetangganya pasti sudah sinting, ia tak butuh teman, satu tujuan Ken, yaitu membalas kematian ibunya.

Mae tak menyerah. Di hari kedua, Ken luluh dan menyapa Mae terlebih dahulu. Bagi Mae, kedatangan Ken seperti burung gagak, selain gemar berpakaian serbahitam. Sikap Ken yang tempramental baru saja menceburkannya kepada dunia yang penuh rasa sakit, rasa kehilangan, sekaligus kebahagiaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.




Didominasi warna putih kelabu, “Dari Kirara Untuk Seekor Gagak” mencuat dibarengi citra sastra yang kental pada covernya. Dengan ilustrasi yang realis, sekaligus judul yang cukup interaktif, saya pun sungguh percaya kalau novel ini akan sangat sastra. Tetapi, motivasi saya membeli ini adalah karena obyek diskon sesungguhnya. Well, tidak mengecewakan sih, hanya saja, apabila saya membeli novel ini dalam harga yang belum didiskon, saya kira, sedikit tidak worth-it juga. Selain karena tebal novel yang tergolong tipis, tapi isinya tidak seberat ekspektasi saya lantaran melirik label novel sastra di cover belakangnya.



Baca selengkapnya di: http://wp.me/p4Kfmh-2v
Profile Image for Stefanie.
29 reviews2 followers
July 9, 2020
Bingung banget. Sempat drop membaca buku ini karena karakter-karakternya yang terlalu fiksi, tapi karena keperluan review gue terpaksa nyelesain.

1. Tertarik karena cover? Gue juga sama! Tapi ternyata? Isinya mengecewakan banget.

2. Karakter Mae adalah karakter perempuan yang sering kita lihat di serial televisi azab. Kenapa? Karena dia terlalu baik. Dimulai dari bekerja di restoran ramen yang secara logika pun incomenya tidak bisa menutupi biaya untuk membeli bahan-bahan makanan (kecuali pemiliknya kaya raya), apalagi untuk membayar gaji pegawai. Tapi setelah dibaca pun rasanya tidak wajar karena pemilik restoran berkata bahwa restoran itu sudah tidak ramai sejak 2 tahun terakhir.

3. Karakter Ken ini sebenarnya bagaimana? Kadang-kadang dia bersikap seperti orang yang paling menyedihkan di dunia, kemudian tiba-tiba saja dia mendadak senang. Tsundere? Ah tidak juga. Sepanjang cerita, Ken sama sekali tidak terlihat seperti tsundere. Gue benar-benar nggak ngerti dengan konsep karakter yang dibuat si penulis ini.

4. Beberapa dialog terlalu berlebihan karena tanda seru "!". Ada beberapa dialog yang kalau kita lafalkan dengan tanda seru "!" menjadi aneh.

5. Bagaimana bisa Mae jatuh cinta pada Ken setelah tahu bahwa laki-laki itu pernah membunuh orang? T i d a k m a s u k a k a l. Sepertinya Mae mengidap sindrom Stockholm (walau dia tidak disandera oleh Ken).

6. Karakter ayah Ken membuat gue tertawa terbahak-bahak. Karakter ini persis banget dengan serial televisi azab yang sering gue tonton kalau bosan. Orangtua melakukan kesalahan pada anak --> merasa bersalah/menyesal setelah anak sudah berada dalam keadaan yang sangat terpuruk. Persis!

7. Jadi fungsi Mae di dalam cerita ini apa? TIDAK ADA. Gue kira cerita ini fokus ke relationship Mae dan Ken karena judulnya seolah-olah memberitahu pembaca bahwa buku ini ya tentang mereka, ternyata nggak.

Kesimpulannya apa? Baik judul maupun cover sama-sama menipu!
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Dhia Awanis.
32 reviews31 followers
June 12, 2018
Saya jatuh cinta dengan narasi yang panjang dan deskriptif, namun jalan ceritanya membuat saya berulang kali menggelengkan kepala. Satu-satunya karakter yang pantas mendapat simpati saya adalah (justru, entah kenapa) ayah dari Ken. Satya seolah-olah dapat mengerti luka dan pedih yang di derita ayah Ken, dan saya dapat mengerti alasan dari setiap perbuatannya, padahal awalnya saya simpatik dengan Ken yang menyaksikan ibunya dibunuh di depan mata, namun memiliki sosok ayah yang selalu sibuk—tapi saya amat menyayangkan keputusannya yang SANGAT, SANGAT tidak bijaksana. Seandainya Ken memilih untuk memaafkan, tentunya saya akan mengagumi kebesaran hatinya.
Lalu selanjutnya, yang saya pertanyakan adalah kisah cinta Mae dan Ken, dan kedua karakter utama tsb yang menurut saya kurang menggigit, walaupun saya suka sekali interaksi Mae dengan tetangga-tetangganya, serta dengan Nenek Osano. Saya rasa, saya akan lebih senang membaca petualangan Mae bertahan hidup di Sapporo ketimba, sayang harus membacanya jungkir balik jatuh cinta.
Dalam cerita ini, saya tidak menemukan hal baik satu pun dari Ken yang bisa menjadi alasan Mae jatuh cinta. Laki-laki itu kasar, psikopat, dan seorang pembunuh darah dingin. Bahkan Mae masih bisa-bisanya memaklumi ketika Ken mengaku kalau ia sudah MEMBUNUH orang lain.
Profile Image for Odet Rahmawati.
Author 2 books10 followers
May 12, 2015
Saya bingung sama karakter tokoh-tokoh di buku ini, yang sebentar marah, sebentar tenang, sebentar ngamuk, terus tiba-tiba menyesal. Dalam percakapan juga kebanyakan tanda seru, padahal beberapa diterangkan dengan nada normal.

Agak mengherankan juga pada sikap Mae yang nggak terlalu menaruh curiga sewaktu Ken datang ke apartemennya dalam keadaan terluka. Lebih-lebih meminta dia mencungkil peluru dari tangannya. Padahal mereka, bisa dianggap, belum kenal lama dan Ken bukan pribadi yang ramah. Tapi, kesinisan dia juga nggak begitu konsisten. Kayak pada bingung begitu. Duh maafkan kesoktahuan saya ini.
Profile Image for Repeatasari.
65 reviews3 followers
April 20, 2025
3.5/5

Kuselesaikan buku ini dalam sehari—hmm beberapa jam, tepatnya. Awalnya kukira kumpulan cerpen—aku nggak baca blurbnya.

Jadi, ceritanya tentang Mae, gadis remaja Indo yang dapat beasiswa di Universitas Hokkaido, punya cerita sedih akan kehilangan orang tua, jauh dari kakaknya, berusaha nggak membebani sang kakak dan berteman akrab dengan Kakek Yoshinaga—ingin hidup mandiri sembari menyelesaikan studi, tapi tiba-tiba bertemu Ken dengan kerumitan hidupnya.

Interaksi Mae dengan Kakek Yoshinaga di awal bab memberikan kesan hangatnya kekeluargaan ketika jauh dari rumah. Sayangnya, Kakek Yoshinaga meninggal.

Lalu kehidupan Mae berubah, tidak ada lagi tempat mampir untuk sekadar makan malam atau nonton film bersama. Tapi, dia ketemu orang baik lagi, Nenek Osano–pemilik kedai ramen. Mae punya rutinitas baru sebagai pekerja di kedai ramen.

Dari situ sebenarnya cerita masih berfokus pada dunia Mae. Nah, barulah muncul sosok serba hitam yang menghuni apartemen Kakek Yoshinaga. Sosok misterius yang ternyata membuat Mae terpikat.

Setelahnya, lebih banyak kisah Ken—cowok misterius–dan Mae. Hmm, kalau dipikir-pikir Mae ini kok ya berani-beraninya ngajak kenalan Ken. Cari temen sih, bener, tapi setelah dapat perlakuan kasar kok ya masih maju terus pantang mundur.

Si Ken ini emang—sebenarnya pinter sih, tapi dia punya kondisi psikologis yang rentan alias emosional. Hubungan sama Mae juga nggak manis melulu, malah yang buatku melongo, habis dikasarin besoknya Mae balik lagi ke Ken. Ini orang tanda-tanda red flag, lho Mae??! Tapi, ya cinta dan sayangnya Mae begitu besar.

Aku menyayangkan kejadian Mae dan Ken yang....ah sudahlah. Aku rasanya mau menceramahi Mae. Mungkin, di sini penulis mau menggambarkan bahwa realita begitu acapkali terjadi. Setelahnya pun justru menegaskan bahwa Mae anak baik-baik. Dia langsung menyadari kesalahan dan kekhilafannya.

Kenyataan bahwa Mae terikat pada Ken, dan begitu sebaliknya juga jadi gambaran bahwa hubungan kayak mereka ada di sekitar kita. Mungkin dalam diri Ken, Mae menemukan sosok pelindung, mengingat dirinya jauh dari sang kakak. Dalam diri Mae, Ken menemukan sosok ibunya, nggak sekali Ken merasa begitu.

Tapi, romansa anak baik-baik ketemu anak misterius punya rahasia kelam, kok rasanya familiar. Kenapa mesti a good girl meet a bad boy? Ya, Ken nggak bad boy banget sih, tapi ada tanda-tanda red flag.

Back to the story, sejak kejadian 'itu' sampai ke belakang cerita, kesan yang kudapat sudah tidak sehangat awal bab. Isinya dendam dan amarah Ken.

Ada sebuah kalimat, "Aku pikir drama korea ini sudah cukup!"

Itu sangat mewakiliku untuk merespon adegan Mae dan Ken di depan kampus. Maaf, ya...

Lalu untuk endingnya, hmm gimana ya, agak terkejut dan rasanya buru-buru...
Isi hati Ken tentang ayahnya juga cukup mengejutkan. Nggak ada luapan marah yang ada justru permintaan maaf. Mungkin marah dan kecewanya udah sampe ke titik jenuh, yang pada akhirnya hanya tersisa maaf.

Mungkin memang lebih baik berakhir begitu. Apa yang menjadi rahasi tetap menjadi rahasi. Menyisakan kebucinan Mae dan Ken.

Lupa, ada satu tokoh yang munculnya dikit doang, Nyonya Nagisa. Nah, aku justru penasaran interaksi Mae dengan Nyonya Nagisa dan anaknya. Juga hubungan Mae dengan Jo, kakaknya karena pada awal-awal—sebelum kisah berfokus pada Ken—Jo kerap muncul menghubungi Mae. Setelah kemunculan Ken, porsi Jo jadi berkurang.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for ruan.
46 reviews1 follower
June 4, 2022
Menceritakan Mae, mahasiswa indonesia yang bersekolah di Jepang, tepatnya Sapporo. Ia tinggal di sebuah apartemen. Suatu hari, apartemen milik temannya, Kakek Yoshinaga, dijual kepada seseorang setelah meninggalnya Kakek Yoshinaga. Sepeninggal Kakek Yoshinaga, Mae menjadi kesepian. Penghuni baru apartemen itu seorang lelaki begitu misterius dan aneh. Mae tertarik dengan lelaki itu sehingga suatu hari ia berencana untuk memberikan ramen dari kedai ramen Nenek Osano, kedai ramen tempat ia bekerja, kepada lelaki itu. Sayangnya, niat baiknya ditanggapi buruk oleh si Lelaki. Namun, hal itu tidak menyurutkan Mae untuk mengenal lebih si Lelaki, meskipun Mae lagi-lagi akan menerima tanggapan yang serupa. Hingga suatu ketika, Mae tak sengaja meninggalkan kertas berisi puisi yang ia buat di kedai ketika ia memberikan bungkusan ramen pada tetangganya. Insiden itu sedikit membuka hati si lelaki, membuat kisah romansa di antara keduanya tumbuh seiring waktu. Usut punya usut, ternyata lelaki itu adalah Ken shimotsuke.


Buatku alurnya rada cepat dan terburu-buru (boleh jadi karena tempo membacaku yang putus-putus, nggak sekali duduk). Misteri dan masa lalu dikupas tuntas, jadi nggak ada yang mengganjal buatku. Lalu, hubungan antara Mae dan Ken rasanya pun kaya tiba-tiba dan buru-buru, walaupun enggak aneh. Aku kurang ngerasain chemistry keduanya, kaya susah ngehype. Or maybe, I'm not into romance that deep currently. Aku suka sama penulisannya, kelihatan kayak terjemahan tapi ada diksinya juga apik, paket komplit.

Ngomong-ngomong, buku ini udah mendekam lama di wishlist bacaan dan akhirnya kesampaian. Aku tertarik karena sampulnya yang simpel tapi menarik. Dan juga, judulnya unik. Aku pikir Kirara nama orang beneran, taunya nama panggilan (dari Ken untuk Mae) Thanks to ipusnas that has provided this, jadi aku ngga ngehabisin banyak uang buat baca. Gratis. Cukup didownload, dan sudah, tinggal baca kapan aja di mana aja.
Profile Image for Agung Djokotritanto.
12 reviews6 followers
September 13, 2022
Secara kronologis, saya membaca karya pengarang ini. Mulanya Kei, lalu novel ini, kemudian Haniyah dan Ala di Rumah Teterungga.
Kei membuat saya percaya, bahwa tema dalam novel itu krusial untuk dibaca orang lantaran cerita fiksi bertema kerusuhan Ambon terbilang langka. Saya membacanya dengan penuh harapan besar meski keluasan problematika sosial dalam friksi-friksi politik serta sengkarut peristiwa itu tidak disasar. Lebih melankolia, pandangan subjektif saya.

Menanjak di buku ini, penulisnya memberikan sisi lain kepengarangannya. Ada yang seperti fragmen-fragmen kosong yang belum diisi, saya kurang yakin betul dengan arah yang sedang menuntun saya dalam cerita ini. Saya menduga narator yang tidak bisa diandalkan belum terasa kuat, kadang tercium dengan jelas; oh ini pasti begini. Sebenarnya struktur dalam novel ini terasa segar. Ada pola asimetris yang saya raba, tidak lagi klasik, atau mulai sadar bentuk ketimbang Kei.
Benar. Saya pun meras ada perasan sari Murakami dalam pecahan-pecahan konfliknya, juga cara penyelesaian yang sedemikian ganjil-ganjil genap gimana gitu ya. Tapi tak apa. Dengan lahirnya novel ini, dan Semusim (dan Semusim Lagi) membuktikan pengaruh Murakami adalah positif. Dan ia bisa dianggap panutan. Bukan meniru. Bukan. Bukan itu.

Maka, terima kasih saya pada novel ini, mengingat kembali jadwal jam terbang kepengarangan itu benar adanya. Dan dalam novel Haniyah, penulis buku ini meraih gemintang.
Profile Image for Syakirina utami.
26 reviews1 follower
April 22, 2023
Ini adalah buku kedua yang ku baca karya Erni Aladjai. Kisah tentang Mae dan Ken yang dipertemukan karena ketidaksengajaan. Kemudian, cinta mereka tumbuh dan indah. Selain itu, novel ini berkisah tentang perjuangan Ken untuk balas dendam. Sebenarnya alurnya sedikit klise dan monoton. Akan tetapi, novel ini masih asyik untuk dibaca karena ada lapisan-lapisan lain yang tetap bisa dinikmati. Tipis-tipis Erni membahas tentang partai antinuklir di Jepang, sejarah hubungan Indonesia dan Jepang, juga isu-isu terkait dengan perempuan.

Hal menarik lainnya, trik memunculkan klimaks di ending cerita juga asyik. Pembaca dibawa untuk terus menikmati kisah dengan teka-teki yang disajikan Erni melalui fakta-fakta lain yang bermunculan secara bertahap.

Munculnya tokoh tokoh perempuan yang unik juga masih dimunculkan dari novel ini. Perempuan-perempuan yang memiliki karakter dan kehidupan yang kuat.

Teknik pemunculan adegan erotis yang "biasa aja" juga menjadi hal baru yang patut dicontoh (dalam penulisan ). Alih-alih mendeskripsikan adegan erotis secara blak-blakan, Erni lebih memilih mendeskripsikan dengan minimalis, bahkan tidak ada deskripsi erotis yang aku temukan. Akan tetapi, pembaca dapat menangkap maksud Erni dalam kalimatnya
Profile Image for Ditadelia.
183 reviews2 followers
September 17, 2023
Buku ini tuh ceritanya sebenarnya lumayan bagus, kalau saja alur cerita berfokus hanya pada keluarga Kei dan keluarga Mae. Hanya saja ceritanya malah berfokus ke romance antara Kei dan Mae yg menurutku too much dan agak aneh.
Pertama, karakter Mae yg di awal digambarkan cewek mandiri, cerdas, hangat, blm punya teman tapi tetap struggle, entah kenapa sejak ketemu Kei tiba2 jadi manja, kasar, lebay, dan agak bodoh. Masa bisa tiba2 jatuh cinta dgn orang yg sifatnya kayak Kei? Terus agresif banget lagi..
Kedua, narasi cerita kalau mereka lagi berdua tuh kurang enak dibaca. Agak menye2 lebay gimanaa gitu.. Yg paling heran adalah "drama" saat Kei dijemput paksa polisi di kampus. Ada kalimat "Mae akhirnya berhasil mendorong polisi sampai terjungkal"
Hah? Sejak kapan Mae jadi kayak Samson?
Ketiga, latar keluarga Kei yg jadi daya tarik utama cerita ternyata akhirnya tdk terlalu "wow". Sudah mulai bisa ditebak dari pertengahan cerita. Dan Kakak serta Ipar Mae yg kuharap muncul lagi di akhir cerita ternyata ngga ada. Mereka hanya pemanis di awal. Padahal interaksi Mae dan kakaknya itu sweet dan heartwarming.
Walau bukunya lumayan tipis, perlu perjuangan juga menyelesaikannya. Udah kadung antre agak lama di salah satu aplikasi baca gratis. Sayang kalau ga selesai :")
Profile Image for Icha.
55 reviews1 follower
August 26, 2024
Aku adalah salah satu yg tertipu oleh cover lucu buku ini hhh.

Aku suka bab-bab awal, pemilihan katanya bagus, deskriptif juga. Tapi entah kenapa setelah Ken dan Mae dipertemukan kok ceritanya jadi banyak serba tiba-tiba ya? Kesannya buru-buru banget. Bingung juga sama hubungan antara Ken dan Mae yg duh toksik banget sejak awal hhh gak bisa bgt aku meromantisasi hubungan mereka, malah jadi jijik sendiri.

Untuk unsur misteri yg juga hadir di buku ini, menurutku masih bisa dikembangkan lagi soalnya udah bagus isunya muncul sebagai dendam si Ken tapi kenapa eksekusinya semakin ke belakang semakin bikin males banget. Kok detektif dan para polisi tuh kayak semudah itu loh ngungkapnya? Kalo mudah ngapain nunggu belasan tahun dong? Kenapa gak dari dulu aja detektifnya ngide nyari tau tentang kasus itu? Gambaran polisinya jadi kayak jelek banget dong kalo gitu, bener-bener ada cuan semua aman hmm the real gabut sih polisi di buku ini

Plot twistnya juga sedikit membingungkan, ujung-ujungnya ya ketemu sama sumbu masalah yg lumayan klise. Rasanya kalo bisa request pengin ceritanya berhenti sampe kenalan sama nenek Osano aja, abis itu bikin universe lain aja lah buat Mae hhh
Profile Image for Maya Murti.
205 reviews8 followers
May 10, 2024
Jadi ini salah satu karya awal Erni Aladjai. Bedanya cukup jauh dengan Haniyah dan Ala di Rumah Teteruga, lebih pop dan menargetkan pada pembaca santai, meskipun ada elemen angst.

Saya paham maksud penulis bagaimana, hanya saja somehow kurang berhasil. Kayak, cerita berakhir dengan tragis, tetapi dibilang memunculkan simpati pun tidak. Bahkan saya lupa, apakah Mae ini tahu bahwa Ken telah membunuh orang? Saya sudah tidak lagi berminat mencari tahu.

Plot cerita cukup oke, penulis sudah cukup rapi dalam tying up loose ends. Tapi saya tidak yakin ada chemistry antara Mae dengan Ken, entah kenapa. Tapi buku ini ngga bikin saya marah seperti saat membaca Forever Monday, jadilah saya beri rating tiga bintang.
Profile Image for Michelle.
46 reviews2 followers
March 17, 2019
Cukup kaget saya ketemu buku ini dan juga isinya.

Saya pikir, ini bagus seandainya dibuat dengan versi yang less dramatic. Iya, saya mohon maaf kepada penulisnya karena novel ini terlalu dramatis di beberapa tempat sampai tak masuk akal.

Menurut saya ada beberapa hal yang terlalu terburu-buru. Soalnya saya jadi mendapat kesan Mae itu (maaf lagi) bodoh karena sampai punya perasaan sama Ken yang sedemikian.

Konfliknya lumayan pelik. Plot-twist yang disajikan, cukup mengagetkan ternyata permasalahannya menurut saya justru nggak kelar. Karena sampai akhir, Ken itu nggak tahu siapa dalang di balik kematian orang tuanya.

Saya nggak bilang buku ini jelek, tapi juga nggak bilang buku ini bagus. Dan berharap penulis bisa lebih baik lagi serta lebih konsisten lagi di karya selanjutnya. Semangat untuk penulisnya 😋😋
Profile Image for Teguh.
Author 10 books335 followers
August 30, 2014
Ketika mengetahui Mbak Erni Aladjai akan menerbitkan novel baru, langsung kumasukkan dalam daftar belanja. Aku sudah kadung jatuh cinta dengan Kei novel sebelumnya. Dan akhirnya novel Dari Kirara untuk Seekor Gagak sudah rampung kubaca. Pertanyaan pertama setelah membaca judul adalah Mengapa kata 'untuk' harus dimiringkan?

Novel ini bersetting Sapporo, Jepang. Setting negara yang paling kusenangi. Berkisah dua insan, yaitu si Mae gadis Indonesia yang sedang belajar sastra popular. Dan seorang anak muda Ken (mungkin dari kebiasaannya menyendiri dan frik dengan komputer pantas disebut sebagai otaku) yang diam-diam menyimpan dendam atas kematian ibunya.

Mae berteman dengan Kakek Yoshinaga, yang hidup sebatang kara satu apartemen dengan Mae. Namun kematian membuat Mae harus kehilangan teman satu-satunya itu. Di tengah-tengah itu Mae mendapatkan pekerjaan di kedai ramen nenek Oshano (kalau suka membaca novel Saga No Gabai Batchan akan tahu dari mana nama nenek Oshano bermula). Bekerjalah Mae di sana. Dari nenek Oshano Mae menapatkan hadiah seekor anak kucing bernama Miu.

Di samping itu, ada kisah Ken yang tidak berhubungan baik dengan ayahnya pasca kematian ibunya yang tragis. Ken mengurung diri, menjadi hacker jaringan komputer untuk mencari siapa sebenarnya pembunuh ibunya. Semakinlama, hubungan Ken semakin renggang dan memilih pergi dari rumah dan menyewa apartemen bekas kakek Yoshinaga. Di sanalah Ken bertemu dengan Mae.

Gara-gara Miu-lah Mae harus masuk apartemen Ken. Cinta tumbuh di sana. CInta katanya tidak selalu bermula dari lokasi-lokasi romantis, stasiun, kafe, perpustakaan, atau bertabrakan di sekolah saja. Mae dan Ken pertama kali bertemu di dekat bak sampah apartemen. Mae memanggil Ken dengan sebutan burung gagak karena selalu berpakaian hitam, dan Ken menyebut Mae sebagai Kirara.

Hubungan mereka semakin erat, meski dimulai dengan saling benci (mirip FTV INdonesia, atau drama-drama percintaan ala Jepang dan Korea). Tidur bersama. Tetapi mereka harus terpisah karena Ken terjerat kasus pembunuhan, karena pembalasan dendam. Kisah mereka berkelindan dengan sejarah keluarga Ken yang lumayan jlimet... (selebihnya baca sendiri, takut spoiler)

Saya menikmati adegan per adegan dalam novel ini. Apalagi setting Jepang menjanjikan buat saya. Dua film yang dsiebutkan Mbak Erni Aladjai Okuribito dan Ramen Girl sudah pernah kutonton, Film pertama adalah film kesukaan saya, meski minim adegan-adegan menyentak, tetapi sangat dalam. Kita akan mengerti bagaimana orang Jepang memahami sebuah kematian. Sedang di film kedua akan ditemukan klausa bahwa ramen sangat tergantung bagaimana perasaan si pembuat (klausa ini juga disebutkan penulis dalam novel ini). Kalau pembuat dalam kondisi bahagia, bisa dipastikan ramennya akan enak. (lalu apakah hokku ramen di Jogja dibuat si koki yang sedang patah hati? karena selalu kurang sedap).

Tetapi ada beberapa catatan yang menurutku sedikit kurang enak,
(1.) Di novel ini dibenturkan kisah romantisme dengan sadisnya sebuah pembunuhan dan pembalasan dendam. Mengingatkan saya pada novel 1Q84-nya Haruki Murakami. Di 1Q84 perpindahan sentra penceritaan dipisahkan dengan bab yang sangat jelas, Namun di novel ini semua disatukan. Andai disusun sedemikian rupa sehingga kita akan tahun bagaimana sejarah Mae, sejarah Ken dan keluarganya, tanpa harus menggunakan flashback yang rumit.

(2.) Kesan utama dalam novel ini adalah Terburu-buru. Entah mengapa saya merasakan tokoh-tokoh dalam novel ini masih menjadi alat peraga Mbak Erni Aladjai dalam berkisah. TOkoh tidak hidup sendiri. Saya merasa banyak hal yang kurang digali sedemikian dalam.

(3.) Setiap membaca novel Jepang, menonton film Jepang dan Korea, ada satu hal yang ingin selalu kulihat. Ialah bagaimana detail penceritaan tempat, suasana, hal-hal presisi. Termasuk makanan, budaya, dan lainnya. Tetapi karena terburu-buru tadi, aku tidak mendapatkannya. Nenek Oshano membuat ramen pun tidak dijelaskan secara detail. Potongan dagingnya, bakso ikanya, atau kedai nenek oshano yang legendaris. Bagaimana nenek oshano sendirian mengurusi kedai, suara orang masuk kedai, atau suara pemilik kedai saat ada pengunjung masuk. Itu tidak ada. Lalu Kakek Yoshinaga, seorang kakek yg masih menyimpan surat dari kekasihnya, tentulah orang yang romantis. Aku membayangkan pasti masih banyak koleksi milik kakek yoshinaga yang tidak ditulis, misal dia punya seribu bangau kertas, atau punya boneka penangkal hujan, dll. Pasti akan seru kalau diseritakan dengan detail.

(4.) Kakek Yoshinaga dan Nenek Oshano menjadi sangat minim perannya. Kakek Yoshinaga terlalu cepat "dibunuh" oleh penulis.

(5.) Apakah demikian perilaku wanita Indonesia yang tinggal di Jepang dan jatuh cinta dengan lelaki Jepang? Memasukkan lelaki ke apartemen? Mendatangi apartemen lelaki yang baru dikenal? Seingatku orang Jepang sangat protektif dengan orang yang baru dikenal. Rumah dan umur adalah dua hal yang tabu untuk ditanyakan saat berkenalan. Ya agak mikir, apalagi Mae sampai berhubungan badan dengan Ken. Agak miris pada bagian ini... Banyak di adegan-adegan film Jepang dan Korea, dua sejoli yang sudah tidur di satu kamar, tetapi tidak terjadi hubungan kelamin. Sangat berkebalikan dengan filosofi stroberi di serial lawas Jepang Strawberry on the Shortcake.....

(6.) Kepikiran, kalau setting Sapporo diganti Jakarta atau bandung, berubahkan?

Sungkem!
Profile Image for Andria Septy.
249 reviews14 followers
June 2, 2020
bersetting di Sapporo, Jepang, seorang gadis Indonesia bernama Mae memulai kehidupan baru sbg mahasiswi. Ia hanya akrab dgn tetangganya seorang Kakek. Ketika kakek itu meninggal, Mae menjadilah muram, Mae teringat akan kedua ortunya yg meninggal dunia karena sebuah kecelakaan. ketika dia berkenalan dgn seorng pemuda yg kebetulan menempati apartemen milik mendiang si kakek, hidupnya benar2 berubah. memang ide atau gagasannya terkesan biasa saja, tapi tulisannya masih enak dibaca sampai selesai. dari buku ini juga mengajarkan, bahwa menulis pengalaman2 pahit itu juga dpt menyembuhkan luka.
Profile Image for Hasan Fahri Pamona.
19 reviews6 followers
September 4, 2019
Dalam kondisi pembacaan yang netral, novel ini pujya kekuatan yang besar. Tidak perlu memusingkan pengaruh Murakami, tidak perlu menelisik logika - anti logika, dan tidak perlu melihat teks dalam bingkai moral; novel singkat ini punya rentang gairah yang panjang.
Profile Image for Nunu  Syam.
5 reviews
April 15, 2020
Kisah Mae dengan Ken yang terlalu dramatis. Yang membuat suka adalah saat Mae dengan Nenek Osano.
Saran membaca buku ini :bacalah dengan tenang dan saksama serta jangan langsung bereaksi dengan beberapa kesalahan penulisnya karna ada beberapa pesan hangat di dalamnya
Profile Image for Citra Rizcha Maya.
Author 5 books23 followers
April 4, 2021
Jika buku ini adalah warna maka dia berwarna abu-abu.

Jika buku ini ada pakaian, dia adalah sweater rajut.

Jika buku ini adalah makanan, dia adalah semangkuk ramen.

Aku suka dalam kadar pas.

Akan lebih menyenangkan dibaca sambil mendengar instrumen saksofon.
Profile Image for aura.
92 reviews1 follower
January 17, 2024
Baca waktu jaman SMA dan misuh" sendiri sepanjang cerita dan ngerasa,
"Ini jauh jauh disekolahin ke jepang malah jatuh cinta sama psikopat??"

Kayaknya pernah review di Quora juga. Karena ini buku sangking (maaf) nggak masuk akalnya sampe jadi memorable gitu.
Profile Image for Fordo.
4 reviews
May 6, 2019
A good novel indeed ! It gives us a perspective of Mae's dilemma to handle Ken's peculiar acts tho
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Faniaekaa.
3 reviews5 followers
October 25, 2019
Baca novel ini, karena sinopsisnya yang langsung membuatku tertarik. Aku suka dengan karakter Kiara yang ceria dan punya positive mind.
Profile Image for Lany.
139 reviews
August 7, 2023
2,5/5

first of all, gak suka banget sama karakter tokoh utamanya apalagi si Ken. Abusif dan manipulatif. Mae juga udah dikasarin gitu masih aja nerima Ken balik.
alurnya sangat ngebosenin, menuju akhir aja ceritanya mulai rada seru karena mulai terkuak kebenaran misterinya. dari awal sampai akhir cerita gatau ini fokusnya ke mana.
Profile Image for Dhyn Hanarun .
329 reviews202 followers
November 18, 2014
"Jatuh cinta kadang tak mesti dimulai di bandara, kereta, pesawat, kampus, atau bertabrakan di jalan. Perasaan jatuh cinta bisa jadi menyergapmu di mana saja, bahkan di hadapan bak sampah. Dan Mae mengakui pada diri sendiri, ia telah jatuh cinta pada pemuda itu sejak pertemuan di depan bak sampah tempo hari." – halaman 132

Mae tinggal di Sapporo sendirian, demi menimba ilmu Humaniora. Keputusannya ini kurang lebih berkat almarhum ibunya yang membiarkannya menikmati sastra. Dia punya tetangga bernama Kakek Yoshinaga yang kerap membantunya, yang juga tinggal sendirian. Mae membalas bantuan itu dengan membacakan surat-surat lama dari pasangan Kakek Yoshinaga. Mereka juga sering melewatkan waktu dengan menonton film dan menyantap makanan. Suatu hari, Kakek Yoshinaga meninggal dunia, membuat Mae sangat kehilangan. Dia mulai menyibukan diri dengan kuliah dan mencari pekerjaan agar meringankan beban kakaknya, Jo, yang sebentar lagi mempunyai anak. Dia tak sengaja menemukan kedai ramen milik Nenek Osano. Dia mulai berkerja di sana walau tanpa bayaran yang pasti.

Ken Shimotsuke minggat dari rumahnya dan menempati apartemen bekas Kakek Yoshinaga. Mahasiswa yang jarang kuliah itu merupakan hacker yang handal. Dia meninggalkan rumah ayahnya, Tuan Shibata, seorang politikus yang terlalu sibuk untuk mengurus anaknya. Dia juga menemukan titik terang tentang pembunuh ibunya. Kedatangan penghuni baru menarik perhatian Mae. Dia berkali-kali mencoba menyapa Ken, memberinya semangkuk ramen, tapi selalu diabaikan lelaki itu. Sampai suatu hari Ken datang meminta pertolongan Mae untuk mengeluarkan peluru di lengannya. Sejak saat itu, baik Mae dan Ken merasakan sesuatu yang mereka rindukan, perhatian dan kasih sayang.

--

Dari Kirara Untuk Seekor Gagak ternyata bukan novel sastra. Gaya bahasanya memang baku dan sedikit nyastra. Tapi jalan ceritanya tidak jauh dari novel-novel young adult dan dewasa yang kubaca belakangan ini, ada konflik keluarga dan kisah cinta yang mengebu-gebu layaknya remaja. Aku suka koq. Aku malah menyelesaikan novel ini dalam satu hari saja. Tidak sulit untuk menyesapi kisah Mae dan Ken yang berlatar di Sapporo yang dingin dan muram karena langit Bandung belakangan ini. Bagian yang aku suka itu kebiasan-kebiasan kecil Mae yang dia dapatkan dari almarhum ibunya seperti menulis untuk mengobati rasa sedih, memasak dan lainnya. Lalu ada cerita tentang Ken dan misi balas dendamnya kepada pembunuh ibunya. Twist-twist yang muncul seiring dalamnya Ken masuk ke masa lalu, membuat aku terhenyak sekaligus puas. Dan aku juga suka dengan kedai ramen milik Nenek Osano dan pandangannya tentang ramen yang enak. Semua itu yang bikin ceritanya jadi ‘hangat’. Aku juga pengen makan ramen secepatnya :9

Baca review selengkapnya di sini -- http://dhynhanarun.blogspot.com/2014/...
Profile Image for Nana.
405 reviews27 followers
September 2, 2014
Sebenarnya saya mengalami kebingungan mengenai kategori buku ini: sastra atau pop? Soalnya, kalo ngeliat dari cover dan kategori di back cover yang tertulis "NOVEL / SASTRA" saya mikirnya ini buku sastra dong ya. Apalagi, Erni Aladjai memang seorang sastrawan. Buku-bukunya yang terdahulu yang sudah saya baca, Kei, dan Ning di Bawah Gerhana sangat kental muatan sastranya: gaya bahasa yang cantik, penokohan dan deskripsi setting yang hidup, dan eksplorasi konflik yang kaya.

Terus saya beli bukunya. Saya baca...

Ternyata yang saya dapatkan adalah kisah New Adult yang ringan dan cenderung ke romance. Terus saya bingung. Masa penerbit sekelas GPU bisa salah klasifikasi?

Nah inilah sebenarnya alasan kenapa saya lamaaaa banget nulis review buat buku ini.

Mengesampingkan kebingungan saya, karena saya lebih senang bacaan romance populer ketimbang sastra, jadi saya reviewnya dari sisi ini aja ya.

Saya suka nuansa yang dibangun Erni dalam novel ini: Kelam, sepi. Penggambaran setting Hokkaido juga sangat baik. Beneran deh, sepanjang membaca novel ini, saya serasa berada di Jepang dan merasakan dinginnya udara Hokkaido. Konfliknya pun menarik. Tokoh utama prianya adalah seorang kriminal sedangkan tokoh utama wanitanya pun bukannya yang 100% baik. Mae memang perhatian, lemah lembut, namun juga sesekali ia akan memaki dengan kasar. Interaksi keduanya mengingatkan saya akan beberapa film Mandarin lama. Berasa lagi nonton As Tears Go By-nya Andy Lau dan Maggie Cheung, Chungking Express-nya Lin Cing Hsia dan Takeshi Kaneshiro, dan Young and Dangerous-nya Ekin Cheng. Lhaa kok jadi film Mandarin semua??? Ya gimana, saya demennya film Mandarin, bukan Jepang... *krik krik*

Sangat saya rekomendasikan buat teman-teman yang mencari kisah ROMANCE yang nggak mainstream. Apalagi kalo demen nonton film Mandarin jadul kayak saya. Jangan ketipu sama covernya yang mengesankan ini bacaan "berat". Nggak koook!! Malah ceritanya cukup asyik diikuti. Page-turner.

Adapun sedikit kritik berdasarkan penilaian pribadi saya atas buku ini, masih terkait masalah klasifikasi yang menurut saya tidak tepat tadi, untuk kisah romance populer seperti ini, gaya tulisan Erni masih terlalu formal. Nggak apa-apa sih formal, asal bisa lebih luwes. Kalo mau kasih contoh yang penulisannya formal tapi luwes, mungkin saya bisa nunjuk Windry Ramadhina di Interlude.

Menunggu karya Erni selanjutnya. Penasaran, tema apa lagi yang bakal diangkat.


Profile Image for Ayu Prameswary.
Author 19 books65 followers
August 31, 2014
Buku ini... bagus. Dan saya baru menyadari bahwa penulis ini adalah penulis yang sama dengan novel Kei (pantas, bagus, hehehe).

Tapi, kenapa saya masih merasa cerita ini kurang dalam. Rasa-rasanya banyak yang masih bisa digali. Misal, kehidupan Kirara (bukankah dia tokoh utamanya?), masa lalu Kakek Yoshinaga (sehingga dia tidak hanya menjadi karakter yang 'numpang lewat', kehidupan kedai ramen nenek Osano (karena tampaknya kedai ini adalah bagian penting dari hidup Kirara alias Mae).

Lalu, saya pikir cerita ini akan berjalan lebih kelam. Tapi, ternyata tidak. Pada pertengahan buku, kisah mulai berfokus pada masa lalu Kei, sehingga kisah Kirara tampak seperti terlupa begitu saja.

Namun, seperti yang saya tulis di awal, novel ini bagus :). Di luar harapan saya yang mengira kisah ini akan kelam, buku ini cukup light dan menyenangkan untuk dibaca. Saya bahkan tidak memberi jeda (misal, membuat kopi dulu atau berhenti sejenak untuk mengurus hal lain^^) saat membacanya. Tuntas sekali baca :D.
Profile Image for Tias.
130 reviews
September 10, 2015
Gatau mau ngasih berapa...

Pertama baca, jatuh hati sama Ken, saya kira akan menemukan kisah yang lebih kelam, yang akan lebih melibatkan Mae. Tapi, semakin kemari, saya kehilangan rasa. Keberadaan Jo, kakak Mae, pun seperti tidak berarti apa-apa, padahal saya yakin, bagi Mae, Jo cukup penting. Tokoh lainnya terkesan hanya sebagai pelengkap, seperti Tamia, yang mungkin, kalau tidak ada pun tidak berpengaruh apa-apa. Juga dengan Kaoru, cucu dari Nenek Osana, saya kira akan terjadi sesuatu yang menyangkut kedatangan cucunya itu, serta bencana gempa di pulau Honshu.

Sampai akhir saya tidak tau kenapa Ken menamai Mae dengan "Kirara", selain dengan fakta bahwa Kirara hanyalah kucing Sango dari anime Inuyasha. Semua itu sedikit terobati dengan sampulnya yang menarik hati, dan pembukaan yang membuat saya menaruh ekspektasi cukup tinggi.
Displaying 1 - 30 of 41 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.