Ada kenyataan yang tak bisa kau bantah. Seperti aku yang tak bisa menyangkal darah balian di nadiku. Juga tak bisa membantah kenyataan bahwa tak sedikit pun aku mengenal rupa ayahku.
Ada cinta yang datang tanpa harus kau pahami. Seperti dalam kisah yang diam-diam kutemukan dalam catatan Ayah. Catatan tentang cinta yang ternyata masih menyala.
Sekaligus tentang cinta yang masih meninggalkan banyak luka.
Catatan yang juga mengingatkanku akan cinta yang perlu dituntaskan. Cintaku, apakah kepada gadis masa kecilku yang kembali; ataukah kepada perempuan bermata teduh yang setia menanti.
Akankah cinta mampu membawaku pulang, pada darah balian yang tak akan pernah bisa kumungkiri?
Dalam catatan Ayah tentang cintanya kepada Ibu, jawabannya kutemukan.
Pertama, gue lupa sama nama tiap tokohnya hanya dalam satu malam padahal baru selesai beberapa jam yang lalu, mungkin karena sulit untuk dihapal dan diucapkan bahkan. kedua, gue suka banget sama tiap narasi yang di jabarkan apalagi dihalaman ketika menceritakan soal sang paman yang sangat mencintai buku, ah terlalu Indah menurut gue. ketiga, settingan tempat yang indonesia ngasih nilai plus karena kita bisa tau dimana lakso itu, gue bahkan semet mikir kalo itu nama makanan. he. keempat, endingnya ah gue gak suka sama endingnya yang gantung. beberapa pertanyaan muncul seperti gimana nasib ayahnya? apa bakalan ada jilid kedua? dan yang sedikit mengusik gue pas baca adalah soal perasaan cinta si main character yang terjebak antara Dua hati. tapi secara keseluruhan gue suka :)
Senyum manisnya langsung menyambutku, membuat matahari yang hampir benam seolah lumer menyisakan terang terakhir. (48) .
Dia memang tidaklah sesempurna itu. Justru ketidaksempurnaannya itulah yang membuatnya bagai bulan sabit, tak bulat penuh namun indah, lingkaran kesempurnaan hanya membayang tipis-barangkali hanya akan menjadi benar-benar sempurna bila telah memilikinya. (17) .
Di awal-awal kumenikmati tiap pilihan kata-katanya. Di pertengahan di bagian kisah cintanya, seperti yang penulis bilang "Tak terbayangkan, seorang pengarang yang pekerjaannya berupaya keras untuk selalu menghindari hal-hal klise di dalam karangannya, ternyata mendapati kenyataan klise di dalam hidupnya sendiri...mereka tetap menilai itu sebagai hal klise, karena ketidakmampuan pengarang mencari sesuatu yang baru. Itu semakin menegaskan, betapa pembaca memang kejam." (222) Iya memang klise ✌😆, maafkan pembacamu ini.... Namuuunnn, di bagian Amang Dulalin, Paman sang tokoh, Pecinta buku, aku suka😍😍😍. Ada bahasan2 novel dan penulis2 sastra.. Deskripsi Loksado juga menarik.. .
Hidup selalu terbuka bagi kemungkinan apa saja. Yang terpenting kita tetap harus berani bermimpi, dan berusaha mewujudkan. (233)
Awalnya saya mengira jika buku "Cerita Ayah tentang Cintanya kepada Ibu" mengisahkan perjalanan cinta antara Ayah & Ibu dari Ayuh, Genta dan Uli Idang. Ternyata sang penulis, Sandi Firly menyisipkan banyak sekali hal yang tak terduga di dalam buku ini. Selain itu, ia membumbui bukunya dengan mantra sihir yang membuat saya terkesima ketika membaca dan membayangkan keelokan desa Loksado.
"Benar kata seorang penulis, bila kita terus menerus memimpikan sesuatu, maka segenap alam semesta akan membantu kita mewujudkannya. Dan sekarang, tibalah giliranku menemui mimpi-mimpi itu." ucap Amang Dulalin di halaman 133.
Kebetulan, bunda saya adalah seorang penulis dan buku ini pemberian dari beliau. Ucapan dari Amang Dulalin itu mengingatkan saya pada bunda. Kini beliau sudah menjadi penulis yang hebat dan cukup terkenal. Dan saya sangat bangga padanya. Sangat.
Oke, kembali ke topik pembicaraan. Mungkin saya akan merindukan pesona desa Loksado, anggrek dan sungai Amandit. Sandi Firly mampu menjabarkan setiap inchi desa Loksado. Jujur, saya tergiur untuk melihat betapa indahnya desa tempat Ayuh dilahirkan.
Jika kamu bertanya siapakah tokoh kesukaan saya, Amang Dulalin lah jawabnya. Tak tahu mengapa, tapi Amang Dulalin seperti memberikan energi positifnya melalui kalimat yang saya baca. Dan itu membuat saya jatuh hati pada tokoh ini.
Satu lagi kalimat kesukaan saya, "Kurasa, salah satu kemewahan dalam hidup adalah ketika kita membaca sebuah buku yang tepat, memberikan pengalaman luar biasa, seolah menemukan sesuatu yang menambah nilai bagi jiwa dan hidup." Saya sangat setuju dengan apa yang diucapkan Ayuh.
Terima kasih, Sandi Firly. Bukumu sangat bagus. Saya menyukainya.
novel ini sekuel dari novel Lampau. Kisah Romance yang dibalut kearifan lokal yang menggugah siapapun tentang apa saja yang terjadi di negeri sebelah selatan kalimantan. Bersetting pegunungan meratus yang menawan dengan karakter tokoh yang menggugah.
Kalau dibuku pertama saya merasa tersedot maka dibuku ini saya merasa terhipnotis oleh ceritanya. Langsung habis saya lahap dalam beberapa jam karena penasaran sama ending (mungkin bakalan ada Lampau #3, semoga). Kali ini saya agak protes nih, saya kira Lampau udah habis ceritanya, emang sih endingnya bikin greget karena pengen tau Ayuh milih siapa diantara wanita yang singgah dihatinya. Dan pertanyaan itu menurut saya terjawab dibuku ini. Saya senang baca buku-buku Bang Sandi. Apalagi ceritanya serasa dekat dengan saya, trus mengangkat budaya lokal Kalimantan Selatan (jadi kangen ke Loksado, #abaikancurcol) Konon, katanya buku ini dapat berdiri sendiri tanpa harus membaca Lampau. Kalau menurut saya emang benar, karena dibuku ini juga banyak penjelasan dari Ayuh yang bikin kita nggak bertanya-tanya lagi; ini kenapa ada ini? ini kenapa dia seperti ini? ini siapa ya? (Tapi, kalau pendapat paling pribadi, emang bakalan kurang kalau nggak baca Lampau, hoho. Hmmm... Tapi kalau emang sudah terlanjur baca buku ini duluan, nggak masalah kalau baca Lampau juga. Karena ceritanya benar-benar keren)
Hmm... Merasa review diatas kebanyakan curcol nggak jelas. Jadi.... Buku ini menceritakan seorang anak asli Loksado yang berhasil mengubah takdirnya menjadi seorang Pengarang di Ibukota, ketika dia harus kembali ke kampung halamannya. Dia menemukan catatan cinta ayahnya kepada ibunya. Buku ini tidak melulu berisikan cerita cinta. Banyak hal menarik yang diceritakan Bang Sandi dibuku ini dan kalian akan terhipnotis oleh kata-kata yang digambarkan Bang Sandi. Cerita tentang anggrek, petualangan di hutan, kasus aneh di kampung Loksado, dendam yang membara, semuanya bikin campur aduk saat membacanya. Saya suka semua ceritanya, bahkan cerita cinta dibuku ini ditulis dengan porsi yang pas. Sayang saya merasa terganggu dengan font yang digunakan ketika cerita bercerita tentang catatan cinta ayah kepada ibu Ayuh. Tokoh-tokoh dibuku ini makin berkembang. Nggak nyangka Amang Dulalin makin keren dibuku ini. Ranti dan Allia;dua wanita yang ada di hati Ayuh, juga tergambar bagus. Tumma dan Warna sahabat Ayuh juga ada perkembangannya, sayang Evi dan Sapta cuma diceritakan sedikit. Bahkan tokoh Barli juga ada nyempil sehingga tidak bikin penasaran. Hebatnya lagi tokoh pujaan Amang Dulalin juga diceritakan oleh Bang Sandi yang bikin saya ketawa sendiri kalau membaca tingkah si Amang. Btw, saya penasaran sama sahabat Ayuh waktu dipesantran, Ariz, semoga dia sukses ya... Hehe Kekurangan buku ini kadang ada beberapa bahasa banjar yang tidak ada catatan kakinya, tapi masih bisa dimengerti dan nggak bakalan bikin dahi berkerut :D
Oke, oke. Inti dari review ini saya sarankan untuk membaca buku ini secepatnya.
Note: seperti biasa Gagas selalu berhasil bikin saya silau di cover atau sinopsisnya, bahkan kadang dua-duanya ^^v
Awalnya saya berpikir akan menjumpai buku semacam Sabtu Bersama Bapak. Namun setelah saya baca, buku ini sarat dengan nilai nilai kearifan lokal daerah Lakso, pedalaman kalimantan. Sedikit mengingatkan saya kepada buku Kalompang yang berlatar di pesisir pantai Madura. Narasi mengenai latar tempat dan suasana di buku ini ditulis dengan sangat baik, membuat saya merasa hampir bisa membayangkan keadaan di Lakso tersebut. Buku ini juga membuat saya sedikit mengetahui tentang tradisi masyarakat dayak (tentang balian, dan beberapa upacara adatnya). Sayangnya, sampai akhir cerita hal yang saya harapkan belum muncul. Tokoh Ayuh belum bertemu dengan Genta, ayah kandungnya. Sehingga rasanya kesalahpahaman dari masa lalu itu tidak terselesaikan. Menurut saya pribadi karakter Ayuh kurang kuat. terutama ketika menghadapi Alia dan Ranti. Tapi secara keseluruhan, buku ini ditulis dengan baik meskipun saya merasa pada akhirnya judul buku ini tidak begitu tergambarkan di dalamnya. (atau mungkin buku ini masih berlanjut ke jilid2?) Well, terima kasih kepada zahra yang lagi lagi dengan baik hati mempersilakan saya membaca bukunya terlebih dahulu bahkan sebelum dia membaca n_n
Novel pertama Sandi Firly yang saya baca. Pada awalnya saya mengira novel ini hanya melulu membahas kisah cinta seorang pria thd. istrinya. Rupanya saya salah.
Ditengah maraknya novel-novel lokal dengan setting luar negeri, Sandi Firly justru memilih setting lokal yakni Loksado di pedalaman Kalimantan. Ia juga menonjolkan nilai-nilai kearifan daerah setempat tak lupa bahasan mengenai tradisi dan adat istiadat suku dayak. Luar biasa.
Ceritanya pun sangat menarik, kisah Dulalin, si pecinta buku yang jatuh hati kepada Anna, perempuan berambut pirang yang menjadikannya elang dan mampu membawanya ke Manhattan, kisah cinta Genta-Uli Idang juga Katuy yang begitu complicated, kisah Juntang yang malang, story teller terbaik di Loksado, kisah pemburuan anggrek hingga harus berhadapan dengan preman-preman pertambangan dan kisah Ayuh yang terjebak dilema antara Alia dan Ranti. Saya menyukai semua hal dalam novel ini. Minusnya, hanya selera, saya kurang suka ending menggantung. Menyisakan tanda tanya yang besar dalam benak saya mengenai Genta dan keniscayaan cinta milik Ayuh. Semoga dia bahagia.
Catatan Ayah tentang Cintanya kepada Ibu, menurutku lebih dari sekedar novel yang bercerita tentang cinta. Dengan cerdik, penulis menuturkan kebudayaan Dayak dan keindahan alam Loksado, Pedalaman Kalimatan yang indah sekali. Juga terselip genre thriller dan petualangan.
Cerita dikisahkan oleh Ayuh. Dia seorang penulis yang lahir dari tanah Loksado, namun dia lebih memilih Jakarta sebagai tempat dia tinggal. Karena ibunya yang sakit, Ayuh pulang kembali ke kampungnya.
Saat itulah Amang Dulalin – Paman Ayuh – memberi dia buku harian ayahnya. Dari buku itu, kita akan sedikit mengenal Genta – ayah Ayuh.
Menurutku, Ayuh ini bukan tipe pria setia. Di Jakarta dia punya Alia, namun saat bertemu Ranti – cinta masa kecilnya – dia masih bisa terlena begitu dalam. Mungkin, penulis ingin mengisahkan tokoh utama yang tidak sempurna, dan dia cukup berhasil.
the story is not as expected. saya kira ceritanya akan tentang pencarian ayahnya.. ternyata walau judulnya begitu, judul iti cuma jadi highlight saja, pemanis. yang diceritakan ini lebih pada kehidupan si ayuh yang penulis, bolak-balik jakarta-kampung halaman dan melalui banyaj peristiwa.
yang menarik dari buku ini mungkin mengenai latarnya. tentang kebudayaan suku dayak di pedalaman kalimantan dan adat istiadat di sana.
cara penceritaannya entah kenapa bikin saya sama sekali tidak mengantuk walau buku ini sering saya drop berkali-kali untuk dibaca. it was ok. but not that impressive(?) cmiiw
Catatan ayah tentang cintanya kepada ibu, menceritakan sosok Ayuh yang lain, ttg catatan peninggalan sang ayah, tentang alasan2 mengapa harus mencintai ibu, dan tentang cinta Ayuh- yg belum kesampaian.
Ets, jangan lupa ini jg bercerita tentang mimpi2 amang Dualin yg kesampaian- pergi ke kota dimana Ana (idaman amang dulalin) dan Ernest Hemingway( idola amang dulalin) berdiam.