Jump to ratings and reviews
Rate this book

Rahvayana 2: Ada yang Tiada

Rate this book
Sinta berubah. Namanya jadi Janaki. Janaki pun berubah. Namanya jadi Waidehi. Tapi, Rahwana tetap mencintainya. Rahwana tetap menjunjungnya, menyembahnya.

Terhadap titisan Dewi Widowati itu ia tak menyembah nama. Rahwana menyembah Zat melalui caranya sendiri. Persembahannya secara agama cinta ....

Hmmm ....

Sebuah nama yang ada bukan karena dinamai. Sebuah nama yang ada juga bukan karena menamai dirinya sendiri. Adakah itu? Ada. Rahwana yakin itu ada. Dan ia sangat mencintainya.

304 pages, Paperback

First published January 1, 2015

64 people are currently reading
687 people want to read

About the author

Sujiwo Tejo

27 books432 followers
Agus Hadi Sudjiwo (lahir di Jember, Jawa Timur, 31 Agustus 1962; umur 47 tahun) atau lebih dikenal dengan nama Sujiwo Tejo adalah seorang budayawan Indonesia. Ia adalah lulusan dari ITB. Sempat menjadi wartawan di harian Kompas selama 8 tahun lalu berubah arah menjadi seorang penulis, pelukis, pemusik dan dalang wayang. Selain itu ia juga sempat menjadi sutradara dan bermain dalam beberapa film seperti Janji Joni dan Detik Terakhir. Selain itu dia juga tampil dalam drama teatrikal KabaretJo yang berarti "Ketawa Bareng Tejo".

Dalam aksinya sebagai dalang, dia suka melanggar berbagai pakem seperti Rahwana dibuatnya jadi baik, Pandawa dibikinnya tidak selalu benar dan sebagainya. Ia seringkali menghindari pola hitam putih dalam pagelarannya.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
124 (44%)
4 stars
87 (30%)
3 stars
44 (15%)
2 stars
16 (5%)
1 star
10 (3%)
Displaying 1 - 30 of 33 reviews
Profile Image for Mandewi.
570 reviews10 followers
February 5, 2017
Terkesima di Rahvayana 1: Aku Lala Padamu karena banyak informasi baru yang aku temukan. Tapi baca yang ini, kok pengetahuan/informasi itu terkesan disombongkan. Kalau memang tujuannya menunjukkan kepada dunia bahwa, "Eh, aku tahu ini itu lho." artinya cara penyampaiannya kurang halus.

Tapiiii.... Kisah kasih tak sampai memang punya tempat khusus di hati saya. Aawww.. Maka dwilogi Rahvayana menjadi bacaan yang tepat. Keren!
Profile Image for Nanaku.
155 reviews9 followers
March 4, 2015
Entah kenapa saya lebih menikmati dwilogi yg kedua ini, baik dari segi lagu maupun cerita.

Dalam buku kedua ini, Sujiwo Tejo lebih intens menekankan tentang sastrajendra. Cinta Rahwana juga terasa lebih kuat, tanpa terkesan "menye - menye".

Kegilaan imajinasinya pun terasa lebih absurd, namun menjadi daya tarik yg unik. Yang membuat saya jatuh hati adalah ketika pada awal - awal cerita, , penulis mampu menunjukan penilaian objektif terhadap Rama, meski hatinya condong ke Rahwana. Menyadarkan kembali untuk tidak membenci Rama meski mengagumi Rahwana.
Profile Image for Fitri Eka.
28 reviews2 followers
July 13, 2020
Selesai baca (lebih tepatnya dirampung-rampungkan karena sudah ingin ganti buku wkwk), tetapi harus mengulang lagi. Buku kedua ini cukup melelahkan dengan tokoh, alur, dan latar yang membutuhkan kemampuan imajinasi yang luar biasa, lebih dari buku pertama. 😅
Profile Image for Salza Puspitasari.
75 reviews5 followers
October 6, 2015
Are we really happy here with this lonely game we play
Looking for words to say
Searching but not finding understanding anywhere
We're lost in a masquerade


Terusan dwilogi Rahvayana ini semakin mengiris hati dan mengoyak pikiran. Butuh beberapa kali istirahat ketika membacanya, saking banyaknya hal yang perlu dicerna dan sarat makna >.<

Seperti lagu Panggung Sandiwara, tokoh "Aku" yang menyebut dirinya Rahwana, tokoh antagonis dalam dunia pewayangan Mahabrata di Nusantara, memilih untuk mencintai Sinta dengan caranya sendiri. Cinta yang membuat Aku menuju ke jalan Tuhan.

Beberapa nilai moral yang terdapat dalam buku tersebut (SPOILER ALERT)

1. Dunia ini hanya bersifat sementara, dan semua yang ada di dalamnya hanyalah sebuah sandiwara.

"Kita ini tinggal di Mayapada. Semuanya maya. Segalanya tak ada. Semua hanya menjadi ada di depan kita kalau kita telah bersepakat mengadakannya."


"Hidup di alam fana adalah hidup di alam sandiwara. Lebih baik sekalian merias yang sungguh-sungguh sandiwara ketimbang merias yang tampak bukan sandiwara padahal sandiwara juga."


Aku lihat pemuda itu menangis. Oh, tidak. Mungkin, tepatnya, di dalam gambaranku tentang dunia, aku melihat pemuda itu bersedih pada gambarannya sendiri tentang dunia yang ia pandang di luar jendela. Ya, di mayapada. Di dunia yang tak ada.Tapi aku setuju bahwa dunia yang tiada ini harus kita adakan dengan cara menemukan manfaatnya. Apa manfaat dari gambaran-gambaran kita tentang dunia? Itu yang harus kita temukan.


2. Apa yang terjadi di dunia ini merupakan pertanda dari Tuhan

Ha? Utang budi? Yang mana?
Tapi, Sinta, bukan dengan pertanyaan itu aku ingin mengakhiri suratku kepadamu, Sinta, surat yang, meminjam larik-larik puisi Rendra, kutulis surat ini kala hujan gerimis bagai bunyi tambur yang gaib.
Ketika gerimis telah menjadi hujan dengan kaki-kakinya yang runcing seakan jutaan malaikat telah turun ke bumi, aku ingin mengakhiri surat ini dengan pertanyaan kepadamu:
Apakah Dewa Kamajaya dan Dewi Kamaratih memang ingin memberiku Sinta-pada-raga-bayi karena Sinta-pada-raga-dirimu telah dimiliki oleh samudra?


Semuanya lewat menjadi pertanda yang kubaca sebagai surat-suratmu kepadaku. Semua seperti tak ada yang kebetulan lewat. Semua seperti bukan pertemuan dengan jodoh, pertemuan yang selalu dirasa sebagai kebetulan.



3. Tidak ada manusia yang sempurna.

Ah, kau Rama, titisan dewa. Dewa bisa sempurna. Tapi, kau tak sempurna. Kau cuma manusia. Mengapa kau tidak berbahagia dengan menjadi manusia dengan segala ketidaksempurnaanmu seperti juga ketidaksempurnaanku?


Ramawijaya yang bersenjata panah tidak dekat, tapi juga tidak jauh dari blueprint Siwa. Bila cetak biru Siwa adalah samudra, Rama hanyalah buih. Walau cuma buih, ia menyatu dengan samudra. Inilah kemanunggalan. Inilah esensi dari Wahdat al-Wujud. Buih merenda gelombang, merajut gelora, dan memanik-maniki pasang surut semesta bukan karena kehendaknya sendiri. Buih bergerak dalam kehendak samudra.


4. Perjalanan Menuju Tuhan

Jalan menuju Tuhan sama dengan jalan menuju Roma, Rahwana. Pada akhirnya semua jalan akan menuju Roma. Demikian pula jalan menuju Tuhan. Ada yang melalui jalur filosofis, ada yang melalui jalur cinta. Ada yang reflektif, ada yang afektif. Ada yang religius, ada yang atruis...
15 reviews
January 12, 2024
"Semua orang berlepotan kebaikan. Semua orang berlepotan keburukan."

Sama seperti di buku pertama, tidak ada hitam dan putih dalam dwilogi yang kedua ini. Cerita tentang Rama yang ternyata tidak sesempurna itu melengkapi cerita tentang Rahwana yang nyatanya tidak sejahat yang biasa dikisahkan.

Tidak semua surat yang dikirimkan kepada Sinta dapat saya pahami dengan mudah. Kadang alur waktunya berantakan, kadang juga ceritanya malah ngalor ngidul.

Tiap paragrafnya seolah memiliki makna ganda, selalu begitu.

"Kelak Sinta, sebagai Durga dari anak-anakku, aku ingin kita menjadi orangtua yang mengganti dongeng sebelum tidur untuk anak-anak dengan riwayat cinta kita sendiri..."

Terlalu narsis menurut saya karena di buku ini persoalan status Sinta sudah bukan abu-abu lagi.

Entah mengapa saya lebih menikmati buku yang pertama meskipun cinta Rahwana terasa lebih kuat di dwilogi yang kedua ini. Oh mungkin karena nuansa sedih dan pasrah lebih ketara. Perpisahan demi perpisahan yang diceritakan menekankan kembali bahwa nantinya semua yang menemani dari awal pada akhirnya pasti akan pergi.
Profile Image for Vega Annisa.
3 reviews
June 7, 2017
Saya merasa buku ini seperti hutan belantara, bukan taman yang diatur dan ditata begitu apiknya. Mbah Tejo ndak menawarkan plot yang rapi sedemikian rupa, layaknya hutan, ada pohon guede, jamur, cacing, macan, genderuwo, macem-macem. Tapi justru disitu letak keindahannya, pembaca merdeka untuk menikmati dan mengambil apa yang dia butuhkan, tanpa digiring-giring menuju satu momen yang megah atau sendu mendayu-dayu, tanpa dicekoki dengan berbagai macam nasehat waras.

Mbah Tejo menciptakan ruang yang saaaaaangat luas bagi pembaca untuk ikut meloncat kesana kemari mengikuti imajinasinya yang sangat hiperaktif dan 'urakan' :D, mencicipi beragam rasa dan emosi, memunguti pelajaran yang tercecer dan ketelingsut di sana-sini, menembus batas kewarasan dan kegilaan, dan pada akhirnya menyelami berbagai dimensi dan lautan cinta.

Selamat bertualang hehe

Matur sembah nuwun Mbah. TOP! :)
Profile Image for Sinondang.
72 reviews3 followers
September 24, 2017
Bukan Sujiwo Tejo jika bukunya tidak unik. Menyajikan cerita Ramayana dari sudut pandang Rahwana yang dimabuk cinta, dicampur dengan tokoh-tokoh dan setting tempat masa kini. Saya penyuka cerita wayang, dan karena sudah pernah baca cerita aslinya, maka terasa segar dan berbeda ketika membaca cerita versi ini. Agak bosan di menjelang akhir cerita, tapi endingnya tidak terduga.

Buat yang belum familiar dengan cerita wayang, mungkin bakal agak bingung. Tapi buat yang pernah baca, bakal sedikit merasa aneh karena tokoh baik dan jahat dalam cerita asli akan memainkan peranan berbeda.
Profile Image for Firman Maulana.
22 reviews6 followers
March 6, 2019
Saya lebih suka buku kedua ini daripada buku pertama, meski sama-sama terasa energinya, namun di buku kedua energi atau kekuatan cinta si "aku" yang bernama Rahwana pada wanita bernama Sinta itu lebih kuat.

Membaca sangat seru, penuh fantasi, berlompat ke berbagai tempat, membaca surat demi surat Rahwana pada Sinta yang bercampur dengan ceritanya tentang berbagai hal, tentang ide, realitas, maya, dan berbagai konsep. Selain itu, berbagai peristiwa di lakon wayang pun turut dikisahkan, menarik!

Lagu-lagunya juga terasa lebih dalam di buku kedua.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for N.  Jay.
241 reviews9 followers
September 6, 2017
Kalau dibilang apakah buku ini lebih maremi,memang begitu,di buku ini cinta si Rahwana memang masih "gila" pada Sinta hanya saja agak ragu karena Sinta dikabarkan sudah not avaible. Di sini saya suka dengan pembahasan tentang Rama yang ternyata juga tak setampan pemikirannya tentang kesetiaan seorang istri,yang justru dibuangnya di hutan hingga melahirkan Lawa dan Kusa. Saya sih benci dengan kesok'an Rama,masih mending Ekalaya.
174 reviews2 followers
December 8, 2019
buku pertama terbaca to the point sehingga ingin segera sampai halaman terakhir sementara yang kedua ini benar2 untuk bacaan santai, tidak terburu2. banyak kalimat yang diulang, dan hamburan kata2 yang tidak menguatkan. tapi bagaimanapun, karena ini dwilogi, setelah baca yang pertama tetap harus menyelesaikan yang kedua.
Profile Image for Nila Adillah.
15 reviews1 follower
July 9, 2022
just finished reading Rahvanaya 1 and 2 by @president_jancukers . now I'm more and more sure for falling in love with a boy named Mr. Rahwana and make me think, "oh shit... i need someone like Rahwana who loved Sinta so much". LOL :D
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Anggi Hafiz Al Hakam.
329 reviews5 followers
June 18, 2015
Sebaiknya dunia yang tak ada harus tetap kita adakan. Kalau perlu, kita ada-adakan. Caranya, yang tidak ada itu harus kita ada-adakan manfaatnya.

Kisah lanjutan dari Rahvayana edisi perdana, Aku Lala Padamu ini masih bercerita soal si ‘Aku’ yang tak henti-hentinya mengagumi Sinta. Sejak pertemuan pertama pada gerimis di Borobudur hingga Rahvayana akhirnya benar-benar melanglang buana tampil di gedung pertunjukan legendaris dunia. ‘Aku’ masih menulis surat-suratnya pada Sinta walau kadang Sinta tak lantas langsung membalasnya.

Saya tidak perlu menjelaskan lagi soal pembebasan pakem Rama-Sinta dari cerita Ramayana yang sudah terlanjur beredar dan kita semua maklum dibuatnya. Rama mengumpulkan pasukannya untuk merebut kembali Dewi Sinta. Pada “Rahvayana 2”, permainan sang Resi Sujiwo Tejo semakin mendetail untuk mengungkapkan apa saja yang terjadi diantara Rama-Sinta. Ia berhasil membuat kedua tokoh itu menampakkan sisi hitam-putihnya.

Pengalaman bersama ”Rahvayana 2” ini benar-benar menjadi suatu perjalanan yang menyenangkan. Menyenangkan karena akhirnya saya dapat gambaran mengenai sosok seorang Indrajit bila memang benar ada dalam kehidupan nyata. Sang pemilik Aji Sirep yang lebih sakti dari milik Wibisana ini menemani si ‘Aku’ sejak dari dalam kereta dari Guangzhou, lalu ke Tembok China dimana si ‘Aku’ mendalang untuk lakon Rahwana dan Sinta diiringi repertoar yang sakral dan kuno, Gending Ayak-Ayak Slendo Manyuro.

Sinta Gugat

Seluruh perjalanan dan petualangan dalam “Rahvayana 2”; Guanzhou, Tembok Cina, Bali, Siberia, Anna Karenina, Himalaya, dst. Pada ujungnya memang hanya soal Rahwana, Sinta, dan Rama. Menjelang akhir cerita, mulai halaman 233 hingga 234, usai Rama berhasil menemui Sinta setelah dibuat tidak berdaya oleh Lawa dan Kusa, dua anak kembarnya yang ikut Sinta mengasingkan diri ke hutan Dandaka, Sinta ‘menggugat’ eksistensi Rama dalam seluruh lakon Rama-Sinta ini.

“Katanya, Rama hanyalah buih. Ia bergerak atas kehendak samudra Siwa. Kenapa cinta Tuhan kepadaku melalui Rama begitu naif? Masih ia syak wasangkai kesucianku setelah 12 tahun hidup bersama Rahwana di Alengka?”

Sinta masih melanjutkan gugatannya.

“Apakah cinta tak ubahnya dengan pengadilan, yang setiap pihak harus membuktikan segalanya?”

Gugatan Sinta menarik simpati para siluman di Dandaka. Bahkan ada yang mulai menangis.

“Rama, sebetulnya kau mencintaiku atau mencintai dirimu sendiri sehingga kau begitu hirau dengan gosip rakyatmu bahwa aku sudah tak suci lagi setelah hidup bersama Rahwana”

Gugatan Sinta pun berakhir.

“Perang Alengka-Kosala kau canangkan bukan demi cintamu kepadaku, Rama, melainkan demi ketersinggungganmu sebagai seorang lelaki dan seorang kesatria!”

Lagi-lagi, saya harus mempertanyakan Rama. Mengapa Dewi Sinta yang dicurigai sudah tidak suci lagi? Apakah karena dominasi maskulinitas terhadap feminitas Sinta? Lantas, mengapa Rama sendiri menangis di balik bukit kala Hanuman membawakan cincin titipan Sinta untuk dipakai olehnya sekaligus untuk membuktikan kesetiaannya? Dalam hal ini, memang cinta Rama kepada Sinta perlu dipertanyakan. Bila perlu, diadakan lagi penelitian lebih jauh mengenai hal ini. Apakah sebegitu bersyaratnya cinta Sri Rama terhadap Dewi Sinta.

Barangkali memang Rahwana yang tetap bisa mencintai Sinta, apapun keadaannya. Rahwana memang menyembah dan memuji titisan Dewi Widowati itu dengan caranya sendiri. Rahwana menyembah Zat yang ada itu melalui segenap tirakatnya. Rahwana tetap menjunjung dan mencintai Sinta, walau Sinta berubah menjadi Janaki dan Waidehi.


Hanya Sekedar Komentar

Muatan lain yang jadi titik berat lanjutan ‘Aku Lala Padamu’ ini adalah satu soal filosofis tentang ada dan tiada. Pembaca bisa menilai sendiri persoalan filosofis yang rupanya sempat hinggap di kepala sang Resi Sujiwo Tejo. Soal cover buku, saya rasa ‘Aku Lala Padamu’ memang cenderung ‘lebih serius’ dalam menggarap hubungan antara cover dengan jalan cerita.

“Ada Yang Tiada” punya cover yang cenderung lebih ngepop dan santai. Tiga orang gadis naik mobil sedan kap terbuka. Mungkin, mereka naik sedan Mercy Tiger tahun 70-an dan melintasi jalanan Melawai hingga pinggiran pantai California sana. Entah mengapa, saya membayangkan perempuan-perempuan itu adalah Gwen Stefani, Mariana Renata, dan Katy Perry, sang pelantun ‘California Girls’. Entah. Entah mengapa. Seperti ada yang tiada.

hari pertama shaum 1436H, ditemani Tragedy dari Bee Gees
Profile Image for afin.
267 reviews20 followers
April 20, 2015
rated 2 / 5 stars

Sinopsis:
Sinta berubah. Namanya jadi Janaki. Janaki pun berubah. Namanya jadi Waidehi. Tapi, Rahwana
tetap mencintainya. Rahwana tetap menjunjungnya, menyembahnya.
Terhadap titisan Dewi Widowati itu ia tak menyembah nama. Rahwana menyembah Zat melalui caranya sendiri. Persembahannya secara agama cinta ....
Hmmm ....
Sebuah nama yang ada bukan karena dinamai. Sebuah nama yang ada juga bukan karena
menamai dirinya sendiri. Adakah itu? Ada. Rahwana yakin itu ada. Dan ia sangat mencintainya.

Review:
Sebelumnya, aku ingin meminta maaf apabila ada kesalahan dalam isi cerita dari buku ini karena aku memang sebenarnya belum membaca buku pertamanya. Sewaktu ditawarkan buku murah ini di grup BBI persembahan dari Tokobuku by SCOOP langsung saja aku menginginkannya hanya karena covernya dan nama Sujiwo Tejo sendiri. Oke, langsung saja ke review-nya.
Apakah Dewa Kamajaya dan Dewi Kamaratih memang ingin memberiku Sinta-pada-raga-bayi karena Sinta-pada-raga-dirimu telah dimiliki oleh samudra?
Di buku kedua duologi Rahvayana ini sebenarnya berisikan kumpulan surat-surat cinta dari Rahwana untuk Dewi Sinta. Di cerita ini Dewi Sinta sudah menikah dengan Rama yang membuat Rahwana jadi "galau" dan mulai "agak" gila. Di buku ini pembaca dibawa untuk melihat imajinasi-imajinasi liar Rahwana dan perjuangan Rahwana dalam membuat dan menampilkan teater Rahvayana keliling dunia,

Untuk nilai plus buku ini sebetulnya tidak banyak. Yang menonjol bagiku hanya imajinasi Rahwana yang disajikan penulis ini memang benar-benar "liar" aku sendiri mungkin tidak akan memikirkannya. Suka sekali mengintip isi otak Rahwana yang imajinatif itu.

Untuk nilai minus buku ini. Sebenarnya buku ini adalah semacam pengisahan ulang cerita rakyat Ramayana ya kalau tidak salah? Aku harus mengakui bahwa aku gagal paham dengan buku ini, selain karena buku ini adalah buku yang notabene "sastra abis" dan pengalamanku membaca buku-buku sastra itu terlampau minim sekali jadi susah untukku untuk menikmati cerita di buku ini.

"Mengidolakan sesuatu, kan, enggak harus mengikuti seluruh watak dan tindak tanduk idolanya."
"Kenapa?"
"Karena Kakanda sendiri yang mengajariku begitu."

read my full review on my blog http://booksoverall.blogspot.com/2015...
Profile Image for Roswitha Muntiyarso.
118 reviews7 followers
June 25, 2015
Seandainya saya bisa memberikan rating lebih dari lima, saya akan memberikan rating bintang tujuh untuk karya Sujiwo Tejo yang satu ini. Sungguh memuaskan dahaga saya akan pencarian Tuhan dan makna hidup. Saya punya kebiasaan untuk menandai bagian-bagian buku yang saya sukai, baik kalimat ataupun sebahagian cerita. Saya memberikan 16 bookmark untuk buku ini. REKOR! Betapa saya menyenangi buku ini.

Buku ini menceritakan tentang seorang pribadi, yang mendefinisikan dirinya sebagai rahwana, tokoh jahat di lakon Rama dan Sinta. Buku ini menceritakan lakon Ramayana jika diambil dari sudut pandang Rahwana di masa kini. Banyak pelajaran hidup yang dapat diambil dari buku yang tampaknya seperti ditulis ngaco, seadanya dan asal memasukkan tokoh lintas jaman dan lintas konteks ini.

Beberapa sudut pandang yang saya suka yaitu:

- Ketika ia bercerita betapa Sinta sangat terluka ketika Rama membawakan cincin untuk membuktikan apakah Sinta masih suci meskipun sudah hidup belasan tahun bersama Rahwana. Betapa Sinta merasa tak lagi dipercaya oleh orang yang ia cinta, sakit hatinya bagai tercabik-cabik karena kepercayaan tak lagi ada.

- Ketika buku ini membicarakan seorang titisan Dewa atau Tuhan yang tidaklah sempurna. Betapa agama dan kecintaan kepada Tuhan digamblangkan dengan baik sehingga kita punya khasanah baru tentang keTuhanan, terutama berTuhan melalui pendekatan cinta

- Isi buku ini juga banyak merupakan metafora, metafora dari ego manusia, kepentingan manusia, dan hasrat manusia. Bahwa terkadang perintah-perintah moral dan agama yang kita dapatkan seringkali hanyalah metafora yang hikmahnya harus kita pertanyakan untuk membentuk kecintaan dan ketaatan utuh pada Tuhan.

Dengan membaca buku ini, kecintaan saya kepada Tuhan menjadi bertambah dengan caranya sendiri. Mungkin selama ini yang ditulis oleh Sujiwo Tejo bukanlah surat cinta untuk Sinta, tapi juga untuk Tuhan dan untuk kehidupan. Bilang ia gila atau edan, tapi untuk mencapai puncak pemahaman seperti sang pengarang memang kadang butuh pikiran menyimpang dari kewarasan yang utuh.

Recommended sekali :D
Profile Image for Rizka Putri.
6 reviews
Read
September 2, 2019
"bila bagian besar yang mencintaimu itu yang menulisnya, tintaku pasti lebih menyerupai tetes-tetes air mata ketimbang kumpulan aksara."

Probably my favorite quote of Rahwana. Ketika cinta sedemikian besarnya, kita mulai membayangkan orang yang kita cintai dimana-mana. Begitu pula Rahwana, yang sudah tiada tapi tetap ada. ada tapi tiada. Rahwana seperti berpetualangan dari china, Thailand, sampai Bali, dengan hanya satu tujuan, mementaskan kisah cintahnya dalam 'Rahvayana' keliling dunia.

Seperti biasa tulisan Sujewo Tejo yang sangat konyol. Jujur saya belum baca Rahvayana yang pertama, tapi Rahvayana 2 sudah sukses membuat saya ketawa-ketawa karena para karakter yang jenaka. Dan cerita yang disampaikan melalui sudut pandang Rahwana yang selalu dikaitkan dengan Tokoh Antagonis, nyatanya membuat kita bertanya-tanya, sebenarnya siapa yang tulus mencintai sinta?

Again, i must say, i REALLY enjoy reading this. It's funny, ridiculously adorable, and really touching. So, Siapa bilang Sujewo Tejo tidak bisa menulis cerita cinta?
Profile Image for Aliftya Amarilisyariningtyas.
113 reviews7 followers
July 27, 2015
Seperti kata Butet Kartaredjasa, “(novel ini --red) unik dan autentik. Serba tidak terduga, tapi mengandung kebenaran. Mengejutkan sekaligus menyegarkan.” Dan saya setuju dengan beliau. Saya pribadi memandang bahwa apa yang ada pada novel ini unik dan liar. Unik, mulai dari tema, pemilihan nama tokoh, hingga gaya penceritaan serta tentunya isi cerita. Dan liar, karena imajinasi-imajinasi Rahwana yang “edan” –ditinggal Sinta kawin.

Novel ini ditulis dengan cerdas, dan kadang sedikit menyimpan “nada” satir. Bahasa yang digunakan pun terbilang “apa adanya”. Lugas dan jujur. Untuk bagian teknis, saya sendiri tidak merasa ada hal yang bermasalah. Semuanya terbilang cukup baik. Yang paling saya suka adalah sampul bukunya, sederhana. Tapi manis.

Akhirnya, selamat membaca!
Profile Image for Jahe.
33 reviews
February 10, 2023
Here's the thing about Sujiwo Tejo's type of writing. Beliau menulis tidak secara runut peristiwa. Sewaktu membaca, kamu akan dibuat seperti sedang mendengar teman 'ngacapruk' (bicara ngalor-ngidul). Reading this feels like reading a friend's diary (bedanya ini adalah kumpulan surat Rahwana untuk Sinta) where they would ramble about some random things they find interesting in their life. Enjoyable, dan jenaka di waktu yang sama. Rasanya sayang kalau setiap kata tidak dibaca baik-baik dan diresapi, tapi kembali lagi, membaca Rahvayana rasanya tidak perlu terlalu banyak berpikir. Kita cuma perlu merasa saja.

This review is biased and subjective, but you should buy the book and see for yourself--see how I could deeply and inevitably fell in love with this book.
Profile Image for Nurul Inayah.
118 reviews12 followers
February 27, 2015
Nggak nyangka bakal paham dengan isinya. Sepertinya IQ ku rada naik dikit nih, hehehe. Yang saya suka adalah sekitar 3/4 bagian awal saat surat masih banyak berisi rayuan rayuan manis. Entah 1/4 bagian akhir surat kok mulai terasa berisik, melengking, dan tentu absurd.
Ini bukan buku cerita, bukan buku puisi, ya..ini adalah buku yang ketika kamu baca ulang di lain waktu, lain mood, lain ladang, lain ilalang...maknanya bisa beda.
Profile Image for Lina Adi.
13 reviews4 followers
March 1, 2015
Serasa mengenal Sujiwo Tejo secara langsung lewat buku ini. Romantisnya, Narsisnya, Nyelenehnya, Urakannya, "Nakalnya", Absurdnya. Mungkin juga tentang mimpi dan keinginannya.

"Seni yang baik biasanya berupa biografi senimannya sendiri dengan sedikit bumbu di sana sini untuk menyamarkan yang sesungguhnya" (Rahvayana 2, Hal 142)

Mungkin kalimat itu cocok menggambarkan buku ini.
Buku ini benar-benar Sujiwo Tejo.
Profile Image for 沈沈.
737 reviews
February 12, 2020
Ketertarikan membaca kisah ini dimulai dari keisengan saya membeli buku Rahvayana yang pertama. Lantas dibuat suka, akhirnya beli buku yang kedua. Dan kemudian kembali dibuat suka dengan kisah-kisah yang pada awalnya tak dimengerti. Pembawaan cerita yang menarik dan mudah dimengerti-menurut saya. Senang sekali membawa karya-karya Mbah Jiwo ini.
Profile Image for Aldila.
48 reviews
January 24, 2016
mungkin iq saya terlalu melati sehingga banyak bagian yang saya nggak paham, meskipun banyak bagian lain yang menarik bagi saya, yang bisa bikin nyengir-nyengir sendiri. Heuheuheu, mbah cuk memang jancuk :D
Profile Image for Zean Baihaqy.
3 reviews66 followers
September 15, 2016
Rahvayana: Aku Lala Padamu, sudah termasuk buku 'kelas berat' -- bagiku. Dan buku ini, Rahvayana: Ada Yang Tiada, seperti kosmos dari Rahvayana: Aku Lala Padamu.

Saat membaca buku ini, sebaiknya jangan dibarengi dengan misuh-misuh, Cuk!
Profile Image for adiaddicted.
37 reviews
March 8, 2015
Membaca Rahvayana yang ke 2 ini perlu kedalaman nafas saranku perlu jg baca Rahuvana tattwa dan sastrajendra hayuningrat pangruwating diyu agus Sunyoto heuheu
Profile Image for Amex Auditore.
15 reviews3 followers
July 11, 2025
Hmm... buku Rahvayana sudah kebaca semua dan buku ini bagus dengan cerita pewayangan Ramayananya yang dibumbui pemikiran penulis dan kehidupan modern si pemeran Rahwana serta hal absurd lainya. 😆
Profile Image for Aan.
4 reviews15 followers
March 16, 2016
Dibawa muter-muter dengan siapa sebenernya Sinta itu. Dan akhirnya semua Sinta itu sudah tiada[]
Profile Image for Vian Tdc.
3 reviews
July 2, 2016
setelah baca buku yg pertama , gw agak nambah paham sm jalan cerita nya . jd nambah 1*
Profile Image for Juliattae.
65 reviews17 followers
April 15, 2020
Buku yang manja namun mengandung banyak sekali pelajaran hidup. Bahwa di dunia yg fana ini kita hanya sedang menjalankan lakon sandiwara yg belum diketahui scriptnya.
Displaying 1 - 30 of 33 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.