Jump to ratings and reviews
Rate this book

Vandaria Saga

Winterflame: Vandaria saga

Rate this book
Trailer http://bit.ly/WinterflameTrailer

Rhys empat tahun lalu melarikan diri sebelum ibu kota Ortheva diserang pasukan Pandora, negeri kaum penyihir bermata dwiwarna di utara. Pengkhianatan dan kehilangan hampir menghancurkannya di tengah jalan. Untunglah sebelum Rhys mati kedinginan di luar kota Porzar, takdir mempertemukannya dengan Algisarra, kemudian Sasha.

Algisarra, gadis bisu berkatana, sanggup menjatuhkan delapan orang bersenjata seorang diri. Sayang kekaguman Rhys kepada Algisarra dibayangi oleh satu kekhawatiran: Algisarra tampak menyimpan rahasia masa lalu yang lebih kelam daripada Rhys.

Sasha memanfaatkan kecantikannya untuk mendapatkan informasi. Dengan cerdik dia memimpin Rhys dan Algisarra menjadi trio pencuri, demi bertahan hidup di kota Porzar yang keji. Tak terduga informasi yang didapat Sasha musim dingin ini malah menjerumuskan mereka ke petualangan berbahaya. Tahu-tahu mereka terjepit dalam konflik berdarah antara Ortheva dan Pandora, juga pencarian senjata legendaris Winterflame.

“Novel Winterflame adalah pintu menuju dunia lain—penuh fantasi, magis, intrik dan kejutan yang terus muncul tak terduga di setiap bagian ceritanya. Buku wajib bagi penggemar fantasi.”
Marlin Sugama, Penulis/Produser online game Inspirit Arena dan serial animasi Hebring

Vandaria Saga: Winterflame adalah novel teranyar Vandaria Saga yang membuka sebuah epik di benua yang belum terjamah dalam buku-buku sebelumnya. Winterflame juga akan hadir dalam bentuk mobile game pada tahun 2015. Untuk membaca novel atau memainkan game Winterflame, kita tidak harus membaca dulu buku-buku Vandaria yang lain.


Kata kunci: fantasi, petualangan, pencuri, senjata legendaris
Rating: Remaja
Urutan: Salah satu buku Vandaria Saga, tapi bisa dibaca tanpa pengetahuan tentang buku-buku lainnya

Penghargaan:
- PNFI's CHOICE BOOK AWARD 2014: COVER OF THE YEAR 2014 - FANTASY FICTION INDONESIA
- PNFI's CHOICE BOOK AWARD 2014: BEST FANTASY FICTION INDONESIA 2014

528 pages, Paperback

First published November 1, 2014

31 people are currently reading
227 people want to read

About the author

Fachrul R.U.N.

6 books47 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
49 (38%)
4 stars
48 (37%)
3 stars
18 (14%)
2 stars
9 (7%)
1 star
3 (2%)
Displaying 1 - 30 of 37 reviews
1 review
December 3, 2014
Pertama, aku nggak percaya kalau tanganku memberi rating buku karya abang Fachrul hanya dengan 4 bintang. Tetapi, setelah menilai ke dalam hati, baru sadar bahwa sebenarnya aku bahkan lebih cenderung ke 3 bintang. 1 bintang tambahan karena ini novel Vandaria, dan udah menunggu novel baru terlalu lama.

Komentar kedua saya: ini betulan karya abang Fachrul kan? Karena isi ceritanya jelas lebih ringan daripada dua novel Vandaria karya beliau sebelumnya. Tidak ada

Tidak semua yang "tidak ada" itu berarti jelek loh. Aku menikmati petualangan di buku ini, ringan dan cukup menegangkan. Yang jelas, novel ini cocok banget untuk menjadi novel pembuka bagi pembaca baru untuk memasuki Vandaria. Awal buku ini benar-benar awal (nggak banyak pertanyaan, "waduh, kok bisanya sudah begitu?") dan akhir kisahnya pun cukup tertutup (nggak ada pertanyaan menyayat hati tentang "bagaimana dong nasib mereka kemudian?). Coba bandingkan saja dengan Hailstorm, Redfang, Nedera, atau Tabir Nalar. (Yang jelas, jangan bandingkan dengan novel penuh lore macem Ratu Seribu Tahun atau Sang Penantang Takdir yah). Perbedaannya terasa.

Cerita yang lebih ringan memang membuat banyak pembaca baru dapat menikmati keindahan Vandaria, benua Acrovel khususnya, dan petualangan Rhys, Sasha, dan Algissara. Kita dapat memiliki lebih banyak waktu untuk menikmati kisah tanpa kepikiran "bagaimana, kapan, dan mengapa" yang biasanya mengganggu kemampuan sebuah buku menjadi stand-alone novel. kita juga dapat lebih menikmati keunikan tiap karakter tanpa pra-justifikasi atau penilaian yang berlebih. Kita dapat tertawa melihat sikap Sasha, gemas terhadap Rhys,atau penasaran dengan Algissara.

Masalahnya, ketika cerita menjadi lebih ringan, karakter yang kita dapatkan pun menjadi tidak terlalu menarik, terutama ketika pembaca veteran seperti saya membandingkan mereka bertiga dengan karakter karya bang Fachrul sebelumnya (Iridio, Lavinia, dan tentunya Cassius dan Justina). Mungkin karena cara penceritaan atau apalah, saya merasa ketiga karakter kita ini baru diulas kulitnya saja. Aku tidak merasakan emosi berlebih atau keterikatan dengan mereka bertiga, mereka sangat terasa dua dimensi. Tidak terasa karakter kompleks yang aku rasakan di novel-novel lain. Bahkan dibanding karakter di Tabir Nalar atau Nedera, aku merasa keterikatan minim dengan mereka bertiga (hmm, mungkin aku saja sih).

Baru setelah lewat separuh buku ini, ketika kita akhirnya dihadapkan langsung pada winterflame, perkembangan karakter menjadi semakin terasa, baik bagi Rhys, Algisarra, dan Sasha. Rhys dan Algisarra dalam menghadapi masa lalunya, dan Sasha dalam menghadapi dilemanya terhadap Rhys. Pada bagian ini, karakter mereka menjadi semakin mengikatku, terutama Rhys dan Algisarra. Ceritanya juga menjadi semakin cepat dan nggak terlalu pelan seperti sebelumnya. Jadi semakin terasa lagi ini karya bang Fachrul.

Winterflame sendiri benar2 unik. Heuu, sudah berapa kali kita melihat artifak naga eh? Aku selalu suka konsep senjata yg memiliki kesadaran (gimana Ouroburous yah? *uhuk *uhuk). Dialog Brython dan Rhys juga sangat mencuri perhatianku. Tapi mencurigakan memang winterflame itu yaaa.

Cover novelnya? KEREN. Aku suka sekali lagi kita mendapat cover unik yang berbeda dengan novel vandaria lain, setelah Nedera.

Yah, novel ini sangat direkomendasikan sebagai pembuka jalan menuju Vandaria. Ceritanya yang ringan dan menarik, penuh petualangan, mudah dicerna oleh siapapun. Hanya saja, jika Anda menginginkan cerita yang lebih kompleks dan anda seorang veteran, Anda pasti kurang puas dan tetap lapar untuk novel selanjutnya. HOHOHOHOHO

Selanjutnya, review yang sangat Vandarian;
Profile Image for Biondy.
Author 9 books234 followers
April 18, 2015
Judul: Winterflame: Vandaria Saga
Penulis: Fachrul R.U.N.
Penerbit: Artoncode Indonesia
Halaman: 528 halaman
Terbitan: November 2014

Rhys empat tahun lalu melarikan diri sebelum ibu kota Ortheva diserang pasukan Pandora, negeri kaum penyihir bermata dwiwarna di utara. Pengkhianatan dan kehilangan hampir menghancurkannya di tengah jalan. Untunglah sebelum Rhys mati kedinginan di luar kota Porzar, takdir mempertemukannya dengan Algisarra, kemudian Sasha.

Algisarra, gadis bisu berkatana, sanggup menjatuhkan delapan orang bersenjata seorang diri. Sayang kekaguman Rhys kepada Algisarra dibayangi oleh satu kekhawatiran: Algisarra tampak menyimpan rahasia masa lalu yang lebih kelam daripada Rhys.

Sasha memanfaatkan kecantikannya untuk mendapatkan informasi. Dengan cerdik dia memimpin Rhys dan Algisarra menjadi trio pencuri, demi bertahan hidup di kota Porzar yang keji. Tak terduga informasi yang didapat Sasha musim dingin ini malah menjerumuskan mereka ke petualangan berbahaya. Tahu-tahu mereka terjepit dalam konflik berdarah antara Ortheva dan Pandora, juga pencarian senjata legendaris Winterflame.

Vandaria Saga: Winterflame adalah novel teranyar Vandaria Saga yang membuka sebuah epik di benua yang belum terjamah dalam buku-buku sebelumnya. Winterflame juga akan hadir dalam bentuk mobile game pada tahun 2015. Untuk membaca novel atau memainkan game Winterflame, kita tidak harus membaca dulu buku-buku Vandaria yang lain.

Review

"Winterflame" adalah novel teranyar dari dunia Vandaria. Bercerita tentang Winterflame, sebuah senjata legendaris yang mampu memberikan kekuatan luar biasa bagi pemegangnya.

Rhys, Algisarra, dan Sasha adalah kelompok pencuri di kota Porzar. Suatu hari, berdasarkan informasi yang mereka terima, mereka melakukan usaha pencurian di tempat salah seorang pengusaha di kota itu. Bukannya emas yang mereka peroleh, mereka justru terlibat masalah yang mengakibatkan mereka dikirim ke Lembah Alarus sebagai budak.

Di sana Rhys dan Algisarra dipaksa mengonfrontasi masa lalu mereka. Di sana jugalah, mereka mulai terlibat dalam pertempuran yang melibatkan Winterflame.

"Winterflame" adalah novel ke-7 yang saya baca tentang dunia Vandaria, dan novel ke-3 Faachrul R.U.N. yang kubaca. Dibandingkan dengan novel-novel Vandaria sebelumnya, "Winterflame" ini lebih mampu memperlihatkan dunia Vandaria secara lebih lengkap. Ada berbagai daerah, kebudayaan, hingga agama yang ditampilkan di sini.

Dari sisi penulisnya, novel ini terasa berbeda dari 2 novel sebelumnya, Hailstorm dan Redfang. Tingkat kematian di novel ini lebih rendah dan tidak segrafik di Hailstorm dan Redfang.

Dari segi penulisan, saya rasa editingnya harus lebih ditingkatkan lagi. Ada banyak masalah seperti ini:

"Dua temanmu itu bisa dipercaya, kan?" tanya
Kusir tanpa menoleh kepada Sasha. "Aku percaya mereka." (hal. 14)


Entah kenapa ada banyak enter yang janggal di buku ini. Yang paling sering sih di percakapan antara Rhys dengan Algisarra. Algisarra ini kan diceritakan sebagai seorang wanita bisu, sehingga dia berkomunikasi dengan gerakan tangan. Nah, biasanya terjadi pola: gerakan Algisarra + dialog Rhys dalam 1 paragraf. Saya sampai kadang bingung, ini maksudnya Algisarra tiba-tiba bicara atau bagaimana?

Saya juga agak 'terbelah' soal penggunaan logat di novel ini. Misal, salah satu preman yang masuk ke tempat Rhys di awal cerita dibuat berbicara seperti ini: "Begitu mau kami, benar, Ikan Buzuk. Paling zeru habizi kamu zekarang juga. [...]" (hal. 60).

Premannya itu mungkin lama tinggal di Jerman.

Atau Palmira, salah satu frameless, yang berbicara seperti ini:

Mereka berkaul hendak membuktikan kepada perwakilan Aristokrasi bahwa Winterflame bakal mereka peroleh hari itu jua. Bahkan Tuan Xarann memegang setirah emas besar sebagai penghantar sihir, supaya dia mudah melumatkan tanah keras dan batu. Tuan Xarann tentang emas boleh membuat elatus gila. Tuan Xarann tak acuh jua tentang penggunaan sihir terlalu kuat boleh mengubur kami semua di dalam sana. (hal. 339-340)


Saya rasa Palmira ini punya darah Melayu.

Paham sih kalau penggunaan logat seperti ini bertujuan untuk memberi warna tersendiri untuk karakternya, serta menunjukkan keragaman bahasa dan budaya di Vandaria, tapi rasanya terlalu gimmicky. Setidaknya penulis cukup konsisten soal penggunaan logat ini.

Kemudian ada juga product placement di sini dalam bentuk kartu Arkana. Sayangnya product placement-nya ini bersifat 'angin lalu'. Mungkin akan lebih menarik kalau salah satu babaknya diperlihatkan, sambil memberikan tensi dalam permainan yang berhubungan dengan cerita.

Untuk ceritanya, plotnya termasuk linear. Tidak terlalu banyak twist dalam cerita yang membuat terperangah. Untuk adegan pertarungan, sejauh ini novel-novel Vandaria punya adegan pertarungan yang oke punya, termasuk di novel ini.

Ilustrasi di novel ini oke punya. Saya suka banget sama gaya ilustrasinya.


Contoh ilustrasi.

Secara keseluruhan, novel ini 3,5 bintang untuk saya. Tapi, saya bulatkan ke atas. Saya memuji semangat Vandaria untuk terus berkarya. Terlihat sekali kalau mereka punya kemauan untuk terus berkembang. "Winterflame" ini termasuk novel fantasi lokal yang kubilang termasuk kece dari segi cerita dan ilustrasinya, walau teknis editing harus diperbaiki lagi.

Saya menantikan gamenya yang katanya akan hadir pada 2015, tapi perasaan saya kok bilang kalau bakal mundur. Mereka baru mau menjalankan program Kickstarter soalnya.
Profile Image for Putra Wira.
10 reviews1 follower
December 14, 2014
Hmmm.



Jujur?

Hailstorm dan Redfang lebih bagus.

Kebawah bakal makin jahat.

Sudah dibilangin loh ya.

*spoiler alert*



Mungkin karena sudah lama ga baca novel Vandaria atau ntah mengapa, saya merasa kualitas cerita disini jatuh. Mungkin juga karena ekspektasi terlalu tinggi ato ngga cocok selera ato gimana, ntahlah. Pokoknya, berikut poin2 yang mutlak tidak saya sukai dari Winterflame. Diurut dari yang paling membekas dan menyesalkan saya.

1. Plot sangat simple. Awal sampai akhir tidak ada kejutan yang bisa menampar. Tak sekalipun saya excited dengan alur cerita. Tengah2 saya sudah bisa membaca akhirnya buku ini dan apa yang terjadi. Cerita ini punya plot klise yang (maaf) bikin eneg.

2. Gaya bahasa dan storytelling. Ini yang paling terlihat kalau dibandingkan dengan 2 buku King sebelumnya. Hailstorm dan Redfang punya storytelling yang cukup menenggelamkan pembaca ke dalam dunia Vandaria.
Winterflame tidak punya itu semua. Semua terasa awkward, tidak mangalir seperti buku sebelumnya. Saya tidak bisa membayangkan terjadi dialogue pada Winterflame diucapkan di dunia nyata sebagai percakapan realistis.

Another point dari gaya bahasa adalah usaha untuk membedakan gaya bahasa tiap spesies. Ntahlah kalau orang lain, namun yang saya rasakan malah awkwardness yang semakin menguat. Saran saya: bawalah gaya bahasa yang memang sudah ada di Indonesia ini, tidak perlu menciptakan gaya bahasa yang baru. Contohnya, andaikan saja logat Kansai dari buku bahasa Jepang dibuat semacam logat Batak kalau bahasa Indonesia atau logat country Amerika untuk bahasa Inggris. Tidak perlu membuat yang baru, yang lama juga sudah bagus. Setidaknya, itu menurut saya.

3. Penokohan. Sekali lagi, mereka semua klise, tertebak perilakunya, dan hanya perwujudan genre utama yang menjadi dasar karakter mereka. Tidak dikupas ataupun diperdalam. Saya ngga bisa connect dengan satupun karakter disini. Tidak ada yang memorable; mereka bertindak sesuai ekspektasi generalisasi karakter mereka masing2, dan ya sudah, itu tok. Dangkal, gitu.



Poin positif:

Artwork2 yang mengambil landscaping luar biasa bagusnya. Ngeri mebayangkan teknik arsir seperti itu dibuat manual. Saya pernah mencoba melakukannya dan nyerah karena tangan pegel dan tip wacom abis.

Map pun sudah terlihat elemen fantasi yang kuat dan realistis. Saya sangat senang melihat arsiran2 pada artwork2 pada buku Winterflame ini. Seger rasanya.

Namun kenapa tidak ada desain karakter? Ditahan untuk gamenya kah? Hmmm.

Kover depannya juga mantap. Simbolistik, ngga neko2 ataupun berlebihan. Sudah pas bener ini.



Saya membaca Winterflame dengan penuh ekspektasi tinggi dan penuh harap. Satu hari penuh saya kosongkan untuk membaca ini. Saya beres dalam waktu 3 jam, padahal buku ini gede dan tebel, lebih daripada buku2 sebelumnya.

Namun yang terjadi adalah isinya justru tawar, masih lebih padat buku2 Vandaria sebelumnya. Makanya waktunya lebih singkat. Itulah, menurut saya, masalah utama buku ini. Tidak ada yang spektakuler. Rata, tawar, dan tidak menyegarkan. Ibarat air putih, kebanyakan malah kembung. Buat saya, plot klise dan membosankan itu dosa besar untuk sebuah buku. Kayak, ini gw salah genre buku ato gimana?

Intinya sih: saya kecewa.



Novel yang baik adalah adalah novel yang nikmat dan enak dibaca. Dan novel Winterflame ini tidak enak dibaca untuk saya. Maaf kalau saya pedas dan jahat dalam review ini, namun, saya harus jujur sebagai konsumen yang ingin ikut kualitas Vandaria berkembang.

Review Winterflame ini murni pendapat saya sebagai pembaca dan konsumen, dan pastinya bisa sangat berbeda dengan pendapat orang lain. Bila ada yang sakit hati, mohon dimaafkan karena saya tak bermaksud.



Terakhir.

Berikut adalah saran yang ingin saya sampaikan, sebagai seorang konsumen, pada seluruh buku Vandaria, dunia Vandaria, dan segenap timnya. Bukan cuma Winterflame.

Dari so far seluruh buku yang saya baca, anda tidak punya sistem yang kokoh untuk sisi sihir.

Mungkin untuk jelasnya, tidak ada boundary yang jelas dalam sistem anda, setidaknya di buku. Tidak ada batas kapasitas yang menjadi pagar dalam melakukan kegiatan sihir. Healing magic? Ya udah, healing saja. Itu tok. Iya, sihirnya makan mana, tpi sistemnya tidak jelas. Sihir tembakkan? Ya sudah, makan mana si penyihir, terus tembak saja. Tidak ada klasifikasi dalam sihir di buku Vandaria. tidak ada sistem yang jelas antar konsumsi mana dan rationya dengan hasil sihir yang terjadi. Tidak ada batas kelemahan yang ada pada genre2 siihir di buku Vandaria.

Hasilnya? Pertarungan/ konflik/ apapun yang menggunakan sihir pada novel2 Vandaria terkesan stale. Tak ada bedanya dengan adu tembak dengan pistol. Ketika jaman saya memainkan kartunya, batasan2 itu jelas. Tiap tipe2 follower memiliki kekuatan dan kelemahan masing2, perkara elemen punya kekuatan dan kelemahan masing, dan hal itu menyebabkan bermain kartu Vandaria memberi saya battle magic yang lebih true daripada membaca novelnya. Sudah punya sistem dan strukture yang solid, kenapa ngga dipake?

Memang, menerapkan sistem suatu permainan kartu ke novel pastinya susah. Namun, rata2 novel fantasi yang saya baca dan saya sukai punya a set of defining rules; batasan2 dalam setiap sistem yang ada dalam worldbuilding mereka. Dan hal itu, ketiak berhasil dijalin erat dan di permak manis dengan storytellingnya, secara menyatu menghantam saya dengan realistis. Bukan realistis -> bisa terjadi di dunia nyata, namun realistis -> ada sebab ada akibat. Jangan cuma ada kalimat "penyihir itu sangat kuat, dia bisa dengan mudah melancarkan mantra2 magis secara bertubi", itu ngga merangsang imajinasi.

Saya sangat, sangat berharap, implementasi ini bisa dilakukan dengan sukse. dan akan menendang novel2 Vandaria selanjutnya ke atas dengan gemerlang.
Profile Image for Agni Olimpia.
2 reviews1 follower
December 14, 2014
Berhubung masih fresh selesai dibaca, saya mau tuangkan sedikit persepsi saya tentang novel terbaru Vandaria Saga ini ke seringkas ulasan. Perebutan kekuasaan sudah jadi ciri khas beberapa kisah Vandaria Saga, dan Winterflame mengupas konflik antara Ortheva - Pandora; tepatnya mengambil latar pasca kejayaan Pandora atas Ortheva yang justru ribut di antara kalangannya sendiri. Bumbu persahabatan, pengkhianatan, perseteruan dengan suku, keluarga, hingga mental diri sendiri diramu dengan apik. Bukan tanpa cela, tapi volume fantasi yang tersaji jelas layak dihargai dengan review 5*.

Pertama, secara visual, Winterflame menampilkan ilustrasi berkelas yang memang jauh berbeda dengan pendahulunya. Kalau dulu sebagian besarnya tampilkan tokoh-tokoh dalam cerita, di Winterflame ini justru sama sekali tidak ada. Plusnya, pembaca bisa mengembangkan imajinasi wujud masing-masing karakter seliar mungkin. Minusnya? Yah, terkadang pembaca juga ingin melihat rupa dan pose karakter di antara lembar-lembar tulisan yang membuat penasaran; misalnya Tapi tenang, ilustrasi alam dan struktur tempat nan epic yang disuguhkan justru semakin membawa kita ke dalam memikatnya dunia fantasi Vandaria.

Sekarang saya akan bahas dari segi cerita. Dimulai dengan prolog yang meyakinkan, kisah dimulai dengan serunya misi 3 pencuri jagoan kita.

Perubahan pada ciri fisik frameless alias elatus yang dimulai pada Winterflame cukup logis dan masuk akal sehat ketimbang ciri yang sebelumnya hanya terlalu 'indah' tanpa cacat. Adapun satu misteri yang tidak diungkap di buku ini adalah rahasia Sasha. Entah karena saya terlalu payah dalam tebak-tebakan atau bagaimana, kemungkinan-kemungkinan yang bisa saya simpulkan antara lain cuma

Anyway, Winterflame masuk ke salah satu novel Vandaria Saga terekomendasi yang sangat pas untuk dibaca petualang Vandaria Saga pemula sekalipun.
Profile Image for Han Asra.
60 reviews26 followers
December 16, 2014
Ini adalah novel kelima dari Vandaria Saga dan novel ketiga karangan Fachrul RUN yang saya baca. Pengalaman pertama saya pada dunia Vandaria bukan di mulai dari Hailstorm, tapi novel tersebut telah memberikan sebuah standar ekspetasi yang lumayan tinggi pada saya terhadap novel fantasi lokal terutama dari seri Vandaria Saga. Jadi bisa dibilang, setelah Hailstorm dan Redfang memberi sebuah pengalaman fantasi yang cukup memuaskan, ekspetasi dan hype saya atas Winterflame cukup tinggi.....

Baca kelanjutannya di ---> http://binatangjalang21.blogspot.com/...
Profile Image for Andry Chang.
Author 55 books37 followers
February 6, 2015
VadisReview
VANDARIA SAGA: WINTERFLAME
Penulis: Fachrul R. U. N.

http://fantasindo.blogspot.com/2015/0...

Sebuah novel yang sungguh enak dibaca adalah yang memberikan cukup detil dan deskripsi. Itu memudahkan para pembacanya “menghidupkan” rangkaian kata itu dalam benaknya.

Itulah yang dirasakan Sang Musafir saat berkunjung kembali ke Vandaria, kali ini ke dekat kutub utaranya di Benua Acro yang dingin. Saat berlabuh di Kota Porzar, beliau terperangah “melihat” gambaran yang sangat gamblang, dibantu pula dengan ilustrasi “kelas dewa”.

Setiap daerah di Acro ini ditata seunik mungkin, contohnya salah satu distrik di Porzar yang bangunan-bangunannya seperti kapal-kapal layar bertumpuk-tumpuk ini. Bila ada gempa, bayangkan apa yang terjadi pada orang yang tinggal di bangunan tingkat bawah.

Nah, pemandu Sang Musafir kali ini adalah seorang gadis yang menurutnya tetap cantik walau tanpa riasan. Namanya Sasha, yang dalam Bahasa Rusia berarti “wanita pejuang”. Sebagai pengamat, beliau ikut dalam aksi Sasha bersama kedua temannya, yaitu Rhys dan Algisarra.

Rupanya di Benua Acro ini banyak imigran dari Tanah Utama Vandaria dan benua tetangganya, Ro’vell. Akibatnya, terjadi percampuran budaya yang cukup mengakar. Contohnya, aksen-aksen “aneh” para penduduk Porzar, yang selain dari latar belakang profesi dan pendidikan juga terbawa dari negeri asal mereka. Contoh kedua, Sasha yang berambut pirang namun berpakaian amat beragam, termasuk kostum gaya Yuelin (mirip cheongsam Tiongkok di Bumi). Juga Algisarra, dengan nama khas separuh frameless yang berasal dari Hyomon, suku ala Jepang Bumi dengan nama-nama penduduk aslinya juga bergaya jepang semacam Katsura (Kogoro Katsura?).

Juga, daerah-daerah dan kota-kota di Acro ini tampak lebih “ajaib” dan cenderung unik dibanding wilayah-wilayah semacam Blackmoon (mirip Eropa) di Tanah Utama. Porzar, kota pelabuhan dengan bangunan bertumpuk-tumpuk rentan gempa, Hyomon, kota suku yang memenuhi lereng gunung. Yang terunik tentunya Alarus, lembah terkutuk yang bagaikan serambi neraka. Semuanya terbantu gamblang lewat deskripsi dan ilustrasi.

Adanya daftar istilah juga sangat membantu “penggila hikayat” macam Sang Musafir memahami perubahan-perubahan dan perkembangan-perkembangan terkini dalam istilah-istilah di Dunia Vandaria. Misalnya kaum frameless kini juga disebut “elatus”.

Dari segi plot, sebenarnya alur cerita Winterflame termasuk cukup sederhana, yaitu mengenai pencarian dan perebutan sebuah senjata naga dewata. Konon Winterflame dapat memperkuat pewarisnya menjadi setara Dewa Naga, Brythorn.

Namun yang membuat plot menjadi kompleks adalah adanya intrik-intrik, juga terjadinya kejutan-kejutan tak terduga. Itu “memaksa” para tokoh sementara menyimpang dulu dari tujuan semula. Juga terlibatnya orang-orang yang, entah kebetulan atau tidak berhubungan erat dengan para tokoh utama, termasuk masa lalunya. Para tokoh utama itu bisa kebetulan bertemu dan bergabung dalam satu tim, bahu-membahu atau malah saling berkonflik saat masa lalu mereka terungkap. Misalnya Rhys berkaitan dengan Styrnir Raskolnikov dan Sasha, juga Algisarra dengan Selvarath.

Segala kejadian dan sebab-akibatnya, termasuk misteri-misteri yang menyelimuti para protagonis dijabarkan secara logis dan diungkap sedikit-demi-sedikit, termasuk menggunakan alur maju-mundur lewat “mimpi buruk”. Dan segala unsur “kebetulan” itu ditepis dengan melibatkan Hekhaloth (Mr. Heck-A-Lot), seorang Pejalan Cakrawala maha kuasa yang mengatur agar para tokoh yang berkaitan bertemu, bersatu dan bentrok. Tujuannya tentu untuk memperbaiki kerusakan akibat kesalahan masa lalu, mengungkap tabir masa kini dan mempersiapkan para pahlawan menghadapi “kejadian maha besar” di masa depan.

Maka, seperti pula Sang Musafir ikut campur tangan mengatur pertautan takdir di dunia fantasi ciptaannya sendiri, hubungan saling bertautan di Winterflame ini lebih bisa dipercaya (believeable) daripada pertautan yang menganut prinsip “dunia itu sempit”, kebetulan murni semata.

Terlepas dari hal-hal teknis itu, Sang Musafir sungguh salut pada detil yang dihasilkan lewat kerja keras dan makan waktu lama dan melibatkan tim kreatif serta editor yang sudah “punya nama”, yaitu Melody Violine (penterjemah banyak novel fantasi termasuk serial Assassin’s Creed).

Seni detailing yang sedemikian rupa dan proporsional inilah yang juga dianut Sang Musafir dan harap saja, semua penulis lainnya khususnya dari Indonesia. Dengan atau tanpa tim kreatif, walau harus makan waktu lama dan melakukan berbagai perombakan agar lebih halus lagi, itulah hakekat seorang “seniman aksara” yang seharusnya sama seperti pelukis, pematung dan macam-macam seniman lainnya.

Jadi, Winterflame adalah karya kelas dunia yang pantas menjadi salah satu tolok ukur penulis dalam berkarya, sekaligus sumber inspirasi dan hiburan bagi siapapun yang membacanya. Satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah pembentukan dan pengembangan karakter tokoh-tokoh novel ini.

Secara umum tokoh-tokoh sentral dalam Winterflame dibentuk semanusiawi mungkin, dengan menunjukkan kelemahan, kekuatan serta konflik batin dan pengalaman masa lalu mereka. Tentu semua itu berkaitan dengan keadaan mereka dalam linimasa plot novel ini. Soroton khusus Sang Musafir adalah:

1. Algisarra: Gadis yang dibuat cacat, bisu permanen ini punya “dosa masa lalu” berupa pengkhianatan. Ia jadi cenderung “cari mati” lewat aksi-aksi amat berainya untuk melindungi teman-temannya, terutama Rhys.

2. Rhys: Di awal cerita, Rhys adalah seorang pemuda yang karakternya menuju “rusak”. Pasalnya, dosa masa lalunya amat parah, bahkan paling parah di antara para protagonis lain. Namun, seiring petualangannya, ia berhadapan dengan sosok masa lalu itu dan akhirnya berjuang memperbaiki keadaan, berkembang menjadi pribadi yang jauh berbeda.

3. Sasha: Tipikal gadis pesolek yang cenderung mengutamakan penampilan, materi dan gaya hidup yang glamor, padahal profesinya sama sekali bertolak belakang dengan itu. Pengembangannya adalah penemuan jati diri untuk mengisi kekosongan dalam hatinya. Penyebab nasibnya tak sesuai dengan harapan semula ia timpakan pada “kambing hitam”, yaitu Pangeran Vassily dari Ortheva.

4. Palmira: Walau berada di pihak Pandora, bermusuhan dengan Rhys dkk. Palmira tetap berjiwa ksatria dan cenderung menghormati dan menghargai siapapun yang layak mendapatkannya.

5. Dex dan Kiv: Tempaan penderitaan di Alarus tak membuat mereka menjadi “rusak” secara kejiwaan. Sikap siap membantu dan setia kawan bisa jadi adalah kunci menuju kebebasan.

6. Raskolnikov: Figur seorang politikus murni yang hampir selalu berpedoman pada logika. Mungkin ceritanya bakal beda andai ia berkeluarga atau belum kehilangan seluruh keluarganya dan orang-orang yang benar-benar ia kasihi. Bisa jadi ia punya keluarga tapi bertindak seperti Joseph Fouche, Menteri Kepolisian di Perancis Zaman Napoleon yang menghalalkan segala cara demi keluarganya sendiri.

7. Selvarath dan Xarann: Tipikal frameless atau elatus yang cenderung angkuh dan merasa diri superior dibandingkan ras-ras lainnya. Juga tipe haus kekuatan dan kekuasaan.

8. Tsujikaze: Wow, ada cameo karakter dari “Vandaria Saga: Hailstorm” di sini! Ilmu pedangnya mungkin lebih tinggi dari Algisarra, namun sifat piciknyalah yang membuat Tsujikaze jadi tak terlalu legendaris.

Di akhir petualangan Winterflame ini, Sang Musafir mendapatkan hikmah dan kesimpulan berikut. Seburuk apapun masa lalu seseorang, asalkan ia belajar dari itu dan terus maju, selalu ada harapan akan kehidupan yang lebih bermakna di masa depan.

Ada pesan juga untuk Jagad Vandaria pada umumnya. Sekali lagi, salut untuk usaha luar biasa para profesional dalam Tim Kreatif Vandaria-Artoncode, mengokohkan Vandaria sebagai brand fiksi fantasi terbesar di Indonesia saat ini. Viva Vandaria!
Profile Image for Luz Balthasaar.
87 reviews69 followers
Currently reading
December 20, 2014
Itu cover bukunya . . . monster lipan berapi? :v :v :v :v

Ah, Akhirnya setelah lama off GRI, bisa balik. Dan buku yang disarankan ke saia ini udah ada trailernya toh?

*nonton*

Animasi saia nggak ada komen karena okaylah, it is serviceable. Tapi untuk yang lain . . .

description

Pertama, suara naratornya kurang dramatis. Lemes, bahkan ogah-ogahan. Seakan naratornya sendiri gak yakin kalau produk yang dia narasikan itu epik. Alih-alih menyampaikan kesan "Let's kick some ASS!" nadanya dia lebih mencerminkan "I'm supposed to read this s**t?"

Dan kenapa juga si narator pake masukin jeda di tengah kalimat seperti itu? Kesannya narator semakin ga yakin. Atau bahkan, lupa sama script-nya.

Kedua, tata bahasanya. ENGRISH banget. I'm not a grammar nazi, but you DO have a capable editor there; I know the person. Ini narasinya dikonsultasikan ke editor ybs. nggak sih?

Ketiga, majasnya!"First among the stars," "vipers of shadows," "ember of his bones . . ."

Pertama, by itself aja majas-majas ini udah kerasa trying too hard to be poetic. Kedua, harus gitu ya, ada majas di hampir tiap kalimat? Metaphors are nice. But for the love of Jeebus, do NOT USE THEM IN EVERY SENTENCE.

(Unless of course, you intend to make your prose purpler than a melodramatic blueberry.)

Jadi. . . maaf. Trailer ini kayaknya berusaha banget untuk bikin kesan epik tapi malah jadi kocak. Moga-moga banget bukunya nggak gitu.

(Tapi saia ngaku kalau saia ngeklik tombol replay berulang-ulang. LMAO tiap kali dengar, "He is Brythorn," "yet even the darkest shadow(?)" dan "he is AWAKEN!"
Profile Image for Fakry Naras wahidi.
1 review1 follower
December 14, 2014
Saya bukan pembaca yang baik, bahkan alasan saya untuk membaca novel ini sendiri bukan berasal naluri/hati, tapi paksaan dari diri sendiri untuk mulai mengenal dunia Vandaria.

Saat prolog, saya masih belum mendapatkan ide mengenai alasan kenapa saya harus terus membaca novel fantasi karya Fachrul RUN ini. Namun, semuanya berubah ketika memasuki bab yang memuat tentang kasus perampokan oleh Sasha, Rhys dan Algissara.

Kisah yang diusung dalam novel ini membuat saya tidak sabar untuk membuka lembaran-lembaran selanjutnya. Tanpa basa-basi, kisah yang diceritakan langsung to the point ke keseruan dalam dunia yang penuh dengan tantangan.

Alasan saya juga untuk mulai megenai Vandaria melalui novel ini adalah karena saat promosi mengatakan bahwa pembaca tidak perlu membaca novel Vanadria lainnya (sebelumnya) untuk bisa mengikuti atau mengerti alur cerita di Winterflame.

Saya tidak ingin memberikan bocoran mengenai apa yang terdapat di Winterflame. Tapi dari ulasan ini saya ingin berbagi kesan kepada anda ketika membacanya.

Winterflame merupakan novel dengan penyampaian imajinasi yang sangat jelas, dan mudah dimengerti. Anda akan dibawa masuk kedalam imajinasi sang penulis yang penuh dengan fantasi dan dunia yang cukup "gelap".

Fachrul RUN dengan tim Vandaria yang terlibat di dalamnya, sepertinya tim tersebut memiliki dan hidup dalam dunianya sendiri. Dunia yag penuh tantangan dan tidak pernah terfikirkan oleh orang lain sebelumnya.

Dan dengan penggambaran situasi lngkungan yang diberikan di dalam novel, membuat pembaca lebih mudah untuk membayangkan kondisi sebenarnya yang terdapat di Winterflame ini.
Profile Image for Kika.
33 reviews
January 10, 2015
Buku ini merupakan salah satu bacaan terbaik yang dibaca waktu liburan kali ini <3

Sebenernya, waktu awal-awal baca buku ini, udah nyiapin mental duluan buat ngehadepin endingnya, soalnya menurut pengalaman(?) dari baca beberapa cerita kak Fachrul, cerita kak Fachrul itu akhirnya selalu bad ending :v *plak

....Ternyata dugaan saya salah._.

Winterflame merupakan cerita pertama dari kak Fachrul yang saya baca, yang akhirnya itu good ending. Cukup kaget juga sebenernya :)) *plak

Winterflame adalah buku Vandaria ketiga yang saya baca, sebelum baca buku ini, saya masih belum terlalu kenal sama dunia Vandaria, banyak istilah yang udah saya lupain._. Winterflame memang sebuah novel yang bagus buat dijadikan pengenal dunia Vandaria. Waktu baca novel ini, saya ga ngerasa kesulitan karena lupa sama istilah-istilah yang pernah dibaca dulu, lewat buku ini, saya juga jadi lebih mengenal dunia Vandaria.

Paling suka sama bagian dari pertengahan menuju akhir. Semakin menuju akhir, alurnya semakin mengalir, semakin susah buat ngelepas buku ini, hubungan antar karakter juga semakin kuat, ceritanya semakin buat penasaran juga.

Point plus lain dari buku ini yaitu ilustrasinya yang cantik banget, covernya juga mengundang orang buat baca buku ini.

Jadi penasaran sama Gamenyaa, semoga cepat dirilis~
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Rizal Kusumawijaya.
6 reviews
January 24, 2015
Akhirnya, selesai juga membaca buku terbaru dari serial Vandaria ini. Mungkin ini adalah buku yang kesekian kalinya yang ditulis oleh Maharaja Fantasy Om Fachrul. Winterflame berhasil membuat saya kembali kagum dengan karya-karya Om Fachrul, dimana sesuatu yang epic tidak perlu terlalu nano-nano. Berikan saja karakter yang kelihatan agak lemah dan putus asa ingin bunuh diri, dan semua bakal jadi keren. Kalo boleh jujur, saya memang menyukai jalan cerita seperti ini. Fantasi yang disajikan juga pas, tidak terkesan memaksa dan termasuk jarang penulis fantasi Indonesia yang seperti ini. Selain itu memang ada beberapa hal yang minus, seperti kemana penggambaran karakter yang biasanya ada di setiap novel Vandaria? Yah memang di web sudah ada, tapi saya rasa itu perlu. (saya penasaran wujud myuu seperti apa). Beberapa bahasa terkesan kaku, tapi untunglah cuma beberapa. Beberapa ending jalan cerita sudah sedikit terbaca di awal-awal cerita, tapi untung hal ini diselamatkan oleh informan asing yang memberikan info pencurian kepada Sasha (gue kaget dia ternyata salah satu legenda Vandaria). Tapi overall ini novel keren banget. Puas juga bacanya dan sedikit berharap kelanjutannya.
11 reviews
January 12, 2015
yang pertama aku pikirkan saat membaca Winterflame....
eh? ini benarkan yang tulis bang Fachrul? King of Awesomeness itu?
yang penuh tragedi, psikologikal, dan plot twist itu?

karena Winterflame yang aku baca itu plotnya standar, sebagai seorang bookworm seperti saya plot seperti itu sudah sering di baca dan bisa di tebak arahnya.
yah, setidaknya romance di sini terlihat lah, romance yang di pupuk dari pertemuan awal. bukan seperti Hailstorm yang tidak jelas bakal sama siapa, dan Redfang yang sudah menikah dari awal cerita

TAPI!!

akhirnya semua keraguanku terjawab sudah!
ini memang benar-benar buku Bang Fachrul!
di akhir cerita, akhirnya ada plot twist!
satu kata yang mengubah segalanya
satu nama yang mengubah persepsi kita dari awal

jadi menurut ku cukupah Winterflame mendapat bintang 4
untuk ulasan yang lain saya kita review teman-teman yang lain sudah memaparkannya
Profile Image for Ahmad Alkadri.
Author 7 books35 followers
January 12, 2015
Satu hal yang benar-benar berkesan dari Vandaria Saga adalah ini bukanlah novel fantasi yang dibawa-bawa supaya mengangkat budaya lokal. Alih-alih, Winterflame maju dengan percaya diri pada genre epic fantasy yang selama ini nyata-nyata dihindari banyak penerbit dan penulis. Dan hasilnya ternyata mantap--dari segi premis, konflik, sampai penyelesaian, semuanya sudah bagus.

Hal yang agak minus, menurut saya pribadi, IMHO, adalah dialognya. Ada beberapa yang benar-benar terbaca canggung, membuat risih, kaku. Dan terlalu banyak karakter yang berusaha menempati garis depan (meski Sasha tetap paling bersinar, IMO).

Terlepas dari beberapa kekurangan tersebut, Winterflame benar-benar bisa menjadi standar untuk sebuah epic fantasy karya anak dalam negeri. Jelas layak untuk dibeli (agak mahal tapinya!) dan enak untuk dibaca. 4/5.
Profile Image for githaz.
103 reviews5 followers
December 1, 2014
Perjumpaan pertama saya dengan tokoh-tokoh dan dunia Vandaria. Novelnya digarap dengan sangat apik. Salah satu keunggulan Winterflame adalah deskripsi tempat yang detail. Suka dengan ilustrasi-ilustrasi yang ada di buku, pengalaman membaca jadi tambah greget dan sangat mudah membayangkan gersangnya lembah maut Alarus, dahsyatnya serangan di dalam gua, kumuhnya kota, dll. Tiga tokoh utama memiliki karakterisasi yang unik, berbeda namun saling melengkapi. Ditunggu kisah persahabatan dan petualangan Rhys, Algisarra dan Sasha di buku selanjutnya :)
Profile Image for Faikar B.
2 reviews2 followers
December 2, 2014
novel dengan taburan fantasi, konflik, tekanan batin, dan segala yang membuka cakrawala imajinasi, disajikan dengan apik dan rapi. misteri2 Winterflame dan masa lalu dari setiap karakter, bener bener extraordinary awesome, just like the Author, King of Awesomeness.

jarang nemu novel yang bener2 membuat readernya serasa "menonton" langsung sajian aksi yang epik didalemnya, puas, terutama krn emg ngejer hal hal berbau mistis, legenda, sejarah, dan sebagainya, bener2 reccomended kalo mau masuk ke dunia Vandaria

worth it kok
Profile Image for Gama Ramadhan.
157 reviews5 followers
January 2, 2015
saya sejujurnya hanya sedikit membaca novel karya-karya penulis dalam negeri, namun demikian setelah membaca Winterflame ini saya boleh berdecak kagum atau berbangga hati ada banyak potensi-potensi penulis dalam negeri. Menurut saya, menciptakan sebuah dunia fiksi fantasi yang mendetail bukanlah pekerjaan mudah, perlu konsistensi imajinasi dalam menciptakan dunia yang sepenuhnya imajiner.

3 of 5 stars untuk kisah seru di dunia Vandaria yang mengagumkan :D
Profile Image for Lini.
2 reviews1 follower
December 9, 2014
(+) pacing apik dan plotnya menarik
(+) hint pairingnya kentara banget di sini (/ω\) (nggak, nggak melibatkan Sasha dan ehm... Iridio kok :D)
(+) Algissara keren (disusul Rhys dan... Saiyas)
(+) ilustrasinya bagus bangeet
(+) ada Arkana! (belum pernah main, sih, tapi kelihatannya seru)
(+) 2 kata, 'rahasia' sasha xD

(-) kenapa tidak ada ilustrasi karakter? (padahal sudah menunggu Rhys)
(-) ada beberapa typo yg mengganggu
Profile Image for Sulis Peri Hutan.
1,056 reviews296 followers
February 26, 2016
review lengkap http://kubikelromance.blogspot.com/20...

Berdasarkan informasi dari seseorang yang bernama Hekaloth, yang katanya mantan anak buah Lonji, Sasha mengajak kedua sahabatnya, Rhys dan Algisarra untuk melakukan pencurian di tempat Geng Lonji, salah satu penjahat terkenal dan terbesar di Porzar, Pelabuhan Cahaya, salah satu kota yang masih bebas dari jajahan Pandora. Motif melakukan pencurian berbeda-beda, Sasha ingin bertahan hidup selama musim dingin, kebutuhan hidup makin sulit ketika perang tidak pernah usai, dia juga ingin membeli rumah, perhiasan atau pakaian untuk mendukung penampilannya. Berbeda dengan Rhys, dia adalah seorang Robin Hood, dia mencuri untuk menolong orang lain yang kesulitan sedangkan Algisarra hanya ingin membantu kedua sahabatnya.

Sasha yang licik bertugas mengecoh penjaga, Algisarra yang tangguh melenyapkan penghalang, Rhys sebagai pemain utama, mencuri harta benda yang mereka idam-idamkan di tempat yang sebelumnya sudah diberikan oleh informan tadi. Tetapi bukannya uang atau barang mewah, Rhys malah menemukan sepuluh lelaki dewasa yang dikurung, mereka akan dijual dan dijadikan budak kepada para framless, kaum penyihir dari Vandaria, sang mata dwiwarna yang datang dari Pandora, makhluk berakal yang paling dibenci di benua Acro. Selama beratus-ratus tahun Pandora menjajah Ortheva, menjadikan perang tak berkesudahan. Terlebih ketika penguasa terakhir Ortheva, Bryssor Dymitrios tewas ditangan anaknya sendiri, Pangeran Vassily. Sang pewaris tahta melarikan diri, menyebabkan banyak kalangan ingin menjadi Bryssor yang baru, perebutan kekuasaan tak terelakan.

Jiwa pahlawan Rhys tidak bisa membiarkan Lonji berbuat setega itu, terlebih menjual mereka kepada para framless dan dikirim ke Alarus, lembah beracun, tidak ada tumbuhan yang bisa hidup, hewan-hewan menjadi ganas, manusia yang tinggal terlalu lama di sana akan menjadi cacat, tidak ada yang bisa kembali kalau sudah berada di sana. Tentu saja Lonji tidak akan tingal diam ketika budak-budaknya dibebaskan, dia memiliki perjanjian dengan framless, apabila gagal mengirimkan budak maka dialah yang akan celaka. Lonji pun mengerahkan kekuatannya, dia berhasil meringkus Sasha, menyebabkan Rhys dan Algisarra menyerah. Sebagai ganti budak yang mereka bebaskan, Lonji mengirim mereka bertiga ke Alarus.


"Sepengetahuan Rhys, Lembah Alarus awalnya tak berpenghuni hingga para mata dwiwarna mendudukinya enam ratus tahun lalu. Mereka mendirikan tembok ini dan perkampungan di arena lembahnya. Semula tempat ini tidak menarik minat para penguasa manusia. Saat beredar rumor bahwa para mata dwiwarna sedang mengeruk tambang emasnya yang melimpah, seluruh Ortheva pun berbalik mengincarnya."

Kaum framless tidak bisa mengali emas sendiri karena memiliki efek candu dan membuat mereka ketagihan menggunakan sihir sampai membahayakan nyawa sendiri, sehingga mereka sering menculik rombongan atau barter dengan Lonji untuk menjadikan manusia sebagai budak penggali tambang. Begitu sampai di Alarus, Rhys dkk disambut oleh para makhluk bungkuk, saxmor. Para saxmor lah yang sebenarnya tergila-gila akan emas, karena banyak rintangan mematikan yang ada di Alarus, mereka meminta bantuan pemerintah Pandora untuk melanjutkan penggalian. Sebagai imbalan, kaum saxmor memberitahu keberadaan senjata legendaris yang selama ini dicari-cari oleh kaum framless, senjata yang bisa mengakhiri perjuangan dan pemberontakan Ortheva, membuat kaum framless bisa menguasai Acro bahkan Vandaria, senjata tersebut bernama Winterflame.

Winterflame adalah sebuah tombak yang tebuat dari tulang belulang Brythorn Arxellias, seekor naga terkuat dijamannnya. Hanya orang terpilihlah yang bisa memegang Winterflame. Winterflame disinyalir senjata terhebat, karena kekuatanya yang membahayakan senjata tersebut disegel di lembah Alarus. Rhys mengetahui informasi senjata legendaris tersebut dari Dex dan Kiv, dua budak yang cukup bersahabat yang nantinya akan membawa mereka bertemu suku Hyomon, satu-satunya suku mata dwiwarna yang mau membantu Ortheva, yang konon punah menjelang perjanjian damai Ortheva-Pandora. Setelah mengetahui rencana sebenarnya kaum framless, tujuan Rhys tidak hanya melarikan diri dari lembah Alarus, tetapi ingin mencurinya juga.

Pencarian Winterflame tidak hanya menentukan nasip Ortheva, tetapi menguak juga rahasia kelam yang selama ini disimpan oleh Rhys, si tampan baik hati yang jago bertarung, Algisarra yang dingin dan terlihat kejam, yang lebih memilih bisu. Pun dibalik keceriaan Sasha yang ternyata menyimpan sebuah rahasia besar akan dirinya. Menjadikan kawan menjadi lawan, dan sebaliknya.

Dari beberapa buku Vandaria yang sudah saya baca (dan banyak yang masih ditimbun), bisa dibilang Winterflame adalah yang paling bagus, yang paling matang dari berbagai segi, mulai dari dunianya, ceritanya, konfliknya, sejarahnya, karakternya, semua lengkap dan saling berhubungan. Bahkan buku ini diwarnai banyak ilustrasi yang sangat keren, yang menggambarkan dunia Winterflame secara visual dan kaya akan detail, memanjakan mata pembaca. Ah, covernya benar-benar minta dicomot begitu lihat pertama kali, trailer bukunya juga keren, bisa jadi panduan tentang sejarah terciptanya senjata Winterflame. Tidak heran kalau dalam proses penulisannya membutuhkan waktu yang cukup lama.

Di bagian awal penulis bermain lambat, mungkin selain mengenalkan ketiga tokoh utamanya dan memperdalam karakter mereka, dia juga ingin menunjukkan tempat tinggal Rhys, Porzar dari berbagai sisi. Dari segi fisik kita akan mengenal baik Rhys, Algisarra maupun Sasha, tapi untuk mengetahui masa lalu mereka pembaca harus lebih bersabar karena setelah Porzar, penulis mengajak pembaca berkeliling ke lembah mematikan Alarus. Di sanalah rahasia mereka sedikit demi sedikit mulai terungkap. Setelah itu kita akan berkenalan dengan suku Hyomon yang katanya sudah punah dan ke Kota benteng Krev yang terkenal akan pertahanannya dan tempat para pembunuh gelap bermukim. Selain sejarah Winterflame dan para karakternya yang menjadi favorit, kota-kota di Ortheva juga mencuri perhatian, saya sangat menikmati berbagai detail dunia di Winterflame ini.

Untuk kekurangannya sebenarnya tidak ada, saya sudah punya firasat kalau membaca bukunya penulis yang terkenal sadis ini bukan kisah cinta yang akan didapat tetapi sebuah kisah petualangan. Bukan berarti tidak ada yang manis, saya suka ikatan yang penulis jalin akan persahabatan Rhys, Algisarra dan Sasha, walau tidak sempurna, mereka mencoba saling memiliki, menjadikan keluarga, bahkan ketika mereka mempunyai kesalahan fatal, mereka tetap saling memaafkan dan menerima, ketika menghadapi bahaya, mereka ingin melindungi satu sama lain. Mereka bertiga adalah karakter favorit saya di buku ini. Oh ya, sebenarnya ada kisah cinta sedikit, kisah cinta ini melatar belakangi masa lalu Rhys :p.

Hanya saja ketika pertama kali membaca buku ini, saya langsung terbesit akan buku The Hobbit dan The Lord of The Ring, ada beberapa bagian yang saya rasa memiliki kesamaan, seperti naga, senjata legendaris, bahkan sexmor si makhluk bungkuk penggila emas menginggatkan saya akan si goblin yang menyebalkan. Bagian sexmor dan Monster, makhluk gaib penghuni gua di Alarus ini sebenarnya ingin saya tanyakan ke penulis inspirasi terciptanya darimana ketika melakukan sesi wawancara beberapa waktu yang lalu, tetapi saya lupa #krikkrik.

Bagian favorit saya adalah ketika Rhys dan rombongan sampai ke kediaman suku Hyomon, bertemu dengan Katsura, panglima perang Hyomon dan Laksamana Corra Mardiss, pemimpin kapal-kapal para framless yang menemukan Acro, pemimpin suku Hyomon, seperti angin segar tiba dibagian itu :D. Aksi memperebutkan Winterflame juga tidak bisa dilewatkan. Saya rasa penulis sukses membuat karakter antagonis, buktinya saya sangat sebal dengan Selvarath.

Buku ini bercerita tentang petualangan tiga pencuri mencari senjata yang bisa merubah nasip Ortheva di masa depan, tentang perebutan kekuasaan, tentang persahabatan. Recommended bagi yang mencari kisah high fantasy dalam negeri, nggak kalah keren kok sama produk luar, bahkan sudah punya ciri tersendiri, satu dunia, Vandaria. Bagi pemula yang belum pernah membaca buku-buku Vandaria sebelumnya nggak usah sungkan, buku ini bisa dibaca terpisah dan bisa mengawali petualangan kalian ke dunia Vandaria yang luas. Walau tidak banyak adegan sadis, tetap sebaiknya buku ini dikonsumsi oleh remaja, 13+ lah :D

4 sayap untuk Brythorn Arxellias
Profile Image for Erick Mattira.
3 reviews
December 28, 2014
Winter Flame adalah novel ke 11 Vandaria saga dan novel 3 yang di karang oleh Fachrul R.U.N.
Sekilas novel ini menceritakan mengenai perjuagan seorang pemuda dalam menghadapi masa lalu yang kelam di bagian kumuh kota Pozar, disana dia bertemu dengan 2 orang yang sudah dianggap sahabatnya, Sasha dan Algisarra. Pada novel ini ada pertentang batin antara para krakter dalam menghadapi masa lalu mereka, ego, keserakahan, dan ketakutan pada kharater masing2.
Pertualangan mereka berawal dari rencana pencurian kecil untuk memperbaiki taraf hidup mereka untuk sementara waktu tapi roda takdir berkata berbeda. Dari rencana pencurian ini ke3 sahabat ini bertualang ke tempat penambangan untuk mencari senjata lagenda dari jaman purbakala. Pada penambangan ini mereka bertemu dengan beberapa kharakter yang mengetahui masa lalu yang kelam dari Rys dan Algisarra, teman yang akan membantu perjuagan mereka di akhir cerita (di baca dgn hikmat yah karena inti ada di bangian selanjutnya xixixixixi).
Dibagian lain dari kejadian di penambangan ini ada rahasia besar yang terungkap sehinggan mengakibatkan pertengkaran antara sahabat (ini menarik oleh karena rahasia besar dari kharakter kece disini akan mengejutkan oleh). Dan pada bagian tersebut juga salah satu kharakter dari masalah lalu ke3 sahabat ini ternyata dalang dari seluruh cerita di kedepannya, menjadi gila kekuatan karena berhasil mendapatkan senjata dari jaman purbakala (disini di jabarkan betapa haus kekuasan itu memiliki akibat yang buruk yang kalo jaman sekarang bisa di bawa ke RSJ).
Cerita di lanjutkan di pelarian menuju kampung dari suku yang diangap hilang karena salah satu dari ke3 sahabat tersebut. Pada bagian ini ke3 sahabat ini diberi waktu untuk memperkuat tekat mereja untuk maju atau melarikan diri. Di bagian terakhir adalah ujian bagi ke3 sahabat tersebut untuk membuka pintu masa depan mereka masing2.
Winterflame dimulai dari suasana yang kelam, dan berlanjut ke masa depan yang penuh warna. Sungguh banyak twist yang menarik khususnya tentang Sasha ^0^.
Ada pesan moral dari novel ini jangan melarikan diri dari tanggung jawabmu atau nanti akan di kejar2 oleh masa ngamuk, senjata purbakala atau bahkan dikejar oleh orang gila kekuasaan. Dan jangan pernah melihat sesuatu hanya sekilas, sesuatu yang tampak biasa bisa saja membuat anda terpukau atau pucat bahkan trauma mendalam seperti yang dialami oleh Dex (semoga cepet sembuh yah dex tidak semuanya seperti itu kok)
Sasha tetep jadi pejuang kesetaraan yah jangan takut karena pendapat orang lain, berbeda itu indah loh
Algisarra tetep jadi macho dan jadi bodyguard aku aja yah jangan Rys melulu
Rys tetep berpikiran tenang dan jangan terlalu terburu nafsu
kepada Fachrul R.U.N. cerita bagus gan perbanyak naganya yah xixixixixixi
kepada Vandaria Saga team tetap semangat dalam berkarya dan bangkitkan kereatifitas anak2 bangsa Indonesia

All and All baca winterflame simak dan ungkapkan rahasia dibalik kisahnya. Semoga Cahaya Dwiwulan menerangi jalan anda kedunia Vandaria...........................


^^ Salam Vandaria All kiss kiss bye muaahhhhh (silahkan muntah xixixixixixi)
Profile Image for Arkian Widi.
13 reviews6 followers
January 23, 2015
Jika kau tinggal di kota yang dipaksa kejam karena abainya para pemimpin, hal terbaik yang bisa dilakukan adalah membina persekutuan solid. Sedikitnya dengan 2 orang. Karena kau tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Dikejutkan oleh kondisi-kondisi yang melecut ke kejadian berikutnya, menyelesaikan satu masalah untuk menghadapi masalah berikutnya, begitu seterusnya. Bertahan hidup akan lebih seru jika dihadapi bersama rekan seperjuangan.

Tapi belum selesai sampai di situ. Kekompakan pun masih harus melalui berbagai kekampakan. Rhys, Algissara, dan Sasha, masing-masing punya masa lalu, yang bila boleh pilih, lebih baik dipendam tidak pernah disingkap. Karena yang tersisa adalah hari ini, untuk bergegas menerobos ke depan. Karena di belakang sudah berhamburan yang mengejar, mengacung, mengayunayunkan, menghujani.

Frameless adalah kaum megaloman(meski tidak semua), yang menganggap jenisnnya lebih agung dan lebih pantas memimpin semua. Mengklaim sumberdaya di belahan manapun akan lebih baik dikelola mereka. Hingga pelan tapi menguat, berhasil menguasai sepenuhnya, menancapkan kuku-kuku di atasnya. Menghadapi jenis Manusia tidak perlu keluar banyak tenaga. Sodorkan saja kewenangan semu dan ‘bagihasil’ yang hanya merata di seputar elit, hingga berpotensi gesekan, dan biarkan saling mencakar satu sama lain. frameless dan manusia jarang akur. kalaupun mereka harus bekerjasama itupun tak sertamerta bebas saling curiga.

Selanjutnya, ‘Yang Terpilih’ tidak selalu mereka yang kompeten di atas kertas. Yang dianggap tangguh, berpengalaman. stabil, malah berakhir mabuk saat menenggak puncak. Bahwa pemegang amanah bisa berasal dari mereka yang urakan, tipe persetan-denganmu-ini-aku, namun bernyali, rela berkorban, mau melebihkan mahluk lain ketimbang untuk dirinya sendiri. Dialah yang sudah berdamai dengan diri sendiri, hingga naik kelas, dari desertir menjadi pahlawan.

Winterflame adalah bangkai yang diolah menjadi energi daya tinggi, sebuah pangkal perebutan mahluk-makhluk pencari sumber kekuatan absolut. Ia bisa menjadi pengatur bisa juga penghancur. Bisa mendatangkan manfaat, bisa juga mudarat, Bisa jadi obat, bisa jadi racun. Jadi, control oil and you control nations; control food and you control the people. Tambah satu lagi, control winterflame and you control Vandaria!

-------

Cukup terhibur membaca karya lokal yang tidak dirasa sedang membaca karya lokal. Dengan penuturan telaten plus kemasan dan ilustrasi ciamik, seperti membaca buah karya klasik, hikayat kuno benua seberang yang dikisahkan turun-temurun. Cukup merasa penuh juga dengan banyaknya sajian deskripsi detil, di samping halaman-halaman aksi yang andai bisa lebih berlembar lagi meningkahi tiap sudut ruang teater benak. namun terobati di aksi pamungkas. Kombinasi karakter utama yang tidak umum; 2 cewek dan satu cowok, juga cukup membangkitkan hasrat kemanjaan saya saat membaca hubungan ketiganya.
Profile Image for Fredrik Nael.
Author 2 books45 followers
March 26, 2015
Fluktuasi antara mau ngasih 4, lalu kok jadi 3, tapi ini ada yang bagus dan layak dapat 4, namun kenapa makin turun lagi ke 3, sampai kemudian gak naik-naik lagi dan cenderung berkisar di angka 3... :v #galau

Dude,
ini materinya bagus banget sebenarnya dan berbagai setting + background karakternya udah mantap...
tapi cerita di dua bagian terakhir kerasa ngambang dan seolah-olah dipanjang-panjangin supaya ada materi (buat game-nya?) di sana. :|
Well, kalaupun gak ada niat buat manjang-manjangin, berarti seharusnya kesan semacam ini gak kerasa sih. >.<

Eniwei, Winterflame adalah publikasi Vandaria terfavorit saya sejauh ini, ! :3
Profile Image for Henry Darmawan.
1 review1 follower
January 3, 2015
Novelnya asyik banget untuk diikuti. Secara penulisan sangat rapih, dan illustrasinya bener-bener bikin speechless, amazing deh ! Buku novel luar aja ga ada yang garapan illustrasinya sekeren ini untuk harga segitu. Bener-bener puas banget sama 20 illustrasi yang ada di buku ini.

dari sisi cerita summer book ! Ga ada yang mind blowing tapi emang semua buku petualangan juga gitu, twistnya ga banyak yang bikin buku ini ga ngebosenin sama semua twist plot yang sekarang terlalu mainstream. Yang asyik diikuti itu relasi ketiga sahabat yang unik dan lucu, seperti memabca komedi ringan yang menghibur di kala liburan.

Dan gak usah musingin ke 11 Saudara buku novelnya soalnya saya gak bacapun ngerti koq sama buku ini. Suatu kisah awal yang menarik untuk diikuti kedepannya.

Profile Image for Julia.
1 review
December 3, 2014
It really is not everyday you can see diversity in fantasy novels. The same can be said for Indonesian fantasy novels. Yet Winterflame had somehow proven to me that not all fantasy protagonists have to be cis males who are physically and mentally flawless.
Profile Image for Alya.
78 reviews7 followers
April 18, 2019
Jujur awalnya gak berekspektasi apa-apa, baca buku ini karena dipinjemin temen dan gak tau apa-apa tentang dunia ini. Mungkin itu yg ngebuat rasa bingung di awal, tapi akhirnya bisa ngikutin.

Dan buku ini gak ngecewain! Seru dengan cerita-cerita gak terduga dan dibikin bolak-balik. Kalau karakternya sih gak ada yg bikin aku suka, malah cenderung kesel. Tapi untung diselematkan oleh ceritanya yg bikin penasaran.

Yang bikin aku kecewa tuh penyelesaian yg terkesan 'gitu aja'. Padahal di tahap awal penyelesaian tuh dibawakan dengan cukup baik, tapi eksekusi puncaknya kurang memuaskan.
Profile Image for Alfin Rafioen.
181 reviews8 followers
June 7, 2020
Bercerita tentang Rhys, karakter utama yang ditampilkan di novel, ia dan Sasha mencari informasi, Sasha mengintai di sarang musuh. Keduanya dipertemukan oleh Algissara, karakter yang menjadi teman mereka. Nah, di sisi lain, mereka berhadapan dengan pasukan musuh yang hendak menyerang mereka, raksasa gitu. Raksasa pun dikalahkan, namun kalau tidak salah, mereka harus mencari Winterflame untuk mengalahkan musuh mereka.

Secara karakterisasi novel ini sangat bagus, penulis mampu membuat pembaca mengerti berbagai karakter yang ada di novel-novel tersebut. Namun dari sisi plot menurut gue terlalu banyak informasi, namun di sisi lain latarnya kuat itu kelebihan dari novel ini.
Profile Image for Fillea Ivy.
30 reviews1 follower
January 3, 2022
Setelah bertahun-tahun ngga baca vandaria saga lagi, akhirnya aku mulai untuk baca Winterflame di akhir 2021 kemarin. Sempat berhenti berulang kali karena emang mood buat baca ngga ada, tapi finally selesai juga.
Winterflame, menurutku alur cerita yang dikemas penulis sudah cukup baik. Ada beberapa typo, tapi it's not a big problem.
Profile Image for Grande_Samael.
4 reviews1 follower
August 20, 2015
Sumber : http://hallofcandlelights.blogspot.co...

Seriusan, saya - sangat - menyukai - pakai banget - cover novelnya. Ada nuansa epik-epik tapi tidak norak yang terpancar dari sana, yang membuat saya bisa dengan bangga meletakkan buku ini di atas meja agar semua orang yang berkunjung ke kostan bisa melihat.

Nah, setelah mengagumi covernya, sekarang mari saya bahas isi dari bukunya itu sendiri.

Winterflame, awalnya berkisah tentang tiga sekawan yang hobi mencuri. Rhys, mencuri untuk dibagi-bagikan pada orang yang kesulitan. Sasha, mencuri untuk memenuhi kebutuhan hidup di bawah tekanan bangsawan dan penjajahan kaum frameless. Sementara Algisarra, mencuri untuk membantu kedua temannya itu. Celakanya pada suatu malam mereka melakukan pencurian ke tempat yang salah, hingga membuat mereka terlibat akan suatu petualangan yang mempertaruhkan masa depan seluruh Benua Acrovell.

Secara karakter, Rhys terbilang karakter yang loveable, di mana ia adalah pemuda yang tidak ragu mengorbankan diri untuk orang-orang di sekitarnya sebagai bentuk penebusan dosa masa lalu. Algisarra juga unik, sebagai heroine yang bisu namun memiliki kemampuan fisik yang amat tinggi. Interaksi antara keduanya bisa dikatakan enak untuk diikuti. Sementara Sasha punya peran dan keistimewaannya sendiri, meski entah mengapa pada beberapa bagian saya merasa karakternya kurang totalitas, misalnya ketika ia sedang marah kepada Rhys namun seringkali tidak terasa aura kemarahannya.

Selain tiga karakter utama, karakter-karakter penting maupun pendukung lainnya sudah tergambar dengan jelas. Hanya saja yang agak saya sayangkan - meski harusnya hal ini cukup wajar - , karakter-karakter lainnya tak jauh dari karakter generik standar cerita fantasi tinggi. Mulai dari penjahat licik yang kejam, pria tua bijaksana berkekuatan dahsyat, hingga paman yang ingin merebut kekuasaan dari sang ayah. Poin plusnya adalah ketika porsi karakter-karakter ini dimainkan dengan pas sehingga membuat cerita tetap mengalun apik.

Sementara bagian dari karakterisasi yang paling mengganggu saya adalah pembedaan cara dialog untuk kaum kelahiran rendah, saxmor, dan frameless kelas atas. Untuk kaum kelahiran rendah, dialog yang dipakai ialah kalimat tidak baku, yang mana kemudian saya sadari bukan hanya kalimat tidak bakunya saja tetapi juga susunan Subjek-Predikat-Objek-Keterangan dari kalimat yang diacak, membuat saya kesulitan untuk memahaminya dalam sekali baca. Hal ini juga terjadi pada dialog kaum saxmor, namun lebih sulitnya karena ceritanya lidah mereka berbeda dengan lidah manusia, sehingga ada kata-kata yang ditulis dengan dipelintir. Untuk dialog frameless kelas atas, kadang digunakan kosakata-kosakata yang terasa tidak umum.

Secara alur cerita, alur ceritanya bukanlah sesuatu yang tidak akan disangka-sangka oleh pembaca, malah cenderung klise bagi penggemar cerita fantasi. Misalnya adalah jati diri dari salah satu karakter utamanya. Saya bahkan sempat berharap agar si karakter utama ini merupakan orang biasa saja. Namun nilai plusnya adalah seluruh rangkaian alur cerita disusun secara solid dengan sebab-akibat yang jelas dan logis. Paling-paling hal yang saya pertanyakan ada pada adegan di mana Rhys hendak dibunuh tapi penjahatnya malah sekedar memberinya obat pelumpuh lalu membuangnya agar dimakan anjing mutan, bukannya langsung dieksekusi mati di tempat.

Dari segi narasi dan teknik kepenulisan, sudah sangat oke. Informasi yang disampaikan efektif tanpa berlebih-lebihan. Hal ini membuat pembaca saga Vandaria baru seperti saya pun bisa dengan mudah mengikuti kisah yang berlangsung di Winterflame ini. Deskripsi pertarungan yang terjadi cukup banyak juga sangat mudah untuk divisualisasi. Hanya ada sedikit typo dan kesalahan enter di beberapa bagian.

Oh ya, satu lagi yang tidak boleh lupa disebut adalah terdapat ilustrasi-ilustrasi menarik yang membantu penjelasan seting latar kota-kota di Ortheva.
Displaying 1 - 30 of 37 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.