Cowok itu mengulurkan tangan. “Kenalin, gue Dixon. Gue baru nyampe Bandung. Yah… setelah lima tahunan tinggal dan sekolah di Kanada.”
Fyanti, cewek cantik Bandung, tajir, anak tunggal, baik hati. Dia paling nggak suka ngeliat cowok yang ngebanggain kekayaan orangtua. Berawal dari niatnya ngecengin Edwin, pelayan warung sunda kompleks factory outlet papanya, Fyanti terjebak “drama”. Dixon yang ternyata juga ngecengin berat Fyanti sedikit panas. Segala cara dia lakukan buat merebut perhatian Fyanti.
Di sisi lain, Edwin berusaha mewujudkan obsesi Fyanti buat bikin grup band sekolah, tandanya, ada harapan buat Fyanti kalau si Edwin ada rasa ke dia.
Karena Fyanti nggak suka banget sama Dixon, dia nantangin Dixon buat lomba main layang-layang melawan Edwin. Rupanya, perlombaan itu menjadi satu hal berharga buat Dixon. Bukan karena dia kalah, tapi karena dia tersadarkan oleh sesuatu yang membuatnya berubah.
Cewek kaya dengan cowok kaya? Atau cewek kaya dengan cowok biasa saja? Di novel Everything I Do ini semuanya bisa jadi asyik dengan pesan moral yang oke. Saya jadi semakin mengerti bahwa sesungguhnya manusia itu derajatnya sama di mata Sang Pencipta. Sukses selalu, Kak Anjar! — Elvira Natali - Penulis novel dan aktris film Janji Hati
Alur ceritanya sedikit lambat dan membuat orang malas, cerita khas remaja, tetapi konflik tidak jelas, hanya ada seorang cowok sombong kaya raya yang mendekati Fyanti, dan tiba-tiba saja berubah baik. Ceritanya kurang dikembangkan, karakternya apalagi, dengan ending yang bisa dibilang kurang memuaskan, tiba-tiba saja sudah selesai tanpa meninggalkan kesan mendalam.
What is thiss??? Aku secara harfiah cuma kebat-kebet novel ini dari halaman pertama sampai akhir dan masih mengerti jalan ceritanya secara keseluruhan!
So ... Fyanti our perfect gorl, literal Mary Sue. Suka sama cowok sederhana tapi pekerja kerasa dan tidak sombong bernama Edwin. Di sisi lain ada Dixon, kebalikan dari Edwin dia kaya raya seperti Fyanti, tapi sombong, tukang pamer, dan arogan. Nah, Dixon suka sama Fyanti, tapi Fyanti gasuka sifatnya yang brekele.
Dixon bertanya-tanya kenapa Fyanti bisa suka Edwin padahal dia missqueen. Tentu jawabannya jelas, karena Fyanti tidak suka cowok arogan, dan dia jelas tidak butuh cowok kaya, sebab dia sudah kaya. Fyanti pun menyuruh Edwin dan Dixon lomba main layangan untuk membuktikan siapa cowok yang terbaik. (Gorl ....) Dan dari kejadian itu Dixon sadar kalau kekayaan bukan segalanya, yang terpenting adalah kepribadian.
Maksudku, itu pesan yang bagus, tapi literally cuma pesan itu yang mau disampaikan buku ini, tanpa ada konflik yang beneran nendank, bahkan untuk standar genre ringan, buku ini tidak reletable sama sekali. So ....
Yah, itu saja, sih. Apakah akan ada review full? Maybe no ... terlalu sedikit hal yang bisa dibahas dari novel ini.
Awalnya tertarik karena sampulnya yang cakep. Jadi, kebayangnya, ceritanya bakal semanis dan semeriah sampulnya.
Sayangnya, saya nggak bisa nangkep maksud inti dari cerita ini. Kemudian, ceritanya sendiri kayak kerupuk melempem. Nggak renyah, apalagi krispi, gendok aja setiap mengunyah kalimatnya.
Kepaksa saya abisin bacanya, karena pengen tau ujung ceritanya gimana, atau siapa tau, saya dapet sesuatu. Sayangnya nggak, selain berasa mengunyah kerupuk melempem sampai habis :D
Satu hal, saya nggak ngerti apakah memang penulis sengaja menyamarkan nama lokasi salah satu perumahan atau memang pengen nulis nama lokasi yang sebenarnya. Kalo yang kedua, berarti penulis masih kebalik (atau kurang riset? atau nggak ngeh?) bahwa di Bandung itu ada daerah yang bernama SUKAJADI dan SARIJADI. Ini dua wilayah yang berbeda dan lumayan berjauhan.
Di SUKAJADI, sekarang ada mall gede yang disebut Paris Van Java. SUKAJADI dulunya emang jadi jalur pusat perbelanjaan. Dan masih banyak pertokoan yang menempati sepanjang jalan SUKAJADI.
Di SARIJADI, lebih banyak perumahan. Nah, di SARIJADIlah, ada perumahan yang terdiri dari rumah susun.
Udah sih, gitu aja. Bintang dua saya kasih cuma buat faktor desain sampulnya yang manis kayak permen. :)
Ini novel awalnya aku anggep remeh karena penuturan awalnya santai banget. Tapi setelah baca se-paragraf, ternyata malah kepingin lanjut ke paragraf berikutnya. Jadinya aku baca novel ini maratonan, mana enak banget lagi bacanya. Ngalir. Gampang dimengerti. Udah gitu novelnya ngga tebel amat lagi hehe. Karakter Dixon yang ngeselin kerasa banget.
niat awal baca novel ini karena cover & halaman yg sedikit bagiku, biar cepet selesai. Lalu baca di awal hingga pertengahan sempet bosen karena alurnya agak lambat & khas anak SMA gaul gitu. Tapi lama-kelamaan jadi suka karena ada pesan moral & cara berpikir tokoh utama yg bikin kagum.😍👍🏻