Jump to ratings and reviews
Rate this book

Mengenang Sjahrir

Rate this book
Kedewasaan berpikir suatu bangsa dapat diukur dari sikap terbuka untuk membicarakan kembali secara rasional dan wajar tokoh-tokoh sejarahnya. Pembicaraan kembali itu menunjukkan adanya kebutuhan rohani untuk meninjau kembali penilaian mereka sehingga dapat dicapai suatu persepsi yang lebih matang tentang tokoh-tokoh yang bersangkutan. Usaha ini mencerminkan dinamika bangsa itu, yang senantiasa berikhtiar untuk wawas diri dalam rangka mengenal diri secara lebih mendalam. Dari pengenalan diri itu diharapkan tumbuh strategi pembangunan manusia dewasa.

Sjahrir, tema sentral dari kumpulan karangan ini adalah seorang tokoh nasional yang secara menentukan telah memberi arah dan isi kepada arus revolusi Indonesia dalam suatu kurun sejarah yang penuh emosi dan kekacauan. Jangka waktu hidupnya yang merentang lebih dari setengah abad (lahir di Padang Panjang, Sumatra Barat, 5 Maret 1909 dan meninggal 9 April 1966 di Zurich, Swiss) penuh dengan tantangan dan perjuangan. Dia tumbuh sebagai manusia utuh. Dia menjadi korban orang yang bersikap tak acuh dan membencinya, sekaligus menjadi pujaan banyak orang yang mengagumi dan mencintainya. Penilaian yang objektif terhadap tokoh yang sudah meninggal ini sekarang sangat dibutuhkan oleh generasi tua dan muda. Dan bangsa ini ditantang untuk mengukur kedewasaan berpikirnya dalam menilai kembali kepribadian Sjahrir.

Mengenang Sjahrir adalah kumpulan karangan dari kenalan-kenalan Sjahrir. Mereka memahami makna julukan "Bung Sjahrir", "Bung Kecil". Kata-kata itu menunjukkan hubungan emosional mereka. Bacaan ini tidak hanya dimaksudkan untuk generasi tua yang punya kenangan tentang Sjahrir, tetapi terutama untuk generasi muda yang ingin menentukan sikapnya sendiri terhadap tokoh-tokoh nasional. Setiap generasi merasa perlu menentukan sendiri makna sejarah setiap tokoh nasional dengan melihatnya dari sudut keperluan, aspirasi, dan nilainya sendiri.

Usaha suatu bangsa untuk secara terus-menerus menginterpretasikan kembali sejarah nasionalnya memang sarana mutlak dalam meningkatkan kesadaran diri dan pengetahuan tentang diri sendiri. Dan kisah tentang tokoh sejarah seperti Sjahrir merupakan suatu contoh usaha semacam itu.

311 pages, Paperback

First published January 1, 1980

9 people are currently reading
109 people want to read

About the author

Rosihan Anwar

43 books37 followers
Rosihan Anwar lahir tanggal 10 Mei 1922, di Kelurahan Kubang Nan Duo, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Kesastrawanannya dimulai dengan memublikasikan puisi-puisinya di berbagai media massa pada waktu itu, antara lain, di surat kabar Asia Raya, Merdeka, dan majalah mingguan politik dan budaya Siasat.

Karirnya sebagai wartawan dimulai pada awal 1943 di surat kabar Asia Raja, Jakarta, kemudian redaktur pelaksana Merdeka (1945-1946), pemimpin redaksi majalah Siasat (1947), seterusnya pemimpin redaksi harian Pedoman (1948-1961 dan 1968-1974). Setelah Peristiwa Malari 1974 Pedoman dilarang terbit, jadi wartawan freelance di dalam dan luar negeri, di antaranya kolumnis Asiaweek (Hong Kong), koresponden The Straits Times (Singapura), The New Straits TImes (Kuala Lumpur).

Selain di bidang kewartawanan juga aktif di bidang perfilman, tidak saja ikut bersama Usmar Ismail mendirikan PT Perfini awal 1950, tetapi juga jadi anggota Dewan Film Nasional, anggota juri Festival Film Indonesia (FFI), wakil ketua Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N), seterusnya jadi aktor pembantu dalam beberapa film seperti Lagi-lagi Krisis, Karmila, Tjoet Nja' Dien.

Aktif juga menulis sekitar 30-an buku mengenai jurnalistik, agama, sejarah, novel, dan politik. Penyandang tanda kehormatan: Bintang Mahaputera Utama (III) tahun 1973; Pena Mas PWI Pusat (1979); Bintang Rizal Filipina (1977), dan Penghargaan Pemerintah Daerah Sumatera Barat (1984).

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
21 (39%)
4 stars
16 (30%)
3 stars
13 (24%)
2 stars
3 (5%)
1 star
0 (0%)
Displaying 1 - 7 of 7 reviews
Profile Image for Aravena.
675 reviews36 followers
April 19, 2018
Ada kisah yang tak terhitung di balik setiap nama, tapi ada nama yang tertimbun agak dalam sehingga kisahnya tak banyak terdengar oleh masyarakat modern. Salah satu nama tersebut adalah Sutan Sjahrir; perdana menteri pertama Indonesia, ‘senjata rahasia’ di balik dwitunggal Soekarno-Hatta, dan negarawan yang jasa-jasa di balik layarnya tak ternilai harganya.

Buku ini memuat kumpulan tulisan dari para tokoh bersejarah yang pernah mengenal Sjahrir, diurutkan secara semi-kronologis. Para penulis dari berbagai latar belakang budaya, jabatan, dan negara itu saling berbagi kisah tentang Si Bung Kecil, sehingga tercipta gado-gado sudut pandang yang sangat mengundang selera. Gado-gado tersebut tidak selalu sedap disantap; kadang, saya macet membaca di bagian-bagian tertentu. Beberapa penulis lebih pandai bercerita ketimbang yang lainnya, dan ada beberapa tulisan (oleh narasumber luar negeri) yang diterjemahkannya kurang enak atau masih bertebaran salah ketik. Ada juga beberapa tulisan yang menyorot hal yang nyaris sama, sehingga kesannya jadi repetitif.

Namun secara keseluruhan, banyak sekali hal menarik dan berharga dari buku ini. Nuansa utamanya memang sarat kekaguman dan nostalgia, tapi tidak serta-merta bablas menjadi hagiografi yang terlalu mendewakan sosok Bung Sjahrir. Ia dibahas bukan hanya sebagai tokoh politik, melainkan sebagai manusia yang utuh dengan segala kompleksitasnya. Tak hanya pencapaian dan sifat-sifat baiknya yang dibahas, tapi juga titik-titik lemahnya dan akar penyebab mengapa tokoh yang begitu berjasa ini malah menghabiskan sisa-sisa hidupnya sebagai tahanan politik oleh negaranya sendiri.

Menariknya lagi, beberapa penulis juga menggunakan sosok Sjahrir sebagai landasan untuk menuangkan opini maupun menganalisa berbagai tema yang lebih luas; seperti esensi demokrasi yang sejati (oleh Sjarifuddin Prawiranegara), hubungan sastra dengan kemasyarakatan (Mochtar Lubis), analisis archetype tokoh sejarah dan bedanya ‘negarawan’ dengan ‘politikus’ (Y.B. Mangunwijaya), detil-detil perjanjian Linggarjati dari kubu luar negeri (P. Sanders), dan masih banyak lagi.

Pemikiran 'kemerdekaan itu harusnya tak semata euforia kebebasan dari kolonialisme, melainkan kemerdekaan yang dilandasi pendidikan dan kearifan rakyat' menjadi tulang punggung tematis dari sosok Sjahrir maupun buku ini. Sisi gelap revolusi dan kekeruhan percaturan politik dengan tokoh-tokoh yang ideologinya saling berbenturan seakan menandaskan masih betapa labilnya bangsa Indonesia selepas 'momen kemenangan' pada 1945; Sjahrir, sosok yang pragmatis, rasional, dan anti-fasisme seakan menjadi tumbal pada masa-masa pasca-kemerdekaan tersebut.

Patut dibaca bagi siapa pun..... bangsa Indonesia maupun bukan; yang sudah hafal luar kepala riwayat hidup Sutan Sjahrir maupun yang sekedar mengingatnya sebagai salah satu nama yang harus dihafal di buku cetak sekolah; yang sudah makan asam-garam ilmu politik maupun yang ingin belajar lebih banyak.

N.B. Terima kasih banyak untuk fraulein atas buku dengan bon pembelian yang masih nyelip di dalamnya yang sangat membuka ruang pikiran saya ini!
Profile Image for Alvi Arifin.
18 reviews1 follower
November 6, 2022
A very helpful book to understand Sutan Sjahrir, the one that not really known by Indonesian now a days despite his great service to fight about Indonesia Independence. I really admire his mature mind and great vision for Indonesia
Profile Image for Loka Satrio.
3 reviews4 followers
December 31, 2020
Salah satu bapak pendiri bangsa yang underrated. Banyak pandangan pandangan kawan dan sahabat beliau yang tertuang dalam tulisan-tulisan dalam buku ini.
Profile Image for Edy.
273 reviews37 followers
April 3, 2010
Buku yang sangat menarik buat para pemerhati sejarah dan politik di Indonesia. Buku ini berisi pendapat para teman seperjuangan Sutan Sjahrir dan juga pihak Belanda yang menjadi lawan diplomasi-nya. Sutan Sjahrir berperawakan kecil sehingga beliau sering disebut Bung Kecil. Beliau punya karakter ramah, suka tertawa, suka anak-anak, tidak suka kesepian, menyukai sastra, berwawasan luas, suka membaca, humanis dll. Beliau dulunya murid yang cerdas sehingga sempat menempuh pendidikan di negeri Belanda. Sekolahnya ini tidak selesai karena beliau aktif dalam dunia pergerakan kemerdekaan melalui partai Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) bersama Bung Hatta dan kemudian beliau mendirikan Partai Sosialis Indonesia.

Sebagai tokoh pergerakan beliau sempat diasingkan di Boven Digul dan Banda Neira. Sewaktu jaman penjajahan Jepang beliau bersama Tan Malaka dan Amir Sjarifuddin termasuk tokoh yang non kooperasi. Setelah merdeka, Syahrir kemudian menjadi Perdana Menteri dan beliaulah yang merintis perjuangan diplomasi melawan Belanda melalui Perjanjian Linggarjati. Walau Perjanjian Linggarjati itu bagi sebagian orang radikalis (misal Persatuan Perjuangan) dirasa kurang memuaskan, namun bagi sebagian tokoh konvensional hasil diplomasi saat itu dirasakan sudah memberikan hasil yang menggembirakan dengan munculnya pengakuan kedaulatan terhadap Indonesia. Sayangnya karena pertentangan dengan Soekarno, Syahrir akhirnya menjadi tahanan politik hingga akhir hayatnya di tahun 1966.

Beberapa kontribusi Sutan Sjahrir bagi perjuangan pergerakan kemerdekaan dan politik di Indonesia:
1. Mengembangkan partai kader (PNI dan PSI) yang menekankan pada “pendidikan politik” bagi kader dan masyarakat.
2. Mendorong sikap anti fasis dan otoritarianisme melalui pen gembangan demokrasi parlementer dan multi partai.
3. Memberikan keteladanan dalam perjuangan yang tanpa pamrih, kehidupan yang bersahaja dan tidak berorientasi pada kekuasaan.
4. Menjadi pejuang diplomasi untuk memperjuangkan penmgakuan kedaulatan terhadap negara Indonesia melalui Perjanjian Linggarjati dan forum lain di PBB.
5. Mendorong munculnya politik luar negeri yang bebas aktif (non blok)
6. Mendorong terwujudnya sosialisme Indonesia yang mengacu pada welfare state dimana negara benar-benar menjalankan pemerintahan dengan dilandasi nilai kemanusiaan, keadilan, kerakyatan, kebebasan, kesetaraan, kesejahteraan dan solidaritas.

Walaupun beliau diangkat jadi pahlawan, namun nama, kisah perjuangan dan jasa beliau jarang muncul di buku sejarah....sebuah proses peminggirankah? Pemikiran Syahrir sebenarnya masih banyak yang kontekstual untuk saat ini...namun nampaknya perkembangan republik kita malah semakin jauh dari apa yang diimpikan oleh Syahrir.... Mungkinkah lahir Syahrir-Syahrir baru yang bisa mengawal Indonesia sesuai cita-cita kemerdekaan?
Profile Image for Naranobel.
13 reviews4 followers
August 12, 2016
sebuah kekecualian zaman, diambil dari salah satu artikel majalah Tempo edisi 100 tahun Sutan Sjahrir, oleh Muhammad Chatib Basri.
majalah Tempo edisi 100 tahun Sutan Sjahrir lah yang menuntun saya, sampai akhirnya saya memutuskan meminta Ibu untuk membayar sejumlah uang untuk membeli buku ini.

sebuah kekecualian zaman, benar-benar membekas dalam pikiran saya, apa dan mengapa Sjahrir sampai memperoleh pengakuan yang begitu tinggi, menurut saya. jawaban mulai terbentuk setelah saya membaca buku ini, buku ini menjawab semua pertanyaan saya tentang, apa dan mengapa Sjahrir adalah sebuah kekecualian zaman.

seorang humanis tulen, menurut Fadjroel Rahman di acara metrofile yg saya tonton bulan Mei lalu, mengapa Sjahrir bisa dibilang seorang humanis besar dan merenungkan indonesia adalah, kenapa? dia bilang, kenapa? saya begitu mencintai bangsa ini? dia tulis dalam pembuangan di Boven Digul. mengapa saya mencintai bangsa ini? karena saya tau, bangsa ini selalu menderita. oleh karena itu saya memihak orang-orang yang menderita. dan saya tau bangsa ini selalu menderita.

disamping humanis dia jg cerdik. hal itu terlihat ketika Belanda memblokade perairan Indonesia. Sjahrir mengadakan diplomasi beras ke India yang sedang sedang terjangkit wabah kelaparan. dan otomatis blokade Belanda bisa di terobos karena kapal2 pengangkut beras keluar masuk dengan alasan misi kemanusiaan.

seorang humanis cenderung lebih berani dari orang biasa, itu kesimpulan yg bisa saya ambil dalam diri Sjahrir setelah membaca buku ini . namun tidak semata-mata saya mengagungkan Sjahrir, banyak pertanyaan dalam benak saya, apalagi soal jalan diplomasi menghadapi Pemerintah Belanda yang dia pilih. dibuku ini tersedia jawaban mengapa Sjahrir memilih politik diplomasi, namun dibuku2 lain banyak yang memaparkan alasan-alasan yang lebih logis yg mengatakan tetap melawan untuk mendapatkan kemerdekaan 100% adalah jalan yang lebih baik. dugaan saya yg didapat setelah membaca buku ini, bahwa Sjahrir mengambil politik diplomasi karena Sjahrir orangnya pragmatis juga humanis

oh iya, sekedar saran kalo misalnya jenuh baca buku ini ditengah-tengah, coba deh loncat ke halaman 380, tentang jalan paradoks sjahrir. berbobot sih buat saya, hehe. memacu kita untuk berpikir, juga mengembangkan opini2 pribadi
Profile Image for Anggi Hafiz Al Hakam.
329 reviews5 followers
Want to read
February 16, 2013
Alasan pengen baca buku ini adalah imbas dari pembacaan Sejarah Kecil Indonesia karya Rosihan Anwar, yang juga editor buku ini. Selebihnya mengenai buku ini akan saya tulis nanti. FYI, buku ini dibeli dengan harga yang sangat fantastis murah pada suatu Bookfair medio Februari 2013, di satu pojokan. Namun, di pojokan lain buku ini juga hadir dengan harga normalnya yang juga fantastis.
Profile Image for Yudi Permadi.
1 review
October 22, 2011
ini bacaan penting untuk anak muda Indonesia... bacaan yang menunjukkan bagaimana seharusnya anak muda bersikap, dan bagaimana seharusnya anak muda berbuat...
Sjahrir adalah pemimpin yang tepat di waktu yang salah... :)
Displaying 1 - 7 of 7 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.