Jump to ratings and reviews
Rate this book

Bapangku Bapunkku

Rate this book
Ini kisah antik keluargaku bersama ayah yang tidak mau dipanggil Ayah, maunya dipanggil Bapang. Itu panggilan untuk ayah dalam bahasa Semende. Tak cukup sampai di situ, diam-diam Bapang menganut aliran PUNK. Itu aliran yang mengagung-agungkan kebebasan. Mulai dari kebebasan berpikir, kebebasan berekspresi, hingga kebebasan berkarya dan mengeluarkan pendapat. Syukurlah, Bapang tidak menata rambutnya gaya buah duren masak di pohon atau gaya sapu ijuk dari Yunani. Sebab, Bapang mengaku kalau dia itu PUNK muslim! Meski demikian, pemikiran dan tindakan Bapang sehari-hari nyentriknya minta ampun! Apa-apa diprotes; sistem pendidikan diprotes, pembangunan masjid diprotes, kepala sekolah diajak ribut, dokter ditantang, maling jemuran dijadikan sahabat, dan petugas KB di Puskesmas diajak berdebat!

Klimaksnya, pada hari Senin sehabis liburan kenaikan kelas, Bapang melarang anak-anaknya pergi ke sekolah! Seragam sekolah kami dimasukkan ke dalam karung untuk dibakar. Bunda meradang melihat kenyataan itu, Berpikir bebas boleh saja, tapi membakar seragam sekolah anak-anak adalah tindakan yang tidak bisa lagi ditoleransi. Bunda melawan Bapang dengan garang. Dan kebahagiaan keluarga kami berada di ujung tanduk; akte cerai nyaris diteken!

Bagaimana usaha Bapang untuk menyelamatkan keluarga dengan empat anaknya? Bagaimana cara Bapang mendidik keempat anaknya hingga jadi orang-orang yang sukses? Silakan baca kisah ini dan jangan menyalahkan jika nanti tertular virus PUNK ala Bapang. Kisah ini akan membuat siapa pun berpikir keras, tertawa ngakak, hingga menangis sedih, lalu bangkit dan berdiri tegak untuk berkarya dan bekerja keras! Sebab, dunia sudah lama menanti karya-karya besar kita semua!

233 pages

First published January 1, 2015

18 people want to read

About the author

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
10 (34%)
4 stars
13 (44%)
3 stars
4 (13%)
2 stars
1 (3%)
1 star
1 (3%)
Displaying 1 - 14 of 14 reviews
Profile Image for Linda Satibi.
38 reviews39 followers
July 13, 2016
Awal baca rasanya asik, lalu tersendat. Kok ini kayak bukan novel, ya. Seperti baca blog atau note yang berisi tuturan penulis tentang kehidupan pribadinya. Tapi lama-lama saya bisa menikmatinya juga.
Tokoh Bapang alias Bapak, sangat inspiratif. Pemikiran-pemikirannya up to date, meski gayanya meledak-ledak. Kadang terkesan kocak, sehingga menjadi hiburan yang segar. Dalam kekocakannya, pemikiran Bapang kerap menggelitik, menyentil perilaku orang dewasa zaman kini.
Sebagai muslim yang taat, Bapang menerapkan pola didik dan pola asuh islami yang kental. Hal ini patut diteladani oleh keluarga muslim yang kini hidup di zaman serba canggih yang kadang menggerus nilai-nilai moral dan agama.
Tokoh Paguh sebagai pencerita, kadang bergerak terlalu bebas. Ia bisa menceritakan hal-hal yang berada di luar jangkauan netranya.
Saya juga kurang merasa sreg dengan babak perselisihan Bapang dan istrinya yang nyaris berbuntut perpisahan. Rasanya kok jadi lebay dan mengada-ada.
Anyway, kekurangan-kekurangan yang ada, tertutupi oleh lihainya gaya penceritaan oleh si penulis. Ditambah lagi dengan banyaknya hikmah dan teladan yang menghembus halus di sekujur cerita.
Sepertinya kalau cerita ini difilmkan, akan menjadi tontonan yang menarik, menghibur, dan mencerdaskan.
Profile Image for Afifah.
Author 53 books222 followers
July 30, 2015
Membaca novel ini bener-bener nano-nano rasanya. Lucu, haru, kesal, gemas, campur aduk. Tokoh Bapang benar-benar digambarkan dengan begitu detil oleh Pago sebagai sosok yang multitafsir. Ide-ide besarnya seru, tapi kadang bikin kesal, sekaligus ngikik karena lucu. Menurut saya, salah satu keunggulan novel ini adalah keunikan karakter sang Bapang--yang kebetulan sangat mirip namanya dengan si pengarang. Paguh Nian, dengan Pago Hardian, mirip kan? Menurut pengakuan si penulis sih, tokoh si Bapang memang merupakan gambaran dirinya. Kalau begitu, apakah Mas Pago ini juga penuh ide besar, humoris, namun juga ngeselin? Aha, jangan tanya saya. Buktikan saja sendiri.

Yang jelas, ini novel sangat inspiratif. Begitu membaca draftnya, saya langsung terkesima dan dibikin tak bisa berpaling sampai halaman terakhir. Serius!
Profile Image for Sayekti Ardiyani.
127 reviews3 followers
December 25, 2017
Bapangku Bapunkku diceritakan dari sudut pandang seorang anak. Ia memiliki bapak berjiwa punk, penganut kebebasan. Tapi jangan dibayangkan punk yang dianut gaya bebas seperti remaja di jalan. Bapan memiliki 4 anak . Semuanya memiliki keunikan tersendiri. Anak pertama,Alap, berjiwa seni. Hobinya desain baju . Anak kedua, Harnum, suka mengarang. Anak ketiga, Tuah, suka dan pandai matematika. Anak keempat, Anjam, berjiwa seni dan mahir melukis.

Bapang punya prinsip belajar di sekolah terdekat. Ia juga ingin semua anaknya berprestasi di kelas. Namun, mindsetnya berubah ketika ia berdiskusi dengan mas Greta, seorang istimewa , anak dari tukang bakso yang pernah ditolong bapang . Ia tak lagi berprinsip anak harus berprestasi di kelas. Mereka membicarakan tentang 11 macam kecerdasan. Sebelas itu adalah kecerdasa angka-angka/numeric, kecerdasan bahasa/linguistic, kecerdasan gambar/visual, kecerdasan pendengaran/audiomusical, kecerdasan olah tubuh, kecerdasan suara/vocal, kecerdasan pengecapan, kecerdasan agama/spiritual, kecerdasan pribadi diri/personal, kekecerdasan berhubungan dengan orang lain/antarpersonal, dan kecerdasan mengelola keuangan/finansial.

Diskusi dengan mas Greta membuat bapang tidak terlalu menuntut kecerdasan akademik di sekolah. Akibatnya prestasi akademik mereka menurun, sebaliknya kebebasan mengembangkan bakat membuat mereka benar-benar berkembang di kemahiran masing-masing. Alap bahkan pernah menjadi finalis lomba desain baju di salah satu majalah wanita.



Akhir tahun pelajaran, bapang mendadak ingin mengeluarkan anak-anaknya nya dari sekolah karena Anjam tidak naik kelas. Anjam menderita disleksia yang membuatnya mengalami hambatan membaca dan menulis. Tidak naik kelas sebenarnya bukan menjadi masalah. Pemicu utama adalah guru anjam menganggap Ajam bodoh. Ironisnya, foto Anjam dengan sederet piala tertampang di spanduk promosi sekolah.

Masalah ini sempat membuat bapang bersitegang dengan istrinya dan hampir ada kata cerai. Mereka berdebat soal prinsip pendidikan untuk anak-anak mereka. Untung saja, ada jalan tengah yang diambil. Kekecewaan terhadap sekolah membuat bapang menggodog konsep sekolah ala bapang dan mas Greta. Selama sekolah mereka belum terwujud, anak-anak tetap diijinkan sekolah.

Sekolah yang akan didirikan bapang memiliki jurusan yang unik, namun jurusan itu sejatinya adalah wadah bagi anak-anak dengan beragam kecerdasan yang tidak bisa disama ratakan dalam kurikulum pendidikan di Indonesia. Banyak pelajaran yang belum dirasakan manfaatnya secara langsung oleh anak-anak .

Jurusan pendidikan yang dirancang bapang dan mas Greta ada jurusan pengecapan, jurusan pendengaran, jurusan penglihatan, jurusan suara, jurusan gerak tubuh, jurusan perhitungan, dan jurusan pengucapan. Masing-masing jurusan punya spesifikasi khusus. Sekolah itu terwujud meski tidak semua jurusan bisa diadakan.

Novel ini dituturkan dengan gaya kocak dan santai. Meski begitu,gaya khas bapang itu tidak mengurangi makna yang ingin disampaikan penulis. Novel ini pastilah berangkat dari kegelisan penulis terhadap sistem pendidikan di Indonesia yang terlampau banyak beban dan mencetak anak-anak Indonesia menjadi pegawai. Tak hanya soal pendidikan, bapang juga kerap mengkritisi masalah-masalah sosial.
“Sistem pembelajaran di sekolah formal negara ini seakan-akan membuat murid-muridnya jadi mesin penghafal! Mending kalau yang dihafal itu pelajaran penting. “(hal. 165)

“Kalau kekayaan negara kita Indonesia tercinta ini tidak dikoropsi oleh pejabatnya maka kekayaan itu lebih dari cukup untuk menyejahterakan rakyat. Jadi, kesejahteraan rakyat itu bisa dimulai dengan kampanye untuk jadi pejabat yang jujur, bukan dimulai dengan kampanye kondom atau alat-alat KB lainnya.” (hal. 95)

“Kualitas kepintaran anak itu hanya sedikit sekali ditentukan oleh sekolah. Yang paling menentukan adalah didikan di rumah. Walaupun sekolahnya berkualitas dan mahal, kalau orangtuanya tidak menyempatkan waktu secara disiplin untuk mendidik anak di rumah, hasilnya tidak akan terlalu menggembirakan. Paling-paling hanya dapat gengsi doing kerena anaknya sekolah di SD terkenal.” (hal. 60)

Seusai membaca novel ini mustahil pembaca akan begitu saja melupakan novel ini. Ada perenungan mengenai sistem pendidikan di negeri ini. Saya sendiri jadi baper, andai konsep pendidikan seperti yang penulis jeberkan dalam buku ini diterapkan di sekolah formal di Indonesia. Sekolah formal ya, bukan seperti home schooling di kota-kota besar yang sudah menerapkan sistem semacam itu.

Ringan tapi mengena, Inspiratif, itu kesan saya selanjutnya terhadap novel peraih juara II Lomba Menulis Novel Inspiratif Indiva 2014 ini. Penasaran?

Akhir kata, kutipan inspiratif ini jadi penutup review saya
“Dunia ini hanya akan dikuasai oleh orang-orang yang gigih. Orang yang suka mengeluh hanya akan berakhir sebagai pecundang.” (hal. 44)
Profile Image for A.A. Muizz.
224 reviews21 followers
December 31, 2015
Judul: Bapangku Bapunkku
Penulis: Pago Hardian
Penerbit: Indiva
Tebal: 232 halaman
Ukuran: 20 cm
ISBN: 978-602-1614-47-1
Cetakan: Pertama, Jumadil Akhir 1436 H./April, 2015
Harga: Rp 49.000,00

Blurb:
Ini kisah antik keluargaku bersama ayah yang tidak mau dipanggil Ayah, maunya dipanggil Bapang. Itu panggilan untuk ayah dalam bahasa Semende. Tak cukup sampai di situ, diam-diam Bapang menganut aliran PUNK. Itu aliran yang mengagung-agungkan kebebasan. Mulai dari kebebasan berpikir, kebebasan berekspresi, hingga kebebasan berkaryadan mengeluarkan pendapat. Syukurlah, Bapang tidak menata rambutnya gaya buah duren masak di pohon atau gaya sapu ijuk dari Yunani. Sebab, Bapang mengaku kalau dia itu PUNK muslim! Meski demikian, pemikiran dan tindakan Bapang sehari-hari nyentriknya minta ampun! Apa-apa diprotes; sistem pendidikan diprotes, pembangunan masjid diprotes, kepala sekolah diajak ribut, dokter ditantang, maling jemuran dijadikan sahabat, dan petugas KB di Puskesmas diajak berdebat!
Klimaksnya, pada hari Senin sehabis liburan kenaikan kelas, Bapang melarang anak-anaknya pergi ke sekolah! Seragam sekolah kami dimasukkan ke dalam karung untuk dibakar. Bunda meradang melihat kenyataan itu. Berpikir bebas boleh saja, tapi membakar seragam sekolah anak-anak adalah tindakan yang tidak bisa lagi ditoleransi. Bunda melawan Bapang dengan garang. Dan kebahagiaan keluarga kami berada di ujung tanduk; akte cerai nyaris diteken!
Bagaimana usaha Bapang untuk menyelamatkan keluarga dengan empat anaknya? Bagaimana cara Bapang mendidik keempat anaknya hingga jadi orang-orang yang sukses? Silakan baca kisah ini dan jangan menyalahkan jika nanti tertular virus PUNK ala Bapang. Kisah ini akan membuat siapa pun berpikir keras, tertawa ngakak, hingga menangis sedih, lalu bangkit dan berdiri tegak untuk berkarya dan bekerja keras!Sebab, dunia sudah lama menanti karya-karya besar kita semua!
***
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataaan yang benar.” (QS. An-Nisa : 9)

Dikisahkan dari Muqatil bin Sulaiman, bahwa Umar bin Abdul Aziz, salah satu khlaifah pada zaman Bani Umayyah, memiliki sebelas orang anak. Ketika beliau wafat, beliau hanya meninggalkan harta sebesar 18 dinar. Sebanyak 9 dinar digunakan untuk penyelenggaraan jenazah dan membeli sebidang tanah untuk makamnya. Sedangkan sisanya, dibagikan kepada sebelas orang anaknya.
Sementara itu, Hisyam bin Abdul Malik juga mempunyai sebelas anak. Setelah ia wafat, anak-anaknya mewarisi harta masing-masing satu juta dinar.
Pada suatu masa setelah itu, Muqatil melihat salah satu anak Umar bin Abdul Aziz menyedekahkan seratus ekor kuda untuk berjihad fi sabilillah. Sedangkan salah satu anak Hisyam bin Abdul Malik menjadi pengemis di pasar.
Alkisah, pada saat Umar bin Abdul Aziz menjelang ajal, ada yang bertanya kepada beliau, "Apa yang kau tinggalkan untuk anak-anakmu, wahai Umar?"
Umar menjawab, "Aku tinggalkan untuk mereka ketakwaan kepada Allah. Jika mereka salih, maka Allah akan menjadi pembela orang-orang salih. Namun, jika mereka tidak demikian, maka aku tidak akan mewariskan untuk mereka harta yang akan membuat mereka bermaksiat kepada Allah."
Demikian pula yang tokoh Paguh Nian, sosok ayah yang unik yang minta dipanggil Bapang oleh anak-anaknya, menyiapkan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya. Pada saat usia anak-anaknya masih belia, Bapang sudah menanamkan prinsip dan akhlak mulia untuk dianut keempat anaknya.
Bapang telah menyediakan buku-buku bacaan berkualitas di rumahnya. Televisi pun tak boleh ditonton sembarangan. Televisi hanya boleh digunakan untuk menonton video dan film bermutu yang sudah lolos standar dari Bapang. Hal ini terkadang menjadi bahan perdebatan tak kunjung usai antara Bapang, Bunda, dan anak-anak.
Sikap Bapang yang sangat protektif terhadap pendidikan anak-anaknya dan juga peduli akan pendidikan anak-anak pada umumnya, kadang mengundang perselisihan antaranya dengan orang-orang sekitar. Seperti ketika jamaah masjid ingin menggunakan uang hasil kotak amal untuk membangun dan memperindah masjid. Hal ini mendapat sanggahan dari Bapang. Menurut Bapang, pembangunan (pembesaran bagunan) masjid belumlah diperlukan untuk saat ini. Masjid masih dapat menampung jamaah dengan cukup dan nyaman. Bapang ingin, uang itu digunakan untuk membangun perpustakaan masjid dengan bacaan-bacaan yang bermutu, agar masjid menjadi sumber ilmu bagi umat. Namun, hal ini ditentang habis-habisan oleh sebagian besar jamaah.
Sikap Bapang yang kontroversial lainnya adalah ketika Anjam, anaknya yang keempat tidak naik ke kelas 2. Bapang bukan tersinggung karena gurunya tidak menaikkan Anjam, tapi karena gurunya mengatakan Anjam anak yang bodoh karena belum bisa baca-tulis. Yang membuat amarah Bapang semakin membara, spanduk penerimaan siswa baru menjadikan Anjam sebagai model, karena Anjam berprestasi dalam menggambar dan mewarnai, bahkan sampai tingkat provinsi.
Tragedi ini, mempunyai imbas yang besar terhadap keluarga. Bapang tidak lagi percaya pada sekolah-sekolah di luar sana. Keempat anaknya kemudian dilarang bersekolah lagi. Hal ini mendapat tantangan dari Bunda yang mengakibatkan mereka berada dalam konflik besar. Bapang memilih bercerai dengan Bunda daripada mempercayakan pendidikan anak-anaknya kepada orang-orang yang tak sanggup mendidik. Orang-orang yang menganggap kepandaian anak-anak hanya dilihat dari kepandaian baca-tulis dan menghafal pelajaran.
Lalu bagaimana Bapang menyelesaikan masalah keluarga dan pendidikan anak-anaknya?
***
Membaca novel pemenang kedua Lomba Menulis Novel Inspiratif Indiva 2015 ini, memberi gambaran kepada saya bagaimana memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak. Pun menyadarkan bahwa tak ada anak yang terlahir bodoh. Yang ada adalah kecerdasan anak-anak yang berbeda satu dengan yang lainnya. Hal inilah yang masih banyak tidak disadari oleh guru-guru dan orangtua di negara kita.
Dengan sudut pandang seorang remaja kelas VII SMP bernama Alap Nian, anak pertama Bapang, novel ini dikisahkan dengan bahasa yang ringan khas remaja, lucu, namun penuh makna. Beberapa kali saya dibuat tertawa terbahak-bahak, beberapa kali dibuat merenung, trenyuh, sekaligus sedih dengan cerita Bapangku Bapunkku.
Selain menyorot masalah pendidikan yang salah kaprah di negeri ini, novel ini juga menuturkan solusi untuk mengatasinya. Bagaimana pendidikan sekolah menjadi benar-benar menjalankan peran sebagai pendidik yang sejati, dan menjadi tempat yang mengasyikkan bagi siswa didiknya.
Beberapa kritik sosial tak lepas dari bahasan Pago Hardian. Dan tentu saja disampaikan dalam bagian cerita yang pas dan menggelitik. Seperti quote-quote berikut:
“Agamis itu tidak dapat dinilai dari panggilan. Bahkan anak-anak orang kafir di Arab sana memanggil ayah dan ibu mereka dengan sebutan abi dan ummi. Sebab, memang begitulah bahasa sebutan mereka.” (Halaman 13)

“Andrea Hirata sang penulis Laskar Pelangi itu mengatakan bahwa ayah yang pendiam lebih besar kasih sayangnya daripada ayah yang cerewet seperti bapangku. Aku tidak terima! Kasih sayang bapangku seluas langit. Andrea Hirata tidak punya kemampuan sama sekali untuk mengukur kasih sayang seorang ayah selain kasih sayang ayahnya sendiri. Meskipun dia lulusan Paris atau Inggris atau Swiss.” (Halaman 17)

“Jika tulisannya berhasil membuat pembacanya berbuat baik, maka tulisannya akan berubah jadi rantai emas yang akan menarik Bapang ke dalam surga. Jika Bapang asal menulis tanpa mempertimbangkan dosa dan pahala, maka setiap tulisan Bapang yang membuat pembacanya berbuat keburukan, kelak di hari akhir tulisan itu akan menjelma jadi rantai api yang akan menyeret Bapang ke jurang neraka.” (Halaman 21)

“Salah satu penyebab pokok merosotnya moral anak bangsa di sekolah adalah dihapuskannya pelajaran budi pekerti dan diganti menjadi PMP.” (Halaman 52)

Dan masih banyak lagi inspirasi yang bisa didapatkan dari novel ini, selain ceritanya yang sangat menarik dan tak membuat jenuh sedikit pun kala membacanya.
Satu-satunya yang kurang menarik dalam penceritaan novel ini adalah pada bagian solusi Bapang yang dijelaskan dalam beberapa halaman secara kontinu tanpa adanya cerita. Mungkin ini adalah efek keterbatasan halaman, mengingat ini adalah novel hasil lomba. Soalnya, bagian ini akan sangat menarik jika penjelasannya dimasukkan melalui adegan per-adegan, sehingga tidak terkesan seperti buku teks. Selain itu, ilustrasi sampul terlihat kurang menarik. Terkesan seperti novel komedi, padahal ini adalah novel serius yang diceritakan dengan lucu tanpa mengurangi makna ataupun bertele-tele seperti novel komedi.
Novel ini sangat saya rekomendasikan untuk dibaca siapa saja, baik remaja maupun dewasa. Terutama bagi orangtua, para pendidik, maupun calon orangtua dan calon pendidik. Dan siap-siaplah untuk tersenyum, tertawa, kesal, gemas, sedih, dan terharu saat membaca novel ini. :)
Profile Image for Iis Soekandar.
11 reviews
Read
November 6, 2015
Tertawa itu Perlu

Judul buku : Bapangku Bapunkku
Penulis : Pago Hardian
Penyunting bahasa : Mastris Radyamas
Penerbit : Indiva
Ketebalan : 232 halaman
Ukuran : 20 cm
ISBN : 978-602-1614-47-1
Cetakan I : April, 2015
Harga : Rp 49.000,00

Membaca judulnya orang bisa menebak, novel ini menceritakan kehidupan “bapak”, orang tua lelaki yang biasa disebut dalam keluarga berlatar belakang Jawa. Kendati tidak persis menyebut “bapak”. Indonesia yang kaya beragam suku, beragam pula bahasa setiap daerahnya. Begitupun dengan sebutan “bapak”. “Bapangku” berasal dari kata “bapang” mendapat imbuhan kepemilikan –ku. “Bapang” sebutan “bapak” untuk daerah Suku Semende, Sumatera Selatan. Sedangkan bapunkku, dari bapang yang punk. Punk adalah gaya aliran anak muda yang mengacu kepada kebebasan dengan gaya rambut mohawk.
Walaupun Bapang tidak menata rambutnya model mohawk, tapi gaya kebebasannya cukup membuat keluarga dan orang-orang sekitarnya menjadi stres, sekaligus berbeda dari kehidupan pada umumnya. Itu sebabnya penulis mengimbanginya dengan menampilkan dialog dan tingkah laku para pelakunya lucu agar tidak tegang sepanjang membaca.
Seorang Bapak dalam struktur agama apapun selalu menjadi kepala rumah tangga. Bapang pun menjadi kepala rumah tangga atas seorang istri dan empat orang anaknya, Alap, Harnum, Tuah, dan Anjam dalam keluarga Islam yang kuat. Sebagaimana kebiasaan orang-orang dari suku di luar Jawa yang cenderung berperilaku kasar, Bapang bertemperamen tinggi. Tetapi sebagai salah satu sifat Tuhan yang Mahaadil, Bapang yang kasar disandingkan dengan Bunda, seorang wanita lemah lembut dari Jogya.
Bapang sangat kuat dalam memegang prinsip. Dia berpendapat pendidikan sesungguhnya dan mendasar adalah di rumah. Kedua orangtualah yang pertama kali melihat perkembangan anak sekaligus paling tahu. Itu pula menjadi hal utama bagi pendidikan anak-anak kelak di luar rumah atau masyarakat, termasuk dalam sekolah formal. Dan dia sangat menjunjung tinggi bahwa setiap orang punya kelebihan sendiri-sendiri. Sehingga ketika Anjam, anak bungsunya, tidak naik kelas dua dan dikatakan bodoh oleh teman-temannya, ia sangat marah. Bagaimana mungkin juara mewarnai tingkat RT, RW, kelurahan, kecamatan bahkan tingkat kabupaten dan provinsi dengan segudang piala dan piagam dikatakan anak bodoh dan tidak naik kelas. Wali kelasnya sekalipun belum tentu bisa mewarnai dan mendapat piala serta piagam sebanyak yang Anjam peroleh. Atas prestasinya foto-foto Anjam dipasang untuk promosi spanduk penerimaan murid baru.
Sementara sekolah mempunyai standar kenaikan kelas yang berbeda, yaitu bisa membaca dan menulis. Untuk itulah Bapang punya ide mendirikan sekolah sendiri. Sesuai filosofinya bahwa tidak ada orang yang bodoh, melainkan pasti punya kelebihan, dalam sekolah baru itu, mereka akan memilih jurusan sesuai dengan kelebihan yang dipunya. Muridnya pun tidak dibatasi, dari anak-anak hingga lansia, berpegang pada kenyataan, setiap orang memiliki kesiapan sendiri-sendiri dalam menghadapi hal baru, termasuk menerima pembelajaran.
Tidak kuasa membendung amarah, keempat anaknya berencana dikeluarkan dari sekolah umum. Bapang bahkan rela kehilangan Bunda dengan menceraikannya ketika ia membantah keras tidak menyetujui rencananya mengeluarkan keempat anak laiknya orang bersekolah.
Bunda ketakutan, tidak disangka suaminya memegang demikian kuat pendiriannya hingga siap kehilangan dirinya. Tidak mau kehilangan suami terlebih keempat anaknya, Bunda meminta pihak ketiga, yaitu Uwak Bagus, orang yang dianggap kakaknya sendiri, untuk menengahi. Setelah diberi masukan, pikiran Bapang sedikit melunak, akhirnya diambil jalan tengah. Mereka tetap masuk sekolah sampai satu tahun, menunggu sekolah versi Bapang berdiri, dengan model yang sangat berbeda dengan sekolah umum, dari peserta didik usia lima sampai lima puluh tahun, pelajaran wajib seperti spiritual, budi pekerti, personality, interpersonality dan finansial, hingga jurusan pengecapan, pendengaran, penglihatan, suara, geraka tubuh, perhitungan, dan pengucapan. Dengan model sekolah versi Bapang, terbukti dua puluh tahun kemudian, Alap, Harnum, Tuah, dan Anjam menjadi orang sukses bertumpu pada kelebihannya masing-masing.
Ibarat masakan, novel ini sudah lezat. Hiburan tidak saja dari segi batin dengan kaya pendidikan karakter serta pengalaman hidup yang bisa dipetik hikmahnya, tetapi juga memberikan hiburan secara fisik. Pembaca dibuat tersenyum bahkan tertawa sepanjang membaca novel ini. Pilihan kata yang disajikan membuat pembaca terhibur, begitupun tingkah laku dengan keluguannya masing-masing menciptakan tawa. Seperti ketika Harnum ingin berganti nama, Alap menyarankan menjadi Al-mukaddimah Al-mukarromah binti Al-pukat dan Al-kohol. Yang tidak disangka ketika mereka sedang tegang menanti keputusan Bapang dan Bunda bercerai ataukah tidak. Terjadi dialog kecil antara Alap dan Anjam. Anjam tidak mengerti arti bercerai. Dia mengira-ira bercerai bukan teman bawang. Apa respon Alap ? Teman bawang itu serai. Menjadi spesial diantara cerita bergulir, disisipi dengan esai. Seperti tidak setuju pendapat Andrea Herata, penulis Laskar Pelangi bahwa ayahnya yang pendiam lebih besar kasih sayang dibanding ayah yang cerewet. Alap menolak ayah yang cerewet seperti Bapang sedikit memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya. Kemudian Presiden Suharto yang mendoktrin PKI beserta anak turunannya buruk. Jaman Presiden Habibi yang menyetujui berpisahnya Timor-Timur dari kedaulatan Negara Republik Indonesia yang telah ratusan tahun diperjuangkan.
Kelebihan cerita ini karena menampilkan pendidikan karakter yang kental. Latar belakang penulis sebagai seorang guru tak bisa terlepas dari berbagai pendidikan karakter ditampilkan. Sesuai menjadi bacaan para pelajar dengan kurikulum yang sedang berlaku, yaitu KTSP yang mengutamakan pendidikan karakter. Begitupun remaja pada umumnya. Disamping itu sudut pandang pengarang sebagai orang pertama serba tahu dengan gaya penceritaan pembaca sebagai orang kedua membuat pembaca lebih dekat dengan cerita ini karena merasa dilibatkan langsung.
Kelemahan cerita ini terdapat perilaku tidak singkron diantara bertabur pendidikan karakter. Terlebih ditampilkan keluarga muslim. Dalam ajaran Islam, tidak ada perbedaan, dari ras atau suku manapun, bahwa siapapun yang berbuat kasar akan dijauhi orang lain. Tetapi penulis sengaja ingin membuat novel ini tanpa tercela, pada akhir cerita diklarifikasi bahwa perilaku kasar melanggar agama dan dijauhi orang lain. Begitupun ketika Bapang punya niat mengeluarkan anak-anaknya dari sekolah umum. Pendidikan di rumah adalah pendidikan dasar. Meski begitu pendidikan formal tidak kalah penting karena menyangkut interaksi dengan orang lain dan pasti ada ilmu-ilmu yang bermanfaat yang tidak didapat dari rumah. Sekalipun dengan mengambil solusi mendirikan sekolah sesuai versi Bapang. Tidak setiap orang bisa mewujudkannya. Disamping membutuhkan biaya yang tidak sedikit, banyak hal lain yang dibutuhkan untuk mendirikan sebuah sekolah.
Sebagai novel yang menceritakan tujuh puluh lima persen kehidupan anak muda, boleh dibilang bahasanya gaul. Bahkan tidak jarang Bapang sebagai orang tua juga terkadang menggunakan bahasa gaul. Cukup mewakili sebagai bacaan untuk anak muda. Disamping sebagai sarana mengisi waktu yang positip, secara langsung maupun tidak juga dapat digunakan sebagai pembelajaran. Terlebih dengan menyisipkan kearifan budaya local sebagai penyeimbang. Mengingat era digital sangat mudah bagi mereka mengadopsi budaya luar.
@@@



1 review
November 19, 2015
Resensi Novel: Orangtua PUNK, Teladan Keluarga Muslim

Judul Buku : Bapangku, Bapankku*
Penulis : Pago Hardian
Penerbit : Indiva
Tahun : 2015
Tebal : 232 halaman
ISBN : 978-602-1614-47-1
Harga : Rp. 56.500
* Pemenang II Lomba Menulis Inspiratif Indiva 2014
Sinopsis:
Ini kisah antik keluargaku bersama Ayah yang tidak mau dipanggil Ayah, maunya dipanggil Bapang. Itu panggilan untuk ayah dalam bahasa Semende. Tak cukup sampai disitu, diam-diam Bapang menganut aliran PUNK. Itu aliran yang mengagung-agungkan kebebasan. Mulai dari kebebasan berpikir, kebebasan berekspresi, hingga kebebasan berkarya dan mengeluarkan pendapat.
Syukurlah, Bapang tidak menata rambutnya gaya buah duren masak di pohon atau gaya sapu ijuk dari Yunani. Sebab, Bapang mengaku kalau dia itu PUNK muslim! Meski demikian, pemikiran dan tindakan Bapang sehari-hari nyentriknya minta ampun! Apa-apa diprotes, sistem pendidikan diprotes, pembangunan masjid diprotes, kepala sekolah diajak rebut, dokter ditantang, maling jemuran dijadikan sahabat, dan petugas KB di Puskesmas diajak berdebat.

Klimaksnya, pada hari Senin sehabis liburan kenaikan kelas, Bapang melarang anak-anaknya pergi ke sekolah! Seragam sekolah kami dimasukkan ke dalam karung untuk dibakar. Bunda meradang melihat kenyataan itu, Berpikir bebas boleh saja, tapi membakar seragam sekolah anak-anak adalah tindakan yang tidak bisa lagi ditoleransi. Bunda melawan Bapang dengan garang. Dan kebahagiaan keluarga kami berada di ujung tanduk; akte cerai nyaris diteken!
Bagaimana usaha Bapang untuk menyelamatkan keluarga dengan empat anaknya? Bagaimana cara Bapang mendidik keempat anaknya hingga jadi orang-orang yang sukses? Silakan baca kisah ini dan jangan menyalahkan jika nanti tertular virus PUNK ala Bapang. Kisah ini akan membuat siapa pun berpikir keras, tertawa ngakak, hingga menangis sedih, lalu bangkit dan berdiri tegak untuk berkarya dan bekerja keras! Sebab, dunia sudah lama menanti karya-karya besar kita semua
***
Agamis itu tidak dapat dinilai dari panggilan (hal 13)
Selama ini kita lebih sering memanggil orangtua lelaki dengan Ayah, Bapak, Papa, Bokap, dan Abi. Sementara keluarga antik dalam novel ini, Paguh Nian benar-benar bersikeras dipanggil Bapang. Satu alasan sederhana, Bapang hanya ingin membuat anak-anaknya tahu panggilan ayah dalam bahasa Semende. Menghargai panggilan dalam budaya masing-masing.
Bukan ikut-ikutan hanya karena ingin terlihat agamis, semisal yang sedang marak di kalangan keluarga aktivis, panggilan ummi-abi.
Selain itu, novel Bapang ini menyinggung kita yang terkesan menjadi burung Beo dengan segala pemikiran, keputusan, dan yang sedang tren di sekitar.
Aliran PUNK yang kita pahami selama ini adalah dandanan norak, penuh aksesoris disana-sini, tawuran di jalanan. Sejatinya tidak begitu, aliran PUNK adalah aliran kebebasan. Bapang yang mengaku muslim memegang teguh aliran PUNK ini.
Bapang tak mau didikte oleh orang lain tentang cara menjalani hidup. Terkesan ekstrem. Saat mencarikan sekolah anak-anaknya, Bapang tidak kenal dan tidak peduli dengan sekolah unggulan, sekolah elite, atau sekolah favorit. Bapang tidak membutuhkan sekolah terakreditasi A, terakreditasi B atau terakreditasi C.
Kualitas kepintaran anak itu hanya sedikit sekali ditentukan oleh sekolah. Yang paling menentukan adalah didikan di rumah. Walaupun sekolahnya berkualitas dan mahal, kalau orangtuanya tidak menyempatkan waktu secara disiplin untuk mendidik anak di rumah, hasilnya tidak akan terlalu menggembirakan. Paling-paling hanya dapat gengsi doang karena anaknya sekolah di SD terkenal (hal 61), begitu kata Bapang.
Sebab, pada dasarnya, pendidikan di sekolah itu hanya pelengkap. Ibarat makanan, sekolah hanya sayur, bukan nasi (hal 62)
Bapang juga termasuk keras dalam mendidik anak-anaknya ketika Alap Nian mendapat surat cinta pertama kali dari Wulandari. Bapang seolah mengajarkan bagaimana orangtua menghadapi anak-anak yang terkena virus merah jambu. Kata Bapang, Dia akan jatuh cinta kalau sudah waktunya. Dan ketika waktu itu tiba, dia sudah cukup umur benar-benar tahu apa itu cinta, sehingga dia bisa mensyukuri dan menikmati cinta.
***
Namun, suatu hari terjadi malapetaka besar. Anjam si bungsu tidak naik kelas. Anjam tidak dinaikkan dari kelas 1 ke kelas 2 karena belum bisa membaca dan menulis. Yang paling membuat Bapang marah ketika Anjam dikatakan anak bodoh oleh ibu gurunya sendiri. Memang Anjam punya kekurangan. Tapi Anjam pandai menggambar dan melukis. Puluhan piala berjejer di rumahnya. Seolah-olah penulis ingin menyindir kebanyakan orang yang hanya menghargai kecerdasan dari kepandaian menghitung dan menghafal.
***
Novel Bapangku ini tidaklah bisa dikatakan sempurna. Menjadi sempurna karena menyajikan ramuan buku inspiratif dalam sebuah adegan novel. Kalau selama ini kita terbuai dengan novel best-seller, isinya membahana, karakternya menyentuh dan setting yang memikat. Penulisnya (Pago Hardian) mencoba menampilkan hal-hal lama menjadi inspiratif. Membuat kita merenung dan memikir ulang pemikiran kita yang terikat dan didikte orang lain. Kita tak lagi mengaliri aliran PUNK (Do It Your Self). Bahkan untuk urusan sekolah saja, lebih memilih sekolah hanya karena prestasi dan fasilitas lengkap. Bukan karena memang sekolah itu dibutuhkan sang anak.
Novel ini direkomendasikan untuk kita yang belum atau sudah jadi orangtua. Orangtua yang bisa mengarahkan anak-anaknya menjadi anak-anak yang berguna bagi masa depan, dunia-akhirat. Tidak melulu mengejar kesuksesan berasal dari uang. Bapang adalah orang kaya. Keturunan darah biru. Hanya Bapang yang tak menjadi PNS (pegawai negeri sipil) di antara saudara-saudaranya, dan bersikeras tidak menjadikan anaknya hanya bisa bermental buruh dan pegawai.
Berhenti jadi burung Beo. Do It Your Self. Lalu, rasakan sensasi PUNK dalam jiwamu. Kejutkan dunia dengan PUNK berlandaskan Islam dan sesuai syar’i.

Banjarmasin, 19 Nopember 2015
Profile Image for Bening Pertiwi.
Author 2 books2 followers
November 10, 2020
Seperti yang tertulis di sinopsisnya, novel ini memang bikin campur aduk. Karakter Bapang digambarkan dengan begitu detail dan unik. Tapi tiap kenyentrikan ucapan maupun sikapnya ternyata dapat dijelaskan asal muasalnya dan semuanya memang punya alasan yang jelas. Akhirnya, Cuma bisa angguk-angguk saja.

Karakter Bapang digambarkan dengan kuat dalam novel ini. Meski tidak sedikit, ucapan dan tingkah laku Bapang ini bikin kesal. Dan kekuatan karakter inilah yang menjalankan cerita. Bahkan hanya dengan menceritakan sosok Bapang saja, sudah jadi cerita berlembar-lembar yang cukup panjang.

Ada beberapa bagian ucapan dan karakter Bapang yang sebenarnya tidak saya setujui. Tapi well ... tiap orang memang punya pemikiran dan pertimbangan masing-masing. Toh hal yang memang menurut Bapang benar dan berlaku untuknya dan keluarganya, belum tentu berlaku juga untuk orang dan keluarga yang lain.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Nurul .
24 reviews5 followers
December 28, 2015
Punk adalah semua hal tentang menjadi diri kita sendiri, menyukai apa yang kita suka, melakukan apa yang kita suka, gak peduli dengan omongan orang.

Ideologi punk inilah yang dianut Bapang.

Hah? Bapang? Kata apa itu? apakah tanah Bapang? bukan bukan, itu mah tanah lapang, haha. Perasaan baru baca atau dengar deh, samaaa, saya juga gitu, pertama kali baca judul novelnya. Bapangku Bapunkku. Unik ya judulnya, seunik kisah yang terangkum dalam buku ini.

Alap Nian, seorang anak berusia 14 tahun menceritakan keluarganya yang antik *dah kayak museum hihi. Dikisahkan bahwa Alap anak pertama dari Bunda dan Ayah yang tidak mau dipanggil Ayah tetapi Bapang.

Penjelasan tentang asal muasal panggilan Bapang dipaparkan panjang lebar di halaman 13. Bagi Bapang, anaknya tidak boleh asal meniru sebutan dari bangsa lain, ia tetap memegang teguh panggilan khas sukunya, Semende.

Lalu, Bapang menerangkan bahwa kami adalah keturunan orang Suku Semende yang berasal dari Sumatera Selatan. Suku Semende masih satu rumpun dengan Suku Melayu di Palembang, Bengkulu, Lampung, Kalimantan, hingga Malaysia. Bapang adalah panggilan untuk ayah dalam bahasa Suku Semmende. ( Hal.13)

Alap bangga punya ayah seperti Bapang. Baginya Bapang adalah ayah yang unik, nyentrik dan sedikit ekstrim serta anti mainstream garis keras. Gimana gak, ternyata diam diam, Bapang adalah penganut aliran punk. Bapangku Bapunkku, Ayahku, Ayah yang Nge-Punk abieeesss.

Dan Alap sangat sangat gak setuju dengan pernyataan Andrea Hirata, bahwa Ayah yang pendiam lebih besar kasih sayangnya daripada ayah yang cerewet.

…Kasih sayang Bapangku seluas langit, Andrea Hirata tidak punya kemampuan sama sekali untuk mengukur kasih saying seorang ayah selain kasih sayang ayahnya sendiri. Meskipun dia lulusan Paris atau Inggris atau Swiss! (Hal.17)

Duilee Alap, saya setujuuu sama kamu, memang ayah saya gak cerewet, tapi sepertinya saya punya suami yang sepertinya bakal jadi ayah yang cerewet bagi anak anaknya kelak. *semoga bagian ini gak dibaca si Aa’ , haha.

Nah, dari aliran yang dianut Bapang ini, syukurnya Bapang hanya menganut pahamnya saja, bukan gaya hidup ala Punk. Bapang ngakunya bahwa ia adalah Punk Muslim. Kalau sampai Bapang ngikutin gaya hidup ala Punk, hmm…mungkin kisah ini gak akan pernah ada. Kisah seorang Ayah yang berusaha membuat segala hal yang terbaik untuk anak anaknya.

Cerita dibuka dengan adegan yang menyentuh sekali, untuk ke tujuh kalinya sejak Alap berulang tahun yang ke tujuh. Setiap itu pulalah Bapang menghadiahkan Alap sepucuk surat, judulnya JUARA. Dan kini Alap telah berusia 14 tahun,

Kemudian, jalinan cerita terangkai dalam 14 Bab, berisi keseruan demi keseruan yang terjadi dalam keluarga Bapang. Di beberapa judul Alap mengisahkan Bapangnya dengan alur maju mundur, yang membuat pembaca mengerti pada akhirnya proses terbentuknya Bapang dan pemikirannya serta keteguhannya dalam menjaga prinsip prinsip hidupnya *tsaaah, kok jadi berat banget gini bahasannya haha.

Bersetting Kota Jogja yang damai dan tenang, mungkin dengan keberadaan Bapang suasana Jogja berubah seperti riuhnya Kota New York haha. Meriah dan Heboh. Bapang yang orang Sumatera dengan segala keidealisme-an yang ia punya, banyak hal yang tidak sesuai menurut pemikiran Bapang, ia protes habis habisan dengan caranya sendiri.

Jadi, Bunda dan anak anaknya , Alap, Harnum, Tuah dan Anjam sudah biasa ngadepin Bapang, dan terkadang apa yang dibilang Bapang emang benar. Berapa banyak orang yang berhadapan dengan Bapang kehabisan kata kata saat meladeni kekritisan Bapang terhadap hidup ini *tsaah lagi.

Contohnya saat Bapang menghadapi petugas KB, karena kekritisan Bapang yang memprotes program KB, sampai membuat petugas KB bengong. Saya aja kalau jadi petugasnya juga bakal terbengong bengong, Bapang sih protesnya gak nanggung nanggung sampai bawa data dan fakta, tapi saya setuju dengan Bapang. Jadi pengen hamil lagi #eh.

Kekritisan dan idealisme Bapang ternyata gak berakhir dengan memprotes petugas KB saja, Setahun lalu, Bapang dimusuhi oleh para pengurus masjid Karang Jati karena hanya Bapang yang tidak setuju terhadap rencana perluasan dan memperindah masjid.

Bapang memang beda. Hidupnya dihiasi dengan balada melawan arus orang orang yang tidak bermental revolusioner.

Selain beda, Bapang itu aneh, di zaman dia masih belum menikah, berani beraninya Bapang bergaul dengan maling jemuran ( nah loh) bahkan dijadikan saudara, gimana bisa? Ya bisa dong, Bapang getoh loh.

Suatu hari, siapa sangka, Bapang yang hobi protes ini itu, akhirnya menjadi bumerang bagi keluarganya, terutama anak anak Bapang. Pasalnya adik adik Alap terancam tidak sekolah, soalnya Bapang memprotes Kepala SD Karang Jati 3, tempat Harnum, Tuah dan Anjam bersekolah, apa sebab? Mending baca aja, masalahnya rumit, saya pun kalau jadi Bapang bakal emosi haha, soalnya ini terkait psikologi anak anak Bapang.

Usai melabrak Kepala SD Karang Jati 3, Bapang semakin percaya betapa bobroknya sistem pendidikan di Indonesia, dan Bapang tak mau anak anaknya ikutan bobrok, Bapang pun memutuskan untuk membakar seragam sekolah anak anak.

Apa? Dibakar?

Mengetahui rencana Bapang itu, Bunda yang tak pernah melawan Bapang, marah semarah marahnya. Gawat, kebahagiaan keluarga Bapang berada di ujung tanduk.

Bagaimana kelanjutan kisah keluarga Bapang? Mampukah Bapang menyelamatkan kebahagiaan keluarganya sendiri akibat gejolak idealismenya ? Apa saja yang dilakukan Bapang dalam mendidik anak anaknya?

Lengkapnya, baca disini yak

http://www.nufazee.com/2015/12/seruny...
Profile Image for Elvira.
128 reviews1 follower
November 30, 2024
Alurnya tidak seperti novel. Lebih mirip penggalan-penggalan cerita kehidupan yang dijadikan buku.

Ceritanya tentang Bapang yang prinsipnya sangat keras, tapi tetap syar'i.
Profile Image for Harumichi Mizuki.
2,430 reviews72 followers
August 13, 2023
Some best quotes I collected from the books:

Satu hal penting yang harus kau ketahui, anakku. Seorang juara sejati adalah orang yang tidak pernah menyerah, tidak pernah putus asa. Dia tetap berjuang dan terus berjuang entah mau menang atau mau kalah. Dia tetap berjuang untuk meraih kemenangan.

Itulah juara sejati. (Surat dari Bapang untuk ulang tahun anak-anaknya, halaman 9)


***

Sebab, Bapang berkeyakinan bahwa setiap cerita yang ditulis dan dibaca oleh orang lain itu akan mempengaruhi jiwa pembacanya.

Di tengah persaingan antarpenulis dan industri perbukuan yang liar dan sengit, Bapang masih berpikir bahwa setiap tulisannya itu kelak akan berubah jadi rantai. Jika tulisannya berhasil membuat pembacanya berbuat baik maka tulisannya akan berubah jadi rantai emas yang akan menarik Bapang ke dalam surga. Jika Bapang asal menulis tanpa mempertimbangkan dosa dan pahala maka setiap tulisan Bapang yang membuat pembacanya berbuat keburukan kelak di hari akhir akan menjelma jadi rantai api yang akan menyeret Bapang ke jurang neraka. (halaman 21)


***

Yang dibutuhkan oleh negara ini untuk pertambahan penduduk adalah sekolah dan lapangan pekerjaan, bukan alat-alat KB. Daripada uang negara dihabiskan bermiliar-miliar untuk kampanye KB dan membeli spiral, kondom, pil, suntik, atau vasektomi, dan tubektomi, lebih baik untuk membuat sekolah gratis dan membuat lapangan pekerjaan yang banyak."

"Dengar ya, Bu. Kalau kekayaan negara kita Indonesia tercinta ini tidak dikorupsi oleh para pejabatnya maka kekayaan itu lebih dari cukup untuk menyejahterakan rakyat. Jadi, kesejahteraan rakyat itu bisa dimulai dengan kampanye untuk jadi pejabat yang jujur, bukan dimulai dengan kampanye kondom atau alat-alat KB lainnya. (Bapang dan Ibu Petugas KB, halaman 95)


***

Tapi walau bagaimanapun, kau harus belajar menyampaikan prinsip atau pendapatmu secara lembut dan halus. Kalau selalu disampaikan secara berapi-api, lama-lama orang yang mendengarnya bisa hangus beneran. (Nasihat Uwak Bagus pada Bapang yang bertikai dengan istrinya sampai nyaris bercerai, halaman 195)

***

Sesuatu yang luar biasa itu pastilah sederhana. Kalau masih rumit dan susah dicerna, berarti itu belum luar biasa. Seperti guru yang luar biasa pintarnya. Semkain pintar seseorang, akan semakin pintar pula dia menjelaskan pelajaran sesederhana mungkin hingga para murid bisa mengertinya dengan mudah, lalu mempraktikkannya dalam kehidupan nyata. (Alap, soal penjelasan sekolah impian Bapang yang masih susah dimengerti adik bungsunya, Anjam, halaman 207)

***


*review yang lebih nggenah soal novel pemenang kedua Lomba Menulis Novel Inspiratif Indiva 2014 ini insyaallah akan menyusul.
Profile Image for Fhia.
496 reviews18 followers
June 17, 2015
Hey..it seems like i'm the first who rates and reviews in here.

Kalau ada buku yang hampir semua isinya 'quotable' ya buku ini pas deh.

Hampir semua!

Ceritanya biasa.biasa banget terjadi di kehidupan real. Yang tidak biasa adalah cara Bapang merespon tiap" hal yang terjadi dalam hidupnya dipadupadankan dengan gaya bahasa penulis yang simpel sederhana tapi berani.
Semua hal" ideal yang penulis (dan aku juga) inginkan dlm kehidupan diri dan keluarganya, berhasil dimunculkan mjd konflik yang bikin novel ini menjadi hidup.

Every single story, punya makna. Ga hanya itu, tp juga kemudian bikin kita mempertanyakan kembali ke diri masing": kalau memang kita menginginkan sesuatu tjd spt yang kita mau atau spt sebagaimana seharusnya hal itu terjadi..seberapa berani kita merealisasikannya?


And the ending.
Thanks for making it happy ending!
Profile Image for Bianglala Senja.
10 reviews
August 11, 2015
Kocak, mengharukan. Namun isi novel ini dalam dan filosofis. Dan menurut gue, novel ini yang mestinya jadi pemenang pertama LMNI Penerbit Indiva. Menurut gue, sih... hehe.
Displaying 1 - 14 of 14 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.