Jump to ratings and reviews
Rate this book

Supernova #5

Gelombang

Rate this book
Sebuah upacara gondang mengubah segalanya bagi Alfa. Makhluk misterius yang disebut Si Jaga Portibi tiba-tiba muncul menghantuinya. Orang-orang sakti berebut menginginkan Alfa menjadi murid mereka. Dan, yang paling mengerikan dari itu semua adalah setiap tidurnya menjadi pertaruhan nyawa. Sesuatu menunggu Alfa di alam mimpi.

Perantauan Alfa jauh membawanya hingga ke Amerika Serikat. Ia berjuang sebagai imigran gelap yang ingin mengubah nasib dan status. Pada suatu malam, kehadiran seseorang memicu Alfa untuk menghadapi ketakutan terbesarnya. Alam mimpinya ternyata menyimpan rahasia besar yang tidak pernah ia bayangkan. Di Lembah Yarlung, Tibet, jawaban mulai terkuak.

Sementara itu, pencarian Gio di Rio Tambopata menemui jalan buntu. Pada saat yang tak terduga, pria yang pernah menemuinya di Vallegrande kembali muncul. Pria itu mengarahkan Gio ke pencarian baru. Petunjuknya adalah empat batu bersimbol, merepresentasikan empat orang, dan Gio ternyata adalah salah seorang dari mereka.

492 pages, Paperback

First published October 17, 2014

133 people are currently reading
2584 people want to read

About the author

Dee Lestari

29 books5,572 followers
Dee Lestari, is one of the bestselling and critically acclaimed writers in Indonesia.
Born in January 20, 1976, she began her debut with a serial novel: Supernova in 2001. Supernova’s first episode, Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh (The Knight, The Princess, and The Falling Star), was sold phenomenally, achieving a cult status among Indonesian young readers. She has published four other episodes: Akar (The Root), Petir (The Lightning), Partikel(The Particle), and Gelombang (The Wave).
Aside of the Supernova series, Dee has also published a novel titled Perahu Kertas (Paper Boat), and three anthologies: Filosofi Kopi (Coffee’s Philosophy), Madre, and Rectoverso — a unique hybrid of music and literature.
Dee also has an extensive music career, producing four albums with her former vocal trio, and two solo albums. She has been writing songs for renowned Indonesian artists.
Perahu Kertas (Paper Boat) was turned into a movie in 2009, marking Dee’s debut as a screenplay writer. The movie became one of the national's block busters. Following the same path, Madre, Filosofi Kopi, Madre, and Supernova KPBJ, were made into movies.
In February 2016, Dee released the final episode of Supernova, Inteligensi Embun Pagi (Intelligence of the Morning Dew). All Dee’s books are published by Bentang Pustaka.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
1,994 (40%)
4 stars
1,908 (38%)
3 stars
789 (16%)
2 stars
144 (2%)
1 star
70 (1%)
Displaying 1 - 30 of 616 reviews
Profile Image for Azarine Arinta.
42 reviews
October 19, 2014
Setelah hampir lima tahun akhirnya ada buku dan karakter dari serial Supernova yang mengalahkan kesukaan saya pada Bodhi sang "Akar". Dari waktu ke waktu serial Supernova semakin menunjukkan kedalaman riset yang dilakukan oleh Dee. Saya sebagai pembaca dibawa masuk ke dunia yang sebelumnya asing untuk saya, Dee menambah pengalaman ke berbagai topik menarik seperti shamanisme, dunia mimpi, dan sederet topik - topik baru yang menjejak batas antara realita dan fiksi. Seperti halnya seri buku keempat dari Supernova, Partikel, karakter si "Gelombang" bernama Alfa ini semakin matang dan menarik. Saya selalu menyukai Bodhi dan kebebasan serta nilai - nilai Buddhisme yang Bodhi anut namun Alfa jauh lebih menarik, bahkan lebih menarik daripada Zarah yang cerdas luar biasa dan nyeleneh. Alfa memiliki keanehan lebih dari Zarah namun disaat bersamaan Dee mengkarakteristikan Alfa sebagai manusia biasa, hal ini dapat dilihat dari segala kerja keras Alfa untuk mencapai tempat yang dia capai sekarang.

Mulai dari halaman pertama, Dee telah mengajak saya sebagai pembaca untuk mengarungi gelombang petualangan Alfa mulai dari tanah Batak (tanah asal Dee sendiri) hingga Alfa akhirnya mengarungi belahan dunia lain. Tentunya tema dan topik dari Gelombang sendiri memiliki kesamaan dengan buku lain di serial buku Supernova: Pencarian jati diri dan pengejaran terhadap pertanyaan - pertanyaan dari sang tokoh demi mengungkapkan jati diri mereka dan menemukan "their purpose of life". Mulai dari Diva hingga Alfa bukanlan manusia - manusia biasa yang hidup di bumi hanya untuk mati begitu saja tanpa jejak, mereka harus memenuhi sebuah misi dan menemukan arti hidup mereka melalui pencarian jati diri yang digambarkan Dee dengan sangat menarik.

Seluruh kekaguman saya untuk Dee yang telah menunjukkan pada saya bahwa penulis yang baik adalah penulis yang melakukan riset mendalam dan penulis yang mampu menyeret pembacanya kedalam cerita petualangan yang penulis itu tuangkan melalui tokohnya.
Profile Image for Calvin.
Author 4 books153 followers
March 20, 2016
EDIT: per 26 Februari 2016, Supernova series sudah selesai. Review ini lebih baik dibaca sebagai analisis dan spekulasi kasar, jadi mohon tidak dianggap terlalu serius karena episode akhir supernova tampaknya menggunakan plot device plot device baru, mitologi baru dan tampaknya tidak selalu konsisten dengan analisis dari buku-buku sebelumnya.


Setelah tertunda berbulan-bulan, akhirnya saya kesampaian juga membaca novel Indonesia paling hype tahun 2014, Supernova: Alfa. Sayangnya saya tidak bisa membaca novel ini pada hari perilisannya karena saya sedang studi di Selandia Baru. Baru 13 Maret 2015 saya menyelesaikan studi saya, dan akhirnya bisa ke gramedia dan membeli kopi buku ini.

Saat membaca episode Alfa, kesan pertama adalah, ini adalah novel supernova terburuk, karena plotnya amat sangat lambat. Setiap kali saya membaca, saya akan menyempatkan untuk update status di goodreads agar saya bisa mengingat struktur novel ini. Yang harus saya kritisi dari Dee adalah penggunaan Indonenglish yang lumayan akut. Oke saya akui kita memang orang yang sering-sering mencampur bahasa Inggris dan Indonesia dalam percakapan, dan penggunaan bahasa Inggris bisa membantu meningkatkan atmosfir bahwa protagonisnya di negeri asing, tapi tingkat penggunaan paragraf bahasa inggris di novel ini sudah keterlaluan. Saya rasa tidak masalah kalau percakapan bahasa inggris dipakai sewaktu awal-awal cerita. Tapi makin ke belakang, percakapan ini masih dipertahankan, dan amat sangat mengganggu ritme membaca. Saya menurunkan rating novel ini menjadi tiga bintang karena faktor bahasa ini.

Secara singkat:
Halaman 1-100: Penjelasan masa kecil Alfa, dan memperlihatkan tahap awal dari a Hero's journey. Oke, memang biasanya sang Hero agak enggan meninggalkan zona nyamannya, tapi 100 halaman ini kadang-kadang membuat saya jenuh.
101-128: persiapan menuju petualangan Hoboken
128-208: Chapter Hoboken. Untuk memperlihatkan kepribadian Alfa
209-240: Chapter New York. Akhirnya plot mulai menarik lagi
241-254: pertemuan dengan Ishtar Summer, karakter yang muncul di Supernova Akar
255-322: Chapter Somniveerse. Plot akhirnya menjadi fokus ke dunia mimpi Alfa, dan plot twistnya akhirnya ketahuan. Saat alfa bermimpi, tubuhnya berusaha membunuh dirinya sendiri.
323: Bintang Jatuh (Diva Anastasia) akhirnya muncul lagi
323-361: Persiapan ke Tibet
362-458: Chapter Lhasa/Tibet
459-465: Epilog di New York menuju Jakarta, pertemuan dengan Kell yang harusnya sih sudah mati di Supernova Akar.


Episode Alfa ini menurut saya adalah episode yang cukup menyenangkan dibandingkan supernova partikel. Saya cukup menikmati petualangan Alfa di alam mimpinya, walau terkadang agak sulit membayangkan deskripsi yang ditulis Dee.

Yang paling pasti, episode Alfa sekali lagi mulai memperlihatkan keseluruhan mitologi supernova yang masih agak mengambang. dari episode Alfa ini, berikut adalah hal-hal yang sudah agak pasti:

-Semua karakter utama di Supernova ini adalah reinkarnasi dari alien/tuhan yang menciptakan program misterius yang didesign oleh Alfa sendiri. Entah bagaimana ceritanya, Diva sudah sampai disana duluan (terus gimana ceritanya dia hilang di pedalaman Amazon?)
-Ada sebuah plot besar bernama the First Escape yang membuat karakter-karakter kita terpisah satu sama lain beribu-ribu tahun yang lalu dan membuat diri mereka terkena self-induced Amnesia.
-Ada tiga tipe karakter dalam novel ini, Infiltrant (Infiltran), Harbinger (Peretas? Terjemahan yang aneh. Bukannya ini terjemahan untuk Hacker?), dan Sarvara.
Kalau dalam mitologi supernova, Infiltrant dan Sarvara adalah orang-orang yang memorinya tidak terputus. Tapi Sarvara bertugas membunuh Harbinger, sedangkan Infiltrant bertugas melindungi. Harbinger sendiri fungsinya belum jelas. Tapi kalau saya melihat arti katanya sih, bisa diterjemahkan seperti "Pencipta", "Pelopor". Anggaplah dinamika ini seperti Trimurti dalam Hindu. Shiva sang penghancur, Wisnu sang pelindung, dan Brahma sang pencipta.
Sarvara sendiri adalah ejaan alternatif untuk Cerberus, anjing penjaga dunia bawah dalam mitologi yunani. Tapi entahlah kalau Dee terinspirasi dari mitologi lain
-Sarvara dan Infiltrant ini bisa siapa saja. Sarvara akan berupaya membunuh Harbinger untuk mencegah sesuatu.

Yang cukup menarik adalah simbol milik Alfa. Pada saat saya ke selandia baru, simbol tersebut cukup umum dalam spiritualisme suku Maori. Simbol Koru artinya adalah 'kelahiran baru' dalam spiritualisme Maori. Tebakan saya, keenam karakter Harbinger ini akan membawa sebuah 'pencerahan' untuk umat manusia melalui program yang didesain oleh Alfa di Asko. Ini karena menurut saya nama-nama karakter di Supernova merupakan karakter-karakter yang berhubungan dengan simbol kebatinan di Eastern/Western Religion. Misalnya:

-Diva Anastasia = Diva (Dewi). Anastasia (Pencerahan)
-Boddhi Liong = Boddhi aka Budi yang didapat Buddha saat bersemedi di pohon Boddhisatva. Liong saya rasa hanya untuk mengindikasikan Boddhi adalah seorang Tionghoa. Biasanya artinya dalah Naga.
-Elektra = Kayaknya artinya sih petir (dari kata Elektro). Tapi saya ga tahu bagaimana karakter ini ntar bisa disambungkan lagi dengan plot Supernova.
- Zarah : saya kurang tahu artinya. Tapi berhubung simbol pada kovernya adalah tanda salib, itu menyimbolkan ibu Bumi. Plus Zarah tampaknya digambarkan bisa berkomunikasi dengan alam.
-Gio : Masih belum tahu. Mungkin dia adalah sang Intelegensi Embun Pagi karena dia dibilang adalah salah satu dari enam karakter yang punya batu-batu aneh itu. Luar biasa, padahal tadinya saya pikir dia cuma karakter figuran.
-Alfa: Cukup jelas, namanya menyimbolkan gelombang Alfa yang muncul saat manusia mengalami REM.
-Ishtar Summer: tuhan dari mitologi Sumeria, walau sosok Ishtar yang kita kenal sejauh ini berasal dari Babilonia, karena di mitologi Sumeria, nama aslinya adalah Inanna. Dalam mitologi Babilonia, Ishtar adalah tuhan kesuburan dan perang (tapi bukan Mother Goddess seperti Isis).

Ishtar sendiri muncul di beberapa cerita, misalnya saat dia mati terbunuh oleh Ereshkigal (tuhan penguasa dunia orang mati), atau saat menggoda Gilgamesh dan mengirim kerbau surgawi karena Gilgamesh menolak menjadi pasangannya. Ishtar juga memiliki pasangan bernama Dumuzi yang ia lempar ke dunia orang mati karena tidak meratap saat Ishtar mati. Kalau menurut interpertasi beberapa mitografer, kematian dan kelahiran Ishtar sendiri menyimbolkan perubahan dari/ke musim panas ('Summer').

Tapi dalam mitologi supernova, entah disengaja atau tidak, tampaknya dia adalah sisi gelap dari "Bintang" (karena dia dipanggil 'Star'). Dia seperti cermin dari Diva, sama-sama Bintang, tapi memiliki sisi gelap.

Oh ya puisi di halaman pertama tampaknya juga mewakili isi buku ini:

Dimensi tak terbilang dan tak terjelang
Engkaulah ketunggalan sebelum meledaknya percabangan
Bersatu denganmu menjadikan aku mata semesta
Berpisah menjadikan aku tanya dan engkau jawabnya
Berdua kita berkejaran tanpa pernah lagi bersua

Mencecapmu lewat mimpi
Terjauh yang sanggup kujalani
Meski hanya satu malam dari ribuan malam
Sekejap bersamamu menjadi tujuan peraduanku
Sekali mengenalimu menjadi tujuan hidupku

Selapis kelopak mata membatasi aku dan engkau
Setiap napas mendekatkan sekaligus menjauhkan kita
Engkau membuatku putus asa dan mencinta
Pada saat yang sama


(Dimensi tak terbilang dan tak terjelang
Engkaulah ketunggalan sebelum meledaknya percabangan)

>Tampaknya sih ini situasi Asko sebelum First Escape dan mereka semua terpisah. Mungkin keenam karakter kita adalah satu kesadaran kolektif.

(Bersatu denganmu menjadikan aku mata semesta
Berpisah menjadikan aku tanya dan engkau jawabnya
Berdua kita berkejaran tanpa pernah lagi bersua)

>Anggap karakter-karakter tersebut adalah mikrokosmos yang sedang berupaya kembali ke makrokosmos

(Mencecapmu lewat mimpi
Terjauh yang sanggup kujalani)
> Asko hanya bisa dicapai via mimpi (benar-benar cuma ada di dalam mimpi?)

(Meski hanya satu malam dari ribuan malam
Sekejap bersamamu menjadi tujuan peraduanku
Sekali mengenalimu menjadi tujuan hidupku)
> Alfa yang insomnia juga ingin mengingat apa yang ia lupakan

(Selapis kelopak mata membatasi aku dan engkau
Setiap napas mendekatkan sekaligus menjauhkan kita
Engkau membuatku putus asa dan mencinta
Pada saat yang sama)
> Tiba-tiba intonasi puisi ini berubah jadi agak melankolis. Antara ini Asko atau Ishtar, yang hanya bisa ditemui Alfa pada saat bermimpi.

Yang membuat saya terkejut adalah, di novel ini Dee benar-benar menggunakan seluruh riset dan pengetahuan spiritualnya untuk membangun fondasi mitologi supernova. Banyak sekali jargon-jargon yang hanya bisa dimengerti kalau pembaca memiliki pengetahuan tersebut sebelumnya. Berhubung saya pernah membaca literatur dan mitologi-mitologi serupa, saya tidak terlalu kesulitan untuk membaca pola yang digunakan Dee, tapi bagi pembaca yang kurang familiar, saya rasa mereka akan sulit memahami konteks-konteks dan jargon yang disebutkan di novel ini.

Misalnya:

- Sthirata: kata ini muncul berkali-kali. Dalam konteks supernova, tampaknya ini adalah 'tingkat' kestabilan pikiran seseorang agar bisa masuk ke Asko.
- Antarabhava: Dalam spiritualisme Mahayana Buddhisme, tampaknya ini adalah wilayah sebelum kelahiran kembali
-Sunyavima: Dalam konteks supernova, ini adalah wilayah saat Alfa masuk ke dalam kehampaan. Saya rasa ini paralel dengan 'Abyss' dan ruang kosong yang biasanya muncul pertama kali dalam berbagai mitologi dunia (di mitologi yunani: Chaos, di mitologi sumeria: Apsu)
- Tulpa: Aura? Dalam konteks supernova, semacam 'pemancar' yang membuat para Infiltrant dan Sarvara bisa mendeteksi satu sama lain

Secara keseluruhan, saya lebih menyukai supernova Gelombang dibandingkan partikel dan memperlihatkan kemampuan Dee dalam meramu risetnya selama sepuluh tahun terakhir agar menjadi sesuatu yang believe-able. Yang cukup bagus dalam supernova series adalah, Dee tidak ragu menggunakan metode magical realism, dimana sang penulis membuat aturan-aturan khusus agar fantasinya memiliki batas tertentu dan bisa dinalar dengan logika yang ada di universe-nya.

Oh ya saya sendiri kurang paham mengenai kosmologi Batak. Mungkin kalau ada waktu kapan-kapan saya akan telusuri. Saya juga agak kesulitan membayangkan deskripsi Dee pada bangunan dan geometri di Asko. Kayaknya sih ada simbolisme penting disana, tapi berhubung saya bacanya skimming, saya ga mau berhenti di satu titik dan mengganggu rime baca saya. Saya juga tidak tahu bagaimana Kell bisa muncul lagi dalam cerita ini. Antara ini settingannya sebelum Akar, atau Kell adalah Sarvara/Infiltrant. Karena katanya mereka tidak bisa mati. Saya sebenarnya juga ingin mendalami simbolisme 'gugus' (cluster) yang dipakai dee. Tapi kalau disuruh belajar mengenai star cluster melalui teks-teks astronomi, kayanya ngga sanggup deh.

Nah bagaimana dengan berikutnya? Intelgensi Embun Pagi? Kalau terjemahan inggrisnya sih The Intelligence of Morning Dews. Embun pagi sendiri merupakan simbolisme yang pernah muncul di kitab Nasrani, yang artinya kira-kira 'kebaikan dari tuhan'. Embun pagi biasanya diasosiasikan dengan 'air segar' yang menetes dari sebuah daun hijau. Kalau saya boleh prediksi, mungkin 'embun pagi' ini adalah simbolisme bagi 'pencerahan' yang akan diberikan oleh karakter-karakter supernova kepada dunia. Tapi kira-kira apakah pencerahan yang diberikan oleh karakter-karakter ini? Entahlah.

Menurut saya tidak mudah membuat novel sekuel dengan tema ekletik seperti ini, karena sang penulis harus konsisten dari awal, dan begitu ada ide yang berubah, dia harus memikirkan cara untuk me-retcon ide tersebut di buku-buku berikutnya. Kalau sukses yah bagus, tapi kalau tidak konsisten pembaca ya bisa jengkel karena konsep ceritanya berubah-ubah. Saya sendiri tidak bisa membayangkan bagaimana Dee menutup seluruh plot supernova yang bergesakan antara spiritualisme dan new age dalam satu buku yang mengharmonisasi seluruh plot yang belum rampung di 5 buku terakhir dan tetap konsisten dengan plot awalnya.

Semoga intelegensi embun pagi menutup episode supernova dengan apik dan memberikan kepuasan bagi seluruh pembacanya.


Calvin Michel Sidjaja, penulis Jukstaposisi: Cerita tuhan Mati, pemenang sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta 2006 dan finalis Khatulistiwa Literary Award 2008
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Arie Agung.
1 review3 followers
October 22, 2014
Seri Supernova paling mengecewakan.

Monoton, repetitif, dragging.

Menurut saya, seri terakhir Supernova ini sangatlah mengecewakan.

Perjalanan bertahun-tahun hanya disajikan plot semacam ini? Come on!

Dengan plot semacam ini harusnya cerita ini bisa diselesaikan bertahun-tahun lalu. Sampai Partikel, keping cerita Supernova masih jadi sesuatu yang misteri yang membuat penasaran. Tapi begitu sampai keping-keping tersebut tersusun di Gelombang, gambaran umum Supernova mulai terlihat, dan yang muncul dalam benak: gitu doank? (saya tidak tahu seperti apa nanti gambaran utuhnya, tapi setidaknya dari gambaran yang ada seperti itu lah respon yg muncul)

Saat Supernova pertama lahir, Dee memberikan sebuah cerita yang sangat fresh, bahkan bagi saya yang baru membacanya tahun 2008 pun Supernova masih terasa segar. Tapi seiring waktu berjalan, referensi pembaca pun pasti bertumbuh. Karya-karya sastra, film, dll baru banyak bermunculan. Mau tidak mau ada proses pembandingan dalam benak ketika membaca.
Kalau saya perhatikan, penyakit novel seri itu antara monoton atau over complication. Kisah awal yang tadinya menarik untuk diikut berubah jadi membosankan.

Supernova sepertinya kena penyakit yang pertama.

Andai saja kepingan-kepingan ceritanya tersebut tidak terentang dalam waktu bertahun-tahun, kesan monotonnya tidak akan akan terasa.

*SPOILER WARNING*
*
*
*
*
*
*
*
*
Pola anak kampung dengan jalan hidup penuh peruntungan sukses melanglang buana sudah disajikan dengan indah dan menarik sampai di Partikel, kenapa harus diulang lagi di Gelombang? Bahkan alurnya sangat mirip dengan Partikel. Dialog khas orang Kristen rohani sudah disajikan dengan satir di Petir, kenapa harus diulang lagi?

Plot yang ternyata berkutat di seputar inkarnasi menjadikan seri Supernova terasa terlalu overkill untuk bercerita hal yang "sederhana". Lagi-lagi ini dikarenakan rentang waktu yang terlalu panjang, belasan tahun untuk bercerita tentang plot reinkarnasi?
Seri novel The Secret of Immortal Nicholas Flamel dengan tema serupa (tapi tak sama) bisa bercerita dengan penuh warna dan dalam waktu yang lebih singkat (walaupun seri terakhirnya terasa dragging).

Lalu plot rencana besar yang melibatkan hilang ingatan + orang-orang yang menjadi support terasa mengganjal karena tepat 1 minggu sebelumnya saya baru saja selesai membaca novel No Way Back dengan plot yang serupa tapi dengan alur cerita yang lebih menarik.

Hal mengganjal lainnya dalam Gelombang adalah penulisan dialognya.

Dialog-dialognya seperti dialog film asing yang diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah amatir yang malas. Apakah ini karena Supernova akan dibuat filmnya sehingga gaya berceritanya dibuat 'filmable' sehingga ketika diputar di luar negeri dialognya akan terlihat bagus?Pencampuran dialog bahasa asing dan bahasa Indonesia pun terasa mengganjal. Untuk beberapa kasus di mana makna katanya akan hilang kalau ditulisa dalam bahasa Indonesia hal tersebut masih bisa diterima, tapi banyak dialog-dialog yang sebetulnya mudah ditulis dalam bahasa Indonesia tanpa kehilangan arti tetap ditulis dalam bahasa asing, buat apa? malah membuat tidak nyaman dibaca...Saat 2 tokoh berbahasa Indonesia berdialog, lalu ada dialog bahasa asingnya, maka pembaca (setidaknya saya) berasumsi tokoh tersebut memang mengucapkan bahasa asing tersebut.

Saat tokoh dikondisikan berdialog dengan tokoh lain yang tidak berbahasa Indonesia di lingkungan yang tidak berbahasa Indonesia TAPI dialognya ditulis dalam bahasa Indonesia, maka pembaca (setidaknya saya) berasumsi bahwa tokoh tersebut sedang BERBICARA BAHASA ASING. Saat Alfa berdialog dengan Carlos, walaupun dialognya ditulis dlm bahasa Indonesia, saya berasumsi mereka sedang berbicara dalam bahasa inggris.

Lalu ketika di tengah dialog tersebut disisipi tulisan dialog dalam bahasa inggris maka otomatis otak mempertanyakan asumsi yang ada, apakah ada maksud khusus, apakah ada penekanan tertentu? Kalau ternyata itu adalah dialog biasa maka hal ini menimbulkan ketidak nyamanan.

Hal berikutnya yang mengganggu adalah permasalahan Alfa dengan mimpinya tidak tersajikan dengan meyakinkan, bahkan terasa dragging. Setiap orang pasti pernah mimpi buruk, tapi seberapa buruk sih mimpinya sampai membuat Ichon tidak berani tidur sampai dewasa. Mimpi yang diceritakan tidak terasa mengerikan dan menakutkan.

Kemudian entah kenapa banyak bagian yang ketika membacanya membuat saya teringat film-film atau buku tertentu.

sosok Jaga Portibi? mengingatkan saya dengan Piercing The Darkness

No String Attached? mengingatkan saya dengan No Strings Attached-nya Natalie Portman dan Asthon Kutcher (sama berhubungan dengan one-night stand pula)

Perjalanan mimpi? apalagi kalau bukan Inception. Parahnya di sini token-nya adalah: tangan. Tangan mah di dunia nyata juga keliatan. Kalau di Inception kan benda-benda yang mustahil.

Sosok Nicky? mengingatkan saya pada Misa yg di komik Death Note

Mimpi yang berbaur dengan realita? apalagi kalau bukan The Matrix, terutama saat adegan terbang.

Penggunaan istilah-istilah science pun terasa dipaksakan, tidak senatural di "Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh"

Semua hal di atas sangat mengganggu sekali, sampai-sampai sampai halaman 203 saya masih belum bisa 'masuk' ke dalam dunia Gelombang dan hampir berhenti membaca. Saya meneruskan karena sayang saja sudah beli bukunya dan masih ada harapan siapa tahu ada hal lain di akhir buku yang menarik.
Profile Image for Dewi.
1,033 reviews
November 6, 2014
Dari serial Supernova tokoh yang paling saya suka adalah Elektra. Dia begitu nyata. Mungkin juga karena latar cerita akrab dengan hal-hal yang saya kenal. Bodhi, Zarah dan Alfa terlalu ajaib untuk dicerna.
Sekian puluh halaman awal membuat saya hampir saja memutuskan untuk menyukai Alfa dengan Sianjur Mula Mula sebagai kampungnya. Namun Alfa tercerabut dari sana, ia terpaksa ke Jakarta, tidak disangka bisa ke Amerika dan lagi-lagi terpaksa ke Tibet. Sosoknya jadi asing, sosok yang tanpa kedalaman. Persis yang saya rasakan pada Zarah. Partikel dan isinya tidak membekas dalam ingatan saya. Latar Jakarta, Hoboken, sekolah di Cornell, bekerja di Wall Street cuma menjadi tempelan saja. Gampang banget kesannya menembus Cornell dan Wall Street :D masuk SMA negeri di US padahal status imigran ilegal? Wow.
Intinya cerita Gelombang hampir sama dengan Partikel. Anak aneh yang sukses kerja di manca negara, bolos berhari-hari dari Wall Street tanpa dapat tekanan dari bosnya. Aneh nggak sih?
Profile Image for Tantri Setyorini.
323 reviews21 followers
November 14, 2014
Udah, begini doang tamatnya?

Trus itu buat apa ada adegan lomba main gitar di klub sama ada Nicky segala? Adegan tempelan yg ga tau apa tujuannya dan tokoh ga penting yang untuk pertama kalinya dalam sejarah aku baca Supernova pingin nabok. (Biasanya pingin nabok Ana 50 Shades ato Eva Bared To You doang).

Lumayan kecewa. Rasanya seperti disuguhi makanan kelas hotel bintang lima di awal, terus perlahan-lahan turun kasta ke hotel bintang empat, tiga, dua. Penulis favoritku yang debut dengan novel absurdly brilliant (atau brilliantly absurd? Ga paham) mulai berubah menjadi penulis klise. Semoga seri terakhirnya ga sekelas makanan losmen.

Tapi aku masih mau baca Intelejensi Embun Pagi. Aku memang fangirl yang setia.
Profile Image for Alvin Zirtaf.
Author 4 books31 followers
January 2, 2017
Untuk saya, ini episode paling 'kasar' dari semua Supernova yang telah terbit.
Profile Image for Fauzi Atma.
Author 2 books3 followers
October 19, 2014
Korelasi antara lokasi dan plot bener-bener lemah. Kenapa mesti ke Amerika dulu untuk akhirnya ketemu buku Kalden? Kenapa nggak sekalian aja nemu bukunya di toko buku bekas bapaktua? Biar nggak ketemu tokoh nggak penting kayak Amangtua, Troy, Carlos, dan Nicky.

Hukum kausatif pada alurnya sangat lemah sehingga bisa disimpulkan alurnya begitu hanya karena Dee ingin menulisnya begitu. Gelombang seharusnya bisa ditulis setengahnya saja. Unsur plot dan pengetahuan masih kalah jauh dari KPBJ, kemenarikan karakter masih kalah dari Bodhi, humor dan spiritual masih kalah dari Partikel. Seri kedua terburuk dari Supernova setelah Petir.
Profile Image for 雲 天山.
313 reviews15 followers
October 25, 2014
"Every night we participate in the most profound mysteries, moving from one dimension experience to another, losing our sense of self and finding it again, and yet we take it for granted." -Tenzin Wangyal Rinpoche


Years ago after I finished reading Petir and found out that the fifth instalment would be titled as "Gelombang" with Alfa as the main character, there was this big curiosity in my mind; about what the book would be all about and how the character would be. I thought Gelombang would be about time-space experience and Alfa would be a physic geek. But, surprise, surprise... It's more about the spiritual metaphor of Gelombang. The book is about Dream: one of the most mysterious dimension ever exist in the matrix of universe. It's no coincidence that the book is about one of the things I've always been fascinated about. Ever since I was a child I've had my own experiences with dreams, a lot of them are fictional with real story plot and some of them are symbolic, fantastical, and feel almost sacred. Even once or twice I've even experienced a lucid dream for a very short moment.

This spiritual yet also scientific topic is what I adore the most, thanks to Dewi Lester to that. I feel so nostalgic and so close about this book because Alfa's life journey reminds me of my mother. They both come from a very remote area, moved to the big city, and finally reached the centre new world: United States. They both struggled very hard to survive and to get on with life. Beside the background places which took place in New York and also Tibet, what I like more about this book is the story has more actions to it, the first after the second instalment, Akar. We didn't get Elektra and Zarah to face grave danger in Petir and Partikel, respectively.

And finally, I feel like the plot twists about:
-the symbolic stones, which appear to be 6 not only 4: meaning there are actually 6 Avatars
-Asko
-the Harbinger, the Infiltrant, and the Sarvara
-Bintang Jatuh (The Falling Star)
-Ishtar Summer
-Kell
-(and basically about the whole details in this Supernova saga)
...has blown my mind. I can not be saved.

I just don't have the right words to express this abundance feelings I am and have always been having towards this creation of Dewi Lestari's. She is like this human yet not too human, possibly coming from other dimension, or possibly a human vessel to the very old wise and amazing soul coming from other entity that is different from our world. She is like a saviour. She is a Supernova. She has given me a chance to be a part of this amazing journey. Sadly, we all are only one instalment away from the end of this amazing, mind-blowing, spiritually heart-shaking, journey.

Supernova: 2001-2014.
Profile Image for Ratnasari Wibawa.
5 reviews1 follower
November 27, 2014
Terus terang saya berharap banyak bahwa Deee akan melakukan sebuah juxtaposisi yang brillian seperti KBPJ. Dimensi ruang nya berubah, ketika cerita dalam cerita pembaca tidak merasakannya.
Tapi sepertihalnya Partikel, Akar, dan Petir, saya sudah benar2 ga habis pikir kok Dee kayak kehabisan bekal untuk memabngun plot yang lebih cerdik

Well, yang paling maksa adalah : Alfa, dr keluarga miskin, ga punya, trus loncat kelas ke Amerika dgn segala kebetulan2 yang tidak terduga yang menggelikan untuk dilogika (ketemu pamannya, trus dibawa ke Amrik), dan segala kebetulan2 yang membuat dia pandai dan genius tiba-tiba seperti orang hamil di luar kandungan, dan perjalanan Alfa ke Amerika ini benar2 lame duck.

Huups...ada yang menyedihkan lagi, ketika Dee membaca Alfa ke Wallstreet, ke Cornell, HALOOOOOOOO HALOOOOOO BANDUUUNG...... Emang bisa ya imigran gelap sekolah ke CORNEL.. Itu menyakitkan banget, realita fiksi yang enggak believable. Sy tahu benar sekolah disana pasti dimintai asuransi, bukti tinggal, dll, dan yang namanya bikin asurasni ya harus punya KTP. Orang Indo yang kerja gelap di sana, ga mungkin ga mungkin ga mungkin( sampe 10000000 kuadrat )kerja di Wallstreet apalagi masuk ke Cornelllll Unive (yang ini gue mau ketawa apa muntah aja malu malu kucing). Aduh satu lagi nih, si Alfanya digambarin ganteng keterlaluan, trus sampe jadi rebutan ini itu, pinter gitaran, menang band, disukai wanita bule ampe pada antri antri! Haduuhh lama lama ini si Alfa apa Fahri ya yang di Ayat ayar cintanya Kang Abik! Dan kelemahan2 satu satunya Alfa adalah: dia enggak bisa tidur. WKWKWKWKWKKW

GUE MAU PIPIS APA BERAK BINGUNG NIH. IYA. SEPERTI MEMILIH GUE KAWIN AMA ARIEL NOAH APA ARIEL PETERPAN???

Dee bener2 sakit delusional yang pada tingkat surga ke tujuh. Halo haloooo moshi moshiii. pronto pronto.... Jadi ceritanya, gak tahu gimana si Alfa ini selama 20 tahun enggak pernah tidur. Gebleg gak tuh.

Alasannya: takut dibunuh ama Jagal Protibi. HEHEHE GUE LANGSUNG TAHU kemana twist yang dibangun Dee... seseorang yang ditakuti ternyata baik, sseseorang yang baik ternayta jahat. Typical

Oke oke... saatnya membersihkan diri dari segala macam kutukan goodreads reader. Sorry tapi gue mulai muak dengan Alfa dan segala kemunafikannya yang tak terukur tingkatnya, daaan..... ga akan nungguin Intelegensi apa itu embun embun katanya sebagai penutup SPNV.

ENGGAK.
Profile Image for Aesna.
Author 3 books13 followers
February 26, 2015
Kecipak Bak Mandi dan Thomas Alfa Edison versi Kontemporer yang Karut-Marut

Curhat sedikit; saya tidak pernah menulis resensi seserius ini, sungguh.

Kalau boleh saya singkat sedikit, serial Gelombang adalah begini; kehidupan Alfa alias Ichon yang awalnya lontang-lantung, lamban laun menjadi superhero dengan dilatarbelakangi mimpi-mimpi yang membuatnya pergi keliling dunia untuk mencari kebenaran atas dirinya sendiri.

Jadi, saya akan membagi resensi ini dalam tiga bagian; kabar buruk, kabar baik, dan kicau-kicau yang berupaya memberikan suaranya sendiri.

1/Kabar baik.

Saya sering mendengar kultwit mengenai teknik penulisan yang baik dan tata cara menarik minat pembaca terhadap karya kita, salah satunya adalah dengan menebar rahasia di segala penjuru, baik dari yang kecil-kecil seperti tahi cecak maupun yang rumit dan besar seperti kotoran manusia. Hal ini saya amini sepenuhnya.

Dan Dee, dengan caranya sendiri berhasil membangun itu. Bagi pembaca yang baru pertama kali membaca karyanya –khususnya Gelombang ini–, sedikit banyak akan mendapatkan appetizer yang mewah dalam 19 halaman pertama dalam bab Tipu Daya Ruang Waktu yang disusul dengan kejutan serta rahasia-rahasia Thomas Alfa Edison a.k.a Ichon a.k.a Alfa a.k.a top miliarder yang membangun minat baca dan bersiap-siap untuk mendapatkan kantung mata sebab tidak ingin meninggalkan buku ini. Hampir semua tokoh (Ompu Togu Urat, Ompu Ronggur, Nai Gomgom, Pemba, Pencopet a.k.a Nurbo, Dr. Kalda, Nicky, Troy dan Carlos) mendapatkan porsi ‘rahasia’ yang pas dan kedalaman watak yang patut disematkan bintang empat.

Dalam kultwit yang lain, disebutkan juga sangatlah penting memberikan setidaknya satu humor dalam buku kita agar pembaca tidak jenuh dalam proses pembacaannya. Lagi-lagi, walaupun tidak banyak, Dee mampu memberikan itu.

“Kau tahu pekerjaan paling menyiksa dalam hidup ini? Menunggu. Kalau kau terlalu pintar, kau jadi harus tunggu orang-orang bodoh. Kau sudah di mana, mereka masih kepayahan lari di belakang. Ikut capek kita.”
(Hal 112)


Humor cerdas yang masuk akal. Tapi, saya sendiri juga kesindir sih. -__-“

Positifnya buku ini juga ada di adegan ‘huru-hara uh-ah-uh-ah-nya’. Saya sebagai pembaca lumayan mendapatkan ketegangan pada bagian ini. Saya kira, Dee menulis sepenuh hati kisah ‘gonjang-ganjing malamnya’ dan membuat saya rindu pada bacaan Fredy S dan Enny Arrow. Mereka berdua adalah panutan, pemberi harapan bagi remaja tanggung anti sosial media yang modemnya tidak kunjung pula diisi.

Eh, saya malah jadi kepingin nonton Fifty Shades Of Grey deh. #lupakan.

Ini inti, dan membuat saya tepuk tangan; mengenai ketahanan.

Entah, setiap penulis Indonesia yang mampu menulis lebih dari 450 halaman dengan ukuran buku yang lumayan besar, setidaknya, walaupun itu bacaan yang sangat tidak bermutu dan ataupun buku itu hanya berisi kalimat oh, oh, oh, saya angkat topi padanya. Dan, dalam hal ini, penghargaan tinggi saya sematkan padanya, dan saya berharap bisa belajar mengenai ketahanan dalam menulis itu.

2/Kabar buruk.

Saya akan mengatakan ini; tajuk mimpi yang menjadi pokok vital permasalahan dalam cerita ini seolah-olah mati dengan sendirinya. Oke, saya puji kedalaman riset dan keinginan memberikan informasi yang luas. Oke, saya puji juga narasinya yang asyik itu, tapi, makin lama, tajuk itu seperti kekurangan bahan dan Dee seakan-akan mencari tempelan-tempelan-awkward lain untuk membuat tajuk mimpi itu tetap bertahan, dan yang disayangkan, buku ini tidak lebih dari sekadar lelaki yang berusaha mencari kebenaran dalam mimpinya dengan cara yang repetitif… membosankan sekali.

Lalu, merunut latar belakang Mamak dan Bapak yang menamakan anak ketiganya Thomas Alfa Edison versi kontemporer, yang mereka berdua menginginkan anaknya seperti pendahulunya, sang Penemu Lampu, saya rasa tidak cukup berhasil dan membuat citra Penemu Lampu menjadi buruk. Bagaimana tidak, perjuangan Alfa dari yang semula miskin menjadi kaya terasa bagai isapan jempol dan rintangan-halangan yang Dee berikan tidak ubahnya kerikil-pasir di jalan bebatuan, sangat tidak signifikan. Juga terlalu gampang.

Jadi, berkaca perjuangan Edison asli di masa lalu, yang kata kutipan-kutipan google telah melalui 9.999 percobaan yang tidak bekerja, Edison tiruan menjadi sosok yang mengalami 9.999 cara-kau-bisa-lalui-semuanya.

Dan kesebalan saya berikutnya adalah mengenai bahasa. Saya tidak tahu harus berkata apa tentang ini.

3/Kata-kata singkat dan cuap-cuap keseluruhan.

Setiap penulis pasti menginginkan karyanya diterima dan diapresiasi baik oleh pembaca. Namun, jalan menuju itu tidaklah segampang PNS-bolos-lalu-izin-lalu-yasudah. Kritik, masukan, cemoohan kadang mengiringinya, dan lebih-lebih, dalam setiap novel serial selalu mengandung efek samping yang saya kira sangat perlu diperhatikan; karya yang harus baik dari sebelumnya.

Tengoklah serial Divergent. IMHO, serial tersebut adalah salah satu contoh dari salah satu serial yang kurang lebih terasa gagal karena makin lama makin buruk dan kata-katanya bak kakek tua yang tengah bernyanyi, kebanyakan seraknya ketimbang bagusnya.

Jadi, edisi Gelombang kali ini, sebenarnya tidak buruk benar, juga tidak bagus sekali. Pengulangan menjadi momok mengerikan dan membuat novel Gelombang menjadi sekumpulan outline terstruktur yang njelimet dan ombaknya terasa seperti kecipak air bak mandi, apalagi, dengan banyaknya tokoh dalam buku ini, mempertahankan mereka akan cukup sulit, Nai Gomgom dan Ompu Ronggur adalah contoh konkretnya. Mengenai mereka ada di serial berikutnya, saya tidak mengerti dan hanya berharap saja.

Selebihnya, kekurangan-kekurangan kecil tidak terlalu pengaruh dan tertutupi oleh pemilihan diksi dan informasi yang saya dapatkan, terima kasih Teteh Dewi. Dan, yang cukup membuat saya berpuas hati, adalah ketika Dr. Kalden mulai bertemu dengan Alfa.

Saya beri tahu, dari situ, Gelombang yang sesungguhnya baru benar-benar dimulai.

Walaupun agak terlambat sih bagian itu.
Hehe hehe.
Profile Image for Alien.
254 reviews31 followers
December 3, 2014
FUCK! It is so bad, I am so very angry.
Okay. Let me regroup and think in Bahasa Indonesia.

Satu detik setelah saya menutup Gelombang di tangan saya, saya langsung merasakan kemarahan membakar diri dan hati saya. Saya benar-benar tidak habis pikir. Saya merasa benar-benar dibohongi, benar-benar dibodohi oleh Dewi Lestari.
Buku macam apa ini???

Saya tidak mau berkomentar tentang cerita yang tak tentu arah, tentang tokoh utama yang setipe semua (dari buku pertama sampai yang ini), tentang tokoh-tokoh pembantu yang hanya bikin bingung, atau tentang kalimat-kalimat Bahasa Inggris yang tidak diterjemahkan (saya baru tahu loh kalau gaya menulis seperti itu bisa jadi karya yang diterbitkan di Indonesia).
Saya hanya ingin mencurahkan perasaan saya. Begini rupanya rasa ditipu mentah-mentah.

Saya merasa Dewi Lestari tidak pernah memikirkan plot yang benar-benar matang untuk serangkaian cerita Supernova. Saya merasa bahwa dia baru mulai memikirkan detil plot ketika waktu deadline sudah dekat. Makanya hasilnya seperti ini. Makanya juga, janji dia untuk mengakhiri Supernova di buku ke-5 diingkarinya sendiri. Berdasarkan buku Gelombang ini yang saya tangkap, minimal ada 2 buku Supernova lagi yang akan terbit. Mengapa? Apa pentingnya? Apalagi ceritanya?

Saya jadi merasa bahwa Dewi Lestari tak ada bedanya dengan para kapitalis Hollywood yang suka maksa bikin sekuel film hanya karena film pertamanya sukses. Kebanyakan film sekuel ceritanya mengada-ada dan dibuat hanya untuk menambah penghasilan produsernya. Menurut saya, Supernova sama persis seperti itu. Gelombang ceritanya sangat dibuat-buat, Dewi Lestari bahkan tidak mau repot untuk menunjukkan hubungan Alfa dengan tokoh-tokoh utama yang sudah capek-capek dia perkenalkan di buku-buku sebelumnya. Heran. Kenapa ya? Dewi Lestari kan tidak mungkin kekurangan uang. Apa dia hanya tidak mau kehilangan para fans sehingga cerita Supernova dipaksa untuk dipanjang-panjangkan?

Entahlah. Yang pasti, saya sih kecewa berat!!!

Satu hal yang sangat saya syukuri adalah... saya tidak pernah mendukung Dewi Lestari dengan membeli Supernova-nya! Untung saja!
Profile Image for  Δx Δp ≥ ½ ħ .
389 reviews161 followers
November 30, 2015
Akhirnya, saya merasakan juga rasa frustasi yang dialami semua pembaca yang merating buku ini dengan bintang rendah. Dan saya akan menggemakan kembali hal ini, jika tidak mau dikatakan sebagai yg terburuk, maka Gelombang adalah seri terlemah dari serial Supernova.

Untuk sebuah buku yang di tiap serinya menggadang-gadangkan sikap skeptis terhadap agama (samawi)--di seri Petir dan Partikel sikap skeptis ini berubah menjadi sikap satir bahkan cenderung sinis, yang sebenernya bukan masalah asal: konklusi yang dihadirkan menjadi lebih real, bukan malah berujung pada perburuan bola naga ala Dragonball. Ayolah, untuk sebuah serial yang berusaha mendedah fisika kuantum, genetika, neurosains, evolusi, kosmologi, etc, ujung yang imajiner ini terasa menggelikan.

Adegan berantem di jembatan di Tibet terlihat datar tanpa ketegangan sama sekali, sehingga saya gak peduli siapa yang bakal tewas (meski harapan terbesar tentu saja agar si tokoh utama yg tewas supaya ceritanya cepat selesai).

Dan kondisi ini diperburuk dg karakter-karakter plastik yg mengingatkan saya pada novel Laskar Pelangi: Edensor bahkan Ayat-ayat Cinta. Jezzz...
Profile Image for Stephanie.
141 reviews36 followers
February 6, 2017
Buku ini menceritakan tokoh baru Alfa. Di awal buku ceritanya agak membosankan karena banyak membahas tentang hal-hal gaib. Tapi ada juga hal menarik yang membahas tentang nama dan penelusuran garis keturunan dari sebuah marga dalam suku batak, sampai ditemukan pertalian saudara antara suku batak yang satu dengan yang lain.

Dimulai dari masa kecilnya yang sering diganggu oleh makluk2 aneh yang mau membunuhnya dalam mimpi, sejak itu Alfa tidak perna benar2 tidur. Mau sih kalau bisa ga tidur kaya Alfa, lumayan kan ada tambahan waktu 8 jam setiap harinya.

Secara keseluruhan buku ini menceritakan tentang dimensi lain (Asko) yang hanya bisa dicapai via mimpi. Disana Alfa bertemu dengan diva (bintang jatuh), tokoh dari buku sebelumnya. Jadi ada beberapa peran di dalam dunia itu yaitu Shirata, antarabhava dan peretas. Pada bagian ini seru sekali, mirip seperti inception. Aku suka memikirkan ttg lucid dream, apa makna dibalik mimpi. Yang diceritakan disini ternyata melebihi itu semua, yang dialami Alfa bukan sekedar mimpi namun dimensi yang ternyata diciptakan oleh dia sendiri. Makluk yang selalu mencoba membunuhnya juga ternyata adalah dirinya sendiri

Aku akan lanjut ke buku selanjutnya yang juga buku terakhir dari kisah Supernova, Intelegensi Embun Pagi.
Profile Image for Aliftya Amarilisyariningtyas.
113 reviews7 followers
October 30, 2014
Surat untuk Alfa Sagala



Selamat pagi. Selamat siang. Selamat malam, Alfa –di mana pun engkau berada.

Alfa, sejujurnya aku benci. Benci sekali. Aku benci untuk membuat sebuah review dari kisahmu. Maka, pada akhirnya pun kupustuskan untuk membuat surat pendek untukmu saja.

Alfa, bukannya (aku) sok objektif, namun rasanya sulit sekali untuk menghilangkan subjektivisme, bahkan hanya untuk menulis surat ini kepadamu. Membaca kisahmu membuat sisi kritisku mati. Aku tak bisa menghidupkan kesadaranku. Dan pada akhirnya, aku pun hanya mampu membiarkan diriku terseret ke dalam alur yang menenggelamkan.

Alfa, harus kuakui bahwa kisahmu sungguh digarap dengan lebih matang ketimbang dibanding kisah saudara-saudaramu yang lain –tapi tetap, sejauh ini aku masih tetap penasaran dengan kisah tentang saudaramu yang lain, si Partikel. Kau dibuat dari proses riset yang tentunya membutuhkan kesabaran yang tak semua orang punya. Satu yang selalu aku suka dari si penulis ceritamu adalah bahwa dalam setiap tulisannya, akhir cerita selalu saja tak tertebak. Dan lagi, jika biasanya yang ‘dijual’ pada kisah-kisah cerita yang lain adalah ending atau konflik atau alur. Maka, harus kutegaskan bahwa kisahmu menjual ketiga elemen tersebut.

Alurmu termainkan dengan cukup baik. Terlampau baik bahkan sesungguhnya. Porsinya sangat pas. Sejujurnya, Alfa, aku sempat mengkhawatirkan akan akhir ceritamu. Sebab, sampai dengan setengah halaman kubaca, aku masih belum menemukan kisah berlatarkan Tibet itu. Aku sempat takut pada akhirnya eksekusi pada puncak konflik akan terkesan terburu-buru. Namun, dugaanku salah besar, Alfa. Ah, aku merasa bodoh karena sempat meragukan kisahmu.

Alfa, selain itu aku juga sangat menyukai logo #Gelombang-mu. Entahlah, tak ada alasan pasti mengapa aku begitu menyukainya. Dan aku pun tak mau pusing-pusing mencari tahu alasannya. Namun, Alfa, ada sebuah pertanyaan yang kemudian mengganggu pikiranku. Mengapa logo #Gelombang-mu diberi warna orange dan bukannya biru? Iya, meski kutahu warna biru telah terpakai untuk saudaramu.

Alfa, rasanya tak perlulah aku menulis lebih panjang lagi dari ini. Sebab, hal tersebut memanglah tak diperlukan. Terakhir saja untuk mu, Alfa. Tolong sampaikan salam hangat dariku untuk penulismu, Ibu Suri. Sampaikan juga padanya, bahwa aku di sini sedang gundah menanti kehadiran saudaramu yang terakhir, Intelegensi Embun Pagi.

Selamat pagi. Selamat siang. Selamat malam, Alfa –di mana pun engkau berada.
Profile Image for Dyas Kriswardhani.
16 reviews11 followers
October 18, 2014
Ternyata Bintang Jatuh bukan bagian dari Gugusnya Gelombang. Astaga. Mind blowing banget buku ini. Dan dengan selesainya episode Gelombang, kembali gelisah nunggu episode Intelegensi Embun Pagi.
Profile Image for Reza Nufa.
Author 9 books42 followers
November 5, 2014
Alfa Ichon, anak yang mendapat karunia. Dukun di kampungnya menggadang-gadang dia sebagai penerus orang-orang sakti. Di bagian selanjutnya akan terungkap bahwa Alfa bisa memasuki mimpi sebagai entitas yang punya kesadaran utuh, bahkan berbicara dengan kesadaran lain yang hadir dalam mimpinya. Tapi, sepanjang cerita, tidak dijelaskan apa guna dari kemampuan itu. Ini semacam pergolakan pribadi seorang Alfa, yang kadang terasa seperti seorang pengecut yang berusaha lari dari bangku sekolah.

Cara Dee membangun narasi, mendeskripsikan wajah tokoh-tokohnya, memberi suspense, cukup bisa dinikmati. Saya memuji ruang imajinasi novel ini. Sayangnya, banyak bagian yang terasa dijejalkan begitu saja, tanpa jelas juntrungannya, tidak kokoh kausa pembangunnya, terutama di pembangunan plot. Eh, btw, di review buku ini saya ingin meracau saja ya. Sedang enggan menyajikan dengan terstruktur. Tapi lihat aja deh seperti apa jadinya.

Kita mulai.

Pertama. Buku ini dibangun dengan imajinasi yang keren, namun lemah dalam bangunan logisnya. Semacam terlalu banyak penggampangan.
Ketika upacara pemanggilan roh terjadi di kampung Ichon, kenapa Si Jaga Portibi baru muncul di hari itu? Di upacara-upacara sebelumnya, apakah Si Jaga Portibi tidak bisa menemukan keberadaan Ichon? Atau karena Ichon tidak mendengar musiknya, makanya dia tidak bisa melihat Si Jaga Portibi? Padahal dijelaskan bahwa ketika upacara pargondang itu dilakukan, batas antara dunia manusia dan dunia roh menjadi menipis, dan Si Jaga Portibi selalu berada di dekat Ichon. Anehnya lagi, kemunculan Si Jaga Portibi justru membuat keberadaan Ichon—sebagai peretas mimpi—menjadi terendus Sarvara, padahal, semestinya Si Jaga Portibi itu baru muncul kalau Ichon sudah terancam. Bukannya menjadi pelindung, dia justru menjadi penyebab kemunculan ancaman.

Di bagian ketika Ichon alias Alfa mengikuti seminar Tom Irvine, saya bahkan sampai terkekeh. Kenapa argumen sederhana Ichon—yang sebetulnya anak-anak ekonomi yang belajar marketing pasti paham itu—bisa jadi spesial buat Irvine? Sampai-sampai Irvine mengundang Ichon untuk bicara berdua. Saya sampai berdecak, “Ternyata anak kampus Amerika bodoh-bodoh. Kalau di seminar itu ada gue, jelas gue yang akan lebih dulu menjawab pertanyaan Irvine.” Nyatanya, saya memang sudah tahu jawaban pertanyaan Irvine bahkan sebelum berganti paragraf. Pembaca lain pun pasti ada yang mengalami ini.

Kemudian, ketika Ichon ikut lomba main musik. Aduhai, ini anak kok sepertinya memenangkan itu dengan mudah ya? Deskripsi yang dibangun ketika dia memainkan gitar dan bernyanyi sama sekali tidak spesial. Kenapa dia bisa menang? Saya kepikiran, jangan-jangan Ichon ini memang pakai dukun untuk memenangkan lomba itu. Eh, atau yang main gitar itu sebetulnya bukan Ichon, melainkan Si Jaga Portibi? Ngeri kali, Bang!
Selanjutnya, tentang ketakutan yang dia alami dalam mimpi dan tidurnya. Dia pernah diancam bahkan disayat di pipi oleh Rodrigo dan Rodrigo sampai bilang, “Wow, Men! Nyali lu bahkan lebih gede dari otak lu!” Deskripsi emosi Ichon dalam adegan itu sungguh keren, pemberani, tidak ada nuansa takut sama sekali. Anehnya, dia justru membiarkan sebuah mimpi menakutinya—selama bertahun-tahun! Apalagi kalau dikaitkan dengan fakta bahwa dia orang cerdas, insinyur (iya kan ya?), dan belajar banyak hal lain. Kok bisa, ya, dia bela-belain jadi insomnia menahun hanya karena takut sama mimpi? Takut dibekap dengan bantal? Jauhkan bantalnya, Chon, jauhkan! Kamu tidak terpikir pada hal sesimpel ini?

Inilah kenapa saya bilang Ichon pecundang, atau, lebih tepatnya, dia tidak konsisten sebagai sebuah karakter fiksi. Kecuali jika penulis memang bermaksud membangun karakter yang semacam itu. Satu contoh paling jelas, sikap Ichon yang cengeng dan penuh drama itu dijelaskan pada dialognya Nicky di halaman 261. Kata Nicky, “Dua jam lalu, saya melihat seseorang yang panik, ketakutan, dan bermasalah besar. Dua jam kemudian, saya melihat seseorang yang defensif dan tidak mau dianggap bermasalah.” Iya, Ichon, kamu ribet.

Terakhir, ketika Ichon pindah dari Jakarta ke Amerika, kenapa ayahnya tidak melarang? Padahal di perdebatan sebelumnya—ketika Gultom main ke rumah mereka—ayahnya berkeras bahwa yang akan berangkat adalah abangnya Ichon dan Ichon akan lanjut kuliah di UI. Eh, ujug-ujug Ichon berangkat ke Amerika. Tidak ada perang mulut yang terjadikah? Yang ada hanya air mata keluarga yang melepasnya pergi. Lagi-lagi Ichon ini gampang banget hidupnya.

Bagian kedua. Saya ingin membahas deskripsi Dee tentang dunia dalam mimpi. Beberapa kali Dee terpeleset atau mungkin bingung untuk membangun dunia itu. Ini contohnya, di halaman 345, ada dua kata yang tertukar, “Jadi, aku harus jatuh dari Antarabhava untuk bisa ke Asko, walaupun Antarabhava letaknya di atas Asko.” Ketemu kan?
Kemudian, di halaman 432-433, ada penjelasan yang justru membuat saya bingung, yaitu ketika Dr. Kalden berkata, “Kamu akan masuk dan keluar dari Asko dengan sepenuhnya sadar. Lakukan semua tahap visualisasi yang kutulis di buku (ini seperti apa jelasnya?). Begitu kamu melihat lorong, jangan lawan (gimana cara melawan lorong?). Ikuti saja.

Biarkan dia menarikmu masuk (oke, berarti lorong ini mengisap). Kamu harus mulai stabil dari awal menutup mata (penjelasan ini mestinya di depan, Doktor!). Sthirata yang akan membuatmu bertahan meski muncul rasa sakit, takut, ragu, bahkan euphoria. Anggap sthirata sebagai tongkat penyeimbang di atas tali dan kamu harus menyeberangi sungai emosi dan sensasi fisik. Jatuh berarti hanyut. Apa pun yang terjadi, jangan biarkan dirimu hanyut (Jadi jangan biarkan lorong itu mengisap?). Hanyut berarti perjalananmu bubar. Mengerti?”

Jawaban saya ketika membaca dialog itu, “Saya tidak mengerti, Doktor! Izinkan saya baca ulang penjelasanmu!” Setelah saya baca ulang, tetap membuat bingung dan sebuah pertanyaan tertinggal di kepala saya, “Jadi harus membiarkan diri kita diisap atau harus melawan?” Jika memang dunia mimpi punya Ichon itu dibangun dengan desainnya sendiri dan Dr. Kalden—sebagai infiltran—tidak lupa akan itu, harusnya penjelasannya lebih jernih, tidak berputar-putar dalam medan abstrak dan terjebak dalam anggapan.

Ketiga, tentang dialog. Buku ini mencampuradukkan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dalam satu pengucap yang sama, dan itu di Amerika. Ini cukup mengaburkan imajinasi saya. Saya selalu membayangkan bagaimana si tokoh mengucapkan dialognya dan bahasa apa yang sebetulnya dia gunakan. Maka, ketika dua bahasa digabung penggunaannya, saya jadi heran, yang mana tokoh yang sebetulnya berbahasa Indonesia, yang mana yang berbahasa Inggris, Meksiko, Tibet, dll. Saya lebih senang jika mereka semua memakai bahasa Indonesia, dan khusus untuk beberapa kata yang tidak bisa dibahasaindonesiakan (karena berbagai sebab), barulah tetap dalam bentuk bahasa aslinya.

Dan yang terakhir, barangkali ini yang paling menyebalkan. Jika memang para Sarvara itu tidak akan pernah mati dan mereka bisa memilih bentuk apa pun yang mereka mau ketika fisik mereka rusak, kenapa Pemba tidak membunuh Ichon alias Alfa ketika mereka di mobil dan Nicky kesulitan bernapas? Kenapa Pemba harus menunggu saat-saat yang tepat jika misi terbesarnya adalah membunuh Alfa dan dia bahkan bisa hidup lagi jika terbunuh? Belum lagi jika melihat fakta bahwa Sarvara sangat membenci peretas mimpi. Kalau saya punya modal kebencian dan keabadian seperti mereka, saya akan langsung menyerang Alfa di mana pun saya berada. Saya tidak akan peduli jika saya ditangkap polisi atau dimarahi mamak saya. Serius deh. Ketika adegan Alfa menahan satu tangan Pemba dan Pemba hampir jatuh dari jembatan, kenapa Pemba tidak menyerang bagian nadi Alfa? Dia malah menyerang ke arah yang jelas sulit dijangkau. Dikatakan pula bahwa Sarvara ini ada banyak di Lasha. Lalu kenapa si Pemba tidak mengajak teman-temannya? Kenapa dia cuma menyerang sendirian? Kenapaaa?
Keroyok saja si Alfa itu, pasti mati dia! Bah!

Banyak tokoh yang terlalu kelihatan bodoh, dan yang pintar sekaligus dimudahkan jalan hidupnya hanyalah Alfa. Semua untuk Alfa. Ini semacam menonton film action yang gerakan musuhnya sering lamban bahkan ceroboh sementara si jagoan selalu teliti dan tidak kehabisan energi. Bah!

Saya sebetulnya menikmati bagian awal buku ini, ketika Ichon masih di Medan. Saat dia pindah ke Jakarta, lalu Amerika, habis sudah; sepanjang buku ini berisi kebosanan dan pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab. Bagian paling tidak penting dalam buku ini adalah ketika Ichon di Hoboken. Bagian itu dibuang pun hasilnya pasti sama saja. Demikianlah.

Akhir kata, kapan-kapan Alfa mesti main ke dalam mimpi saya. Saya jamin dia akan terkencing-kencing di sana, dan dengan begitu dia akan lebih tenang ketika menghadapi mimpinya sendiri.

Tertanda,
Joseph Gordon Levitt
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Kasandika Ganiarsa.
4 reviews5 followers
August 21, 2016
Sebelumnya, saya ingin mengatakan bahwa tulisan ini mungkin tidak sepenuhnya adalah review saya untuk Gelombang, tetapi lebih kepada opini saya terkait serial Supernova Dee.

Akhirnya, setelah menunggu 2 tahun yang terasa sangat lama, kepingan baru dari serial Supernova terbit juga. Setelah merasakan dahsyatnya KBPJ, Akar, Petir, dan Partikel, rasanya tidak sabar untuk langsung membaca Gelombang segera setelah bukunya sampai ke tangan walaupun ujian tengah semester sudah di depan mata. Dan lagi-lagi, saya dibuat terpukau oleh Dee. Gelombang habis saya baca "hanya" dalam waktu enam jam. Itu pun karena harus diselingi kegiatan mempersiapkan UTS yang terus menghantui selama membaca Gelombang, walaupun pada akhirnya tidak berhasil mengalahkan rasa penasaran untuk terus membaca sampai usai. Di akhir perjalanan saya bersama Alfa, saya rasa saya harus mengakui Dee sebagai penulis Indonesia favorit saya sepanjang masa, karena tidak ada karyanya yang saya tidak suka.

Kemampuan Dee yang paling mengesankan, menurut pendapat saya pribadi, adalah bagaimana ia bisa meniupkan 'ruh' kepada masing-masing karakternya sehingga mereka menjadi 'individu' yang terasa sangat nyata, tidak dibuat-buat, dan tidak terasa diciptakan oleh orang yang sama. Mungkin selama ini banyak yang mengkritik Dee karena gaya kepenulisannya pada setiap seri Supernova seolah berbeeda. Namun bagi saya, itu adalah cara Dee menghidupkan karakternya dan ia membuat saya seolah mengenal masing-masing karakter dan dapat memahami ,atau setidaknya melihat dunia, melalui kacamata mereka. Jika ternyata hal itu membuat gaya kepenulisan tiap seri Supernova berbeda, saya menganggap hal itu sangat wajar, toh cara bernarasi setiap orang pasti berbeda-beda bukan? Ya, Dee berhasil membuat saya merasa setiap karakternyalah yang menceritakan kisah mereka kepada saya secara langsung tanpa melalui perantara siapapun. Kemampuan ini pula yang membuat saya selalu menantikan setiap seri dari Supernova, karena setiap seri menawarkan pandangan baru, melalui individu dengan karakter yang berbeda, sehingga Supernova tidak menjadi serial yang membosankan.

Kehebatan Dee yang lain adalah kemampuan risetnya sehingga dapat menghasilkan cerita yang tidak hanya mengesankan, tetapi juga terasa nyata. Perjalanan Alfa dan Zarah misalnya, tidak akan terasa nyata dan menghanyutkan andai terasa palsu. Tetapi, meskipun Dee mungkin belum pernah ke Tibet atau pedalaman hutan tempat orangutan tinggal secara langsung, she wrote like she's been to one and she make us feels like we are currently visiting the places. Kemampuan riset Dee pula yang membuat saya, meskipun mungkin tidak memiliki ketertarikan personal yang sama dengan Dee, tetap terpesona untuk membaca dan sekaligus menjadi penasaran untuk mencari lebih jauh tentang hal-hal yang dibicarakan Dee dalam bukunya.

Yang terakhir, yang paling saya tidak mengerti, adalah bagaimana Dee bisa menyihir karyanya menjadi karya-karya yang seolah tetap melekat di pikiran lama setelah saya meletakan fisik bukunya. Sampai detik ini saya masih dapat mengingat sebagian besar perjalanan hidup Alfa (walaupun hanya saya baca dalam waktu 6 jam) dan bahkan , yang merupakan karakter favorit saya, perjalanan Elektra (yang bukunya terakhir saya baca bertahun-tahun yang lalu).

Episode ke 5 dari 6 Supernova sudah terbit, hanya tinggal satu kepingan terakhir yang akan meng-khatam-kan perjalanan ini. Walaupun tentu sangat tidak sabar menanti kepingan terakhir Supernova terbit, saya berharap Dee tidak terburu-buru untuk menyelesaikannya. Supernova adalah perjalanan panjang yang sangat menyenangkan, dan saya benar-benar berharap Dee akan menyelesaikannya dengan luar biasa. Selamat menulis, Ibu Suri....
Profile Image for Meidha Audina.
6 reviews
November 11, 2014
I can't even believe I could finish Gelombang this fast, dua hari kurang lebih, di mana beberapa buku banyak yang saya tinggal unfinished, kalau nggak karena lupa, ya bosan. Tapi buku ini entah kenapa berhasil saya selesaikan cepat. I'm wow-ed. Yang lucu adalah, saya baru mulai baca Supernova sekitar satu tahun lalu, mulai dari Partikel, kemudian Petir. Nggak lama ini dapet pinjeman KPBJ dan sempet baca setengahnya, dan baru berniat membaca Akar setelah itu (Akar sendiri adalah buku seri Supernova yang pertama kali saya lihat di perpustakaan kota waktu SMP. Karena cover-nya yang seram (dulu, sekarang kan covernya hitam semua), saya waktu SMP udah langsung serem sendiri bahkan untuk megang buku itu). Despite cara baca seri buku ini yang acak, I couldn't agree more that Supernova is the best Indonesian serial novels I have ever read. Sukses Kak Dee.
Profile Image for Stebby Julionatan.
Author 16 books55 followers
November 30, 2014
RINDU GAYA PENULISAN DEE YANG RINGKAS DAN TANGKAS*)


Bagi penggemar serial Supernova, Anda tak perlu lagi menunggu satu windu untuk mengerti bagaimana kelanjutan kisah cinta segitiga antara Ferre, Diva dan Gio. Kali ini, jarak terbit Gelombang dengan pendahulunya (baca: Partikel) hanyalah 2 tahun. Dan tentunya, dengan rentang waktu yang relatif lebih singkat tersebut, menjadi semacam kelegaan tersendiri bagi Anda –para penggemarnya, yang sudah penasaran dengan bagaimanakah kelanjutan hubungan Dhimas dan Ruben pasca gagalnya makan malam romantis menandai dua belas tahun kebersamaan mereka. Apakah Dhimas akan memutuskan Ruben setelah mendapatkan email dari Gio?

Bersabar. Ya, saya sarankan Anda untuk sedikit bersabar. Anda harus kembali, sedikit menahan, keingintahuan Anda tentang bagaimanakah kelanjutan kisah cinta yang serba berliku dan tak biasa ala Supernova. Meski keempat tokoh yang membantunya (Bodhi, Elektra, Zahra dan sekarang Alfa) sudah muncul, Dee sepertinya masih irit. Masih penuh misteri. Penulis kelahiran Bandung, 20 Januari 1976 itu sepertinya, sekali lagi, masih senang memaparkan tanya ke benak para pembaca setianya mengenai detail dari sebuah konsep besar Supernova yang diusungnya.

Sebagai bagian terakhir (baca: bagian keempat) dari episode Intelegensi Embun Pagi, Gelombang memang tidak bisa dilepaskan begitu saja dari para pendahulunya. Akar, Petir dan Partikel. Gelombang, dengan tokoh utamanya Alfa, memang bisa dibaca terpisah dan menjadi novel mandiri. Kisah yang berdiri sendiri. Namun, buku kelima dari serial Supernova ini tetaplah bagian dari sebuah puzle yang tidak lengkap ketika kita tidak menyatukannya dengan potongan-potongannya yang lain. Seperti yang saya rasakan saat ini, untuk meresensinya saja, saya harus kembali melirik beberapa bab di Akar dan Petir, termasuk juga browsing tempat-tempat eksentrik, seperti: Madidi, Vallegrande dan Hoboken.

Sebelum bercerita mengenai sosok Alfa, novel setebal 482 halaman ini dibuka dengan keputusasaan Gio dalam upayanya melacak keberadaan Diva yang hilang di Hutan Amazon. Lewat 40 hari dan Diva tak jua ditemukan. Dan intuisi Gio mengatkan bahwa dia harus pulang ke Jakarta.

“Ada satu alamat e-mail yang dia (Diva, pen.) cantumkan di daftar emergency sebelum memulai ekspedisi. Mungkin, aku akan coba ketemu orang itu. lokasinya di Jakarta,” Gio berkata. Menekankan pada kata “mungkin”. (hal. 8)

Tapi, tentunya, itu semua terjadi sebelum ia kembali bertemu dengan Amaru, pria bermontera merah menyala yang pernah ditemui Gio di Vallegrande. Pria yang nampaknya terburu dan menjejalinya denga 4 buah batu hitam berukir, sesaat sebelum Diva dikabarkan menghilang. Kini, Amaru kembali muncul begitu saja di apartemen Gio dan Pedro, sahabatnya, dan meminta Gio untuk menemui Madre Ayahuasca.

Apakah itu sebuah pertanda bagi Gio untuk menemukan Diva? Entahlah. Keping 43, Tipu Daya Ruang Waktu tersebut diakhiri diakhiri dengan salam perpisahan Amanu yang mengingatkan Gio pada ‘Chawpi Tuta’, Kabut Tengah Malam. (ref. baca Akar)

Kembali ke Alfa, pria berdarah Batak yang menjadi tokoh utama dalam novel Dee saat ini, juga memiliki keistimewaan seperti ketiga tokoh “Supernova” Dee yang lain, yang ia ceritakan pada novel-novel sebelumnya. Kalau Bodhi bisa melihat jasad renik, Elektra biasa bermain dengan petir, Zahra mampu berjalan di dalam hutan dengan mata tertutup, Alfa pun terlahir dengan keanehan yang sama. Ia tidak bisa mendengar beberapa alunan suara gondang, termasuk alunan gondang ‘tersakral’, Gondang Raja Uti. Sebab, jika gondang tersebut dimainkan, Alfa bakal blingsatan. Berteriak-teriak dan meraung-raung tak tentu arah (hal. 24)

Namun, saat usianya beranjak 12, Bapak –ayah Alfa, memutuskan bahwa Alfa harus mendengarnya. Di sanalah titik masalah terjadi. Dari sebuah upacara gondang akhrinya mengubah kehidupan Alfa untuk selamanya. Bocah asal dusun kecil di ujung Sumatra (baca: Sianjur Mula-Mula) yang belum balig tersebut akhirnya terus dihantui oleh mahluk misterius berjuluk Si Jaga Portibi. Tak hanya itu, sejak malam itu, orang-orang sakti di kampungnya pun berebut, menginginkan Alfa menjadi murid mereka. Dan, yang paling mengerikan dari itu semua, setiap tidur Alfa menjadi semacam pertaruhan nyawa. Sesuatu menunggu Alfa di alam mimpi.

Ia pun berlari. Perantauan Alfa jauh membawanya hingga ke Amerika. Berjuang sebagai imigran gelap yang ingin mengubah nasib dan status. Pada suatu malam, kehadiran Star (ref. baca Akar) memicu Alfa untuk menghadapi ketakutan terbesarnya. Alam mimpinya ternyata menyimpan rahasia besar yang tidak pernah ia bayangkan. Di Lembah Yarlung, Tibet, jawaban dari semua pertanyaan itu mulai terkuak.

Dalam buku ini, adegan yang paling saya sukai adalah saat Alfa harus menghadapi gangguan banyak gangster yang berkeliaran di lingkungan slum-nya di Hoboken. Gegara lift di dalam apartemen yang ditinggalinya macet, maka Alfa harus mengambil jalan manual, menuruni tangga dan menghadapi para gangster di setiap tingkatannya. Sesuatu yang langsung mengigatkan saya pada aksi-aksi keren di film The Raid.

Soal kekurangan, entahlah, jujur ini buku Dee yang paling sulit untuk saya baca dan pahami. Butuh membacanya berkali-kali sampai saya mengerti konsep apa yang ingin dituangkan Dee dalam novel ini. Terutama soal mimpi dan tidur alfa. Saya juga bukan penikmat drama yang bertele-tele, yang dipajang hingga berbab-bab atau berlembar-lembar banyaknya. Sehingga saya teramat merindukan gaya penulisan Dee yang ringkas dan tanggas seperti pada Akar atau Petir, masa-masa sebelum Dee menulis Perahu Kertas yang penuh drama. Tapi apapun itu, Dee tetaplah corong dan pelita bagi penulis-penulis muda bahwa dunia literasi Indonesia tidaklah mati. Ia, bagi saya pribadi, adalah orang bisa mengawinkan industri dan sastra yang berbobot. Ia mengajarkan tentang pentingnya ketekunan dan kerja keras lewat prosesnya berkarya.

Di akhir resensi, ijinkanlah saya kembali menyitir kata-kata Dee: “Engkaulah ketunggalan sebelum meledaknya segala percabangan. Bersatu denganmu menjadikan aku mata semesta.” Salam.

*)resensi ini dimuat di harian Kabar Probolinggo, Jumat, 28 November 2014.
Profile Image for Alesie.
35 reviews8 followers
March 10, 2024
5/5 ⭐

Seriously, Gelombang by Dee Lestari is beyond words; it's so good I'm speechless. There's no way to fully capture its brilliance. Dee Lestari's talent is just remarkable. It's no wonder she's become one of my absolute favorite local authors.

Aku sampai gabisa bikin review-nya 😭😭😭

Listen up, I highly recommend delving into the Supernova series. In my humble opinion, it stands as the absolute pinnacle of local fantasy literature throughout my entire existence. No contest.
Profile Image for Awal Hidayat.
195 reviews35 followers
April 3, 2015
Gelombang: Se(a)gala Berawal dari Mimpi

Beberapa malam belakangan ini tidur saya menjadi tidak teratur. Mulai terlelap setelah pukul sebelas malam, dan kadang-kadang terbangun tanpa sengaja di pukul satu atau dua dini hari. Mimpi buruk selalu melanda, tidak dalam satu tema yang sama. Sekali waktu, saya memimpikan kerabat yang meninggal. Lain waktu, kekasih saya menjadi jauh dan tidak lagi peduli dengan hubungan kami. Beragam hal buruk kemudian bertubi-tubi datang dalam tiap bunga tidur. Dan semuanya menjadi makin tak terkendali.

Ah, saya memang tipikal orang yang pelupa. Setelah membaca buku bacaan ringan di malam hari sembari berbaring santai di kasur, tanpa sadar mata tiba-tiba terpejam. Kapabilitas untuk lama-lama membaca tak lagi setangguh biasanya beberapa pekan terakhir ini. Saat terbangun dengan peluh dingin itu, saya baru disadarkan kalau lupa merapalkan mantra sebelum tidur, BismikaAllahumma ahya wa amutu. Mengucap istighfar disertai segelas air putih menjadi satu-satunya penyembuh paling mujarab dari situasi yang tidak sehat untuk pikiran.

Mengingat tentang mendapatkan nightmare, satu yang terlintas di dalam benak ialah Alfa Sagala. Karakter utama besutan Dewi “Dee” Lestari dalam salah satu serial Supernova: Gelombang. Dalam buku ini, Alfa Sagala diceritakan bahkan sejak ia lahir. Sejak itu pula, dalam satu malam, ia mulai mendapatkan firman melalui mimpi-mimpi buruknya. Malam-malamnya pun dilalui dengan pertaruhan antara hidup dan mati yang mengerikan. Walaupun dalam beberapa waktu, bunga tidur “bangkai” yang menjadi langganan pengisi malamnya sempat vakum. Di lain waktu, ia bahkan merelakan untuk tak tidur berjam-jam demi menghindari mimpi buruknya.

Lucid dreaming yang dialami Alfa, hampir-hampir sama dengan yang datang di beberapa malam belakangan. Ada kerabat yang tiang bendera putih terpancang dari depan rumahnya, dan kekasih yang tidak lagi sepeduli biasanya.

Antara Alfa dan saya, memang masih jauh kompleksitas mimpinya. Ketimbang mimpinya, apa yang saya punya masih belum apa-apa. Kecuali, kalau saya memang Alfa di dunia parallelnya Gelombang. (saya mungkin akan bahagia, Alfa termasuk karakter kegemaran saya dalam serial ini).

***

“Selapis kelopak mata membatasi aku dan engkau
Setiap napas mendekatkan sekaligus menjauhkan kita
Engkau membuatku putus asa dan mencinta
Pada saat yang sama”


Tak lengkap rasanya bila membaca serial ini tanpa dimulai dengan puisinya yang khas. Tiap sajak seperti memberikan bocoran perihal karakter dalam tiap serialnya. Dan sekalipun tak pernah, puisinya menjadi kekecewaan. Yang ada ialah semacam sihir untuk melanjutkan membuka halaman berikut. Lihat saja dua larik terakhir: Engkau membuatku putus asa dan mencinta// Pada saat yang sama. Ya salaam… tangan siapa yang tak tergoda?

Pertama, diceritakan kembali Gio dalam pencariannya untuk menemukan sang “Diva” kekasih. Baru beberapa lembar, saya sudah mulai trenyuh dengan kelanjutan ceritanya, apalagi percakapan dengan Paulo, dan Mama. Tentang harapan yang sudah di ambang pupus tetapi tetap ada untuk bertemu dengan Diva. Barulah, setelah pertemuan Gio dengan Amaru, misteri sedikit lebih mudah terpecahkan.

Di keping berikutnya, muncullah Alfa a.k.a Ichon a.k.a Thomas Alfa Edison. Karakter baru yang lahir di Sianjur Mula-Mula, kampung manusia pertama manusia di tanah Batak. Seperti serial sebelumnya, Dee tetap mempertahankan ke-fiksi ilmiah-annya. KPBJ dengan teori-teori kuantum. Akar dengan teori spiritual. Petir dengan teori kelistrikan. Partikel dengan teori fungi. Dan di Gelombang yang diturutkan dengan teori mengenai mimpi ditilik dari segi sains.

Perjalanan Alfa dimulai dengan kehidupan kecilnya di daerah kelahirannya, Batak. Dari situlah mimpinya bermula. Hingga kemudian petualangannya untuk diperebutkan oleh dua Ompung. Pilihan-pilihan yang dihadapkan padanya hampir menjerumuskannya dalam ketiadaan materi. Kehadiran Ompung Ronggur Panghotur pun menjadi yang pertama sebagai penjelas misteri Alfa.

Seiring halaman, seiring waktu, Alfa banyak kali bermigrasi. Pertama, ke Jakarta. Lalu, ke New York. Dan, terakhir ke Tibet. Kembali khas serial Supernova, Dee selalu hendak meneguhan niat untuk membawa pembacanya berkeliling dunia. Perjalanan-perjalanan Alfa di tiap daerah yang ia tempati pun selalu menjadi cerita dengan kesannya tersendiri.

Kisah from zero to hero Alfa ketika merantau di Amerika. Pertemuannya dengan Ishtar menjadi teka-teki tambahan yang membuat kuriositas semakin ani klimaks. Termasuk dengan hari-harinya dengan Nicky, asisten dokter spesialis gangguan tidur. Belum termasuk pula dengan pencariannya ke Tibet untuk mengejar Dr. Kalden Sakya yang dianggap sebagai juru kunci mimpi-mimpi Alfa. Kemunculan Diva dalam mimpi Alfa juga menjadi penguak tabir. There is always a light at the end of the tunnel, saya mengimani akan menemukannya dalam Intelegensi Embun Pagi.

Oh ya, saya justru paling suka pada bagian perpisahan Alfa dan Nicky dalam serial ini.

"“Are you that stupid or you just want me to slap you hard?”

“I hate you, Alfa Sagala. I really hate you,”

Hati seseorang hancur dan akulah penyebabnya."
Profile Image for Lila Cyclist.
853 reviews71 followers
November 7, 2017
Sedikit terengah saya membaca seri Gelombang ini. Dibandingkan Partikel yang bisa saya selesaikan dalam waktu 3 hari, seri yang ini lebih dari seminggu baru selesai. Entah karena godaan manga, godaan dorama atau Jmovie atau blogging selingkuhan. Entahlah. Tapi yang jelas, saya tetapi kembali meneruskan membaca petualangan Alfa Sagala alias Gelombang.

Jika di Partikel mbak Dee mengambil setting Jawa Barat, di Novel ini penulis memilih setting Batak. Yang menjadi masalah buat saya yang membaca Novel ini dalam bentuk Ebook di Bookmate adalah glossary yang banyak sekali dan saya pikir bakal susah untuk melihat daftar glossary yang biasanya berada di bagian akhir Novel. Tapi kemudian saya iseng meng-klik hyperlink yang nyala setiap kali kosan kata muncul di halaman tersebut. Eeehhhh...ternyata langsung pop up di halaman itu juga, saudara-saudara... Dasar katrok :D

Sebenarnya Gelombang dan Partikel sama menariknya. Partikel banyak membahas tentang spiritualitas sementara Gelombang banyak bercerita tentang mimpi masa depan dan mimpi secara harafiah. Alfa yang memiliki nama panjang Thomas Alfa Edison, yup, ia memiliki nama ilmuwan Itu! memiliki mimpi masa depan yang sangat tinggi. Di awal membaca kisah Alfa ini berasa membaca kisah kisah inspirasi :D . Hingga kemudian cerita mengerucut ke masalah kebiasaan tidur Alfa yang unik cenderung abnormal. Hingga mimpi seram yang tak bisa ia pahami hingga ia menyerahkan dirinya pada ahli mimpi. Disinilah cerita mulai sangat menarik hingga susah untuk melepaskan buku, eh, tablet. Pertemuan demi pertemuan dengan berbagai macam sosok di alam mimpi Alfa menjadi hal yang menarik untuk diketahui. Lebih menarik lagi Dee mencantumkan beberapa referensi seputar REM, rapid eye movement dan sebangsanya itu. Sebagai pembaca awam seputar alam mimpi, saya cuma bisa pasrah menikmati uraian para oreanutik atau apalah itu, yaitu Dr. Colin dan Nicky Evans serta Kalden, ahli mimpi asal Tibet.

Perjalanan ke Tibet sayangnya tidak memakan porsi cukup banyak meski cukup dipahami sih kenapa tidak mengambil porsi sebanyak keberadaan Alfa di New York. Alam mimpi Alfa ketika ia berada di dekat Kalden, sangat seru tapi sangat membuat saya pusing. Beberapa istilah Savara, peretas dan lainnya masih kurang saya pahami. Otak panci saya ini cuma paham mana yang nantinya bakal menjadi sosok protagonis untuk berada di samping Alfa dan mana sosok antagonis yang bakal berhadapan dengan Alfa di buku terakhir, Intelegensia Embun Pagi.

Aahhh... jadi ngga sabar mau baca lanjutannya. Si mas di pesawat itu bakal jadi peretas atau Savara yaaaa....
Profile Image for Adam Nugroho.
6 reviews4 followers
October 31, 2014
Awalnya saya pikir akan banyak dijelaskan mengenai aspek sains dari gelombang.
Ternyata yang masuk hanyalah sejauh dari penamaan tokoh saja, yakni Alfa.
Alfa filosofinya adalah jenis gelombang untuk tingkat kesadaran paling sadar.
Artinya si tokoh utama ini punya tema "kesadaran diri".
Hanya sampai situ saja saya bisa menghubungkan dengan sains nya.

Memang dunia mimpi terkait dengan gelombang kesadaran itu. Namun ternyata mimpi itu hanya dibahas kulit luarnya saja, menurut saya. Karena istilah dan teknik dalam mimpi seperti lucid dream yang mampu mengeluarkan roh kita dari raga tidak didetailkan.

Padahal mengingat buku-buku sebelumnya, banyak sekali penjelasan sains yang menarik bagi kita karena merupakan sains langka yang tidak diajarkan di sekolah. Terutama sekali pada buku 1 KPBJ dan buku 4 Partikel.

Terlepas dari ekspektasi saya yang tidak terwujudkan, jalur ceritanya cukup menarik. Namun betul kata sebagian reviewer lainnya di sini, alurnya sama dengan Zarah di Partikel. Namun buat saya Partikel lebih menarik. Karena betul lagi kata sebagian reviewer di sini, bahwa pengembangan karakter Alfa kurang menarik, mengingat nasibnya yang lurus: kepintaran yang membuat dia sukses. Namun di atas itu, sifatnya juga hmm... gimana ya, rasanya kurang ter eksplor lagi.

Ohya btw, saya baru tahu Dee itu agamanya Buddha dan suaminya pengajar self-healing. Pantesan Supernova ini grand design nya semacam reinkarnasi dan spell buddhist ga cuma di Akar aja, tapi ada juga di Gelombang.

Omong2... yang mendapat pesan Selamat Menjadi: S cuma Akar dan Partikel ya? Hmm...
Profile Image for Ellya Khristi.
204 reviews14 followers
November 17, 2016
Saya tidak berekspektasi apa-apa sebelumnya, tidak membaca resensi apapun, dan murni membeli ini karena sudah kadung mengkoleksi seri Supernova lainnya :p

Buku ini saya baca sampai habis dalam tempo 4 jam, dan saya berakhir mengalami book hangover.
description

Buku ini banyak menyimpan hal-hal yang sukai, seperti budaya (Batak), mitologi, dunia mimpi, dan Tibet. Tentu saja buku ini sedikit banyak tersambung dengan buku kedua (Akar) dengan munculnya dua tokoh yang sama.

Inti dari ceritanya pun masih memiliki garis merah yang sama : pencarian jati diri, lika-liku hidup yang membentuk tokoh utama menjadi seperti saat ini, dan jawaban dari apa arti mimpi-mimpi buruk yang menghantuinya selama ini dan kemunculan makhluk misterius seperti Jaga Portibi (yang entah kenapa, dalam imajinasi saya dia seperti Toothless bertudung).
description

Tokoh-tokoh lain yang bertemu dengan Alfa juga membekas di hati, bukan sekedar pengisi untuk latar belakang disana-sini. Love it or hate it, semua punya peran penting dalam membentuk karakter Alfa, menurut saya. Termasuk si Rodiguez, pimpinan geng Meksiko yang ternyata bodi Rambo hati Rhoma Irama *jengjeeeeng*.
Profile Image for Mario.
74 reviews6 followers
October 23, 2014
Gelombang memberikan detail cerita yang bertele-tele. Namun saya tau, bertele-tele adalah cara Dee untuk menjelaskan seperti apa karakter yang ia bangun, meskipun sebetulnya agak gagal untuk saya, karena saya belum bisa mendalami karakter Alfa dengan baik, kelebihannya seperti apa, nilai apa yang bisa diambil, gimana cara dia berpikir, sisi uniknya dari mana, dan apa yang bikin dia lebih 'pinter' dari orang lain.

Sebaliknya, justru dalam Partikel, buku setebal itu sangat worth sama pendalaman karakternya Zarah, dan semua hal, pengetahuan serta pengalaman yang ia perdalam, dan perjuangannya untuk mencapai cita-cita. Begitupun halnya dalam Petir dan Akar. Bagi saya tujuan buku ini hanya menarik kesimpulan buat pembaca terhadap rasa penasaran dari keterkaitan cerita antara Alfa dan karakter-karakter sebelumnya.

Kalau bukan karena ngebet banget pengen nge-review, mungkin Gelombang bakal lama banget saya selesaikan nih...

Buku ini biasa aja, ga ada yang spesial, jadi ga ada yang perlu dilebih-lebihkan :)
1 review
November 28, 2014
Menurut saya, kesuksesan buku ini (secara jumlah penjualan dalam 1 bulan katanya mencaai 20ribu eks), semata-mata bukan karena ceritanya menarik, atau plotnya memikat. Tp semata mata karena nama besar Dee Lestari yg sukses dengan Supernova nya. if this written by somebody else, not so sure will also boom. Percaya sama saya, the book readers finally will realize that they only bought the brand not the product. Ceritanya membosankaaaaan buangetttt ngettt ngettt.

SUmpahhh, sooo draggy dan kerasa Dee terlalu expose pengetahuannya yang berlebihan sehingga malah yang baca (oke yakin kok Dee intellegent), rada ngrasa "whattt??''.

Sy setuju dengan yg lain, awalnya oke sih. Begitu sampai ke Amerika, haduh... itu sampai selesai bener bener ngeselin ceritanya, bertele-tele, muter-muter, di skip 100 hal aja bisa lah ngikutin lagi, tokoh2nya dipaksakan dihadirkan, dan enggak membentuk cerita yg utuh untuk epsiode Alfa. Dee terlalu berkubang dengan pengetahuan, tp plotnya sangat sagat lebay dan lemah jadinya lebayamah.

Soooo dissapointed.
Profile Image for Aibara Tokyo.
23 reviews1 follower
August 23, 2022
Untuk buku ini kayanya 4 bintang cukup. Soalnya dari pertengahan sampai akhir banyak hal yang malah bikin bingung sampe gua sakit kepala sendiri wkwkwkwk. Kaya semua maksud adanya buku 4 sebelumnya tuh langsung dimasukin ke sini dan gua harus nelen bulet-bulet informasinya.

Tapi selebihnya oke kok, masih sama penggambaran budayanya bagus banget terus informasi tentang suatu daerah atau ilmu eksakta nya juga gaada yang berubah dari buku sebelumnya.
Profile Image for Sulung  Mardinata.
42 reviews23 followers
May 8, 2015
Um, keseruannya seperti Dan Brown. Oke, tapi menurutku masih banyak hal yang tak terjawab dan mesti cari tahu sendiri. Seperti arti kalimat dan istilah-istilah asing.
Displaying 1 - 30 of 616 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.