What do you think?
Rate this book


320 pages, Paperback
First published June 1, 2015
"Aku cuma nggak peduli tempat kita tinggal," katanya, membuat mata Romeo melebar. "Yang penting, aku tahu kemana harus pulang."
"Apa sih Rex yang bikin kamu suka aku?"tanyaku, tak tahan lagi. "Maksudku, selain teori Plato itu. Harusnya, secara hukum alam atau apalah, kamu gemes -bukan dalam artian baik- sama orang-orang kayak aku, kan? Aku... salah satu orang yang nggak bisa ngerjain soal logaritma mudah itu."
Tatapan Rex kembali terfokus padaku. "Tapi kamu satu-satunya orang yang pengin aku ajarin soal logaritma itu."
"Jangan lupa Dy, kalau Rex hanya 1/4," kata Regan lagi. "3/4 sisanya juga membutuhkan kamu, sama besarnya."
Karena selain keluargaku, 4R adalah sumber kebahagiaanku.
Mereka semua 4/4, sama besarnya.
. "Aku pikir, di antara semua orang, kamu yang bakal mengerti," katanya, terdengar pahit. "Kamu bisa memahami saudara-saudaraku dengan begitu mudah. Kenapa aku nggak?" (hlm. 262)
" Hoo... tak pikir calon bojone." Bapak tadi kemudian tersenyum simpul ke arahku, yang balas mesem-mesem. "Nanti kalau Mbak'e sing mau nikah, cari suvenirnya ke sini lagi, ya?"
Berkat pertanyaan itu, suasana hatiku langsung berubah buruk dalam sekejap.
Tanpa kusadari, mungkin aku bipolar. (hlm. 227-228)
Aku tidak langsung menanggapinya, karena aku terlalu sibuk mencerna ucapannya itu. Kalau dipikir-pikir lagi, selama bersama Romeo, aku memang tidak terlalu banyak berpikir. Aku bisa rileks, bisa berjalan dengan kecepatanku sendiri, dengan dirinya mengikuti dari belakang, siap menghiburku dengan segala cara. (hlm. 217)
, 4R bisa nemuin hotelnya Audy menginap itu karena Romeo tahu dari Missy."Gue nggak percaya bakal ngomong gini, Dy," kata Missy, tangannya masih setengah melambai. "But, Romeo is so hot now." (hlm. 304)
"Kenapa sih, di saat aku merasa hidupku sempurna, ada saja yang terjadi? Tepatnya kutukan apa sih yang nenek sihir itu dulu jatuhkan kepadaku? Apa salah ayah dan ibuku sampai aku layak mendapatkannya?
Tuhan, hidup ini begitu penuh misteri."
"Pada saat yang sama, aku menyadari bahwa Romeo selalu menerima keluarganya apa adanya. Mungkin dia bukan orang yang mampu memecahkan masalah, tetapi dia selalu menerima, selalu mencari alasan untuk menerima, selalu mencari cara untuk menerima semuanya, tanpa mengeluh."
"Aku pikir, di antara semua orang, kamu yang bakal mengerti. . . Kamu bisa memahami saudara-saudaraku dengan begitu mudah. Kenapa aku nggak?"
"Aku cuma nggak peduli tempat kita tinggal. . . Yang penting aku tahu ke mana harus pulang."
