Jump to ratings and reviews
Rate this book

Napas Mayat

Rate this book
Pemenang III Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2014

Aku memotongnya dengan sangat rapi, membuang lemak yang tidak dipakai sehingga hanya tersisa beberapa potong daging besar saja dari kaki, dada, dan tangan. Semua jeroan dari bagian bawah sampai jantung kujadikan satu. Kupotong-potong dan kutambah bumbu dapur dan berbagai sayur mulai dari wortel, kol, buncis, dan kesukaanku kacang polong; menjadi sup mangkuk besar, siap buat disantap. Berporsi-porsi mangkuk aku ciduk dari panci sup. Berkali-kali sampai lenyap ditelan mulut.

Inilah salah satu novel juara sayembara menulis paling prestisius di Indonesia.

Ada sesuatu di dalam novel ini yang telah membuat para juri memilihnya menjadi salah satu pemenang. Sesuatu yang kompleks, brutal, menyimpan dendam, sekaligus keindahan.

Napas Mayat mempertanyakan Tuhan, cinta, dan arti kemanusiaan di zaman sekarang.

196 pages, Mass Market Paperback

First published May 7, 2015

39 people are currently reading
357 people want to read

About the author

Bagus Dwi Hananto

46 books105 followers



Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
109 (17%)
4 stars
259 (42%)
3 stars
185 (30%)
2 stars
44 (7%)
1 star
12 (1%)
Displaying 1 - 30 of 139 reviews
Profile Image for mollusskka.
250 reviews159 followers
July 20, 2016
"Bukan kematian yang akan membebaskan seseorang dari kekangan apa pun; melainkan menjalani kehidupan dengan ikhlas, sabar, dan penuh rasa syukur yang akan membawa kebebasan pada orang itu."


Napas Mayat. Dari judulnya aja udah bikin penasaran. Makanya aku langsung sabet. Apalagi novel ini dinyatakan sebagai pemenang ketiga sayembara DKJ. Pasti sesuatu, nih. Dan pas aku buka halaman... jujur aku lumayan terintimidasi oleh kecilnya huruf-huruf di novel ini. Mengingat ini novel yang serius sih menurutku. Udah gitu rapat-rapat juga jaraknya. Minim dialog pula. Gak yakin apakah aku akan tahan bacanya. Tapi akhirnya selesai juga. Buktinya aku nulis review ini.

Kenapa dikasih judul Napas Mayat? Karena si tokoh di sini makan mayat. Iya! Tapi mayatnya itu manusia yang dia bunuh. Dia kanibal gitu, deh. (Pasti kalian langsung pada keinget Sumanto, kan? Kalo enggak, berarti kalian nggak eksis di berita haha) Anehnya, si tokoh ini lolos terus dari investigasi polisi padahal polisi udah menggeledah rumahnya. Secara dia memutilasi korbannya di sana, pastilah bau amis banget kan ya (ini berkat pengetahuanku dari baca novel Out karya Natsuo Kirino di mana tokohnya bekerja sebagai mutilator). Udah gitu polisinya juga kayaknya gak niat banget kerjanya. Tapi setelah aku pikir-pikir, ini bukanlah novel detektif. Jadi bukan itu tujuan utama novel ini. Jadi, okelah.

Novel ini berisi pandangan penulis akan manusia di zaman sekarang ini. Di mana mereka sudah begitu diperbudak oleh nafsu. Salah satunya terbukti dengan perang yang banyak terjadi, yang menghilangkan beribu-ribu nyawa manusia. Juga pandangan penulis akan maraknya peristiwa bunuh diri dan hilangnya keyakinan manusia pada Tuhan. Dua soal terakhir ini yang paling banyak disorot oleh penulis. Diceritakan dengan gaya yang metaforis/alegoris. Aura novel ini pun mirip dengan karya-karya Haruki Murakami (meski aku baru baca Kafka on the Shore aja, tapi aku cukup yakin, karena aku juga lihat profil penulis yang terpengaruh oleh karya Murakami dan Albert Camus).

Si tokoh yang dulunya hidup bergelimang harta, dipuja banyak orang, tapi lalu jatuh miskin, terlupakan, dan terhina ketika ayahnya meninggal. Dia benar-benar terpuruk. Hingga ia dikuasai bayangan hitam yang membuatnya penuh kebencian pada dunia. Dan ia menjadi semakin tidak percaya pada Tuhan. Ateis. Dan ia menjadi seorang kanibal demi membalaskan dendamnya. Sampai akhirnya ia terdampar di Dunia Limbo, dunia yang tidak memiliki realitas, yang membuat seseorang tersesat. Seperti yang ada di film Inception itu.



Atau kalau menurut pemahamanku sih keadaan yang dialami seseorang ketika ia sedang koma. Karena diceritakan si tokoh koma selama tiga minggu.

Nah, melalui perjalanannya di Dunia Limbo itu, si tokoh mulai menyadari kesalahannya dan perlahan-lahan mulai bisa menerima segala kemalangan dan hinaan yang menimpa dirinya. Dia kembali percaya pada Tuhan. Dan... kalian baca sendiri deh akhir ceritanya. HAHAHA.

Pokoknya buku ini disarankan banget buat kalian yang lagi membenci dunia. Yang lagi membenci semua orang. Yang kehilangan arah tujuan. Yang merasa orang paling termalang di dunia. Yang tidak percaya lagi kepada Tuhan. Dan yang suka sama novel surealis/alegoris.

"Lanjutkan hidupmu. Dan tetap tegarlah akan kekurangan yang kau miliki. Jika orang lain tidak menerimamu di sini, masih ada belahan dunia lain yang lebih baik. Kejarlah itu dan tetap bertahan dari dunia tapi jangan membencinya. Jika kau membenci dunia, maka kau akan hancur sepertiku. Dunia ini buta, tapi ia bisa merasakan apa saja yang dilakukan manusia terhadapnya. Ia tidak menyuarakan apa pun sampai manusia sadar sendiri bahwa sebenarnya dunia menyayanginya karena manusia lahir dari dirinya; manusia lahir dari tanah yang adalah jiwa dunia itu sendiri."


P.S Buat yang suka baca sambil makan, buatlah pengecualian untuk buku ini. Karena beberapa bagian bikin mual. Serius! Setidaknya buat standarku.

Profile Image for Marina.
2,035 reviews359 followers
February 10, 2017
** Books 325 - 2016 **

4 dari 5 bintang!

"Barangkali tawa itu telah mati. Ia tersimpan jauh dan jauh sekali di relung hatimu. Kau bisa memakan manusia demi dahagamu tapi untuk mengembalikan tawa, kau tidak bisa meraih apa pun. Dunia ini, kan telah berpaling darimu; kita yang membuang dunia" - Halaman 65


Jelas dari juara I Kambing & Hujan: Sebuah Roman, juara kedua Di Tanah Lada sampai juara ketiga DKJ 2014. Buku inilah yang paling menjadi favorit saya! Betapa tidak saya dibuat terpukau dengan narasi yang panjang dan perspektif si tokoh utama yang membenci kehidupan yang bersikap tidak adil untuknya. Ketika ia memilih membenci manusia, Tuhan dan juga bersahabat dekat dengan sisi gelapnya.

Disini diceritakan si tokoh Utama ketika mudanya hidup dalam bergelimangan harta kekayaan ayahnya dan setiap malam berpesta pora juga bermain wanita. Pada akhirnya Perusahaan ayahnya mengalami kerugian dan ayahnya meninggal dunia tanpa ada seorangpun yang melihatnya pergi ke peristirahatan terakhirnya. Teman-temannya dan teman-teman ayahnya meninggalkannya seperti seonggok sampah setelah ia tidak memiliki apapun. Di usianya yang sekarang si Tokoh utama ini merasa kehidupannya terasa hampa dan sepi betapa tidak ia terkungkung dengan pekerjaan membosankan setiap harinya, tidak ada sanak saudara ataupun kekasih yang menantinya. Ia hanya tahu ia adalah si buruk rupa dengan kepala botak yang menyedihkan. Hanya si hitam dan si frigid, anjing tua yang menjadi sahabat terdekatnya. Si hitam yang terus-menerus memberinya alasan mengapa ia harus memakan manusia..

Tidak mudah menyelesaikan buku ini karena banyaknya metafora dan satire yang menghiasi setiap halaman karya Bagus Dwi Hananto ini. Saya terhipnotis dengan kritiknya tentang kehidupan manusia yang seolah-olah hanya mengejar kebahagiaan yang ia inginkan, betapa manusia hanya mengukur orang lain dengan raganya bukan jiwanya, dan hilangnya rasa kemanusiaan dimana manusia bungkam atas pembantaian di negara lain.

"..Benar kata Hitam. Sejak sebermula, kemanusiaan sudah mati. kemanusiaan tenggelam bersama perubahan zaman yang menyelipkan berbagai alasan sok rasional dan akhirnya dilupakan oleh manusia itu sendiri. Kini kami hanyalah miliaran binatang pandai berpikir dan membuat alat-alat perang dengan tujuan saling menguasai satu sama lain. Memperebutkan wilayah dengan membantai manusia yang tidak bersalah. Dan dunia menganggap itu hal biasa dan mereka melanjutkan kehidupannya tanpa rasa bersalah. Mereka pura-pura lupa dan meneruskan hidup sementara orang lain menjerit, menyebut nama Tuhannya sebelum mereka dibunuh. Bagiku, kemanusiaan tidak ada lagi setelah diracuni dengan kebiasaan manusia mengentengkan segalanya.." (Halaman 18)

Selain itu saya suka akan unsur surrealisme yang terkandung didalam buku ini. Ketika si Tokoh utama berada didalam kondisi koma dan melewati Limbo. Lorong-lorong yang memiliki pintu tidak terbatas mengingatkan saya akan kisah inception dan buku-buku Haruki Murakami terutama The Wind-Up Bird Chronicle dan jujur saya menyukai akhir kisahnya. Buku ini secara tidak langsung membuat saya teringat akan kisah The Enchanted by Rene Denfeld yang mengisahkan tentang si tahanan penjara dalam menjalani detik-detik kehidupannya. Kalau secara konsep ceritanya yang mengenai mutilasi sudah tidak asing lagi karena mengingatkan saya akan kisah Perfume: The Story of a Murderer by patrick Suskind

WARNING! Saya tidak menyarankan buku ini jika kalian tidak menyukai adegan kekerasan, gore/mutilasi karena buku ini menyuguhkan adegan tersebut dengan eksplisit. Jangan pernah membaca buku ini disaat sedang makan bisa-bisa nanti kalian dibuat mual melihat daging :p

"..Ini bukanlah kebaikan. ini hanya menambal lubang yang kuciptakan sendiri. Aku tidak memiliki kebaikan untuk kubagi pada dunia. Bukankah dunia tidak belajar apa-apa dari diriku. Malah aku dijadikan model dari hiburan bagi mereka para manusia di luar sana. Aku hanya meminta ampun atas kejahatan yang kutebar karena ajakan hatiku yang gelap.." (Halaman 174)
Profile Image for Teguh.
Author 10 books335 followers
May 9, 2015
Akhirnya selesai membaca novel jebolan DKJ terbaru, meski baru juara III yang edar dipasaran. Jebolan DKJ teruji membawa banyak nama tenar. Sekadar meyebut contoh: Ahmad Tohari, Putu Wijaya, Ayu Utami, dll. Kali ini novel Napas Mayat sukses membuat sempat muntah di fajar buta.

Dari genre mungkin agak berbeda dari novel kebanyakan. Genrenya tentang sifat kanibalisme yang mengerikan dan menjijikan. Mahir membunuh dan gemar menyantap daging manusia. Jelas ini tema yang belum banyak dilirik penulis dalam negeri. Thriller yang tidak sekadar bacok, membunuh, dan menyantap daging manusia. Ada motif dan pertanyaan besar saat membunuh. Seperti kata dewan Juri, novel ini menanyakan keberadaan tuhan, surga neraka, kondisi kemanusiaan, dan sosial yang semakin asosial. Overall menarik novelnya, seru. Adegan membunuh, memotong, menyantap, sukses membuat perut mual.

NAMUN....
Mengapa hawa Semusim dan Semusim Lagi karya Andina Dwifatma, pemenang DKJ sebelumnya sangat terasa di sini. Memang bukan sampai pada tataran melakukan plagiasi, namun hawa mengekornya sangat kentara. Penokohan dengan sudut pandang pertama, penyebutan kota A yang serupa dengan cara Andina menyebut Kota S, keberadaan gagak dan sosok Hitam mengingatkan sosok Sobron, si Ikan Mas pada Andina, kemudian alterego si tokoh yang kadang dominan. Yaaa mengapa hampir sama? Dan, kita tidak bisa lepas dari bagaimana Andina berceita yang seolah dijadikan patokan si penulis novel ini. Mungkin ini sekadar pendapat....

selain itu hubungan antara tokoh aku dan Sarah sangat serupa dengan bagaimana Haruki Murakami menggambarkan tokoh lelakinya (dalam novel 1Q84) yang dicintai istri orang dan hanya sekadar pelampiasan nafsu seksual belaka. Yaaa, sangat mirip. Bahkan kehadiran limbo, gagak yang bisa bicara, sosok HITAM yang menjadi alterego tokoh aku nyerempet-nyerempet dengan konflik dalam novel 1Q84 yang sama.

Selain itu ada kejanggalan yang menurutku ini 'nafsu' penulis yang terburu-buru. Melalukan justifikasi dan generalisasi berlebihan dari sebuah pendapatnya. Misal di halaman 40: Kota A tidak mencintai buku. Itu terbukti dari lengangnya pengunjung di perpustakaan-perpustakaan.

Apa si tokoh aku sudah melakukan survey? Apa ini kluasa yang 100% benar?
menurut saya tidak. Misal ada peprustakaan di Yogyakarta, yang sampai malam pengunjungnya berjubel, tapi apa ini tanda mereka mencintai buku? Tunggu dulu. Karena mereka sebagian besar memanfaatkan fasilitas gazebo dan wifi yang gratis hingga tengah malam. Lalu apa perpustakaan lengang tanda sebuah kota minim literasi? Juga tunggu dulu. Karena ini urusannya dengan kota, bukan dengan person-person. Maka penulis di sini terlalu gegabah menyimpulkan.

Ada lagi kegegagabahan penulis dalam menyimpulkan.Penulis di akhir-akhir menyatakan bahwa orang berdosa lekas mati. Apa ini bisa dibenarkan? Emmm, nyatanya sepertinya tidak. Banyak orang berdosa, penjahat kakap justru hidup panjang umur.


Tetap suka dengan novel ini, sebelum pada bagian-bagian akhir ketika tokoh aku sadar. Kemudian menyerahkan diri ke polisi, kemudian dihukum mati. Menurutku itu ending yang kok gini banget....
Profile Image for Harumichi Mizuki.
2,430 reviews73 followers
April 14, 2019
Seperti yang tertulis di kovernya, novel ini memang benar-benar 100% organik. Fresh, sekaligus terasa kental dan lengket seperti darah yang sudah lama menempel di rambut. Hahahahah. Bukan tipe novel yang membuatku bahagia saat membacanya (karena temanya memang kanibalisme), tapi tetap membuatku terhanyut dengan narasi filosofisnya yang indah. Absurd memang. Temanya tentang pembunuhan dengan metode mutilasi. Hasil mutilasinya dimakan pula. Tapi narasinya kok indah? Jadi aku harus bagaimana? Hahahah.

Review lengkap menyusul. Novel ini quotable banget. Buat yang sedang dirundung masalah kecemasan dan membenci dunia, kehidupan, serta manusia, netralkan dulu perasaan saat mau mencoba membaca buku ini. Karena serangkaian narasi skeptis-apatis dan rasa muakku terhadap manusia muncul memenuhi kepala saat aku tengah membaca buku ini. Setelah mood lebih netral ya, tidak apa-apa. Akhirnya aku pun bisa mencapai endingnya dengan selamat.

Sungguh sesuatu.
Profile Image for Aravena.
675 reviews36 followers
July 17, 2016
Buku yang suram dan sejujurnya sangat 'melelahkan' untuk batin saya.

Blurb di sampul belakang memberi kesan bahwa ini cerita thriller pembunuhan, tetapi alih-alih menjual ketegangan atau misteri, pembaca dibawa terjun bebas ke dalam isi kepala seseorang yang 'sakit' dan dipaksa tinggal di sana selama keseluruhan cerita. Gaya narasinya bisa disebut juga... Indonesian Psycho. Di awal cerita, si tokoh utama sibuk bermonolog dengan gaya filsuf aliran nihilis, sambil diselingi sepak terjangnya membunuhi orang yang menyinggung perasaannya (yang selembut kapas) dan memakan daging mereka, menendangi anjing liar yang tak berdosa, dan meratapi masa lalu yang penuh kemewahan dan kejayaan seksual.

Whew, sekitar 100 halaman pertama buku ini sangat memuakkan untuk dibaca. Bukan soal kesadisannya yang membuat saya muak, tapi ratapan si tokoh utama yang kerjanya hanya mengasihani diri sendiri dan mencari-cari pembenaran akan tindak kejahatan yang dilakukannya. Walau memang tampak disengaja untuk menimbulkan efek tersebut oleh penulisnya, narasi si tokoh utama ini sangat menguji batas kesabaran saya. Ini jenis tokoh yang paling membosankan untuk dibaca: tokoh dangkal, 'rusak', dan berupaya tampil intelek dan berbudaya dengan sesekali menyinggung nama-nama pemikir, sastrawan, dan komposer tenar yang terkesan 'asal sebut'. Banyak sumpah serapah dan ocehan melantur nan monoton yang melelahkan untuk dibaca, ditambah lagi hubungan dengan para tokoh wanita yang entah bagaimana sangat menggandrungi 'jagoan' kita ini.

Syukurlah ada suatu titik balik di pertengahan buku mendekati akhir, sehingga plot menjadi lebih dinamis dan monolog dapat lebih diterima oleh sistem pencernaan saya. Saya pun cukup menyukai penggambaran alam bawah sadar dan simbolisme yang digunakan di dalamnya. Sebenarnya secara keseluruhan terdapat beberapa poin dan pemikiran yang menarik dalam buku ini, tetapi sayang tidak dijalinkan secara alami ke dalam cerita. Ibaratnya, ada terlalu banyak bumbu yang membuat rasa masakan jadi kelewat tengik.

Buku ini sebenarnya terasa lebih menyenangkan jika dibaca sebagai komedi gelap, tetapi memang harus benar-benar memicingkan mata untuk bisa menangkap sisi lucu di tengah segala kegelapan yang disajikan.
Profile Image for Ifa Inziati.
Author 3 books60 followers
July 15, 2015
Baru saja saya membaca sebuah ulasan di GR yang mempertanyakan arti sastra; seperti apa sebuah karya yang dikatakan sebagai sastra? Adakah patokannya? Rubriknya? Kriterianya?

Saya pribadi adalah salah seorang yang membenci perdebatan sastra vs populer. Like, dude, it's sooo last decade. Bagi saya, itu cuma masalah penyampaian. Lagi pula label cuma berlaku buat makanan kaleng. Bahasa tak seharusnya dikungkung batasan.

Buku ini adalah pemenang ketiga sayembara DKJ. Di sampul belakangnya tertulis Novel Dewasa-Sastra. Judulnya menarik, Napas Mayat. Adakah mayat yang memiliki napas? Ditambah dengan blurb-nya yang memancing penasaran, kombinasi ini tergolong baru bagi saya dan saya senang bisa membacanya.

Beberapa catatan selama menikmati ini:

1. Kalau ada yang bilang sastra itu bahasa berbelit, sastra itu bertema tinggi, sastra itu susah dipahami, buku ini mematahkannya. Bahasanya indah tapi sederhana dan mudah dicerna. Ternyata hal itu bisa juga dieksekusikan dalam sebuah karya 'sastra'.

2.

3. Bukan hal baru dalam sebuah karya 'sastra', kosa kata vulgar berceceran di mana-mana. Saya senang penulis justru memilih kata lain yang lebih sopan dan enak dilihat (meski jika tahu artinya tetap saja bikin dahi saya mengernyit tak nyaman).

4. Nolan memang cerdas soal Limbo, saya setuju.

5. Berhubung saya lagi suka sama cerita berbau metaforikal seperti di film Birdman, saya suka elemen Hitam, Gagak, sampai Nenek Kucing di sini. Satu pertanyaan: kenapa nama anjingnya Frigid sementara si tokoh utama... err... you know? Mungkin ini semacam antonim dan penetralisir?

6. Penulisnya seumur saya!!! (Dunia harus tahu)

7. Elemen kekejamannya sendiri, kalau menurut saya masuk dalam level cukup menjijikkan, belum sampai 'kepengin muntah tiga kali'. Tapi tetap saja, saya menutup mulut begitu membaca adegan itu. Aman, tapi memuakkan juga lama-lama.

Jadi, sastra itu seperti apa? Sastra adalah karya yang menyenangkan, yang enak dibaca. Dan, bagi saya, buku ini mampu membuat saya betah dan habis dalam sekali duduk. There, literature is.
Profile Image for Ririn.
723 reviews4 followers
November 22, 2015
Ughhh.

Sayang sekali dalam terbitan ini tidak disertakan alasan mengapa juri memilih buku ini nenjadi juara III. I mean, come on... saya baru membaca sekitar 10 halaman buku juara IV-nya dan pengkalimatan dan gaya bertuturnya 1000x lebih bagus daripada ini.

Review (more like ranting) to come.

Profile Image for Nulaniah.
373 reviews7 followers
January 17, 2020
Separuh buku isinya detail-detail mengerikan tentang pembunuhan, kanibalisme, dan kemuakan akan dunia.

Separuh sisanya berisi penyesalan sang tokoh utama, pengakuan dosa dan perjalanan menuju pertobatan.

Awalnya penasaran karena katanya gore-nya parah, dan ternyata emang iya, berkali-kali dibikin mual pas baca detail mutilasi dan kanibalisme-nya.

Tapi bagian akhir buku banyak quote keren, yang saking banyaknya, sampe bingung mau ditulis yang mana.

Label dewasa di sini emang nggak main-main ya, jadi bijaklah memilih bacaan...
Profile Image for Rezza Dwi.
Author 1 book276 followers
January 3, 2020
Harus banyak istigfar aku saat baca buku ini 😂

Astagfirullah....

Oke, begini...

bukan berarti cerita psikopat, gore, sadis, atau hal-hal kayak gitu jadi favoritku,

tapi aku emang bisa dan kuat baca yang semacam itu.

kadang emang ngga ngaruh buat aku kalau tanpa melihat atau mencium baunya secara langsung.

tapi Napas Mayat ini emang lumayan loh 😂

beberapa kali kututup dulu bukunya ketika membahas detail bagian kanibalismenya karena emang bikin mual,

eneg,

dan gila 😂

kalau kamu ngga bisa baca gore, darah, mutilasi, dan kanibalisme... sebaiknya jangan baca buku ini.

tapi kalau kamu penasaran dan cukup umur, silakan dicoba dan rasakan sendiri sensasinya.
Profile Image for Ari.
1,040 reviews116 followers
August 15, 2016
Buku tantangan #2 reading challenge August; Novel Lokal.

Mengutip deskripsi di sampul belakangnya:

"Ada sesuatu di dalam novel ini yang telah membuat para juri memilihnya menjadi salah satu pemenang. Sesuatu yang kompleks, brutal, menyimpan dendam, sekaligus keindahan."

Well... clearly I didn't see what they see.

Konsepnya menarik, tentang "aku" yang sepertinya "sakit", membenci dunia, membenci hidupnya, ingin disembah manusia lainnya, punya tendensi kanibal, dan diakhiri dengan twist Inception. Gelap dan surreal.

Sayangnya saya kurang dapat menikmati buku ini.
Narasinya melelahkan. Karakter-karakternya komikal. Dialognya gak bernyawa. Saya membayangkan karakter-karakter di sini mengucapkan dialognya dengan muka lempeng. Jadinya buat saya buku ini lebih terasa comedic. *shrugs*

Jadi kesimpulannya...
While it's has interesting concept, it's failed to evoke my emotions other than the nauseating feeling.

*kembali ke buku2 pop mainstream*
Profile Image for Nike Andaru.
1,634 reviews111 followers
February 9, 2020
30 - 2020

Awalnya saya mengira buku ini lebih bercerita sadis tentang kanibalisme, ternyata ya gak sesadis itu, malah gak terlalu diceritakan detil.

Tokoh Aku dalam buku ini sebenarnya merasa kalah akan dunia, merasa sangat tidak beruntung di dunia ini. Sampai suatu hari melihat orang-orang dengan kata-katanya yang tajam dan terkesan menghina muncullah keinginan untuk membunuh lalu memakan daging manusia itu. Kalau diceritakan memang kayaknya ngeri ya, tapi gak sengeri itu yang ditulis dalam buku ini. Bagian potong memotong dan memakannya pun gak begitu mengerikan, jadi bacanya ya gak bikin muntah. Itu mungkin karena saya sering nonton film dan serial thriller yang sadis gitu kali ya.

Lanjut, penulis ini terlihat banyak membaca, terbukti dari beberapa judul buku yang ikut diceritakan dalam buku ini. Saya pun merasakan ada rasa Haruki Murakami dalam cerita ini. Banyak hal juga yang ikut disentil Bagus Hananto dalam cerita ini.
Profile Image for Rahmad.
12 reviews
November 18, 2017
Mempertanyakan arti tuhan dan kehidupan di jaman sekarang, Napas Mayat novel yang eneg dibaca sekaligus penuh permenungan khas novel-novel indonesia yang sering berkhotbah dan membuat kita terhenyak.
Profile Image for kar.
33 reviews1 follower
December 24, 2021
2,5/5

Not as gory as i thought it would be, and i only like the first half of the book
Profile Image for Panza.
7 reviews
November 20, 2017
" Panci kusiapkan guna merebus bagian jeroan itu. Jeroan kurebus. Semua jeroan dari bagian bawah sampai jantung kujadikan satu, kupotong-potong dan kutambah bumbu dapur dan berbagai sayur mulai dari wortel, kol, buncis, dan kesukaanku kacang polong; menjadi sup mangkuk besar, siap buat disantap. Berporsi-porsi mangkuk aku ciduk dari panci sup. Berkali-kali sampai organ-organ matang itu lenyap ditelan mulut menuju perutku. Anehnya nafsu makan itu terus berlanjut dan dalam beberapa jam tandas sudah sup yang kubuat itu. Sup yang begitu berlimpah. Sup organ manusia. Lalu daging-daging kubersihkan dari kulitnya. Jemari yang menempel kupotong kini buntung sudah tangan dan kaki itu. Kukuliti tanpa menyisakan apa pun termasuk lemak yang menempel. Daging-
daging merah yang segar dalam keadaan masih kurasakan bau kehidupannya dari darah merahnya. Daging itu membuat perutku tidak pernah terasa puas. Satu potongan daging dari pahanya aku goreng dengan tepung. Meracik sesempurna Kolonel Sanders. Makanan cepat saji itu. Kuhidangkan dengan saos tomat dan kumakan sembari nonton tivi, dengan kentang goreng porsi jumbo. Tadi sebelum membunuhnya , aku telah merekam acara kesukaan Mama Besar untuk kutonton setelah berhasil melahapnya. Acara badut-badut palsu yang rela terjatuh demi tawa orang-orang. Stok daging manusia yang sangat melimpah di kulkas itu tidak membuatku panik. Pasti akan habis. "

seram dan brutall
Profile Image for Mandewi.
570 reviews10 followers
February 5, 2016
Slow banget bunuh, masak, dan makan manusia. Jadi inget Sumanto. :/ Dan bahasan hubungan antara manusia dengan Tuhannya masih terlalu kering dan di permukaan. Kurang halus, kurang dalam.

Ini novel DKJ kedua yang tak baca, dan sama dengan Kei, jalinan kalimatnya nggak terlalu sesuai selera. Tapi akan tetap coba baca Di Tanah Lada. Haha.
Profile Image for Muhammad Rajab Al-mukarrom.
Author 1 book28 followers
May 8, 2015
setiap dua tahun sekali muncul novel-novel pemenang sayembara menulis novel DKJ. jadi yang satu ini, juara ketiga sayembara tahun lalu, harus dibaca.

dua tahun lalu aku sangat suka 'Semusim, dan Semusim Lagi' dan 'Surat Panjang tentang Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya'. semoga tahun ini temanya kian beragam, pun isinya kian bagus.

meski yang lebih ditunggu kemunculannya tahun ini adalah si pemenang utama, Kambing dan Hujan, rupanya Napas Mayat terbit lebih dulu.

***

apakah aku yang pertama akan menulis sesuatu tentang buku ini di GoodReads?
kalau begitu baiklah.

aku tahu Napas Mayat saat setelah para pemenang Sayembara Menulis Novel DKJ 2014 diumumkan Desember tahun lalu.
dua tahun belakangan ini aku memang tengah gencar membaca buku pemenang sayembara yang diadakan tiap dua tahun sekali ini.
itu sebabnya aku penasaran sekali dengan naskah para pemenang tahun lalu, termasuk Napas Mayat yang ternyata terbit lebih dulu dibanding pemenang pertama, kedua, dan keempat. dari foto para pemenang yang kulihat waktu itu tidak ada wajah Bagus, sang penulis Napas Mayat, barangkali ia tidak hadir di acara penganugerahan sebagaimana ketiga pemenang lainnya. aku pun iseng mengetik namanya di Twitter dan muncullah sebuah akun yang sudah lama ditinggalkan pemiliknya. kalau tidak salah pada foto profil akun tersebut terdapat sebuah kata dalam bahasa Inggris yang bila diartikan 'puisi-puisi adalah mataku', kalau tidak salah begitu. aku tidak tahu pasti apakah itu benar akun milik Bagus atau ternyata bukan. tetapi hal ini sangat berhubungan dengan apa yang kurasakan saat membaca Napas Mayat.

dari gambar kover buku, label 18+, dan sedikit pengambaran tentang isi novel pada sampul belakang, aku sudah dapat menebak seperti apa isi buku ini. setelah kubuka ternyata benar sekali dugaanku. namun itu tidak membuatku malas membacanya, malah kian terarik. sudah lama tidak membaca sebuah novel bertema thriller, ataupun drama-kriminal. terakhir kali aku membaca dengan tema seperti itu adalah Metropolis-nya Windry Ramadhina dan The Girl with the Dragon Tattoo dalam seri Millenium. tapi tunggu, bulan Januari lalu aku baru saja menyelesaikan Gone Girl karya Gillian Flynn yang kemudian kusimpulkan bahwa Napas Mayat lebih sadis.

ada berapa catatanku ketika membaca novel ini. ya, aku harus mencatat sesuatu untuk mengetahui mengapa suatu karya, apalagi Napas Mayat ini, dapat menjuarai sayembara menulis paling prestisius di Indonesia--seperti yang dikatakan pada sampul belakang bukunya. berikut catatan-catatanku:

1. pemilihan diksi yang dipakai penulis beragam dan bagus untuk menimbulkan cirinya. ia juga menulis narasi yang panjang, benar-benar panjang, berbumbu puitis dalam narasi itu sendiri. sepertinya penulis memang telah lama menulis puisi sehingga tercermin dalam kalimat-kalimat yang ia tuliskan.
contoh kata yang ia gunakan seperti: merancap, masygul, dll seperti jarang digunakan penulis muda lainnya. (apakah belum kutulis bahwa Bagus ternyata kelahiran tahun 1992?)

2. satire yang cukup kuat meski sekilas banyak kutemukan pada novel ini. seperti dalam penceritaan pada bab awal tentang kekuasaan Amerika yang mempengaruhi Israel untuk menghancurkan Gaza. atau seperti di halaman 172 satire tentang hukuman mati yang baru-baru ini heboh beritanya di antero negeri bahkan telah merambat ke berita luar. hal ini bagus karena menambah kaya dan bobot cerita dalam novel ini.

3. aku mengamati terkadang ada ketidakkonsistenan pada tokoh utama--yang tidak sekalipun diberitahukan siapa namanya--dalam novel ini. contohnya adalah saat tokoh 'aku' tengah mengingat masa lalu/masa mudanya ia merasa merindukan hal-hal itu, tetapi berapa saat kemudian dalam narasi yang sama ia mengutuk masa lalu masih sebagai dirinya sendiri tanpa dipengaruhi sisi gelapnya.
lalu tentang piknik orang botak (halaman 75 dan 76) di sana tokoh aku bilang bahwa dua orang botak bersama di dalam sebuah taksi adalah bukan hal yang ganjil, tapi kemudian ia bantah sendiri pikiran itu dengan mengatakan sepasang orang botak melakukan piknik bersama akan terlihat ganjil di mata orang-orang.

4. anehnya aku merasa ada beberapa kesamaan yang kentara dalam Napas Mayat dengan 'Semusim, dan Semusim Lagi' (selanjutnya disebut Semusim)--pemenang sayembara yang sama tahun 2012 kemudian diterbitkan tahun 2013 oleh Gramedia Pustaka Utama--di beberapa kejadian, antara lain:
keduanya memakai 'aku' sebagai identitas tokoh utama dan tidak menyebutkan namanya sekalipun di sepanjang cerita. kemudian nama kota tempat tinggal tokoh disebutkan dengan satu huruf saja seolah itu inisial kota yang sudah kita kenal seperti; kota A, kota B, kota J, kota S, dll. lalu tokoh utama yang sepertinya mengidap ngangguan jiwa atau jiwa mereka sama-sama rusak oleh masa lalu dan masa yang sedang mereka hadapi. selanjutnya tokoh hewan yang muncul di cerita dapat berbicara atau berinteraksi langsung dengan si tokoh utama. contohnya dalam Napas Mayat halaman 169, tokoh 'aku' bicara dengan seekor burung gagak di dalam penjara hal ini tentu saja mengingatkanku akan adengan yang begitu serupa di Semusim di mana tokoh 'aku' berbincang dengan seekor ikan yang bisa bicara di dalam penjara. aku tidak tahu apakah memang Bagus terinspirasi dari sana atau itu hanya kebetulan sebab ia barangkali tidak pernah membaca Semusim sebelumnya. entahlah yang jelas aku berulangkali membatin 'kok mirip?' saat menemukan kemiripan itu sendiri dalam Napas Mayat ini.

5. meski ceritanya realis tetapi ada kejadian dalam ceria di mana terlihat begitu surealis. (maaf spoiler, seperti ketika tokoh masuk ke alam antara dan Limbo) mimpi-mimpi yang dialami tokoh juga sedikit janggal meski disiasati penulisnya agar tetap masuk akal. saya suka cara penulis menyajikan anti-klimaksnya meski klimaksnya tidak tajam betul. Bagus juga menulis dalam ritme yang lambat ke cepat ke lambat ke cepat lagi dan begitu seterusnya. ia menulis dengan cukup baik dalam novel pertamanya ini.

aku tidak sabar untuk melihat respon para pembaca lainnya tentang buku ini. setelah aku pasti akan bermunculan banyak diskusi tentang buku ini. namun tetap kuacungkan jempol untuk penulisnya, Bagus Dwi Hananto, serta ucapan selamat padanya sebab di usia mudanya ia telah melahirkan karya yang 'berani' demi keberagaman sastra dalam negeri. serta kepiawaiannya meramu bahasa menjadi cerita begitu baik dan alangkah lebih baiknya jika ia terus berkembang.

akhir kata novel ini menurutku pantas menyabet juara, dan sampai jumpa di novel-novel pemenang lainnya.

-salam M.R.A
Profile Image for Mor.
210 reviews7 followers
February 25, 2022
•[⭐ 4.75/5 ⭐]•



[ Hujan dan masa lalu akan selalu datang bersamaan sebagai sesuatu yang disebut rindu. Tapi bagaimana seorang somplak sepertiku akan dicintai lagi? Ini cuma khayalan tak sampai seorang tua yang mati ditinggalkan dunia. ]



Buku ini bisa dibilang terbagi menjadi 2 bagian:

Bagian pertama menyeritakan tentang seseorang yang telah terjatuh dari keagungan yang sempat dimilikinya. Ia mencela tuhan dan orang-orang di sekitarnya karena merasa bahwa mereka telah berlaku tidak adil terhadapnya.

Didorong oleh nafsu, dendam, dan benci yang tak berkesudahan, muncullah celah bagi kegelapan untuk melahap jiwanya yang semakin hari, semakin terpuruk dan tersesat.

Pada bagian kedua, Sang Narrator terjebak dalam sebuah limbo yang penuh dengan keputusasaan, sehingga akhirnya ia diberi kesempatan untuk menebus dosa-dosanya. Di bagian terakhir ini, kita ditampilkan proses penerimaan diri dan bagaimana Narrator mencoba memaafkan dunia.

Saya cukup senang dengan gaya menulis Author; singkat, jelas, dan padat. Diksi yang digunakan juga indah dan tidak bertele-tele. Meski tidak banyak dialog, buku ini tidak membosankan sama sekali. Selain itu, pendeskripsian mengenai pembunuhan, mutilasi, dan kanibalisme yang dituangkan dalam buku ini patut diapresiasi karena berhasil bikin saya merinding dan jijik 👏
Profile Image for Sitimaghribi.
3 reviews
November 12, 2017
Napas Mayat bercerita memakai sudut pandang orang pertama yang membenci dunia. Aku adalah bekas seorang yang tampan dan dari keluarga kaya raya. “Setelah ayah jatuh miskin, aku harus bekerja sendiri. Dilanda botak dan keabaian dari wanita.” (hlm 35)

Namun, semenjak orang tuanya bangkrut aku ditinggalkan teman-temannya. Pada masa itulah aku bertemu dengan sisi gelap dalam dirinya. Aku yang lain –si hitam. Dan pertentangan aku dengan dirinya yang lain pun dimulai. Tokoh aku membenci orang yang telah mengejeknya. Pada akhirnya melampiaskan dendam yang berwujud pembunuhan dan kanibalisme. Dua orang ia jadikan mangsa pertamanya. Mama besar, pemilik apertemen tempat aku tinggal dan Marbun, teman kantor “Aku”. Kedua kepala korbannya ia koleksi dalam toples sebagai pengingat bahwa ia pernah membunuh keduanya –orang yang pernah mengejeknya.
Profile Image for Jansonabdi.
1 review
November 11, 2017
kalimat-kalimat dalam novelnya mengandung filosofi pengarang, tidak bisa dirangkum dipecah -pecah begitu saja. Bab demi bab dirangkai pengarang dengan kesinambungan untuk menceritakan tokoh Aku, yang menganggap dirinya di dunia ini telah menjalani kematian panjang, walaupun secara nyata Aku masih hidup. Kekecewaan, kegagalan serta rasa dendam yang mendalam menjadikannya tidak percaya lagi akan adanya Tuhan. Baginya Tuhan telah mati, yang ada hanyalah kekosongan belaka.
Profile Image for ULa.
296 reviews13 followers
August 5, 2016
¤ 3. 75

¤ pada mulanya masalah kebotakan ini membuatku sedikit geli tetapi pada akhirnya memberikan perspektif baru bahwa ada orang2 yang memikirkan kebotakan mereka dengan sangat serius seperti tokoh utama novel ini.

¤ kebiasaan para tokohnya yang selalu minum bir kapanpun dan dimanapun membuat muak.

¤ Walaupun dihalaman awal ada beberapa kalimat yang susah kucerna dan ada beberapa kata 'membikin' dan 'kubikin' yang jujur saja sangat mengganggu. Secara keseluruhan walaupun sedikit merinding jijik aku sangat suka ceritanya.

¤ ada satu typo "barus saja" dihalaman 119.

¤ novelisnya masih 23 tahun dan sudah mampu menulis karya yang bagus. Salut, semoga karya selanjutnya lebih baik lagi.
Profile Image for Clavis Horti.
125 reviews1 follower
November 7, 2023
Sang pemeran utama, yang masa mudanya dihiasi dengan kemewahan dan keberlimpahan harta dari ayahnya, kini berhadapan dengan titik terendah dalam hidupnya. Dulu, setiap harinya dirayakan dengan pesta dan kenikmatan, namun semuanya berubah drastis ketika perusahaan ayahnya mengalami kebangkrutan. Semua orang meninggalkannya dalam keadaan terlunta-lunta. Saat ini, terhimpitlah dia dalam kesunyian hidup yang hampa makna. Hanya si Hitam dan si Frigid, anjing tua milik Pak Malikan, yang tetap setia menemani langkah-langkahnya di dunia yang sunyi ini. Dalam hampa dan kekosongan yang menyelimuti, apa yang mendorongnya untuk tetap melangkah ke depan?

Buku Napas Mayat karya Bagus Dwi Hananto adalah sebuah mahakarya yang memukau. Setiap lembarannya dipenuhi dengan bahasa yang kaya akan simbol dan penyampaian yang menggelitik pikiran, membawa pembaca dalam perjalanan batin yang mendalam. Selain itu, keunikannya terletak pada tokoh utama yang misterius, tak berbekas nama, menciptakan suasana misteri yang memperdalam kompleksitas cerita. Dalam inti narasinya, tersembunyi kritik pedas terhadap kehidupan manusia yang kerap kali hanya mengamini keinginan duniawi, terlupa akan esensi kemanusiaan bahkan spiritual. Dengan keberanian, penulis menghadirkan pemandangan yang menggugah kesadaran tentang kebingungan manusia dalam pencarian kebahagiaan semu.

Bagus Dwi Hananto tidak ragu-ragu menggugat ketidakadilan terhadap kejahatan genosida yang melanda Gaza. Ia menggambarkan betapa kemanusiaan dapat tenggelam dalam kebisuan dunia, seiring kejahatan yang merencanakan pembantaian sebuah bangsa sedang terjadi di bumi ini. Panggilan keras ini menggelorakan semangat seluruh dunia untuk berbicara, untuk tidak lagi menyimpan keheningan yang membiarkan penderitaan meluas.

Dengan determinasi yang menggebu, buku ini juga menyoroti ancaman yang timbul ketika nafsu dibiarkan merajalela tanpa kendali, mengubahkan manusia menjadi budak gelap dari keinginan tergelap mereka sendiri. Bahkan ketika menghadirkan adegan-adegan yang mencekam seperti pembunuhan dan kanibalisme, tak ada yang mampu menyangkal daya tarik memikat dari narasi ini. Tingkat ketegangan yang diciptakan oleh penulis dalam menggambarkan konflik batin tokoh utama di tengah perubahan drastis hidupnya memang luar biasa. Pengalaman tragisnya membuatnya terperangkap dalam labirin kesepian dan rasa sakit, menciptakan kedalaman emosional yang menggetarkan. Kita disuguhkan pandangan mendalam ke dalam kegelapan jiwa manusia, yang pada akhirnya, menimbulkan pertanyaan filosofis yang memotret eksistensi manusia.

Bagus Dwi Hananto menggambarkan kehidupan dengan lantang dan tanpa diselubungi kata-kata yang tak perlu. Kemampuannya untuk membumikan realitas kejam ini, merangkul kita dalam kontemplasi mendalam. Di balik lapisan kekerasan yang tak terhindarkan, buku ini menawarkan suatu kebenaran yang menyentuh jiwa; bahwa dalam setiap penantian dan kegelapan, tersembunyi keindahan dan kebaikan yang selalu menanti kita. Pesannya mengajak untuk memahami bahwa merangkak keluar dari kegagalan, mengakui kesalahan, dan bangkit untuk menjadi pribadi yang lebih baik adalah perjalanan penting yang tak boleh diabaikan. Keberanian dan ketabahan dalam menghadapi kehidupan yang keras mengajarkan bahwa terdapat kemungkinan untuk berubah dan tumbuh, bahkan di saat tergelincir dalam kegelapan terdalam.

Melalui perjalanan emosional tokoh utamanya, Napas Mayat mengeksplorasi perjuangan melawan kegelapan batin. Pengalaman tragis yang dialaminya membawanya pada kesendirian yang mendalam, mengundang kita untuk merasakan kesendirian yang terasa begitu menyiksanya. Dalam setiap halaman, buku ini tidak hanya menceritakan kisah individu, tetapi juga menghadirkan cerminan terhadap kenyataan dunia yang penuh dengan pertarungan internal. Dengan begitu cermat, penulis membangun narasi yang tak hanya memikat, tetapi juga mengingatkan kita bahwa banyak orang mungkin berbagi pengalaman serupa.

Momentum puncak, ketika tokoh utama akhirnya menyadari kehadiran orang-orang baik yang berada di sekitarnya, adalah momen yang sungguh mengharukan. Titik balik di mana hati manusia terbuka sepenuhnya, menyadari bahwa kehidupan bukanlah perjalanan yang harus dilalui sendiri, melainkan sebuah lintasan yang penuh dengan kesempatan untuk saling mendukung. Dalam momen-momen seperti ini, kita menemukan bahwa kekuatan kemanusiaan sejati adalah pendorong terbesar untuk memperbaiki dunia ini, satu langkah kecil setiap kali.



Meskipun begitu, Napas Mayat adalah sebuah karya sastra yang mampu membawa kita dalam perjalanan mendalam menuju inti kehidupan dan kemanusiaan. Melalui alunan kata-kata dan imaji yang luar biasa, karya ini menjadi panggilan untuk memeluk dunia dengan penuh kehangatan, dan untuk menyentuh hati sesama dengan tingkat empati yang lebih dalam. Dengan kompleksitas naratif yang mengagumkan, buku ini tidak hanya sekadar sebuah kisah, melainkan sebuah pengalaman mendalam yang akan menggetarkan hati dan memaksa kita untuk merenung tentang arti sejati dari hidup ini.
Profile Image for Oni.
661 reviews11 followers
June 3, 2015
ekstra tidak biasa..jijik sekaligus indah..tapi menyedihkan..banyak kata kata bagus yang ditulis si pengarang..wajar aja kalo menang..
well..tough book..puyeng tapi nonjok sampe ke hati..silakan baca sendiri..
Profile Image for tuesdayat7am.
27 reviews1 follower
April 6, 2021
Novel ini menceritakan tentang tokoh bernama Aku. Ia digambarkan sebagai pria yang sehari-hari bekerja sebagai pekerja di sebuah pabrik yang memilah-milah kertas. Ia miskin, walaupun di masa muda merupakan anak konglomerat. Kehidupannya dulu bergelimang harta, sombong, penuh kasih sayang, dan bisa mendapatkan apapun. Intinya dia merasa bahwa orang-orang di sekelilingnya merupakan ‘hamba’ dan ia adalah ‘tuhan’. Namun, setelah ayahnya bangkrut -sedangkan dirinya malas bekerja dan hanya menghambur-hamburkan uang- hidupnya berubah. Terjungkil balik hingga harus dijauhi orang-orang yang mengatasnamakan diri teman, dihina karena fisiknya berubah menjadi jelek dan botak, juga miskin. Karena itu, ia memiliki dendam terhadap orang-orang itu. Dendam yang akhirnya membuat si Aku membunuh, memutilasi, dan memakan dua korbannya, yaitu Mama Besar dan Marbun. Juga seorang korban lagi yang ia makan jantungnya saja, si Pria Peselingkuh. Mama Besar adalah seorang wanita bermulut cerewet yang selalu menghinanya, ia membunuh wanita itu. Marbun adalah temannya yang hanya membuat kesalahan menghinanya sekali. Lalu terakhir, si Pria Peselingkuh, suami Sarah yang ia bunuh atas permintaan dari Sarah sendiri. Padahal, Sarah merupakan atasannya di kantor, juga wanita yang selalu mendatanginya untuk melakukan seks.

Aku pertama kali tertarik membaca cerita ini karena blurb dan juga embel-embel ‘pemenang lomba novel DKJ’-nya tentu saja. Sebagai seseorang yang seringkali gagal dalam mengikuti kompetisi menulis, rasanya sangat wajib untuk membaca tulisan-tulisan pemenang ajang lomba novel bergengsi ini. Dan, ya, sangat tidak mengecewakan. Brutal dan liar di awal, menyayat hati di akhir. Sebenarnya sempat kesal juga, sih, di awal. Si Aku ini benar-benar terlena dengan harta milik bapaknya, tidak mau bekerja, dan pikirannya cuma menjurus ke arah seks. Namun, aku juga sadar, semua orang seperti itu. Dunia tidak sebersih yang dipikirkan. Dunia ini menyimpan banyak sekali sisi. Hitam dan putih bertebaran di mana-mana. Bahkan seringkali tersamarkan. Dan, mungkin itu juga yang direpresentasikan oleh tokoh Aku.

Penulis cocok sekali menggunakan sudut pandang orang pertama, Aku. Karena, aku pribadi sebagai pembaca, seperti sedang tidak merasakan kisah hidup orang lain, melainkan diriku sendiri. Tentu saja dalam hal yang berbeda, tapi jika diresapi ada kesamaan pola. Anggaplah si Aku ini memang adalah aku sendiri. Kami sama, menyimpan luka, dihina, diremehkan hanya karena fisik, dan menyimpan dendam serta keinginan untuk mati saja, tetapi sebenarnya jauh di dalam lubuk hati, takut. Takut bahwa kematian juga sama tidak menyenangkannya dengan hidup.

Tidak disarankan untuk membaca sambil-lalu (seperti yang kulakukan) karena mungkin ada beberapa poin penting yang dilewatkan. Novel ini tipis, hanya sekitar 185 halaman saja isinya. Namun, kisah yang disuguhkan lebih dari cukup untuk membuatku tersadar, hubunganku dengan Allah, dengan alam. Alam di sini maksudnya adalah kehidupan itu sendiri. Manusia yang lain, hewan, takdir, dan banyak hal lain.

Si Aku mengajarkan bagaimana hidup itu tidak melulu tentang harta, jabatan, kekuasaan. Si Hitam mengajarkan bahwa ia akan selalu ada di dalam diri setiap makhluk, ia ada dan dapat dikalahkan oleh hati nurani. Semua orang memiliki sisi hitam dan putih, kan? Korban-korban si Aku, Marbun, Mama Besar, dan si Pria Peselingkuh, seperti bilang bahwa hati-hati dengan segala perbuatan, kita tidak pernah tahu siapa sesungguhnya yang kita hina, rendahkan, dan remehkan. Siapa tahu kita hanya kucing yang sedang merendahkan harimau.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Neneng Lestari.
295 reviews1 follower
December 1, 2023
Karena aku suka Edgar Allan Poe, yang gaya diksinya indah bagaikan puisi, sekaligus diliputi misteri, rasa ngeri hingga halaman terakhir, aku mengira pasti menyukai buku ini yang punya gaya serupa, tapi dengan ciri khas penulis tentunya.

Sayangnya tidak ....

Aku capek berpikir, lelah memaknai isinya, bertutur tentang dirinya sendiri yang dikhianti oleh dunia, di ejek oleh manusia, tidak dihargai oleh Sang Pecipta, dan seolah berhak mengabisi mereka yang telah menyakitinya, memakan dagingnya, menikmati hangat darah yang membanjiri tubuhnya.

Sama sekali aku enggak dapat poinnya. Terlalu banyak metafora, satire yang tidak jelas kesiapa ditujukan. Kenapa hanya dunia yang harus bersalah padanya, sedangkan dia sendiri membuat dirinya tidak berguna? Pulang kerja hanya minum bir, penghasilannya yang sedikit tidak mampu ia manfaatkan. Lalu kenapa menyalahkan dunia?

si "Aku" punya begitu banyak alasan untuk membenarkan tindakannya. Yang sayang nya tidak membuatku simpati, tapi malah ilfill. Nggak heran kenapa Mama Besar melontarkan hinaan-hinaan jika manusianya modelan si "Aku".

Marbun adalah korban yang paling aku sesali dari novel ini. Dia sahabat minum si "Aku" tidak pernah mencela, atau berbuat jahat, kenapa ia harus mendapat kehormatan untuk dinikmati daging dan di koleksi kepalanya? Bukannya Aku sudah melenceng dari misi mulianya memusnahkan orang-orang yang ia benci?

Kedua korban, di mutilasi di apartemennya. Amis darah itu susah hilang lho. Bahkan pakai pemutih pun, pasti akan menimbulkan kecurigaan. Untuk apa aroma pemutih sepekat itu? Oke aku berbaik sangka, mungkin bukan itu inti dari novel ini. Jadi bagian itu, lewatkan ~

Apapun yang ingin ditujukan novel ini, aku nggak mengerti. Atau memang target bacaannya bukan mamak mamak lanjut usia macam aku. Karena di GR pun ratingnya cukup bagus, jadi kurasa ini hanya masalah selera

Yang tidak mual oleh kanibalisme, mungkin tertarik untuk baca

#NafasMayat
Profile Image for lara. .
25 reviews
November 19, 2024
Before you read this book, please be mindful that it contains themes of cannibalism, murder, explicit sexual content, hallucinations, mentions of suicide, and animal abuse. This book is not for the faint-hearted. It delves deeply into questions about God, love, humanity, loneliness, and the ugliness of life. I was truly amazed by this book, and honestly, I fell in love with it early on, especially with the main character who immediately displayed his anger issues (haha). The story is profound—not about the crimes the protagonist committed, but about the process leading to them. It explores the accumulation of anger, greed, inhumanity, and loneliness over the course of his life.

At his lowest, he’s left with only his shadow, named ‛Hitam’, as his sole companion. This shadow validates his feelings and guides his actions, blurring the lines between right and wrong. Eventually, he falls into a coma, loses his shadow, and begins to recognize God in his life. This shift feels abrupt, almost absurd, yet not entirely out of place. I had hoped he would spiral further into madness, but I was also relieved to see him begin to rationalize, forgive himself, and come to terms with his past before forgiving others. That’s just human nature—the impulsive actions that lead us into uncharted territory. Greed often blinds us, but the protagonist was lucky to realize the truth before it was too late.

Humans will always make mistakes. Acknowledging them is the hardest part, and the journey is never easy. Each path is unique, and reading the main character’s journey was a deeply satisfying experience for me.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Amira Zarra Ovitte.
24 reviews
November 17, 2018
what a nice story! saya suka banget. narasi yang ditulis dengan sangat indah, penuh filosofi, kiasan, dan pesan mendalam. pesan tersirat tepatnya. awalnya saya berpikir novel ini tentang seseorang dengan gangguan mental. bercerita tentang seseorang yang merasa bergairah dan kecanduan memakan daging manusia. apalagi saat mendeskripsikan prosesi pembunuhan, memutilasi, hingga memasak daging manusia bersama sayuran dijabarkan dengan detil. cukup untuk membuat perut mual. tapi saya tetap suka.

cerita ini memang berbeda dari novel lainnya. penulis mampu mengambil tema yang tidak umum dan dikemas dengan penuh kejutan. kekecewaan, kesedihan, kesepian, dan semua rasa bersalah diceritakan dengan sangat anggun.

beberapa pesan yang bisa saya ambil dari novel ini adalah berusahalah untuk memaafkan diri sendiri sebesar apa pun kesalahan yang telah diperbuat. lalu saya belajar tentang proses. bagaimana perjalanan tokoh 'aku' yang tidak berharga dan melakukan dosa besar akhirnya mengakui semuanya serta mengakui Tuhan. sebuah proses untuk lebih baik. dan yang terakhir saya belajar bahwa roda kehidupan benar-benar berputar. mungkin sekarang kau dipuji dan terhormat, bisa jadi besok kau dicaci.

so, ciao!
Profile Image for Mizuoto.
143 reviews1 follower
January 24, 2025
Meski tidak sampai dua ratus halaman, tetapi membaca buku ini cukup melelahkan dan mengesalkan. Melelahkan karena ukuran tulisan yang cenderung kecil dan rapat. Mengesalkan karena karakter Aku yang selalu mengulang-ulang deritanya, terus meratapi hidupnya, kemudian di bab-bab akhir cerewet dengan kesadaran berketuhanannya, wkwkwk. Namun, mengesampingkan itu semua, buku ini bagus. Setidaknya Napas Mayat novel bernuansa filosofis-psikologis yang mampu membuat saya memikirkan sisi lain dari diri manusia: ketika manusia memilih membenci Tuhan dan sesamanya, manusia ada kemungkinan bersahabat dengan sisi gelapnya, yang kalau dalam buku ini tokohnya bernama si Hitam.

Napas Mayat, novel pemenang ketiga Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta Tahun 2014, merupakan novel perjalanan batin kehidupan sang tokoh utama yang cenderung kelam dan suram. Perjalanan semasa hidup sampai matinya.

Resensi lengkap bisa dibaca di sini
Displaying 1 - 30 of 139 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.