SERIUS, buku ini saya beli semata-mata kerana filem Ada Apa Dengan Cinta. Filem remaja yang bagus mencadangkan buku yang bagus. Buku yang secara struktur dan genrenya serta pengaruh terhadap perwatakan memang saling berkait.
Aku mengangkat kisah penyair besar Indonesia, Chairil Anwar dalam betnuk skrip yang akan difilemkan pada saat dan ketika yang sesuai. Kita meneropong kepenyairan Chairil yang sangat individualistik melalui director viewfinder - ia adalah penyempurnaan kepada buku Aku Ini Binatang Jalang - kompilasi sajak-sajak Chairil.
Namun, skrip tidak ditulis untuk dijadikan teks semata-mata. Saya menanti skrip itu diangkat sebagai filem. Atau saya tertinggal tren?
awalnya gua beli buku ini dengan alasan yang sangat sepele. setelah menontton AADC (ada apa dengan cinta) gua punya keinginan untuk punya buku ini, dengan maksud terlihat seperti rangga. gua pengen sok-sok baca buku ini di kantin sambil menatap sinis pada setiap orang yang lewat. tapi ternyata gagal, muka bego gua ga cocok untuk menjadi rangga.
sebenarnya buku ini adalah skenario buatan sjuman, seorang sutradara kawakan yang bermimpi untuk membuat film tentang chairil. namun, karena tidak ada produser yang ingin membiayai film ini, skenario tersebut hanya berakhir menjadi skenario dan diterbitkan menjadi sebuah buku.
gaya bahasa dalam buku ini sama seperti gaya bahasa indonesia tahun 45. sulit dijelaskan, lebih baik anda cari buku ini lalu baca. rasakan sendiri gaya bahasanya. menurut gua pribadi, gaya bahasa ini bukan menjadi masalah yang besar untuk membaca buku ini.
bercerita tentang chairil anwar yang menjadi bohemian namun juga bisa menjadi kaum atas (bangsawan) karena memiliki hubungan darah dengan sjahrir. bagaimana pola hidup yang sembrono yang ia lalui, dan bagaimana pula kisah hidupnya ketika membuat syair atau puisi.
buku ini mendeskripsikan chairil dalam konteks yang berbeda. dibuka berbagai sikap buruk chairil dalam menghadapi hidup. seperti gaya hidupnya sebagai seorang bohemian atau kebiasaannya berbohong tentang puisi terjemahan.
Di baca ketika SMA pas jaman2 nya lagi booming "Ada Apa dengan Cinta?". Woooo, pada banyak yang minjem. Tapi kebanyakan bukan buat di baca. Hanya buat di bawa-bawa biar keliatan mirip Rangga, hohohohoho..
Teman yang pernah membaca buku ini pernah beritahu ia bukanlah sebuah cerita pendek mahupun sebuah novel-- lebih kepada skenario dan scene filem yang dikarang seorang sutradara terkenal, dan mungkin barangkali saya tidak berkenan mahu membacanya.
Saya pernah membaca puisi Chairil di bukunya sebelum ini jadi terpanggil mahu memiliki. Kisah hidup Chairil di buku ini agak tragis dan kadang saya jadi kasihan juga. Chairil, pemuisi yang penuh dengan kata magis dan puitis bahasa, si gila perempuan yang tidak peduli sengsara.
Saya suka scene waktu pertama kali Chairil bertemu Hapsah, juga pada bahagian akhir ceritanya yang agak sedikit sepi dan masih mengharap.
"Kupilih kau dari yang banyak, tapi sebentar kita sudah dalam sepi lagi terjaring..."
Bacaan yang menarik, dan wajib baca kalau peminat Rangga. 3.5 bintang!
Cinta : Ngomong-ngomong, dulu belinya di mana? Rangga : Buku ini? Di toko loak. Kalo cari di toko buku besar, nggak ada. Cinta : O, kalo saya dulu ya ke penerbitnya, jadi ya…. Rangga : Kamu punya juga? Cinta : Hmm, ya punyalah. Rangga : Suka, nggak? Cinta : Hmm, suka banget. Apalagi pas di ending-nya pas Chairil Anwar ngerasa berjalan di atas pasir. Rangga : Ya, yang dia ngerasa ada sosok dirinya di sebelahnya. Cinta : Ya, ya, ya, terus dia ngomong sendiri. Cinta & Rangga : Bukan maksudku mau berbagi nasib, nasib adalah kesunyian masing-masing... Cinta : Sayang, Sjuman Djaya keburu meninggal.
Buku ini saya dapatkan dari copyan teman saya. Sebelum itu, saya sudah mengenal buku ini lewat film Ada Apa Dengan Cinta, dimana tokoh sentralnya sangat menyukai buku ini. Karena penasaran, saya mengusahakan membaca buku ini padahal saya tidak terlalu menyukai buku yang sarat akan puisi dan sastra-sastraan. Dan Voila, inilah awal pertama sama menyukai buku sastra!
sbenernya sii belum baca buku ini tapi tau puisi "aku ini binatang jalang dari kumpulanya terbuang" saya ingin menjadi seorang penulis... maka siapa tau stelah membaca buku dari chairil anwar saya mendapat inspirasi dari seorang penyair yang terkenal ini.. bukan untuk menjadi plagiat...tapi ingin menambah wawasan aja di umur 16 saat ini.. sulit rasanya menambah wawasan untuk menjadi seorang penilis di tengah2 lingkungan sekolah yang saya pikir telah menganggap bahwa karya sastra itu tidak penting...apa lagi dengan keadan remaja yang sebagian besar lebih mencintai kesenangan.. kira2 dimana saya dapat memilikibuku ini? beli dmana ya
Aku adalah skenario film. Aku ditulis oleh Sjuman Djaya. Aku menceritakan kisah hidup chairil Anwar. dialog-dialog di dalamnya berisi puisi-puisi chairil anwar, disusun sedemikian rupa sehingga dapat menggambarkan proses perjalanan dan latar belakang bagaimana puisi tersebut dapat tercipta. Aku adalah gambaran mengenai hati seseorang yang senantiasa gelisah dan resah dalam menjalani hidup di bawah bayang-bayang penjajah. Aku adalah biografi, bukan fiksi. Aku adalah semacam catatan perjalanan, bukan drama mengharu-biru, juga bukan kisah heroik yang menggelegar. Hanya kisah seseorang yang ingin hidup merdeka, yang menuntut kebebasan. Bebas, adalah bisa mengikuti kata hati, tanpa terikat aturan, bahkan nyawa pun juga.
***
Aku (Chairil Anwar)
Kalau sampai waktuku ‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi
Maret 1943
*** di buku ini, saya bisa mengerti, bagaimana seorang yang sangat bebas, sehingga mampu membuat puisi di atas, pada akhirnya membuat puisi seperti di bawah ini :
DOA
kepada pemeluk teguh
Tuhanku Dalam termangu Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku di pintuMu aku mengetuk aku tidak bisa berpaling
pertama kali baca buku ini umurku kurang lebih 13 tahun... duduk di bangku smp kelas 2... ku akui mungkin ini terlalu berat untuk anak kelas 2 smp... sampai2 aku tidak merasa cukup membacanya hanya sekali... ku ulang terus menerus... hingga ketika untuk kelima kalinya aku membaca buku ini... kelas 3 smp... aku mulai mengutuki kurikulum sekolah yang tidak menyertakan sastra didalamnya.... mengutuki generasi muda yang tidak lagi tertarik, bahkan untuk sekedar membacanya... setelah itu aku mulai menyukai sastra... mulai menggilai chairil anwar.. dan lagi2 mengutuk karena dia meniggal dalam umur yang sangat muda... tapi... bahkan dalam waktu yang singkatpun sudah cukup baginya mengajarkan kepada kita... bagaimana makna kepenyairan yang dijalaniny... dalam waktu yang singkat dia telah menegaskan guratan keras dibuku sejarah sastra indonesia tentang seluruh hatinya... sampai umurku 15 tahun... aku tau... bahwa segalanya yang dapat aku lakukan hanyalah meneriakkan ungkapan-ungkapan hatinya kepada siapa saja yang mau mendengar... agar mereka tau... agar mereka ingat... bahwa di bumi indonesia ini.. hidup seorang chairil yang akan kekal di hati kita sampai seribu tahun... dan saat ini umurku 18 tahun... aku masih percaya... bahwa chairil hidup di hatiku... dihati seluruh manusia indonesia... dalam sajaknya yang membangkitkan bulu roma... "pekik di angkasa! perwira muda... pagi ini.. menyinar lain masa... nanti kau di nanti,, dimengerti...."
Buku ini dipopularkan dalam filem Ada Apa Dengan Cinta apabila dipegang oleh watak Rangga. Ia sebuah skrip filem mengenai penyair yang mati muda, Chairil Anwar, tetapi meninggalkan kesan yang besar kepada ranah sastera dan masyarakat negara jiran itu.
Bagaimanapun, Sjuman Djaya sendiri mengakui, skrip itu bukan untuk difilemkan pada zamannya, bahkan mungkin pada masa depan. Rasanya dengan industri filem Indonesia semakin berlumba-lumba mengangkat karya sastera mereka yang dianggap karya klasik dan berbobot - kita mungkin membilang bulan untuk melihatnya di layar perak.
Sudah tentu ia akan menjadi filem yang menarik dengan latar zaman dan masa yang Chairil Anwar menjadi antara watak penting dalam sebuah perjalanan negara daripada dibungkam penjajahan kepada negara merdeka yang taring-taring ideologi menanti untuk mengambil giliran.
Dulu bangetttt, waktu abis nonton AADC. Aku nggak terlalu pengen beli buku ini. Yang paling aku pengen setelah nonton AADC adalah pergi ke kwitang! Cuma anehnya...aku lupa mau beli buku ini. Belinya malah buku-buku lain....karena waktu itu terlalu banyak lapak dan bikin pusingggg.
Udah tahu deh kwitang dimana. Terus setelah lama...lama...beberapa tahun gitulah lupa. Aku ke kwitang lagi dan gak lama setelah itu kwitang digusur. Makin lupa mau beli buku ini.
Dan akhirnya ke beli juga nih buku!
13 Mei 2012 di GF Blok M square.
***
Tebal bukunya sebenarnya bisa aku habisin baca dalam sehari. Tapi aku sibuk, jadi bacanya disela-sela jam makan malam atau pas mau tidur, berangkat atau pulang kerja dan aku tamatin di sela jam kerja sore.
Buku ini keren banget!! Bukan novel utuh, ini cuma skenario film dan ajaibnya aku seolah nonton film. Setiap kalimat yang aku baca, seolah berubah jadi suara-suara si tokoh dalam cerita. Narasi-narasi...backsound tempat kejadian yang saat itu lagi jaman perang...terasa nyata banget di pikiranku.
Aku pikir ini novel banget berat untuk dibaca. Tapi ternyata, aku mudah paham sama isinya.
Cerita dibuka dengan adegan teatrikal kuda putih dengan latar belakang perang. Awalnya sih aku bingung sama perpindahan adegan, tapi setelah dua atau tiga halaman, aku ngerti. Ini skenario film, jadi aku mulai membayangkan aku lagi nonton film.
Alurnya maju-mundur. Potongan-potongan cerita yang kalau dibaca benar-benar pasti merasa seolah lagi menonton film. Penggambaran adegannya sangat bagus, jelas dan kalau dilihat dari sisi perasaan...dapet banget emosinya.
Kalau yang aku rasain itu, pas di awal cerita adalah bingung. Bingung sama jalan tokoh chairil anwar. Udah gitu sedih, marah, dan emosi terus berubah. Mulai dari klise-klise jaman perang, pertengkaran orangtua, kematian neneknya chairil...susahnya hidup di jaman perang dan segala hal semrawut yang ada di sekitar chairil.
Aku suka penggambaran emosi chairil. Waktu chairil dipenjara sama tentara jepang, aku pikir karena syair-syairnya. Ternyata karena mencuri sprei sama cat di rumah tentara jepang.
Bahasa di buku ini lugas dan keras, ada juga saat-saat humoris atau romantis. Misalnya waktu chairil bercanda sama teman-temannya atau saat chairil jumpa sama perempuan yang bernama Marsiti.
Saat-saat romantis dan manis adalah saat gadis mirat dan chairil berkenalan, bertemu. Tapi sayangnya mereka gak bisa bersatu. Aku merasa sedih waktu chairil naik kereta, mungkin setelah balik dari paron. Karena Keluarga sumirat mulai nggak suka sama Chairil. Narasi dibagian itu lumayan pilu. (hal.51-57)
Oh, aku juga suka saat Chairil bertemu dengan Hapsah. Aku sukaaaaaaaaaaa banget, waktu chairil bawain bunga teratai di hari pernikahannya dengan Hapsah. Pernikahan di jaman perang, di tambah juga perang di dalam rumah! Tapi aku yakin, Chairil cinta sama Hapsah. Walaupun istrinya itu dipanggil dengan panggilan sayang "Gajah". (hal. 79-91)
Sosok misterius, yang disebut-sebut dengan nama Ida. Katanya sih Ida adalah pacar khalayan chairil. Tapi dibuku ini penggambarannya dibuat agak nyata. (hal.94-97)
Di beberapa adegan juga ada terselip nama Ida, di akhir cerita juga ada Ida.
Dan kalau aku inget-inget...buku ini banyak menggambarkan kedekatan Chairil dengan banyak wanita. Penggambarannya juga punya esensi yang beda-beda. Ada Marsiti, pelacur yang di awal cerita sedang hamil. Kayaknya bayi itu keguguran, tapi Marisiti bilang itu anak chairil. Dien Tamaela yang agak sedikit magis saat chairil bermimpi tentang Datu-nya. Hapsah, yang sangat disukai chairil karena badannya yang gemuk-gemuk melulu. Gadis mirat yang pemalu dan manis. Dan di akhir buku ada Rossmeini atau Rossye. Chairil bilang mau melamar Rossye, karena gadis itu sangat bagus saat membaca puisi.
Pernikahan Chairil dengan Hapsah, akhirnya menghadirkan seorang anak yang diberi nama Evawani. Chairil sayang banget sama anaknya. Sayangnya, Chairil dicerai Hapsah karena alasan tuntutan ekonomi. Chairil bilang "Akan kurebut anak itu dari tangan si Hapsah!" (Hal.126)
Keliatan dia sayang banget sama anaknya. Dan aku nangis waktu Chairil ditinju sama Yasmin, karena dia butuh uang...uang untuk anaknya.(Hal.128)
Hapsah nggak suka anaknya dekat dengan Chairil. Padahal Chairil pengen banget dekat sama anaknya. Itu juga bikin aku sedih. (hal.131)
Bagian akhir buku, kalau menurutku sedikit agak abstrak. Perpindahan adegannya terasa makin bertumpuk. Kemuncunlan tokoh Rossye di akhir cerita, agak sedikit menimbulkan haru. Karena Rossye yang sengaja dipilih Chairil untuk membawakan sajak-sajaknya, malah ditentang oleh orangtua rossye. (hal.134-139)
Penutup cerita, sangat menyisakan haru dan pilu. Chairil tutup usia. Tapi berkat karya-karyanya, Dia benar-benar akan hidup seribu tahun.
"AKU"
Kalau sampai waktuku Ku mau tak seorang kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi!
This entire review has been hidden because of spoilers.
Mengkhayalkan. Penulis berjaya membawa kita masuk ke dalam kehidupan Chairil Anwar dan sedikit sebanyak memahami gaya fikir Chairil. Gaya penulisan seakan skrip filem membantu imaginasi pembaca.
saya akui, saya adalah satu dari sekian banyak anak muda yang menjadi korban dari film "Ada Apa dengan Cinta". film itulah yang pada akhirnya membawa saya ke karya klasik ini. Tragis dan perihnya perjalanan chairil tergambarkan dengan baik di buku ini. Sejujurnya saya sangat banyak bercermin dari jalan hidup chairil. Daripada fiksi ataupun memoar, saya lebih senang mengkategorikan buku ini sebagai 'catatan perjalanan'. semacam jurnal yang selalu kita kantongi kemanapun dan kita tulisi jika ada kejadian-kejadian tertentu yang mengisi ruang rasa kita. sesuai judulnya buku ini berisi tentang 'Aku', tentang ke-Aku-an dari si Aku, tentang perjalanan si aku berdamai dengan Aku. Ah, tapi kalau tidak tragis bukan chairil namanya, begitupun si Aku ini. Ya, chairil, perjalanan hidup memang kesunyian masing-masing. akhirnya Aku pun paham itu.
ini adalah satu naskah film biografi yang sesungguhnya kalau benar-benar tayang akan menjadi tayangan yang sangat istimewa, namun sayang alm Sjuman Djaya, semoga kelak ada sutradara atau produser ternama yang akan memproduksi fil tentang chairil Anwar, saya sendiri penggemar berat seorang chairil. dia adalah sastrawan yang memperbarui gaya sastra di Indonesia, sajaknya terkesan apa adanya dan lugas ...
buku ini sangat mencerminkan kehidupan chairil anwar yan sangat tragis namun romantis, dipadu dengan suasana zaman perang dan gejolak persaingan antara para sastrawan di Indonesia pada zaman itu ... lima bintang deh buat AKU - Sjuman Djaya
"Biarkan aku sendiri, Ibu," katanya kepada Ibunya. "Yang ini bukan apa-apa, karena aku tahu, aku masih akan menghadapi gelombang dan badai yang seribu kali lebih besar. Dan mungkin...sejuta kali lebih sunyi!" Aku tidak ketemu (atau mungkin terlepas pandang) bait-bait yang diperkatakan oleh Cinta dalam filem Ada Apa Dengan Cinta?; "Aku susah tidur, orang ngomong, anjing gonggong, nyiat jauh mengabur." Mungkin patut aku ulang baca.
Karya Sjuman Djaya yang belum sempat difilmkan ini menggambarkan Chairil Anwar sebagai seniman parlente dan sesuka hati. Kecintaannya pada kaum perempuan juga digambarkan dengan lugas. Membaca buku ini haruslah sambil terus membayangkan adegan per adegan di kepala agar memahami seni dari sebuah karya besar.
AKU. Terpampang jelas dalam halaman judul sebuah buku berwarna abu-abu. Buku yang tiba-tiba menjadi hits dan bacaan wajib usai tampil di film AADC tahun 2002 silam. Buku kecil yang bercerita tentang Chairil Anwar. Sjuman Djaya, penulisnya, berusaha menulis skenario film berdasarkan perjalanan hidup dan karya penyair Chairil Anwar. Tentang ‘AKU’, adalah satu karya terpenting dari Sjuman Djaya sehingga menempatkannya di jajaran seniman besar Indonesia.
Keinginan membaca ‘AKU’ memang terlintas sejak zaman AADC. Rangga berhasil membuat suatu gebrakan sastra di kalangan anak muda. Ya, anak-anak muda zaman itu tiba-tiba penasaran dengan buku ini. Termasuk saya. Padahal, setiap lewat toko buku saya hanya mampu memegangnya saja. Tanpa membawanya ke meja kasir. Tidak ada trigger lain yang mampu menumbuhkan keinginan itu.
Chairil Anwar adalah pribadi yang meledak pada zamannya. Karya yang dihasilkannya menunjukkan gairah tinggi pada kehidupan yang dijalaninya. Barangkali, orang zaman sekarang menyebutnya sebagai progresif. Sjuman Djaya memotret perjalanan hidup Chairil Anwar frame by frame sehingga terlihat jelas rentang waktu kehidupannya.
Saya belum tiba pada halaman akhir buku ini. Saya masih terhenti pada halaman pertengahan. Namun, saya dapat merasakan gairah kehidupan Chairil Anwar yang menggelora. Pun, rasa kehilangan yang mendalam akibat duka yang dialami Ibunya dan meninggalnya Nenekda tercinta. Semua itu terangkum dalam skenario yang disusun apik (setidaknya sampai halaman pertengahan) dan benar-benar mampu menerjemahkan ‘Semangat’ yang diinginkan pada zaman itu. Chairil benar-benar ingin hidup seribu tahun lagi.
- AKU: Sesudah
Terus terang, saya tidak mengharapkan sebuah kejutan nan eksplosif dalam buku ini. Sebagai sebuah skenario mengenai (sebagian) perjalanan hidup Chairil Anwar tentulah ada beberapa hal yang bisa saja hilang karena pembermaknaan yang berbeda. Tentang bagaimana narasi dan teks skenario dipahami secara tekstual ataupun melalui imajinasi visual. Namun, saya tentulah merasa sangat bahagia karena melalui pemahaman tekstual pada buku ini saya dapat membuat imajinasi buatan saya sendiri.
Saya bisa membayangkan bagaimana Chairil yang tiba-tiba saja masuk ke rumah Oomnya, Syahrir, yang dulu Perdana Menteri itu semasa zaman Republik. Pun, ketika Chairil nyelonong begitu saja ketika ikut naik kereta rombongan Perdana Menteri ke Yogyakarta.
Lewat buku ini, setidaknya pembaca bisa dibuat paham mengenai suasana apa yang membuat sajak-sajak Chairil Anwar menjadi begitu menggelora, kadang-kadang syahdu, dan tiba-tiba mengandung kepasrahan yang total pada Si Penciptanya.
Setidaknya saya mendapatkan jawaban tentang latar suasana yang mebuat sajak ‘Aku’ menjadi legenda sepanjang masa. Tentang mengapa ‘Senja di Pelabuhan Kecil’ bisa menjadi begitu syahdu, ketika Chairil termenung di pinggir pantai. Juga, penggalan syair ‘...Waktu jalan aku tidak tau apa nasib waktu...’ yang pernah saya baca dalam satu cerpen milik Seno Gumira Ajidarma, yang tercipta semasa Agresi Militer Belanda I.
Khusus untuk timeline Agresi Militer Belanda I, tercipta pula sebuah sajak perjuangan yang selalu dikenang warga Bekasi-Krawang, ‘Antara Krawang-Bekasi’. Maklum, Chairil diceritakan telah menikah dengan seorang gadis dari Karawang bernama Hapsah, Dari Hapsah pula Chairil memiliki seorang putri yang dinamainya, Evawani.
Memasuki bagian akhir, saya merasakan aroma kehilangan yang semakin menguat. Chairil agaknya tidak kuasa menahan penyakitnya hingga ia harus menyendiri di sebuah kamar yang dicarikan khusus untuknya. Perkawinannya dengan Hapsah pun harus berakhir, ia digugat cerai. Sebuah adegan yang membuat saya bergetar kala Chairil Anwar menggendong Evawani sebentar sebelum Ibunya datang. Ah, tokoh kita ini juga seorang manusia.
Menjelang akhir perjalanan hidupnya, rupanya Chairil Anwar sudah mampu meramal kematiannya sendiri. Ia sudah merasakan maut itu datang sebelum Malaikat Maut benar-benar melaksanakan tugasnya. Ia sudah menulis ‘...rimba jadi semati tugu di Karet, di Karet (daerahku yang akan datang)...’. Chairil Anwar sudah tahu ia akan berpulang kemana. Masalahnya hanya soal waktu saja, entah kapan.
Tidak diragukan lagi bahwa Chairil Anwar-terlepas dari segala kontroversinya soal sajak-sajak saduran dan terjemahan-adalah seorang pionir sastra Indonesia. Chairil Anwar menandai tonggak lini masa sastra Indonesia dengan menamai angkatannya sebagai ‘Angkatan 45’. Chairil masih berseru: “Revolusi!”, menjelang akhir-akhir masa hidupnya. Sebuah pernyataan yang tabah dan berani seakan-akan ia masih akan hidup seribu tahun lagi.
Rasanya setiap pelajaran pelajaran Bhs. Indonesia dari smp-sma saya saat ini selalu ada puisinya chairil anwar yang doa & aku (sd juga sudah ada kayaknya).
Sebenarnya diluar ekspektasi saya sih buku ini. Ya bagus sih, tapi saya kira buku ini mampu membuat saya sampai memberikan bintang 5 ehe.
Biografi yang sungguh unik. Belum pernah ku membaca cerita hidup sastrawan yang lebih-lebih ditulis dengan bahasa dan cerita yang tak kalah sastrawi! Rasanya sepertinya menonton film dalam sebuah buku dan ah ternyata memang penulisnya adalah seorang produser film. Masyarakat Indonesia mayoritas berkenalan dengan buku ini melalui film AADC. Namun saya menunggu 'hype'nya kelar untuk kemudian membacanya dan ya baru berkesempatan sekarang!
Bangsat memang si Chairil ini. Bikin gaduh semua orang. Di zaman perang pula! 😂
Mungkin orang tau buku ini karena AADC yang hits. Karena "bukan maksudku untuk berbagi nasib. Nasib adalah kesunyian masing-masing". Tapi menurut gue buku ini bagus untuk mengenal Indonesia di zaman 1940-an juga.
Di buku ini banyak dikenalin tokoh-tokoh yg udh gak asing lagi seperti Syahrir, Ki Hajar Dewantara, sampe pelukis Affandi yang kenal dekat sama Chairil Anwar.
Selain bisa menikmati puisi-puisi karya Chairil, buku ini juga bagus untuk mengenal siapa Chairil Anwar itu. :)
Inilah buku yang sering terlihat dibaca oleh karakter Rangga, yang diperankan Nicholas Saputra, di Ada Apa Dengan Cinta. Katanya buku ini yang menginsipirasikan jiwa pemberontak dalam karakter Rangga selain buku Catatan Seorang Demonstran-nya Soe Hok Gie. Kalo di film itu kayaknya Rangga lebih mencerminkan karakter Chairil Anwar yang dilukiskan dengan agak surealis dalam naskah scenario film yang dibukukan ini.
Buku ini adalah karya terakhir dari salah satu sutradara besar yang pernah berkarya dalam perfilman Indonesia. Mengambil setting Jakarta sesaat setelah meledaknya bom atom di Hiroshima sepertinya menjadi salah satu kendala besar untuk nantinya bisa mewujudkannya ke dalam film layar lebar. Belum lagi gaya penuturan ceritanya yang agak surealis, mungkin saja tidak mudah untuk diwujudkan menjadi film selain oleh si penulisnya sendiri.
Pernah dalam obrolan singkat dengan salah seorang putra penulis yang sekarang aktif dalam scoring film, Aksan Sjuman, gue menanyakan apakah ada niat untuk mewujudkan scenario ini ke dalam film. Aksan bilang hal itu bakal sulit untuk diwujudkan.
Rasa penasaran yang bikin gue mengulang membaca buku ini. Dan gue makin ngerti kenapa bakal sulit diwujudkan dalam film, kecuali diproduksi oleh perusahaan Hollywood atau Eropa dengan dana yang cukup.
Tapi dalam keterbatasan produksi media film Indonesia, gue jadinya terpikir untuk mengusulkan visualisasi scenario dalam buku ini ke dalam media graphic novel.