Dalam pengembaraannya, Lazuardi singgah di sebuah perkampungan yang terletak di sepanjang rel kereta api. Perkampungan itu hendak digusur, selain karena sebuah kepentingan yang bersifat komersil juga karena perkampungan itu dianggap meresahkan karena banyak melakukan kegiatan maksiat seperti judi dan pelacuran. Penduduk yang tidak terima pun ramai-ramai menolaknya. Suatu ketika kampung itu terbakar. Ada kecurigaan bahwa kampung itu sengaja dibakar oleh oknum-oknum tertentu. Benturan-benturan yang terjadi mau tak mau melibatkan diri Lazuardi yang sedang berada di sana.
Heri Hendrayana Harris, atau lebih dikenal dengan nama pena Gola Gong, lahir di Purwakarta,15 Agustus 1963, pernah kuliah di FASA UNPAD Bandung. Setelah diterbitkannya seri petualangan Balada si Roy pada tahun 1989,ia menjadi wartawan tabloid Warta Pramuka(1990-1995) dan tabloid Karina (1994-1995). Ia juga sempat menjadi reporter Freelance di beberapa media massa. Lalu ia terjun ke dunia televisi menjadi penulis skenario, di antaranya komedi situasi Keluarga Van Danoe di RCTI (1993) dan Pondok Indah II di Anteve. Pada tahun 1995 Gola Gong bergabung dengan INDOSIAR terlibat dalam produksi kuis Terserah Anda dan sinetron Remaja 5. Tahun 1996 ia hengkang ke RCTI dan menggarap opera sabun Dua Sisi Mata Uang, (Agustus 2000), komedi situasi Ikhlas (Ramadhan 1997), Papa (Lebaran 2000), komedi superhero Sang Prabu (1999), mega sinetron Tauke Tembakau (tayang 2001), drama misteri Maharani , Pe-De dot kom, dan program spesial Tanah Air.Beberapa novelnya sedang disinetronkan PT.Indika Entertainment, Petualangan si Roy, Mata Elang, sampai Aku Seorang Kapiten. Sinetron yang diangkat dari novel trilogi Islaminya (Pada-Mu Aku Bersimpuh) ditayangkan pada bulan Ramadhan 2001 di RCTI OKE, serta Al Bahri Aku Datang dari Lautan di TV7.Selain menulis novel, puisi-puisinya pernah dimuat di HAI, Republika, Suara Muhammadiyah, tabloid Hikmah, Mitra Desa Bandung, dan Harian Banten. Antologi puisinya bersama Toto ST Radik terkumpul dalam Jejak Tiga, Ode Kampung,dan Bebegig, serta tergabung dalam Antologi Puisi Indonesia 1997 versi Komunitas Sastra Indonesia.
buku petualangan yang penuh makna.... bener kata penulisnya, buku ini seharusnya dibaca oleh pemuda-pemuda indonesia yang sedang kehilangan jati diri / bingung.
Buku ini berisi tentang petualangan seorang remaja berusia 17 tahun bernama Lazuardi. Dia yang berusaha mencari jati diri dan berusaha mencari makna kehidupan.
Terlahir dari keluarga kaya, Lazuardi terbiasa hidup berfoya-foya. Pergaulannya bebas, hingga tersangkut dengan barang haram. Karena Lazuardi kurang pengawasan dari orang tuanya—bisa dibilang Lazuardi ini anak broken home.
Ayahnya merupakan pejabat penting yang mewakili salah satu parpol. Dan seperti kebanyakan para anggota parpol pada umumnya, ayah Lazuardi bekerja tidak jujur. Main korupsi, mencari keuntungan untuk diri sendiri. Selain itu juga, ayahnya main perempuan.
Dari situasi seperti itu akhirnya Lazuardi sadar, bahwa apa yang terjadi pada hidupnya tidaklah benar. Dia memutuskan untuk pergi dari rumah. Sampai akhirnya dia bertemu dengan seorang kakek, dan belajar dengan kakek tersebut tentang makna kehidupan. Lazuardi memutuskan untuk berkelana dengan menyebarkan kebaikan, mecoba menjadi manusia yang lebih baik dari dirinya yang dulu.
Banyak sekali pelajaran yang dapat kita ambil dari buku ini. Terutama tentang bagaimana seharusnya hubungan kita dengan Tuhan. Juga bagaimana seharusnya hubungan kita terhadap sesama manusia.
Buku ini juga mengangkat isu tentang bobroknya lingkungan politik di negeri ini. Hubungan antara oknum-oknum penguasa negeri ini dan orang-orang kecil yang begitu buruk.
Yang jelas buku ini rekomen banget buat dibaca, terutama untuk anak muda. Dari Lazuardi kita bisa sama-sama belajar untuk memaknai kehidupan ini..
Bercerita tentang Lazuardi, remaja yang mengembara mencari makna kehidupan. Banyak hal yang dia pelajari selama perjalanannya, dan banyak juga konflik yang dia hadapi.
Sebenarnya saya sudah pernah membaca buku ini dulu saat masih SMP, namun setelah reread, ternyata masih relate sama keadaan sekarang. Sosok Lazuardi memang tidak sempurna, tapi kehadirannya banyak menginspirasi kita untuk berbuat baik kepada sesama.
Banyak pelajaran hidup yang bisa diambil dari buku ini. Untuk lebih bersyukur, menyebarkan kebaikan ke mana pun kita pergi, berprasangka baik kepada orang lain, tidak menilai orang berdasarkan stigma sosial, dan masih banyak lagi. Novel ini sarat dengan unsur Islami, jadi mungkin bisa dipertimbangkan sebelum membacanya. Selain itu, banyak sekali kata dan kalimat dalam bahasa Jawa, yang seringkali tidak ada terjemahannya di bagian bawah buku. Meski begitu, bahasa Jawa yang digunakan cukup mudah dipahami dan tidak terlalu mengganggu alur cerita.
Meski saat membaca saya kurang nyaman dengan penggunaan tanda baca dan capslock yang terlalu banyak, tapi karena pembawaan ceritanya yang menarik, mau tidak mau saya ikut terhanyut ke dalam petualangan Lazuardi. Petualangan Lazuardi dalam mencari makna kehidupan belum selesai, masih berlanjut ke buku selanjutnya yaitu Ketika Bumi Menangis.
Tuhan menitipkan kelebihan untuk setiap kekurangan yang ada, dan hal itulah yang dibuktikan oleh Gola Gong. Ia memang cacat secara fisik, namun hal itu tak membuatnya cacat kreatifitas. Meskipun hanya dengan satu tangan, ia tetap mampu menorehkan ide-ide briliannya menjadi karya sastra yang tidak semua manusia normal bisa melakukannya. Hal itu ia buktikan melalui banyak buku sebelum melahirkan Labirin Lazuardi. Langit Merah Saga yang merupakan judul wahid dari labirin ini. Sebuah langkah pertama yang akan membuat pembacanya terpekur menikmati petualangan seorang remaja dalam meniti lorong demi lorong perjalanan hidup.
Buku ini bertutur tentang seorang remaja 17 tahun bernama Lazuardi. Remaja yang melalui masa labilnya dengan berbagai peristiwa sarat makna. Berawal dari sebuah pesta narkoba yang nyaris berujung maut, Lazuardi menemukan labirin hidup yang penuh sketsa buram. Ia adalah putra dari seorang politikus yang cukup berpengaruh, ibunya adalah seorang mantan artis yang namanya sudah menggema. Seperti biasa, kesibukan menjadi alasan yang membuatnya haus akan kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya. Hal itulah yang membuatnya tumbuh menjadi seorang remaja yang brutal, egois, kurang bersyukur dan akhirnya terseret dalam gaya hidup yang miskin akhlak. Narkoba, alkohol, free sex, dan diskotek adalah hal-hal yang jauh dari kata tabu baginya dan teman-temannya, bahkan mereka sudah mengenal hal itu sejak masih duduk di bangku SMP.
Gola Gong begitu halus menyampaikan cerita. Bahasanya sederhana dan mudah dipahami. Namun kesederhanaan itu tidak membuat cerita kehilangan nilai seni sehingga pembaca tetap bisa merasakan keindahan dalam setiap kata yang tertuang. Selain itu, bahasa yang digunakan tidak hanya sebatas bahasa khas remaja dan bahasa Indonesia saja, Ia piawai dalam menyisipkan diksi dan dialog dengan bahasa Sunda maupun Jawa. Meskipun di beberapa bagian cerita tidak disajikan arti dari bahasa tersebut. Sebuah gaya penceritaan yang berbeda dengan novel-novel remaja saat ini. Secara tidak langsung, penulis yang bernama lengkap Heri Hendrayana Harris ini seolah hendak mengingatkan kita akan makin minimnya remaja yang paham akan kekayaan bahasa daerah Indonesia.
Tidak seperti sebagian novel yang alurnya sangat biasa, Mas Gong, begitu ia biasa disapa, menggunakan alur yang menarik. Peristiwa-peristiwa yang seharusnya terdapat di bagian awal cerita tidak serta merta ia kupas di buku pertama, melainkan dikemas dalam kepingan-kepingan memori sang tokoh utama yang tersebar dalam setiap peristiwa. Hal itu memberi kesan yang berbeda dalam memahami cerita. Membuat pembaca seolah diajak untuk mengumpulkan setiap keping puzzle dan menyusunnya sendiri satu per satu.
Di buku pertama ini, Lazuardi terdampar di sebuah perkampungan yang terletak di pinggir rel kereta api. Sebuah kampung yang keadaannya mengenaskan, sangat menggambarkan keadaan bangsa yang sesungguhnya. Anak jalanan, preman, kekerasan, dan sebagian manusia kehilangan arah mewarnai kehidupan kampung tersebut. Sedangkan prostitusi, alkohol murah, dan judi sudah menjadi bagian dari hari-hari mereka. Konflik antar anggota masyarakat menambah kesempurnaan kisah. Sebagian masyarakat yang hanya bisa berpikir tentang apa yang bisa mereka makan hari ini, tak lagi sudi memikirkan kewajiban kepada Tuhannya. Mereka seolah lupa bagaimana cara memohon pertolongan-Nya. Peristiwa-peristiwa sosial yang dikisahkan benar-benar hidup. Sangat mudah dihadirkan dalam benak pembaca. Novelis yang juga seorang script writer ini berhasil menelanjangi sudut terburuk masyarakat Indonesia yang merupakan korban modernisasi. Keahliannya menganyam setiap peristiwa yang akhirnya terukir menjadi sebuah cerita memang patut diacungi jempol, padahal hal itu merupakan salah satu hal yang sulit dalam menulis.
Langit Merah Saga, judul yang mungkin akan menimbulkan pertanyaan di benak calon pembaca. Namun pertanyaan itu akan terjawab setelah menyusuri halaman demi halaman buku ini. Judul yang menggambarkan kekacauan dan akhir dari sebuah kampung pinggiran. Peristiwa penuh dengan trik-trik kotor khas para pengusa yang sudah keblinger harta. Mengabaikan hal-hal kecil untuk kepuasan pribadi.
Hal menarik lain ialah tekniknya dalam menyisipkan insiden-insiden kecil. Menambahkan sedikit bumbu-bumbu ringan yang mempermanis cerita. Misalnya saja, pertemuan Lazuardi dengan seorang gadis yang tergabung dalam relawan Palang Merah bernama Inka. Kisah cinta sederhana ditengah peliknya masalah sengketa tanah. Sedikit absurd memang, tetapi ia mampu menempatkannya dengan baik. Namun, sayangnya tidak terdapat kejelasan cerita tentang kemiripan Lazuardi dengan adik Inka. Selain itu, hal lain yakni tentang keberadaan Lazuardi yang berpindah-pindah dengan cepat dari satu daerah ke daerah lain. Sehingga menjadi teka-teki tersendiri bagi pembaca. Semoga hal itu dapat terjawab di judul yang lain.
Pertemuan Lazuardi dengan seorang satpam di sebuah Bank juga menjadi selingan yang menarik. Apa yang dilakukan Lazuardi mengajarkan kita akan pentingnya kepedulian sekecil apapun. Di sisi lain, dikisahkan juga tentang pertemuannya dengan seorang wartawan bernama Leo yang merupakan cikal bakal adegan kucing-kucingan. Leo mengetahui latar belakang dirinya dari berita-berita yang berhasil ia kumpulkan, dan Leo menjual informasi tersebut kepada ayahnya demi mendapat imbalan. Alhasil, sang ayah mengutus antek-anteknya untuk membawanya pulang. Memaksanya untuk waspada karena hasratnya untuk meneruskan petualangan jauh lebih besar.
Langit Merah Saga mampu menyedot pembacanya untuk terlibat dalam lorong-lorong labirin yang dilalui Lazuardi. Labirin yang penuh pelajaran tentang kehidupan, agama dan Tuhan, keberuntungan, maupun sejarah. Menghujani pembacanya dengan pelajaran etika dan moral, empati, cinta, dan juga kepedulian. Gola Gong seolah bertutur dengan jujur tentang apa yang ada dalam hidup. Mengajak kita untuk berpikir untuk apa hidup kita sesungguhnya dan apa saja yang sudah kita berikan untuk hidup kita? Sudahkah kita belajar dari kehidupan? Seperti apa yang dikatakannya, Terkadang kita lupa untuk belajar dari kesalahan dan malah melakukannya berulang-ulang. Lalu, pelajaran apalagi yang akan kita temukan di Labirin selanjutnya?
Lazuardi, remaja yang gelisah dengan apa yang terjadi dalam dirinya dan sekitar. Melakukan petulangan dalam pelariannya sarat akan makna. Tidak berlebih penulis membuat petulangan di daerah pinggiran kota, dengan konflik sosial yang ada.
hemm, gol a gong. selalu memikat saya dalam setiap tuliaannya. Berkenalan dari serial BSR, akhirnya saya menikmati setiap tulisan beliau. Buktinya, saya bisa tak tidur karena ke asikan membaca ini buku.
menjelang pemilihan, tak ada salahnya remaja memilih jalur masuk kepolitik dengan menjadi caleg. Namun alangkah baiknya, seperti Lazuardi ketika remaja. berkelanan menemukan arti dan coba untuk melakukan perubahan dari lingkungan sekitar. memberikan dampak lebih efektif dan mengenali medan yang ada.
Saya mengenal Gola Gong dari novelnya yang berjudul “Balada si Roy”. Saya sendiri mungkin hanya membaca satu dari sekian novel serial “Balada si Roy”. Saya juga lupa bagaimana tepatnya alur cerita dari satu novel yang saya baca itu. Waktu itu, waktu saya masih SD, saya lebih tertarik dengan serial Lupus tulisan Hilman dari sekian banyak novel-novel remaja koleksi kakak saya, termasuk serial “Balada si Roy”. Tapi sekarang, saya jadi ingin membaca serial “Balada si Roy” setelah membaca karya yang paling anyar dari Gola Gong, yaitu serial “Labirin Lazuardi”.
“Namaku Lazuardi. Aku pergi jauh dari rumah karena aku sedang memaknai perjalanan, yang bagiku ibarat labirin. Aku tak tahu kapan harus berhenti.” (sebuah paragraf yang tercantum pada cover)
Tokoh utama dari serial “Labirin Lazuardi” ini adalah seorang remaja berumur 17 tahunan yang bernama Lazuardi. Tokoh ini menggambarkan seorang remaja yang mengalami kegelisahan, mengenai jati dirinya dan kondisi lingkungan di sekitarnya. Merasa tidak mendapatkan perhatian dari orang tuanya yang seorang politikus berkuasa di negeri ini dan seorang mantan artis terkenal, Lazuardi terseret dalam kehidupan hedonis. Puncaknya adalah ketika Lazuardi dianggap telah meninggal karena overdosis narkoba dan kemudian dibuang ke jurang oleh ketiga sahabatnya. Dikisahkan, seorang kakek berjanggut putih kemudian menyelamatkan Lazuardi. Dari kakek tersebut, Lazuardi mulai mempelajari ilmu agama dan ilmu kehidupan. Dua tahun setelah pertemuan itu, kakek berjanggut putih meninggal dan Lazuardi harus berkelana dan berguru pada kehidupan yang sebenarnya. Disinilah kisah “Labirin Lazuardi” dimulai.
ini novel yang nomer satu. lazuardi terdampar di sebuah pingiran kota -perkampungan sepanjang rel kereta api- yang penuh dengan maksiat yang akhirnya dibumihanguskan oleh Allah. banyak pelajaran yg bisa di ambil dr novel ini. semua tentang keadaan negeri kita. :)
presentatif realita sosial di sebuah tempat bernama Jakarta yang di agung2kan sbg megapolitan tetapi sebenarnya punya wajah lain sebagai "kampung besar".