Jump to ratings and reviews
Rate this book

Sarinah: Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia

Rate this book
"Saya namakan kitab ini Sarinah sebagai tanda terima kasih saya kepada pengasuh saya ketika saya masih kanak-kanak. Pengasuh saya itu bernama Sarinah. Ia 'mbok' saya... Dari dia, saya banyak mendapat pelajaran mencintai 'orang kecil'. Dia sendiri pun 'orang kecil', tetapi budinya selalu besar!"
Ir. Sukarno


Buku Sarinah ini pertama kali terbit pada November 1947. Isinya merupakan kumpulan bahan pengajaran Bung Karno dalam kursus wanita. Melalui buku ini, Bung Karno mengkritisi kebanyakan laki-laki yang masih memandang perempuan sebagai "suatu blasteran antara Dewi dan seorang tolol." Dipuji-puji bak Dewi, sekaligus dianggap tolol dalam beberapa hal lainnya.

Meskipun juga tidak menyetujui gerakan feminisme yang kelewat batas di Eropa saat itu, Bung Karno menekankan pentingnya bagi para wanita untuk mengambil bagian dalam pembangunan Negara Indonesia. Kepada Sarinah-Sarinah masa kini, Bung Karno lantang berpesan, "Hai wanita-wanita Indonesia, jadilah revolusioner, - tiada kemenangan revolusioner, jika tiada wanita revolusioner, dan tiada wanita revolusioner, jika tiada pedoman revolusioner!"

Buku ini adalah 'kado' Bung Karno buat semua wanita Indonesia, sebagai pedoman untuk menjadi wanita revolusioner yang bahagia dan merdeka...

336 pages, Paperback

First published January 1, 1951

90 people are currently reading
785 people want to read

About the author

Sukarno

70 books149 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
251 (47%)
4 stars
154 (29%)
3 stars
85 (16%)
2 stars
27 (5%)
1 star
14 (2%)
Displaying 1 - 30 of 52 reviews
Profile Image for Hippo dari Hongkong.
357 reviews197 followers
August 10, 2008
Karena buku jang saja batja masih memakai edjaan Suwandi, djadi review-nja pun (nekat) pake edjaan Suwandi :D

Kenapa saja mengasih bintang lima untuk buku ini?

Karena saja anggap buku ini sebagai buku jang visioner pada zamannya. Karena buku ini berusaha mendobrak sekaligus menggempur-hantjur-lebur benteng-bentengnja kekolotan jang masih bersimaharadjalela pada saat itu. Karena buku ini setjara kontan-kontanan membawa saja tenggelam dalam airputarnja zaman revolusi kemerdekan. Karena membatja buku ini mau tak mau membuat saja kagum pada sosok seorang Soekarno. Seolah mendengarkan langsung seorang Soekarno berorasi menghipnotis massa. Kalimat-kalimatnja jang mampu membangkitkan semangat, jang mampu mendjebrot dan memetjah kebisuan, kalimat-kalimat jang bergelora, berkobar dan menjala-njala menjundul langit.

Kenapa saja mengasih bintang lima untuk buku ini?

Untuk sebuah keprihatinan. Ja, keprihatinan Soekarno kepada nasib perempuan Indonesia jang dikungkung dan dikekang kebebasannja. Seperti "kedjengkelan" Soekarno kepada kaum laki-laki jang hanja memperbolehkan sang istri berada di antara suami, anak, periuk nasi dan batu pipisan sadja.
Kasihan njonjah-rumah tadi itu! Duduk di ruangan muka, di "tempat umum" tidak boleh; tetapi ia dikurung, dipingit; bukan di tempat jang luas, jang banjak sinar mataharinja, melainkan disatu tempat jang gelap, sempit, jang tidak terpelihara. Tidakkah masih banjak perempuan kita bernasib begini? Merdeka, melihat dunia tidak boleh, -- tetapi dikurungpun ditempat jang tidak selajaknja!
dan tentu sadja keprihatinan Soekarno akan nasib para sarinah "proletar"
Ah, perempuan Marhaen! Ah, Sarinah! Pulang dari berkuli dipaberik atau kebun, berdagang dipekan jang kadang berpuluh km djauhnja itu, masih menunggu pada mereka lagi pekerdjaan menanak nasi, mentjutji pakaian, mentjari kaju bakar, memasak gulai. Sang suami habis kerdja merebahkan diri di balai-balai tunggu dipanggil makan. Bagi Sarinah zaman sekarang ini, hidup adalah berarti keluh-kesah terus menerus, gangguan fikiran terus menerus dari fadjar menjingsing sampai di tengah malam.
Kapankah matahari akan bersinar bagi sarinah itu?
Ja, untuk sebuah keprihatinan.

Kenapa saja mengasih bintang lima untuk buku ini?

untuk sebuah kepedulian. Ja, kepedulian seorang Soekarno terhadap nasib perempuan Indonesia. Tahun 1947, negara Indonesia jang baru berusia 2 tahun sedang berhadapan dengan agresi militer Belanda. Soekarno harus mengungsi dan memindahkan ibukota negara ke Djokjakarta dan memimpin perang kemerdekaan disana. Akan tetapi ditengah kesibukannja memimpin negara jang sedang berperang, beliau masih menjempatkan diri diri menjelesaikan buku ini.
"Pada saat saja menuliskan pertanjaan2 ini, lampu jang menjinari kertas saja adalah lampu lilin, karena aliran listrik diputuskan Belanda di Tuntang, dan diberpuluh-puluh tempat dalam Republik, mortir dan bren-gun Belanda berdentam-dentam. Negara Indonesia dalam bahaja!"
Ja, untuk sebuah kepedulian.

Kenapa saja mengasih bintang lima untuk buku ini?

Untuk sebuah mimpi dan harapan. Soekarno berharap perempuan indonesia madju dan pintar. Berharap kaum perempuan bisa mengedjar ketertinggalan mereka dan berdiri sedjadjar dengan kaum laki-laki tanpa meleset dari rilnja kodrat mereka sebagai perempuan.
Pulang dari pekerdjaan masjarakat, belum letih, masih segar badan! Langit tampaknja tjemerlang, bunga-bunga tampak indah. Ia dapat berkasih-kasihan dengan suami dan anak-anaknja, memutar radio dengan mereka, pergi ke gambar hidup dengan mereka. Ia dapat mendidik anak-anaknja dngan penuh kebebasan, membahagiakan mereka, melihat gambar-gambar madjalah bersama mereka, menjusun karangan bunga bersama mereka, disaksikan suaminja jang bersenjum simpul. Ia dapat minum dari mata-air tjinta dan keibuan dengan bebas dan leluasa. Kodrat, kodratnja istri dan kodrat ibu, berkembang lagi seharum-harumnja... Ah, keadaan bahagia!
Ja, untuk sebuah mimpi dan harapan

Kenapa saja mengasih bintang lima untuk buku ini?

untuk sebuah ironi. ja, sebuah ironi. Pada saat buku ini terbit buat pertama kalinja tahun 1947, hanja sekitar 10 persen sahadja dari sekitar 70 djuta penduduk Indonesia jang sudah melek aksara. Dari 10 persen ini, berapakah persentase perempuan jang sudah bisa membatja? tidak mentjapai satu persen! Buku ini njaris tidak mendjangkau sasaran jang dibidik oleh Soekarno. Ah, sungguh sajang seribu sajang.
Untuk itulah sebabnja saja mengandjurkan agar buku ini dibatja oleh sarinah-sarinah Indonesia generasi baru. Hanja untuk sekadar mengingatkan bahwa ditahun 1947 ada seorang laki-laki hebat, sang proklamator, bapak bangsa yang kita tjintai telah berusaha memperdjuangkan kemadjuan perempuan indonesia. Beliau telah telah meminta, mengadjak, mendukung dan mendorong para sarinah Indonesia melalui buku ini untuk ikut bahu-membahu membangun negara Indonesia tertjinta. "A cry for help" kepada kaum perempuan Indonesia jang telah digaungkan 61 tahun jang lalu dari seorang pemimpin sebuah bangsa jang baru sadja lahir.

Wahai wanita Indonesia, buat engkaulah kitabku ini, buat engkaulah aku menggojangkan pena, kadang-kadang dibawah sinar lilin sampai djauh diwaktu malam! Sadarlah, bangunlah, bangkitlah, berdjoanglah menurut petundjuk-petundjuk jang kuberikan! Berdjoanglah, bangkitlah sehebat-hebatnja, sebab sebagai tadipun telah kukatakan, tiada orang lain dapat menolong wanita, melainkan wanita sendiri!

MERDEKA !!!!

Sumprit! gak lagi-lagi deh bikin review pake ejaan Suwandi, pusing sendiri :D
Profile Image for yun with books.
715 reviews243 followers
December 10, 2015
Aksi wanita feminis berjalan melawan laki-laki
Aksi wanita sosialis berjalan bersama-sama dengan laki-laki


Jujur saja, pertama kali membaca buku ini saya hanya "mencoba-coba", karena buku ber-genre non-fiksi kurang saya senangi (well, alasannya karena terlalu berat dan susah dimengerti, hehehe). Tapi, setelah membaca buku ini sampai beberapa halaman, saya tertarik untuk membacanya terus.

Bab demi bab saya baca, hingga akhirnya sampai pada bab VI (MATRIACHAT dan PATRIARCHAT) dan V (WANITA BERGERAK), yang menurut saya adalah bab-bab paling menarik. Ternyata, selama ini banyak wanita yang salah paham dengan istilah "feminis", mereka bilang "kita itu harus jadi wanita yang feminis, biar sejajar dengan laki-laki, biar gak ditindas sama laki-laki..bla..bla..bla..." padahal jika mereka membaca buku ini, mungkin mereka akan paham bedanya pergerakan feminis dengan pergerakan wanita yang memperjuangkan benar-benar haknya.

Terlepas dari seorang Soekarno yang secara jelas membenci kapitalisme, saya sangat setuju dengan pemikiran beliau mengenai "aksi wanita sosialis". Yang pada sejatinya wanita itu bukan berjuang untuk mendominasi laki-laki, tapi berjuang bersama laki-laki untuk mencapai kesejahteraan dan kemerdekaannya.
135 reviews3 followers
March 30, 2016
Ini bukan sekadar buku yang cocok dibaca dalam pertemuan ibu-ibu, sebelum mengocok arisan. Lebih daripada itu, ini adalah sebuah panduan menuju masyarakat sosialis.

Barangkali pada suatu ketika nanti, saat kondisi mental memperkenankan, bisa ditulis semacam resensi buku ini. Atau apalah yang lebih mengesankan, ketimbang catatan pendek kurang berarti ini.

ditambahkan sehari setelahnya:

Ada presiden negara ini yang merilis album. Konon, sampai lima album. Sebelumnya perempuan (yang pertama di sini!) dan pelawak pluralis (maaf kalau ada yang tersinggung, ini murni sebuah pujian). Terus ada yang merancang pesawat. Tak ketinggalan ada pula yang (ingin) bikin rakyatnya dari ujung ke ujung kecanduan nasi. Yang sekarang suka turun ke bawah. Apa yang terakhir ini ada hubungannya dengan pemikiran yang paling pertama, tentang pemimpin yang tidak terjun ke kalangan massa selalu melihat dari ‘atas’, sedangkan rakyat jelata selalu melihat dari ‘bawah’. Ah, ini bukan tempatnya membahas hal itu, Sudah kelewat banyak kitab-kitab menceracau (maafkan diksi kurang ajar ini) tentang itu.

Yang pertama sekali menulis buku ini. Buku tentang wanita .Paling tidak itu yang tersurat di sampulnya. Tapi siapa juga yang cuma mau membaca sampul buku.

Sebagai mesin waktu, buku ini mengajak yang mau membacanya kembali sejak awal adanya manusia. Diulasnya tentang tulang rusuk Adam. Siapa yang tidak termakan cerita bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam, karena sup iga memang enak (eh?). Mari tinggalkan sup iga itu, meski terdengar menggiurkan.

Soal wanita. Terus laki-laki yang pergi berburu dan perempuan berjaga di rumah (atau goa). Lama-lama perempuan bosan dan menamamlah mereka. Awal zaman pertanian. Dan ya, katanya perempuanlah penemu ilmu pertanian. Jadi jangan percayai dosen lelakimu wahai mahasiswa pertanian (eh?). Dan beternak pula. Sebenarnya bagian buku yang ini agak membosankan kalau diceritakan ulang, apalagi kalau penceritanya kurang ulung.

Lama-lama laki-laki merasa tak perlu lagi berburu. Sebab pertanian dan peternakan yang diurus perempuan-perempuan mencukupi kebutuhan mereka. Inilah lunturnya budaya nomaden.

Inilah zamannya wanita menguasai dunia. Jadi kalau ada yang bilang, “wanita dijajah pria sejak dulu,” jelas dia bukan pakar sejarah, eh, atau dia pengusung partai patriarkal, atau dia konservatif, atau... dia cuma setengah percaya kitab ini. Yang terakhir ini masih bisa ditoleransi.

Sudah dibilangkan di atas tadi, ini bukan bagian buku yang paling menarik (maksudnya bukan bagian bukunya yang kurang menarik, tapi penceritaan ulangnya yang kurang menarik. Bagian buku itu sendiri sebenarnya menarik untuk dibaca. Kalau ada yang tidak percaya bolehlah membuktikan sendiri). Dan kalau ada yang bosan, tinggalkan saja tempat ini. Tak ada larangan.

Jadi, Matriarkal. Terus Patriarkal, yang sampai sekarang masih saja ada yang memelihara. Apa hebatnya laki-laki? Apa mereka pernah berhadapan, muka dengan muka sama maut? Pernah merasakan hembusan nafas maut di pipi mereka? Ibu, paling tidak sekali merasakannya, saat melahirkan anal anak. Cih, laki-laki.

Tenang, bagian menyenangkan baru akan dimulai. Mari tinggalkan goa dan hijrah ke kota. Namun, sebelum melangkah ke kota, mari menengok dulu tentang perihal perkawinan. Tentang mas kawin yang kalau dirunut dulunya adalah semacam kompensasi dalam budaya kawin beli. Terus, soal bulan madu yang ternyata adalah sisa-sisa budaya kawin rampas. Dan cicin kawin yang merupakan eufimisme rantai. Ah, menarik bukan.

Akhirnya, masuklah abad ke-19 dengan sambutan orang Inggris punya syair:
“Man works from rise to set of the sun| Women’s Work is never done”

Abad bergeraknya wanita. Pergerakan wanita di mana-mana (kecuali yang wanitanya kurang bergerak). Sebenarnya ide pergerakan ini bahkan sudah memercik di abad sebelumnya, di seberang samudera Atlantik sana (sudut pandang Eropa). Percikan ide itu menyeberangi Atlantik yang menelan Titanic. Ide lebih kuat ketimbang kapal yang katanya bahkan Tuhan pun tak bisa mengaramkannya.

Ditambah anasir-anasir obyektif yang mendorong wanita bergerak. Industrialisme merusak tatanan. Yang dulunya wanita bisa menjahit sendiri, apa-apanya sendiri, sekarang barang-barang industri membanjiri rumah tangga. Kalau baju bisa beli, kenapa musti menjahit sendiri. Wanita tak ada kerjaan di rumah. Bosan. Apa ini sejarah gosip? Wanita jadi sering ngomong remeh-temeh sama tetangganya, sekadar buat mengisi waktu.

Tambah bosan, akhirnya wanita bergerak. Mereka meminta pekerjaan publik dibuka buat kaum mereka, yang saat itu masih saja dimonopoli pria. Pria, apalagi yang kolot menolak. Pergerakan wanita.

Ini pergerakan wanita fase dua, meminta kesetaraan politis dan yuridis serta dibukanya akses ke perkerjaan umum (sama dengan laki-laki). Pergerakan fase satu tak lebih dari arisan ibu-ibu yang isinya tentang bagaimana menjadi ibu rumah tangga yang baik, membahagiakan suami dan anak dan semacamnya. Tak lebih. Tapi dua pergerakan ini bersifat borjuis, cuma milik kalangan atas. Bagaimana keadaannya rakyat jelata terutamanya perempuannya?

Sejak industrialisme, pabrik-pabrik butuh tenaga kerja. Secara otomatis mereka menyedot tak hanya buruh-buruh laki-laki, tapi juga perempuan dan anak-anak. Apalagi dengan datangnya Perang Dunia I. Para pria banyak yang menjadi serdadu. Biar pabrik-pabrik senjata tetap mengepul dengan setengah terpaksa pula lebih banyak lagi wanita dijadikan pekerja. Masih ingat dengan syair tentang pria dan wanita tadi. Inilah saatnya pergerakan wanita fase tiga. Wanita kelelahan, diperas di pabrik, sampai rumah masih harus banting tulang memelihara suami dan anak. Mereka menuntut pemanusiaan buruh.

Ini adalah pergerakannya kaum buruh, rakyat jelata. Pergerakan Sosialisme. Buat lebih baiknya lagi baca saja buku ini. Bukankah buku bagaikan sebuah cermin. Siapa tahu ada yang melihat bayangan lain di dalamnya, pasti.

Ini bukan sekadar kitab diskursus kewanitaan dan pergerakannya. Lebih dari pada itu, ini adalah satu kitab tentang masyarakat sosialis. Di dalamnya dimuat pemikiran Soekarno tentang masyarakat sosialis dambaannya (hal. 244). Yang memang terdengar utopis, dan kurasa banyak yang setuju dengan label utopis ini. Barangkali cuma John Lennon yang sependapat dengan beliau (Imagine), atau segelintir lainnya. Tapi siapa mau ada orang lain yang menaruh pelor di otaknya. Tapi kalau saja ada, siapa yang tak mau pesan satu, tatanan masyarakat sosialis itu.

Namun, kapitalisme pasti mati, ya kan Bung? Anda yakin? Apa tanda-tandanya? Apa Anda sungguh melihat anasir-anasir obyektif yang memungkinkan sosialisme?

Atau, sebenarnya sampai sekarang ini, hampir tujuh puluh tahun setelah merdekanya negara ini, negara ini bukannya belum siap untuk apa yang namanya kapitalisme—investasi luar yang jor-joran masuk? Melainkan negara ini justru belum siap untuk apa yang namanya sosialisme?

Jadi orang-orang sekarang ini cuma pupuk tai sapi belaka!? Buat ladang masa depan? Bukan-bukan, puisi yang tepat ini: "Manusia bukan hanya pupuk tai-sapi belaka! Kita adalah ladang, di dalam pangkuan kita juga bersemi benih!" Henriette Roland Holst atau siapa kalau tidak salah itu.

Meski berlabel ‘Kewajiban Wanita’, ada rasa sangsi kalau buku ini lebih cocok dibaca oleh Sarinah-Sarinah. Toh, ini buku tentang kesetaraan gender. Laki-laki dan perempuan, atau perempuan dan laki-laki punya hak (atau kewajiban) yang setara untuk membaca buku ini. Di beberapa tempat penulisnya juga menyapa pembaca dengan sebutan ‘Tuan’.


Kepada siapa sajalah yang ada di pangkal sayap sebelah kiri, kiranya buku ini kelewat menarik buat dilewatkan.
setjoeil asa, 16 November 2014

Profile Image for Nanto.
702 reviews102 followers
Want to read
January 26, 2009
Pengumuman-Pengumuman!

Buku jang dikabarkan raib ini sudah kembali ke raknja sebagaimana mestinja. Nampaknya ada oknum di rumah saija jang setjara berentjana membatja ini buku penuh kobaran semangat, namun lupa memberi tahu kepada saija sebagai pemilik sjah. Tertuduh itu tak lain daripada orang tua saija sendiri yang tanpa sepengetahuan telah menaruh kembali di tempat saija sering melongok buku.

dengan demikian buku ini kembali saija batja.

Jang Bergembira

Nant'S


Ini dinaikan ke rak currently reading demi dua hal:

- Menghargai Hari Ibu jang upatjaranja sedang digladikan di lapangan bawah.
- Menghargai Kang Erie jang sudah mengirimkan ini buku dan membuat review dengan edjaan Suwandi. Hatur Tengkyu sanget kang. Tos lami padahal nya'? :D

Sanggupkah aku menamatkannja? *Gong!!!*
Profile Image for Marina.
2,035 reviews359 followers
October 24, 2014
** Books 264 - 2014 **

"Dan kamu, kaum wanita Indonesia,-akhirnya nasibmu adalah di tangan kamu sendiri. Saya memberi peringatan kepada kaum laku-laki itu untuk memberi keyakinan kepada mereka tentang hargamu dalam perjuangan, tetapi kamu sendiri harus menjadi sadar, kamu sendiri harus terjun mutlak dalam perjuangan" Halaman 326

"Juga diatas pundak wanitalah terletak kewajiban untuk tidak ketinggalan di dalam perjuangan ini, dalam mana diperjuangkan kemerdekaan mereka dan pembebasan mereka. Mereka sendirilah harus membuktikan, bahwa mereka mengerti benar-benar tempat mereka dalam perjuangan sekarang yang mengejar masa depan yang lebih baik itu" Halaman 332

"Wanita Indonesia, kewajibanmu telah terang! Sekarang, ikutilah serta mutlak dalam usaha menyelamatkan Republik, dan nanti jika Republik telah selamat, ikutilah serta mutlak dalam usaha menyusun Negara Nasional. Jangan ketinggalan didalam Revolusi Nasional ini dai awal sampai akhirnya, dan jangan ketinggalan pula nanti di dalam usaha menyusun masyarakat keadilan sosial dan kesejahteraan sosial. Didalam masyarakat keadilan sosial dan kesejahteraan sosial telah engkau nanti menjadi wanita yang bahagia, wanita yang Merdeka!" Halaman 335


4 dari 5 bintang!
Profile Image for Gloria Fransisca Katharina.
207 reviews6 followers
November 3, 2016
Karena sejarah perempuan adalah sejarah dunia. Dan sejarah dunia adalah sejarah yang dibentuk atas pergerekkan perempuan.
Profile Image for Yanti.
3 reviews2 followers
Read
September 28, 2007
I read this book when I was stil a little girl so my umderstanding may well not be sufficient to grasp all the significance of this interesting book. As an adult and gender equality advocate though now I am amazed on how advanced Soekarno's thinking is on gender issues. Far ahead of his time already his vision embrace the importance of gender equality in development - no wonder if Indonesia at in the 1960s had the most progressive women movement in the world... When the world has just started fall into the dscourse of gender equality and development in late 1980s, Soekarno two decades earlier has already advocate this issue....
Profile Image for Devi.
15 reviews5 followers
November 10, 2009
sebuah buku yang lumayan berat yang pernah gw baca... :D hum... nice book... ^__^
Profile Image for Gusti Malik.
32 reviews5 followers
December 10, 2017
Written by Sukarno (Indonesia's first president), Sarinah is a book that contains information about the role of women in Indonesian revolution.

First sukarno explain the history of women's oppresion all over the world, from the pre-historic time to the present.

Sukarno is also explaining about the effect of matriarchy and patriarchy. matriarchy has its time in this world, and women is still oppressed when matriarchy is on. now we're all evolving into patriarchy argue sukarno. But why if we evolve into patriarchy, women is still oppressed by it? patriarchy in this modern time is not ideal, it has some excess, that excess should be demolished so that patriarchy can be an ideal system.

Sukarno is also explaining women's movement in this book, just to give a clear context to how women should be behave in a revolution, sukarno gave the example of suffragetes, women's movement in germany, rusia, and all over europe. after that sukarno is explaining about the Indonesian revolution, what role women have in that revolution.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for fpav.
64 reviews1 follower
May 6, 2022
SARINAH! Nama yang berasal dari pengasuh bapak proklamator kita, salah satu wanita yang berpengaruh dalam masa tumbuh kembang seorang Ir. Soekarno.

ya, buku ini adalah salah satu yang berkontribusi dalam merubah pandangan hidup saya, khususnya saya sebagai seorang wanita. Buku yang tidak sengaja dipertemukan.

Sungguh, perasaan semangat itu memang dapat menular, pun hanya lewat tulisan. Ir. Soekarno berhasil membuat fikiran dan perasaan saya tertampar (untuk kesekian kalinya) hingga semakin tersadarkan akan bagaimana perjuangan itu harus dijalankan dengan semangat yang berkobar, adanya kesadaran yang menghantarkan dalam berkeinginan keras untuk berubah menjadi lebih baik, dan adanya rasa memiliki dari cita-cita luhur untuk terus maju yang berasal dari lubuk hati yang paling dalam.

Bagi kamu, terserah mau laki atau puan, yang ingin menghapuskan stereotipe tentang "wanita adalah makhluk yang berasal dari dua kombinasi dari Dewi, dan makhluk Tolol." buku ini sangat tepat untuk dibaca. Lewat buku ini Bung Karno mengedepankan alur berfikir yang disampaikan berdasarkan peristiwa sejarah RI hingga sejarah dunia. Sehingga pembaca bisa mengerti akar dari segala permasalahan wanita yang sebenarnya terjadi.

Dari buku ini wawasan saya semakin terbuka tentang bagaimana kondisi wanita mulai dari perspektif nenek moyang hingga setelah RI menggapai kemerdekaannya. Bahkan dijelaskan pula pergerakan wanita dari bangsa-bangsa lain saat itu di Eropa. Ada berbagai tingkatan ternyata tentang bagaimana wanita memperjuangkan hak-haknya, dan disetiap tingkatan ini berbeda pula tingkatan sosial sang pencetusnya. Ada 3.

Tingkat 1 :
Perkumpulan wanita borjuis yang bertujuan hanya untuk mengisi waktu luangnya supaya tidak bosan menunggu dirumah. Namun berakhir pada pemikiran bahwa mereka pun ingin ikut andil dalam mengurusi urusan negara seperti halnya lelaki. Bung Karno menyampaikan bahwa pada tingkat pertama ini sebenarnya bukanlah sebuah pergerakan yang berarti, namun hanya sebatas berkumpul untuk mengisi waktu luang saja.

Tingkat 2 :
Dinamakan Feminisme. Ya, sayapun baru tahu arti sebenarnya dari gerakan ini karna membaca buku ini (dan ini sangat meyakinkan saya untuk bisa terus membaca untuk lebih memperluas wawasan and burning my desire untuk lebih tau tentang rahasia dunia yang belum pernah saya tahu). Oke, feminisme ialah pergerakan wanita untuk memenuhi hak-haknya, namun disisi lain gerakan ini pun ingin menaklukan lelaki. Wanita ingin kedudukannya lebih tinggi dari lelaki. Pun yang mencetuskannya wanita yang berasal dari kaum borjuis. Ya.. Saya baru tahu ternyata inilah arti sesungguhnya dari Gerakan Feminisme itu. Bahkan ada lagi yang bernama Neo-Feminisme, namun Bung Karno tidak menyarankan kaum wanita menyuarakan gerakan ini. Sebab Neo-Feminisme ialah wanita yang merasa dirinya harus benar-benar mengetahui ilmu tentang perrumah-tanggaan, oke mungkin bagi sebagian orang ini bagus. TAPI dengan HANYA mengetahui ilmu tentang hal tersebut saja, wanita tidak akan punya waktu dalam mencari wawasan dan pemikiran untuk turut memajukan Negaranya, bangsanya. Gerakan ini menitikberatkan pada kewajiban wanita pada ranah domestik saja (rumah tangga saja) dan tidak adanya kesempatan untuk ikut serta dalam perkembangan dan memajukan bangsanya sendiri. Hampir sama dengan wanita sebelum adanya pemikiran pergerakan, yang membedakan ialah adanya keinginan dalam menuntut ilmu seputar rumah tangganya. Dan gerakan yang terakhir adalah,

Tingkat 3.
Dinamakan Sosialisme. Gerakan yang berasal dari kobaran semangat memperjuangkan haknya wanita golongan proletar, gerakan yang paling manusiawi menurut Bung Karno, pun menurut saya. Kenapa? Karna gerakan ini menjadikan wanita dan pria berada saling berdampingan, tiada yang rendah dan tiada merasa paling tinggi sendiri, mereka seimbang. Dengan gerakan ini rumah-tangga, bangsa bahkan dunia dapat berjalan dengan baik. Sebab adanya toleransi dalam pemenuhan hak-hak wanita. Wanita diberikan haknya dalam mengurus tatanan negara pun haknya dalam berkeluarga yang dimana tidak menitik beratkan seluruh pekerjaan rumah ada dipundaknya. Wanita tidak seperti kuda yang memikul dua gerobak (beban kerja dan beban rumah-tangga). Dan dibalik gerakan ini, ada lelaki yang turut mengerti dan bertoleransi memberikan hak-haknya itu.

Sebenarnya masih banyak yang ingin saya sampaikan tentang isi dari buku ini yang sangat revolusioner dan membuka fikiran ini dalam memandang bagaimana kedudukan seorang wanita itu, bisa saja kita berdiskusi tentang isi buku ini dilain waktu ya teman.

Dan Wanita, Saya dan Kamu (jikaa kamu memanglah wanita) . Pasti ingin memiliki keluarga yang harmonis dan bahagia, pun Saya dan Kamu pasti ingin juga memiliki karir yang bagus dan cemerlang tanpa harus mengganggu keharmonisan keluarga kita. Semua orang ingin seperti itu, bahkan wanita pun ingin agar tidak dihadapkan pada dua "pilihan" ini. Tapi ingin kedua duanya berjalan dengan baik. Dan salah satu jalannya ialah dengan melalui jalan sosialisme ini. Dengan keyakinan, Insya Allah, pasti bisa, yakinlah kawan..

Terakhir, ingatlah selalu pesan dari ketiga tokoh ini di dalam perjalanan kehidupan kita sebagai wanita :

1.) Gandhi :
" Banyak sekali pergerakan-pergerakan kita kandas di tengah jalan, oleh karena keadaan kaum wanita kita."

2.) Lenin :
" Jikalau tidak dengan mereka (wanita), kemenangan tidak mungkin kita capai"

3.) Ir. Soekarno :
"Wanita Indonesia, kewajibanmu telah terang! Sekarang ikutlah secara mutlak dalam usaha menyelamatkan Republik, dan nanti jika Republik telah selamat, ikutlah serta mutlak dalam usaha menyusun Negara Nasional. Jangan ketinggalan di dalam Revolusi Nasional ini dari awal sampai akhirnya, dan janganlah ketinggalan pula nanti di dalam usaha menyusun masyarakat keadilan sosial dan kesejahteraan-sosial. Di dalam masyarakat keadilan sosial dan kesejahteran sosial itulah engkau nanti menjadi WANITA YANG BAHAGIA, WANITA YANG MERDEKA! "
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Avif Aulia.
60 reviews5 followers
September 7, 2019
Izinkan saya menulis bagian yang membuat saya menangis sejadi-jadinya:

"Ah, perempuan Marhaen! Ah, Sarinah! Pulang dari berkuli di pabrik atau di kebun, pulang dari berdagang di pekan yang kadang-kadang berpuluh kilometer jauhnya, masih menunggu lagi kepada mereka di rumah pekerjaan buat sang suami dan sang anak. Masih menunggu mereka lagi pekerjaan menanak nasi, mencuci pakaian, mencari kayu bakar, memasak gulai. Sang suami habis kerja merebahkan dirinya di balai-balai,... tunggu dipanggil makan... tetapi Sarinah, —habis kerja di luar rumah masih adalah kerja lagi baginya di dalam dapur atau di dekat sumur. Bagi laki-laki adalah 'kerja delapan jam sehari' atau 'kerja sepuluh jam sehari'. Tetapi bagi Sarinah zaman sekarang ini, hidup adalah berarti keluh kesah terus menerus, gangguan pikiran terus menerus, dari fajar menyingsing sampai di tengah malam..."
Profile Image for Larasestu Hadisumarinda.
188 reviews34 followers
June 5, 2018
Bahkan setelah 2 tahun berlalu saya belum juga bikin review buku hebat satu ini. Saking beratnya bukunya. Haha. Baiklah. Yang pengen tahu dan penasaran si isi buku, bisa tagih saya buat bikin reviewnya.
Profile Image for Mita.
15 reviews15 followers
April 7, 2008
Actually a nice book, cukup menyemangati dan menggambarkan kondisi perempuan di masa itu.

Tapiii... kok agak lucu yah, disaat yang sama sang penulis sendiri seorang poligamis hehehehehe...?!?!?!
Profile Image for A. Moses Levitt.
193 reviews16 followers
November 13, 2009
melelahkan membacanya sebab menggunakan ejaan jaman doeloe...tapi soekarno mengajarkan banyak tentang feminisme dan persamaan gender...berbeda sekali dengan apa yang orang pikir di"pegang"-nya...
1 review
November 22, 2009
Saja poenja boekoe ini, tjetakan ketiga tahoen 1963.
ada jang berminat, hoeboengi saja.
Profile Image for Anjar Priandoyo.
312 reviews16 followers
November 30, 2018
This book is written in November 1947. I get an impression that this book is the first effort of Sukarno to consolidate power by getting support from the female voter. Therefore this book should not read as feminism book but should be read as a political book that promotes socialism ideology. The ultimate roles of women are to be part of a socialist society as stated in chapter 6.

The way Sukarno write this book is interesting. This book is written like a note of Sukarno's reading. I think in 1947 he never been to Europe, however, his thought about female Marxist thinker or history of an Amazonian female warrior is interesting. He believes that instead of taking a linear progress from a traditional society to industrial society, he wants to jump into the revolutionary stage. This book tells a lot about Sukarno personality and more or less the sociopolitical situation at that time in 1940s, where people expecting a change and expecting total participation of the strongest force at that time labor. And women is an inseparable part of labor. Although maybe in this era this thought is no longer convincing, but again, this book tells a lot about Sukarno personality.

Ch 01 Female (Introduction)
He criticizes Indonesian husband that kept his wife inside the house for domestic purpose only. He describes the reality of women life in Indonesia.

Ch 02 Male and Female
He criticizes several case study such as case study of the higher rate of female suicide tendency, a case study that female has lower brain weight.

Ch 03 From cave to city
He knows already that earth is more than 6000 years old. This chapter about an effort try to explain from an anthropological point of view. p61 Amazone, female warrior. p74 he agrees that industrialism increases the roles of women.

Ch 04 Matriarchal and Patriarchal
Again, the anthropological point of view of women explains that most of the female roles is oppressed. p95 Antro POV from Egypt, Minang. p102 examples of matrilineal culture in Mentawai. p118 jump to religion, asceticism, patrilineal view that women is a sin. p130 criticize women subordinate japan culture.

Ch 05 Women movement (global perspective on women movement)
p144 He against women oppression by man. p157 he explains three stage of women movement (1) female roles improvement e.g cooking, raise children (2) feminism e.g equality in works and politics (3) socialism e.g women fight together for a better life. p163 female roles in 1789 france revolution. p183 1852 women movement in UK. p187 women in WWI and WWII. p197 he explain women roles in socialism (1) worker movement (2) cooperative (koperasi) movement (3) political party movement. p211 He mention Rosa Luxemberg (b1871), Clara Zetkin (b1857), Anna Kuliscioff (b1857). p227 women movement basically a class movement.

Ch 06 Sarinah in Indonesia struggle (global perspective on women movement in the era of struggle). p253 He describes Indonesian independence as revolutioner. p272, Indonesian population at that time is 70 million, interesting that at that time people think this is huge. p280, classic orphan protected by the state. p296 against capitalism, belief in socialism. p315, describe women roles in 1917 revolution. p320 classic quote by Gandhi and Lenin that struggle will not succeed if there is no women involvement.
Profile Image for Iren Gian.
30 reviews
May 24, 2025
Membaca tulisan seorang wanita yang membahas pandangannya tentang "kemerdekaan" wanita itu sudah wajar dan seharusnya, namun jika pemikiran tersebut juga tertanam pada sosok pria dan pria itu adalah seorang pemimpin, apalagi pemimpin negara, itu adalah hal yang luar biasa.

Buku ini merupakan penilaian pribadi penulis, tentang pandangan dan harapan pribadi penulis, namun tetap didasarkan pada ilmu-ilmu dan fakta sejarah yang penulis sertakan dari banyak negara di seluruh penjuru dunia. Pengetahuan penulis yang sangat luas, memberikan banyak insight bagi para pembaca.

Di sini kita harus pisahkan antara perjalanan romansa pribadi penulis dengan pemikiran penulis tentang wanita, kita harus fokus pada pemikiran penulis yang penulis paparkan dengan sangat terperinci dan menurut saya sangat tepat. Dengan background tahun penulisan 78th yang lalu, penulis bisa dengan tepat menggambarkan bagaimana perjuangan pergerakan wanita yang seharusnya yang kemudian terjadi di masa masa setelah buku ini terbit.

Ilmu dari buku ini tak akan lekang oleh waktu, karena perjuangan pergerakan wanita hingga masa kini belum usai dan masih terus berlanjut di berbagai negara di seluruh dunia.
Profile Image for aira archive.
108 reviews
February 18, 2025
kalau melihat blurb dan review orang-orang, saya kira buku ini akan menceritakan tentang sarinah. tapi trnyata ngga (setidaknya sampai halaman yg saya baca”. butuh waktu satu tahun lebih untuk saya berhasil baca nuku ini sampai halaman 150 (untuk saat ini saya masih DNF bukunya dan belum baca bab V dan seterusnya) karena jujur bukunya tidak sesuai ekspektasi saya. dari awal sampai tengah buku hanya memceritakan tentang jenis-jenis pergundikkan di negara lain, serta patriakat yg tidak meghargai wanita di daerah-daerah di indonesia. penulisannya pun berputar-putara, bahkan dalam satu halaman bisa mengulang -ngulang paragraf yg sama. selama baca saya cuma mikir “hebat banget alm bisa mengetahui hal-hal macam ini di berbagai negara di jaman dahulu yg belum ada internet”. tp di satu sisi saya capek baca bukunya, krn sampai setengah buku hanya mengulang kata kata yg sama dan belum kelihatan maksud penulisannya itu apa, mana tentang sarinah nyaa (mgkin ada bab terakhir? yg ntah kapan saya akan baca lagi bukunya)
Profile Image for Piii.
46 reviews
June 29, 2025
Bukunya menarik sekali. Menjelaskan tentang teori matriarki dengan patriarki, sejarah mengapa patriarki kemudian menjadi terpelihara sekali hingga sekarang, bagaimana kemudian patriarki membudaya di Indonesia. Sebetulnya saya setuju dengan isi yang ada di tulisan beliau meskipun sangat kontradiksi dengan kehidupan beliau yang ‘bergelimang perempuan’. Isu mengenai kedudukan perempuan ini kan sebetulnya hingga sekarang masih menjadi perdebatan ya? Bagaimana Islam menempatkan perempuan dan memperlakukan perempuan kemudian bagaimana teori di lapangannya, bagaimana kemudian cara memberantas patriarki yang telah mengakar di Indonesia ini kan masih menjadi problem. Bahkan mirisnya, bagaimana kita bisa menumpas kepatriarkian kalau perempuannya sendiri tidak merasa bahwa itu adalah sebuah masalah? Mereka merasa hal itu telah wajar dan memang tugas perempuan nalurinya harus seperti itu. Maka menurut Saya semua perempuan wajib membaca ini sekali seumur hidup, mereka harus tau bahwa perempuan perlu berdikari.
Profile Image for GmnI  FISIP Undip.
3 reviews
May 22, 2021
Setelah Sukarno menjelaskan dasar dan sampai dimana revolusi Indonesia pada bab-bab sebelumnya, pada bab terakhir ini Sukarno mengajak perempuan untuk bergerak. Beliau mengatakan bahwa “wahai perempuan Indonesia, buat engkaulah kitabku ini, buat engkaulah aku menggoyangkan pena, kadang-kadang di bawah sinar lilin sampai jauh diwaktu malam! Sadarlah, bangkitlah, berjuanglah menurut petunjuk-petunjuk yang aku berikan itu. Berjuanglah, bangkitlah yang sehebat-hebatnya sebab tidak ada orang yang dapat menolong perempuan melainkan perempuan itu sendiri! Jangan segan jerih payah, buanglah jauh-jauh tiap-tiap kuman inferioriteitcomplex! Memang perjuanganmu bukan perjuangan yang ringan, perjuanganmu adalah perjuangan raksasa. Memang tujuan yang aku gambarkan di kitab ini bukanlah tujuan kecil, melainkan tujuan yang amat besar. Tiada tujuan besar yang dapat tercapai dengan tiada jerih payah, dengan tiada mengatasi kesukaran-kesukaran, dengan tiada melakukan pengorbanan-pengorbanan.”
Profile Image for Netri Alia Rahmi.
21 reviews
February 15, 2021
Bung karno menyuarakan dari kedua sudut pandang, jadi semua sisi baik itu dari pihak laki-laki maupun perempuan. Soekarno bilang kalo perempuan itu dibuat seolah-olah mereka diistimewakan, padahal mereka dibelenggu. Tidak mengerti apa yang harus mereka lakukan, disinilah muncul kebiasaan menggunjing, tapii sebenarnya perempuan itu punya kemampuan dibanding laki-laki. Lalu, laki-laki seringkali memutuskan begitu saja hukum-hukum bagi perempuan seperti halnya aurat, kehidupan, dll tapi tidak mengajak perempuan itu sendiri, mereka yang menjalani, mereka yang akan terbebani, kenapa malah hanya kaum laki-laki yang memutuskan? Begitu juga perempuan, jangan berpikiran untuk memutuskan hukum tentang perempuan dengan kaum perempuan saja. Karena, masalah perempuan juga berkaitan erat dengan laki-laki. Makanyaa, dibutuhkan kedua belah pihak untuk mendudukkannya. Bukan salah satunya saja.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Fajrin Yusuf.
37 reviews4 followers
January 4, 2018
Thought-provoking! Revolutionary! All Indonesian people should read this; men and women; for the sake of the struggle, for the sake of zelf bewust; self consciousness; class consciousness! For the sake of the social revolution; now that the age of national revolution is completed by our founding father.

and my future wife should also read this; not that I want her to be involved in activism, but only to show her what kind of patriarchal love I am about to give her. wkwkwkwk...
Profile Image for Yollavenda A.
3 reviews9 followers
January 13, 2018
Buku ini WAJIB dibaca seluruh masyarakat Indonesia, terutama perempuan-perempuan Indonesia.
Buku ini menjelaskan tentang sistem dan perjuangan perempuan dan laki-laki bener2 dari jaman purbakala sampai pergerakan wanita di dunia Barat yang ada 3 tingkatan hingga pesan Bapak Ir. Soekarno terhadap laki-laki dan perempuan Indonesia di jaman Revolusi Nasional. Terima kasih Bapak Ir. Soekarno atas maha karya yang hebat ini 💕
Profile Image for Tasha Dhyani.
156 reviews4 followers
August 24, 2023
Bukan kajian feminisme secara empiris, melainkan sekadar kumpulan catatan dan pendapat pribadi penulis. Pendekatan argumen dan pendapat banyak berlatar dari pengetahuan antropologi - tapi itu pun tidak berdasar dan tidak metodis. Beberapa gagasan ada yang sudah usang dan tidak berterima untuk masyarakat modern/saat ini.
Profile Image for Ahmad Jalaludin.
5 reviews7 followers
August 24, 2018
Buku ini saya pikir isinya mengenai kehidupan sarinah
ternyata bukan... bukan itu maksud Soekarno menulis...
Lebih tepatnya "Dampak imperialisme global terhadap masa lalu dan masa depan para Sarinah muda"

Wajib dibaca yang merasa Indonesia.

Supaya tahu apa itu makna revolusi sosial.
Supaya tahu bagaimana susahnya menghilangkan penyakit inferieur.
Supaya tahu bahwa wanita itu dibutuhkan dalam setiap pergerakan.
NKRI Harga Mati !
Profile Image for Monkey D  Dragon.
83 reviews2 followers
January 14, 2021
Dari buku ini Soekarno menjelaskan betapa urgensi nya pergerakan wanita bagi perjuangan bangsa indonesia dan bagaimana sejarah dan pengaruh pergerakan wanita bagi dinamika politik baik di indonesia maupun dunia
Profile Image for ざらぽよ.
111 reviews24 followers
July 6, 2024
Ada beberapa poin yang aku setuju, ada beberapa poin yang kurasa kurang juga. Tapi, cukup menarik sebetulnya.
Displaying 1 - 30 of 52 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.