Mungkin belum banyak yang menyadari bahwa ada begitu banyak pertanyaan menggelitik tentang lelaki: apa arti dan makna menjadi seorang lelaki? Di luar peran dan ekspektasi masyarakat tentang lelaki sebagai pemimpin, serdadu, ayah, bos, suami, dan lain-lain, ada sudut-sudut terdalam dalam jiwa mereka yang menarik untuk ditelisik.
Dua belas cerpen yang terkumpul di edisi khusus Esquire tak hanya mampu menampilkan sosok lelaki dalam segala hal: penampilan, intelektualitas, dan gaya hidup, namun juga menyibak rahasia dan hasrat yang mungkin selama ini hanya dipahami oleh para lelaki. Tak sekadar cerita, kumcer ini mampu menjadi minuman segar di padang gurun kesusastraan Indonesia, bagi semua orang yang dahaga, letih, dan merindu.
Agus Noor, menulis banyak prosa, cerpen, naskah lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron. Beberapa buku yang telah ditulisnya antara lain, Memorabilia, Bapak Presiden yang Terhormat, Selingkuh Itu Indah, Rendezvous (Kisah Cinta yang Tak Setia), Matinya Toekang Kritik, Potongan Cerita di Kartu Pos.
Karya-karya Agus Noor yang berupa cerpen juga banyak terhimpun dalam beberapa buku, antara lain: Jl. Asmaradana (Cerpen Pilihan Kompas, 2005), Ripin (Cerpen Kompas Pilihan, 2007), Kitab Cerpen Horison Sastra Indonesia, (Majalah Horison dan The Ford Foundation, 2002), Pembisik (Cerpen-cerpen terbaik Republika), 20 Cerpen Indonesia Terbaik 2008 (Pena Kencana), dll.
Menerima penghargaan sebagai cerpenis terbaik pada Festival Kesenian Yogyakarta 1992. Mendapatkan sertifikat Anugerah Cerpen Indonesia dari Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1992 untuk tiga cerpennya: “Keluarga Bahagia”, “Dzikir Sebutir Peluru” dan “Tak Ada Mawar di Jalan Raya”. Sedang cerpen “Pemburu” oleh majalah sastra Horison, dinyatakan sebagai salah satu karya terbaik yang pernah terbit di majalah itu selama kurun waktu 1990-2000. Dan cerpen “Piknik” masuk dalam Anugerah Kebudayaan 2006 Departemen Seni dan Budaya untuk kategori cerpen.
Membaca cerita dan kisah di dalamnya, seperti membaca ragam kehidupan yang mungkin terjadi dalam masyarakat urban, bukan hanya itu, sesuatu yang tersembunyi juga dipaparkan dalam beberapa cerita di buku kumcer ini. Katakanlah beberapa, seperti cerpen "Gang Mawar' karya Bre Redana, "Aku dan Tikus" karya Diani Savitri, "Anggrek Bulan" karya Rama Dira, Bahkan merembet pada cara pandang tokoh yang dikategorikan sederhana yang menjadi rumit seperti dalam cerita "Di Sebuah Gondola" karya J Angin. Eksistensi tokoh-tokohnya terlihat bahwa sebagai bagian masyarakat urban, apapun latar belakang, sudut pandang "kekotaan" menjadi tidak sederhana. Mungkin saja maksud semua cerita bisa jadi membuat pembaca untuk tidak sekadar memperumit atau mempermudah persoalan. Apapun masalahnya, hadapi, meski tidak selalu berhasil....itulah kehidupan.
Seperti biasa, tanpa mendiskreditkan penulis wanita. Aku jujur tidak mendapatkan sisi maskulinitas dari karya mereka karena seaakn menggambarkan lelaki sebagai makhluk buas penuh nafsu namun tidak terasa alami. Walaupun ada segi realitas yang agak lebih dapat diterima nalar bila dibandingkan karya penulis wanita yang sering saya temui untuk sudut pandang lelaki pada cerpen-cerpen mereka. Untuk penulis lelaki, ada beberapa yang menggigit, namun tidak terlalu menggigit. Gak ada karya yang buat gua ngerasa cerpen ini gila kecuali karya eka kurniawan yang agak mendekati,
These short stories collection tells you how men looked at Indonesia. The short stories are palatable, but not too surprising and genius. It's just average, except for Eka kurniawan's work for myself personally
Ini kumpulan cerpen kedua dari Esquire yang saya baca. Agak berbeda dari kumpulan cerpen yang pertama, kumpulan cerpen Esquire yang kedua ini terasa lebih ringan. Banyak cerpen dengan ending yang mengambang tapi strategi penceritaan yang seperti ini bagi saya menarik karena memberikan keleluasaan bagi pembaca untuk mengimajinasikan kelanjutan ceritanya.
Kumpulan cerpen dari Esquire selalu manarik..selalu ditunggu!!
ada beberapa cerpen yang kusuka karena diksi dan jalinan kalimatnya yang indah, ada pula yang bikin "hah, gimana?" sangking nggak jelas. paling terkesan sama "Aku & Tikus".
Komentar pertama saya adalah, wah, wah, wah, wah, ceritanya lebih nakal dari Esquire #1 saya lebih suka yang ini. Dan namanya kumcer dari majalah ya, rasanya aneka warna, gak serupa.
Langsung terpikat sama tulisannya Agus Noor, dibilang saya belum bisa move on dari kumcernya sampai detik ini, uhu. Seno juga oke. Kayak baca RP antara Agus Noor & SGA dengan tokoh Makena. Tapi gak tahu mana yang lebih bagus "Pesan Untuk Kekasih Tercinta" atau wanita bersepatu merah kemarin, sepertinya lebih seksi yang sepatu merah dari kulit ular, meskipun cerpen yang ini dipenuhi ironi. Cerita realis lebih menghujam dada ya. Gra.
"Anggrek Bulan" karya Rama Dira bikin inget sama cerpen bikinan sendiri, yang sampai detik ini belum saya kasih judul, saya kirim buat ikut Kampus Fiksi. Imajinasi di pesawat ya Mb. Kayaknya harus banget nih saya baca karya Garcia Marquez. Saya bahkan belum baca karya-karya top Hemingway etc. Dan siapa tuh sastrawan Russin? Hm. Lupa nama. Selalu.
Favorit saya kayaknya "Aku & Tikus" si tulisan idealis, karya Diani Savitri, hm, meski kalau gaya bahasa saya memuja-muja Om Agus & Om Seno.
"Di Sebuah Gondola" -nya J. Angin bikin deg-degan sialan.
Dan sukak "Saya, Polisi, dan Pistol" karena sedih, andai beneran masih ada orang baik, tapi kenapa orang baik hidupnya selalu digambarkan melarat dan menderita? Saya mau menulis tentang orang-orang baik yang berhasil, meskipun kalau kata Pram sih, sia-sia bakalan, cerita kehidupan adalah tentang kepedihan.
Tidak ada cerpen yang benar-benar menyentuh. Mungkin karena tema umumnya maskulinitas pria (bukan topik favorit gue) dan sedikit terlalu fokus pada kehidupan dengan latar metropolitan.
Tiga cerita yang "lumayan" menurut gue: 1. Anggrek Bulan karya Rama Dira J. Satu-satunya cerita yang manis. Cerita yang tidak melibatkan perselingkuhan, yang tampaknya menjadi hal yang sangat wajar di kumpulan cerpen ini (mungkin memang sudah wajar di dunia nyata juga).
2. Gang Mawar karya Bre Redana Ceritanya sederhana tapi tepat, mengena. Masyarakat punya standar hidup sukses dan bahagia tersendiri, namun keinginan hati nurani terkadang tak bisa dibungkam begitu saja. Tetap harus diluluskan, meski sembunyi-sembunyi. Plus, kayaknya gue emang uda "cocok" sama gaya penulisan si Gitanyali ini.
3. Di Sebuah Gondola karya J. Angin Ide dan scope ceritanya keren menurut gue. Kontrasnya karakter dan permainan dialognya juga pas, sih. Tapi endingnya agak kurang menurut gue.
Saya iri pada dan ingin bertukar posisi dengan Rosa, tokoh dari cerpen pertama yang berjudul Catatan tentang Piknik yang Tak Menyenangkan. Saya marah pada gadis itu, dia tak tahu siapa Murakami itu, sungguh terlalu -_-
Kesukaan saya lainnya adalah cerpen berjudul Gang Mawar, Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, dan Saya, Polisi, dan Pistol.
Kumpulan cerpen ini berisi tentang kehidupan urban dan membacanya membuat saya serasa menjadi salah satu tokoh 'kekasih yang mendapat kiriman pesan' sekali lagi kalau boleh memilih ingin menjadi Rosa saja ☺
Akhirnya... setelah marathon dengan bukubuku Mira W. * Istilah Teh Ayu * kembali lagi baca kumcer... Usai bolak balik memilih kumcer dari beberapa buku yang ada, dengan inilah saya bisa bertahan sampai akhir tanpa perlu terlalu mengerutkan dahi.
Paling suka dengan kisah, Maneka Versi Agus Noor dan Seno Gumira A. . Seolah tengah membaca karya kolaborasi mereka berdua. Love it! Saya jadi ketagihan, membaca karya mereka yang saling berbalasbalasan seperti ini.
membaca kumpulan cerpen edisi ini, terasa sekali sangat urban. Mungkin karena Catatan Tentang Piknik yang Tak Menyenangkan ditempatkan sebagai cerita pertama. Garis merah di sini tentang hubungan lelaki dan perempuan, dalam berbagai bentuk.
Untuk kali ini, bagi saya Gang Mawar mencuri perhatian akibat terasa lebih dewasa ketimbang yang lainnya. Sementara, Pada Sebuah Hotel mainstream saja disaat Riwayat Kesendirian bikin ngenes, berujung kemungkinan buruk yang memang realistis.
Favorit saya tetap karyanya Eka Kurniawan yang berjudul Riwayat Kesendirian. Karena ini cerita horror yang ga picisan. Menegangkan!
Di buku yang ini saya juga memfavoritkan: 1. Gang Mawar karya Bre Redana (ini luar biasa) 2. Pesan Untuk Kekasih Tercinta karya SGA 3. Pangeran Kutil & Ratu Buntil karya Avi Basuki 4. Saya, Polisi, dan Pistol karya Bamby Cahyadi
Saya lebih suka kumcer Esquire#2. Banyak cerita-cerita yang lebih menarik di dalamnya. Cerpen yang paling saya suka berjudul Saya, Polisi, dan Pistol, Sepotong Bibir Paling Indah, Pesan untuk kekasih tercinta, dan riwayat kesendirian.Sebenarnya semua ceritanya menarik dan tak terduga, itulah mengapa saya lebih suka kumcer bagian 2 ini ketimbang kumcer yang sebelumnya.
Tiga cerpen yang paling saya suka adalah cerpen karangan Agus Noor, Seno Gumira Ajidarma dan Eka Kurniawan. Semuanya lengsung menempel di ingatan saya dengan kesan yang mendalam. Yang lainnya, kurang terlalu menikmati. Karena memang buku ini adalah kumpulan cerpen yang pernah tayang di Majalah Esquire, yang mana secara genre bukan cangkir the saya.
Sebagai penanda, kumcer ini kumcer dewasa. Jadi akan ada potongan adegan pasangan dewasa bercinta walau tidak detail. Isi ceritanya menarik, endingnya ada yang tidak bisa ditebak. Terlebih di bagian cerpen Lelaki Tanpa Wajah, Pada Sebuah Hotel, dan Di Sebuah Gondola. Nice short story.
Berikut cerpen yg menarik dalam kumcer Esquire edisi kedua kali ini: 1. Catatan tentang Piknik yang Tak Menyenangkan 2. Gang Mawar 3. Pangeran Kutil dan Ratu Buntil 4. Di Sebuah Gondola 5. Saya, Polisi dan Pistol