Di sebuah kota lama bernama Jepara, aku belajar makna cinta yang sesungguhnya. Juga bahwa manusia tidak sempurna, dan cinta selalu memilih jalannya.
***
Jika hidup mengecewakanmu, apa yang akan kau lakukan? Jenny Ayu Maharani memilih melarikan diri. Sejauh mungkin. Ternyata, semesta berkata lain. Ia tidak hanya melintasi jarak, tetapi juga waktu, ke sebuah kota lama bernama Jepara.
Kala puncak karier dan kebahagiaan sudah di depan mata, Jenny mendapati dirinya terpuruk ke lubang terdalam. Segala harapannya padam.
Di tengah kekalutan itu, ia bertemu Diana Danika, pengagum Raden Ajeng Kartini yang seolah bisa membaca pikirannya. Bersama Diana, ia melarikan diri dari realitas rumit yang membelit. Namun, entah bagaimana, alunan suara ganjil melemparkan Jenny melintasi tempat dan waktu—bertemu sang Putri Jepara.
Dua perempuan berbeda masa pun seakan ditakdirkan bertemu, berbagi kisah yang tak pernah usang, tentang hidup, cinta, dan impian. Ketika masa lalu lebih indah daripada masa kini, haruskah Jenny kembali?
A passionate reader since little, Herdiana can never stay away from great books. That's why she chose to study English Literature and Psychology in Universitas Indonesia.
Since 2006, she has delved into the magnificent world of journalism and written dozens of articles for Reader's Digest, Cleo, and Femina.
Herdiana is currently doing a PhD in Education (Children's Literature and Literacies), University of Glasgow, fully-funded by LPDP. She also manages www.sikancil.org.
Kota Lama & Sepotong Cerita Cinta is her debut novel.
Lagi-lagi, seneng banget kalau baca buku yang nggak disangka-sangka, tahu-tahu bagus. :'D
Kesalahan pertama saya sebelum membaca buku ini adalah nggak ngerti Kartini selain Jepara, emansipasi, dan Habis Gelap Terbitlah Terang. Karena apa? Karena buku ini adalah salah satu dari seri time traveler dari Gagasmedia dan di buku ini si tokoh utama melakukan (atau mengalami?) perjalanan lintas waktu ke masa-masa Kartini menggagas sekolah, menikah, hingga meninggal (tahun 1900-1904).
Jadi 70% dari isi novel ini menceritakan Tiga Serangkai: Kartini, Kardinah, dan Roekmini, serta kehidupan mereka di zaman itu. Pembaca akan terbiasa dengan deskripsi mengenai kain dan kebaya, nama-nama tokoh yang hanya dibaca dulu ketika membaca buku pelajaran sejarah, serta aktivitas, dan kemeriahan acara-acara besar di zaman itu.
Menurut saya deskripsinya bagus, dan berhasil membawa saya seolah ada di zaman itu.
Kerenlah. Apalagi gaya penceritaan Herdiana Hakim nggak mendayu-dayu, tegas gitu deh.
Semakin salut karena ternyata ini novel perdana penulis. Risetnya pasti gila-gilaan. *jempol*
Aku memang bukan penikmat sejarah, tetapi buku ini sukses membuatku betah membacanya, kehidupan R.A Kartini diceritakan dengan begitu mengalir, membuatku benar-benar menikmatinya. Nice debut =)
Senang rasanya bisa kenalan lebih dekat dengan tokoh Kartini lewat cerita seperti ini. Ceritanya santai dan manis, terasa sedang membawa kita mengikuti sepotong perjalanan hidup kedua alpha girls, Jenny dan Kartini. Dari awal buku, karakter tokoh-tokohnya berhasil diceritakan dengan baik sehingga terasa hidup and relatable. Bahkan, gara-gara deskripsi (agak) psikologis tentang tokoh-tokoh yang cukup sering muncul di dialog, saya jadi rasa-rasanya agak "cocok-logy" dan memikirkan hidup saya sendiri. You know, saking "nyatanya", sampe kepikiran. Hehe.
Sayangnya, kebetulan sekali saya mulai baca buku ini berbarengan dengan baca buku historical fiction ala tante Philippa Gregory..... dan jatuhnya jadi agak membanding-bandingkan, deh. Walaupun kontennya jelas beda, yang satu lebih ke fantasy-exploration-of-the-past sementara yang lain story-telling-the-hard-historical-facts, tapi mau tidak mau jadi sadar betapa latar belakang dari penulis membawa hawa yang sangat berbeda pada kisah yang dituliskan.
Saya jadi menemukan kalo di buku ini, cara penulis merangkai fakta historis dan dinamika tokohnya terasa tidak kental atau terlalu deskriptif, sehingga terasa agak dipinggirkan dari sorotan utama. (Maybe to give way to other points in the story, like the main character's emotional struggle). Kedua, cara pembentukan dan penguraian konfliknya juga terasa terlalu santai sehingga tidak terlalu terasa pukulannya. (as in how the father-daughter relationship problem ended so quickly, so it felt rushed.. since there are little elaboration on moments through which the main char learned to change.. you know, it gave me the this-should-not-end-that-fast feeling.. or maybe it's just me?) Akhirnya, saya jadi merasa lebih seperti baca cerita teenlit daripada young adults...
..but again, maybe I just missed the whole announcement that this book IS, afterall, not a YA book. And is, indeed, a teenlit. If that's the case, then please let me sincerely apologize and retreat slowly to my deep cave....
Tapi mungkin justru karena nada ceritanya yang ringan, jadi baca buku ini terasa seperti liburan yang menyenangkan. Kaya makan permen penyegar mulut. It leaves you with a quick fun, refreshing and sweet aftertaste.
And one last thing to highlight! Saya sangat apresiasi penulis yang pasti berlelah melakukan extensive research on the life of one of the most prominent figure in our national history. Beliau mampu menyuntikkan beragam budaya, adat, kondisi hidup Kartini dan orang-orang di sekitarnya di cerita yang singkat ini, and that's no small feat! I believe she put in serious effort in pulling all of those together. And this brings me to my last remark..
We all admire Kartini, but I also admire you, kakak author, for giving us the chance to be introduced to the life of our role model, even only through the words you weave together. Jadi pengen ke Jepara, y'know! ;)
Ini buku kedua dalam seri Time Traveler Gagas yang saya baca setelah Time After Time. Jika magic system di TAT memiliki sentuhan fisika, Kota Lama & Sepotong Cerita Cinta lebih whimsy, memperkenalkan 'portal' dan perjalanan waktu sebagai sesuatu yang nyaris mistis, sesuai latarnya yaitu di Jepara. Jenny yang mandiri, modern, keras kepala, dan sebenarnya ingin kabur dari kenyataan merasa prinsipnya ditantang setelah Diana bercerita tentang R.A. Kartini dan betapa tokoh itu mirip dengannya. Dia pun mencoba membuktikannya lewat tur pahlawan nasional itu bersama Diana, tapi di sana dia justru terlempar ke seratus tahun lalu.
Bagi pembaca yang sudah pernah mengikuti tur Kartini di Jepara atau mendengar tentangnya, menonton film biopiknya, dan membaca buku yang berkaitan dengannya, yang dialami Jenny di masa lalu sudah tidak asing lagi. Saya pernah, jadi saya lebih ingin melihat bagaimana Jenny beradaptasi dengan budaya Jawa ketika mengetahui dirinya tidak bisa balik lagi, ingin merasakan female rage di tengah banyaknya kekangan sosial, ingin menyaksikan perkembangan karakter Jenny yang mulanya anti nilai-nilai kuno menjadi tercerahkan dengan terjun langsung dalam perjuangan emansipasi tahun 1900-an. Di sini, Jenny seperti pembaca dan pembaca seperti Jenny: menonton kehidupan Kartini. Sifat Jenny yang rebel seperti cepat ditahan dan kekagumannya pada Kartini cepat terjadi. Untuk itulah saya sempat berpikir bagaimana jika Kartini di sini ditukar tokoh fiksi yang terinspirasi beliau saja. Namanya ganti tapi hidupnya mirip, sehingga tidak perlu terlalu hati-hati dengan alterasi dan bisa lebih melibatkan peran aktif Jenny, terlebih ketika sudut pandang orang pertama yang dipakai.
Gaya bertuturnya mulus dan personal, isu keluarga di latar belakang Jenny juga nyata dan relatable. Joshua manis bangeeet hehehe. Nggak tahu kenapa dengar mereka saling panggil nama khusus masing-masing bahkan setelah lama nggak ketemu bikin saya 🫠🫠🫠 saya senang ceritanya berakhir dengan baik, dan cukup tidak menyangka juga Jenny akan mengambil keputusan sebesar itu. Kalau suka historical fiction, kamu akan berpesta dengan betapa detailnya cerita masa lalu di sini dan konsep mesin waktunya yang mudah dimengerti.
"Ran... tahu tidak, apa yang membuatku bertahan saat menghadapi kesulitan?" "Apa?" "Menulis" (Hal.188) . . . Harapan yang terasa mulai pupus ketika puncak karir dan kebahagiaan nyaris diraihnya membuat Jenny Ayu Maharani memilih melarikan diri... Namun Siapa yang menyangka,keinginan melarikan diri justru mempertemukannya dengan sosok Raden Ajeng Kartini di kota Jepara dan era yang juga berbeda...
Bagaimana akhir pelarian Jenny setelah mengetahui bagaimana kehidupan sosok perempuan yang harum namanya di tanah Ibu Pertiwi? . . . 📝 Merupakan novel pertama mba @herdianahkm yang membuat saya menyukai gaya bertutur beliau yang rapi dan berhasil menghidupkan sosok R.A. Kartini dalam novel ini. Juga,novel ini seolah membuat saya berpikir sedang menonton film petualangan melintas waktu yang seru.
📝 Kover novel ini memberi kesan 'antik' dibalik kesederhanaan desainnya.
📝 Novel kedua yang membuat saya bertemu dengan tokoh alpha girl yang justru terkesan imut dengan interaksi 'shoryuken' bersama teman kecilnya.
📝 Ide tentang tur untuk mengenal sosok R.A Kartini lewat peninggalannya bagi saya merupakan ide yang cukup unik.
📝 Menjadi buku semi-fantasi yang bukan hanya membuka pandangan saya tentang adanya perbedaan dan mungkin juga persamaan antara pemikiran perempuan di era Kartini dan saat ini tetapi mampu menambah kekaguman saya dengan para perempuan yang tidak melupakan peranan penting dari pendidikan serta kemauan untuk menimba ilmu meski masih ditengah budaya serta pemikiran bahwa pendidikan tinggi justru menghambat langkah perempuan untuk menjadi ibu dan istri.
📝 KLDCL merupakan novel yang mengangkat tema yang cukup unik karena berhubungan dengan salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia, juga membuat saya merenungkan satu pertanyaan penting "sudahkah saya mengenal tokoh-tokoh berjasa dalam sejarah bangsa Indonesia?"
Jenny, wanita karier yang sukses, merasa down setelah dia tidak terpilih untuk menduduki jabatan yang memang diincarnya. Ditambah dengan maminya yang mengalami stroke ringan, semakin kusutlah pikiran Jenny. Setelah berpisah dengan papinya, mami Jenny selalu menekankan kepada Jenny untuk menjadi wanita yang kuat dan mandiri. Namun, setelah melihat maminya terbaring tak berdaya, Jenny mulai galau. Apalagi setelah mendengar kabar kalau papinya akan datang untuk merawat mami. Semakin besar keinginan Jenny untuk 'melarikan diri' sementara. Dia memutuskan untuk mengikuti tur napak tilas perjalanan Kartini bersama teman sekantornya, Diana. Selama ini, Jenny yang berpikiran sangat modern hanya memandang sebelah mata terhadap Kartini. Namun, semua itu berubah ketika Jenny terlempar ke masa lalu untuk bertemu secara langsung dengan wanita hebat yang selalu diremehkannya itu.
Ceritanya bagus, mengalir, meskipun tidak menggunakan bahasa gaul seperti kebanyakan buku lain dengan setting seperti ini, tapi dialog-dialognya tidak terasa kaku, terdengar wajar saja. Kisah Jenny bersama Kartini juga sangat menarik diikuti, tidak membosankan, jadi penasaran apa memang seperti itu #bukansyahrini. Jadi merasa bersyukur hidup di zaman sekarang :D
Tapi tetap ada yang mengganjal. Jenny ini usianya 25-an. Dia di masa lalu sekitar 4 tahunan, berarti jadi 29-an, tapi pas Kartini mau nikah dia bilang kalau usia Kartini hanya terpaut setahun dengannya. Kartini waktu itu 24 tahunan. Selain itu, typo masih ada, yang sering misalnya seperti: kekanak-kanakkan.
Saya jatuh cinta dengan novel ini! Awalnya saya tertarik dengan karakter Jenny sebagai perempuan yang kuat. Saya termasuk orang yang ambisius, melihat Jenny rasanya saya jatuh cinta dengan karakter ini. Kemudian, cerita menjadi menarik karena Jenny rupanya mirip dengan sosok Kartini, namun Jenny saat itu belum menyukai Kartini. Perjalanan Jenny di cerita ini sungguh bisa membuat saya merefleksikannya ke diri sendiri. Seperti Jenny, saya jadi tertarik dengan sosok Kartini dan langsung mencari untuk membaca tulisan Kartini. Salut dengan kak Herdiana yang bisa membuat saya tersedot ke dalam cerita dan menikmati setiap momennya. Kak Herdiana berhasil membuat saya terinspirasi, baik dengan ceritanya, juga tentang Kartini.
Dua bulan lalu aku iseng beli buku ini di toko online shop, aku ngga berharap banyak sih mengingat sekarang ini aku nggak bisa selesain novel dalam kurun waktu satu hari. Biasanya butuh berminggu-minggu atau bahkan tahunan.
Tapii waktu baca novel ini, BOOM! Aku suka bangetttt. Seriusan. Saking sukanya ini buku berhasil aku baca dalam kurun waktu beberapa jam aja. Ada banyak sekali pelajaran yang bisa aku ambil.
Aku ingat banget perkataan dari maminya Jenny yang bilang kalau perempuan itu harus berdiri di atas kakinya sendiri. Tiap aku capek, tiap aku ngeluh, aku selalu ngucapin kata-kata itu.
Yaa bisa dibilang sebagai senjata ampuhku kalau lagi kecapekan hihihii. Terima kasih banyak kak herdiana sudah menciptakan novel sebagus inii❤️❤️
Kereen. Benar-benar cara cerdas untuk menyampaikan kisah perjuangan dari pahlawan kita yang sudah gugur. Setelah membaca ini, aku jadi tahu, bahwa pejuang wanita bukanlah Kartini saja, banyak orang-orang dibaliknya yang juga memperjuangkan hak perempuan untuk memperoleh pendidikan. Nice!
Perasaan udah di review deh. Aduuh ini kayaknya nggak ke save review-annya. X_X Laah mana lupa lagi tanggal selesai bacanya. Yaampuuun, harus inget-inget dan nulis ulang reviewannya. -___-
“ Menurutku, orang yang paling bahagia adalah orang yang banyak mencintai dan banyak dicintai” – Kartini ( hal 185)
Buku ini benar-benar membuatku jatuh cinta, sangat-sangat jatuh cinta *cium-cium buku* benar pepatah yang mengatakan jangan melihat buku berdasarkan sampulnya, karena kalo di lihat dari sampulnya terlihat vintage dan kalem sekali membawa nuansa romantis yang tak ada habisnya, tapi.. setelah membacanya rasanya nano-nano sekaliiiiiii :D Jenny Ayu Maharani, seorang Alpha woman yang berkecimpung di dunia IT, merasa nunianya runtuh setelah mengetahui bahwa ia tidak jadi mendapat posisi sebagai ketua IT. Belum lagi kabar Mami yang tiba-tiba terserang stroke ringan, membuat hidup Jenny semakin sulit. Berharap bisa menarik diri dari lingkungan kantor, Jenny memilih roof top ontuk mecari udara segar. Disana ia bertemu dengan Diana Danika seorang staff HRD yang berpenampilan kuno tetapi sangat mengidolakan sosok R.A kartini dan dari pertemuan itulah membawa mereka untuk mengikuti perjalanan napak tilas yang sebenarnya hanya alibi untuk lari dari masalah yang seharusnya dihadapi Jenny maupun Diana. Bagi Jenny perjalajan napak tilas itu bagaikan hal yang membosankan apalagi harus mengenal sosok pahlawan yang berperang hanya dengan tulisan saja, yang bagi Jenny buka sesuatu yang istimewa. Berbeda dengan Diana yang sangat-sanggat mengidolakan RA kartini, sehingga apapun yang berhubungan dengan RA kartini selalu membuatnya tertarik dan terkagum-kagum. Pejalanan demi perjalanan mereka lalui dengan cara pandang yang berbeda hingga sampailah mereka untuk napak tilas di rumah bupati Jepara, dan melihat secara langsung ruang pingitan RA kartini, disanalah Jenny menemukan ilmu kehidupan yang akan mengubah hidupnya. Terlempar ke tahun 1900 di era kehidupan tiga orang wanita cerdas dan berbudipekerti luhur, Kartini, Roekmini, dan Kardinah. Dimasa itulah Jenny mulai mengenal dengan baik bagaimana sosok Kartini. Bagi Jenny ia telah menghabiskan waktu dengan Kartini selama empat tahun yang ternyata empat hari menurut Diana. Lalu selama empat tahun apa saja yang telah didapat oleh Jenny? Bagaimana Jenny bisa terlempar ke masa lalu dan bagaimana caranya ia kembali?? Bagaimana dengan masalah-masalah yang seharusnya Jenny hadapi? Novel ini dikemas dengan sangat menarik, bahasa yang mengalir seolah-olah membawa pembaca masuk didua masa yang berbeda, merasa menjadi bagian dalam cerita. Menyampaikan sebuah sejarah dalam novel tanpa ada kesan menggurui. Salut dengan mbak Herdiana Hakim yang dengan apik menulis cerita ini. Novel ini mengajarkan banyak hal seperti persahabatan, cinta, keluarga, cita-cita, dan cara menyelesaikan sebuah maslah dari sudut pandang yang berbeda. Selain itu novel ini juga mengajarkan bahwa untuk mengubah hal besar kita harus mengawalinya dari hal yang kecil. 5 bintang untuk sebuah perjalan hidup.
“ Nostalgia is like a grammar lesson. You find the present tense and the past perfect” – Jhosua (hal 266)
Boleh dibilang, ini novel tercepat yang aku baca selama tahun 2015 ini. Alasannya mulai dari ceritanya emang bikin penasaran dan suka sama jalan ceritanya. Novel ini bener-bener ngambarin sebuah plot maju yang sempurna, seriously. Meski begitu, ada beberapa celah di novel ini yang bikin aku kecewa. Pertama, setelah baca awal pertemuan sampai perpisahan Jenny dengan Kartini, aku merasa karakter Jenny tergantikan oleh Kartini dan ceritanya lebih fokus mengisahkan tentang pahlawan wanita itu. Sehingga, (maaf) aku bacanya kayak lagi baca fanfiksi tentang Kartini dengan Jenny sebagai orang ketiga yang sedang menceritakan (atau menyaksikan) kisah kehidupan Kartini. Kedua, aku sudah ekspetasi besar bahwa Jenny akan menjadi bagian sejarah alias pendukung besar Kartini, mengingat ia adalah sahabat Kartini. Mungkin saja ekspetasiku seperti ada sebuah adegan dimana sejarah besar diusulkan oleh Jenny. Tapi, dikarenakan Jenny sama sekali tidak tahu menahu soal Kartini sebelumnya, ya bisa dimaklumi karena pada akhirnya Jenny hanya mengikuti alur sejarah yang pernah ada. Meski begitu, ada satu adegan sejarah di dalam novel yang bikin aku makin suka dengan Kartini yaitu saat sekolah pertama yang didirikan oleh Kartini. Somehow, aku ikut terbawa proses pendiriannya. Ketiga, aku merasa aneh dengan Jenny yang sikapnya beradaptasi terlalu cepat. Sebagi wanita modern yang bekerja di bidang IT dan penyuka komputer, aku salut dengan sifatnya yang mudah beradaptasi di zaman dahulu yang notabennya tidak ada mesin-mesin canggih seperti keahliannya Jenny. Well, aku merasa janggal aja sih di sana. Mungkin, aku saja yang kelewatan membaca kalau ada diberitahu di dalam novel kalau Jenny memang cewek yang mudah beradaptasi, mungkin? Overall, dari segi plot aku suka. Sebelum membaca novel ini, aku juga kurang mengenal Kartini itu siapa selain dari pahlawan perempuan yang gencar menyamakan derajat wanita dengan cara pendidikan. Selain dari itu, pengetahuanku tentang beliau benar-benar zero. Tapi, setelah membaca novel ini, aku bahkan semakin berterima kasih kepada Kartini sebagai perintis untuk meninggikan derajat wanita di Indonesia. Banyak pesan moral dan nasihat yang diberikan oleh Kartini (atau si penulis) yang menginspirasi aku. Haha, bahkan aku sempat tidak bisa membedakan mana yang fiksi, mana yang asli sejarah loh saking hebatnya penulis ini dalam menuliskannya. Mungkin, ini karena pengetahuan aku tentang Kartini masih cetek kali ya makanya ga bisa membedakannya haha. Lain kali nyoba baca tentang sejarah Kartini juga ah dari buku lain selain dari buku sejarah yang pernah ada di buku pelajaran Sejarah saat duduk di bangku sekolah.
Awalnya pas masih nimbang2 mau beli novel yg mana di toko buku, jujur aku sama sekali gak tertuju sama novel ini, aku justru malah melirik novel2nya Windry Ramadhina dan Winna Effendi, penulis yang beberapa karyanya sudah kubaca dan berhasil membuatku mengidolakan mereka. Tetapi karena harga buku mereka yg cukup menguras kantong pelajar (lagi ngirit ceritanya, tapi nanti diusahakan pasti beli novel yg gajadi aku beli itu kok, hehe curhat dikit gpp lah ya :p), jadinya aku membatalkan niat untuk beli novel mereka, dan tiba2 mataku tertuju ke novel bersampul warna hijau telor asin dan dihiasi bunga2 serta gamelan yg cantik. liat sinopsisnya di belakang buku, aku pikir temanya cukup unik, tentang R.A. Kartini, yang selama ini aku hanya mengenalnya lewat pelajaran sejarah, dan aku juga sempat buka Goodreads dulu untuk lihat review novel ini, dan banyak yg bilang kalau novel ini bagus. Akhirnya aku beli juga novel ini.
Sampai di rumah, aku langsung lihat cover belakangnya buat baca biografi pengarangnya, karena aku sama sekali blm pernah denger siapa itu Herdiana Hakim, dan ternyata benar kalau novel ini merupakan novel debutnya.
Nggak lama untuk buat aku jd 'suka banget' sama novel ini, sebelum kejadian Jenny di kamar pingitan kartini *spoiler removed*, aku udah suka karena ceritanya yang gak mudah ditebak. Terus juga cara Kak Herdiana menceritakan sejarah dalam bentuk cerita jg patut diacungi jempol. Novel ini benar2 bisa membuatku seakan2 kembali ke masa lalu. Memang sih awalnya agak gak masuk akal, cuma akhirnya aku mikir 'ya anggap aja ini bagian dari fantasi cerita inilah' hahaha.
Novel ketiga yang temanya aku suka, selain dari Bangkok (Moemoe Rizal) dan Versus (Robin Wijaya). Aku belum baca banyak novel sih, semoga ntar aku nemuin novel lagi yang tema ceritanya bikin aku suka =D.
Least but not least, novel ini endingnya bikin terharu! Aku akhirnya kagum juga sama sosok Joshua yg ternyata bisa romantis juga dibalik tingkahnya yg childish wkwk, dan aku sukses menyelesaikan novel ini pukul 02.18 WIB dini hari, dan langsung excited buat nulis reviewnya disini.
Duh panjang banget ya reviewku-_-. Intinya aku suka lah sama novel ini, apalagi buat novel debut ini mah udah oke bgt lah. Ditunggu karya2 selanjutnya, Kak Herdiana Hakim! -XO-
Tadinya saya kira saya nggak akan suka novel ini karena membahas tentang "Kartini" jujur saja, saya tidak tertarik dengan sejarah Indonesia (dan sungguh saya malu), namun kak Herdiana Hakim sukses membuat saya tidak bosan membacanya dan akhirnya melahap habis buku ini dalam waktu 1 hari.
Kota lama dan sepotong cerita cinta bercerita tentang Jenny, seorang wanita tangguh yang ingin kabur dari kehidupannya. Dia bertemu Diana seorang penggemar Kartini dan akhirnya ikut "Tur Kartini" bersamanya, meskipun awalnya Jenny menganggap remeh kartini. Ketika berada di suatu tempat, ia mendengar suara gong yang akhirnya membawanya ke masa lalu. Dia bertemu Kartini dan ikut menyaksikan perjuangannya. Kira-kira begitu ceritanya.
Menurut saya, karakter Jenny sangat kuat di sini. Gaya bahasanya juga enak sehingga saya mau membacanya perlahan-lahan tanpa merasa berat. Setelah membaca inipun saya langsung ketik google cari foto Kartini, Kardinah dan Roekmini. Hahahahha.
Omong" sepotong cerita cinta di sini itu adalah kisah Jenny dan Joshua, temannya sejak kecil. Namun ini hanya "Sepotong" bukan inti cerita. Tampaknya, kata cinta harus ada dalam sebuah judul agar banyak yang tertarik. Saya pernah mengetahui secara tidak langsung calon" judul novel ini sebelum akhirnya "Kota Lama dan Sepotong Cerita Cinta" yang dipilih. Saya rasa ada judul yg lebih bagus namun mungkin judul ini yang terbaik.
Akhir kata, Good Job untuk debut yang menarik ini dan saya senang karena Bogor dan Regina Pacis (kota dan Sekolah saya) menjadi kota dan sekolah Jenny dulu.
dua hari adalah waktu terrcepat untuk membaca novel ini. plotnya saya suka,kalimat2nya mengalir bikin saya gak bisa berhenti baca. awalnya saya gak terlalu mengenal bagaimana perjuangan kartini tapi berkat novel ini saya jd ikut mengagumi sosok kartini. banyak sekali nasehat dan pesan moral menginspirasi yg tertulis di dalamnya (entah itu dr penulisnya atau dr kartininya). sayang ada beberapa bagian yg menurut saya aneh dan kurang gamblang penjelasannya. seperti tentang kisah cinta josh dan jenny. di awal tidak terlalu diperlihatkan tentang perasaan josh kepada jenny dan sebaliknya. pdhal ketika jenny terlempar ke masa kartini,dy sempat di bingungkan masalah cinta dan perasaan sesungguhnya kpd josh. jdi ketika saya membaca bagian tersebut saya merasa ada yg kurang. overall,untuk novel debut,good job lah =)
This book is awesome...*big applause. Pertama kali baca judulnya sempet mikir, ow this must be just another love story novel. But this book quite wow me.Kisah seorang perempuan muda mandiri yang meremehkan sosok seorang pejuang emansipasi perempuan Tanah Air, RA Kartini. Membaca novel ini, saya seperti sedang membaca satu cerita dongeng padahal sebenarnya saya sedang menyimak kisah sejarah salah satu pahlawan nasional tanah air. Rasanya jika pelajaran sejarah Indonesia di sekolah disajikan seperti novel ini, pasti tidak akan ada label 'membosankan' di sana. Bertahun-tahun yang lalu saya mempelajari dan mengenal sosok seorang Kartini, namun baru kali ini saya memahami perjuangan apa yang sebenarnya dilakukan oleh srikandi yang satu ini. This is another on sit novel for me. Luv this..
baru aja kelar baca novel ini. semula ga tertarik beli krn judulnya panjang dan ga eye catching. tapi krn nama penulisnya.. (editor di majalah MK) jadi penasaran deh. ternyata...wow...salut dah. karakter tokoh utamanya unik. ide ceritanya pun langka. memadu padankan kisah ibu Kartini dg seòrang wanita modern yg mandiri...banyak unsur psikologi pula yg digambarkan dg unik.
membaca novel ini jadi berasa menelusuri kisah kehidupan ibu Kartini tanpa merasa bosan. Apalagi ada unsur misterinya. Time travel gitu lho. Sesuatu yg menimbulkan rasa ingin tahu dan masih jadi pertanyaan. Mungkinkah?
so buat sang penulis...5 jempol deh. sampe minjem jempol tetangga neh.
Lumayan untuk tulisan debut. Deskripsinya bagus, meski di tengah saya sempat mengalami kebosanan. Terlalu sejarah yang diceritakan ulang. Beberapa logika cerita juga sempat bolong, misalnya zaman kartini hidup kan derajat kebangsawanan sangat diperhitungkan gitu, tapi kok, si jenny yang entah siapa bisa nimbrung jadi sahabatnya dengan santai gitu. Bapaknya bahkan ramah banget sama jenny. padahal, ibu kartini aja, jarang2 bisa ngobrol.
Keinginan Jenny untuk kembali ke masa lalu digumamkannya dalam hati saat berada di meja kayu di dalam kamar yang dulu ditempati Kartini itu. Siapa sangka perjalanan waktu benar-benar membawanya kembali ke masa lalu, sekitar tahun 1900-an. Tepat di rumah Kartini. Perjalanan Jenny (yang oleh Kardinah lalu dipanggil Rani -dari nama belakang Jenny- pun mulai menjalani hari-harinya sebagai Rani dan menjadi...
Saya suka sama novel ini, pada dasarnya saya memang suka novel berbau sejarah sih >.<
Pemakaian sudut orang pertama membuat feel novel ini kerasa nyata banget.
Oh ya settingnya di Jepara juga detail. Risetnya keren! :D
Lalu pengetahuan saya juga jadi bertambah tentang R.A. Kartini. Saya jadi ingin membaca buku beliau yang berjudul Habis Gelat Terbitlah Terang. Belum pernah baca soalnya >.<
Ha? Apa ? ada novel indonesia tentang menjelajahi waktu ? ga garing ? Ternyata ada dan sama sekali ga garing. Sebagai pahlawan yang paling sering kedengeran namanya, RA Kartini, saya cuma sampe ditahap hafal lagu nasionalnya aja. Di buku ini jadi makin kenal sama Kartini, juga Kardinah dan Roekmini serta sebutan Het Klaverblad, ga berasa tau-tau uda abis kebaca aja bukunya. So Impressed :)
An enjoyable, enlightening read with an insight to one of our nation's heroine, Kartini, her life and ideas, and portrayal of issues faced by modern feminism. Recommended read for young girls on the brink of adulthood
Kisah penuh sejarah yang dikemas dalam sebuah cerita fiksi. Cara yang cantik untuk menyampaikan kisah masa lalu mengenai Kartini. Sayang kisah cinta antara Jenny dan Josh kurang kuat (karena memang lebih fokus cerita mengenai Kartini) *maklum pecinta romance* :)
Mengangkat kisah sejarah yang membuatkan saya turut sedih kerana Kartini tak sempat mengapai cita-citanya. Membuatkan saya menggoogle, siapakah Kartini? Sebuah bacaan yang bagus, yg mengajak pembacanya turut sama berfikir dan menimbangkan, apakah yg kita mahu dan cari dalam kehidupan. Tahniah.
Pertama kali saya nemu di toko buku online. Saya nggak naruh expentasi yang tinggi sih. Toh belinya waktu itu juga iseng. Saya mikirnya karena ada cerita sejarahnya ini pasti bikin bosen setengah mati (maafkan ku yang menjudge sembarangan :' ). Tapi setelah saya baca ternyata seru sekalee. Saya nggak nyangka! Pokoknya nggak nyangka kalau Kartini bisa begitu (gamau spoiler). Kayak yaampun mbak e sampean keren sekalii 😂. Apalagi quotes yang ada di buku ini. Kata-katanya biasa tapi ngena :')). Katanya ini buku pertama. Untuk debut pertama sih, ini sudah sangat bagus sekalee. Maafkan nggak bisa ngasih bintang 5, ada beberapa hal yang kurang menurut saya. 😢