Jump to ratings and reviews
Rate this book

Negeri Para Roh

Rate this book
Pada tanggal 6 Juni 2006, longboat berpenumpang lima kru sebuah stasiun televisi berangkat dari Agats menuju Timika. Mereka adalah Senna, Totopras, Sambudi, Bagus, dan Hara.

Belum lagi tengah hari, laut sekonyong mengganas dan longboat terbalik. Berbekal dry box berukuran lima puluh sentimeter persegi, empat dari mereka harus bertahan di tengah amukan Laut Arafuru. Yang seorang lagi terpisah bersama tiga awak perahu, terseret arus ke arah berlawanan.

Negeri Para Roh adalah kisah tentang kelima kru itu. Di negeri itu mereka belajar mengenal manusia Asmat dan relung-relung ritualnya yang purba. Mereka juga menyaksikan bagaimana roh-roh leluhur dihormati dan sekaligus ditakuti, terus diingat dalam patung-patung ukiran, namun juga dibujuk pergi dan diantar ke dunia abadi di balik tempat matahari terbenam.

Bukan itu saja. Di Negeri Para Roh itu pula Senna akhirnya belajar melepaskan, Totopras mengalami Tuhan, Sambudi mencoba merekatkan kembali dirinya yang retak, dan Bagus mendapat keberanian untuk menyatakan cintanya. Dan Hara? Ia menemukan dirinya sendiri.

Namun. Selamatkah mereka?

288 pages, Paperback

First published October 1, 2015

27 people are currently reading
236 people want to read

About the author

Rosi L. Simamora

60 books59 followers
a writer, editor and translator. Joined PT Gramedia Pustaka Utama from 1993 to 2012 as a fiction editor and translator. Now work as a freelancer.

My books:

1. Superduper Cari Kata 1
2. Superduper Cari Kata 2
3.101+ Fakta Aneh tentang Hewan-Hewan
4.360 Fakta Paling Aneh, Paling Seru, Paling Keren, Paling Ajaib
5. Satu, Dua, Tiga Yuk Belajar Angka!
6. Segala Sesuatu di Sekitarku
7. Di Mana-Mana Ada Binatang
8. Hewan Jenaka
9. Ensiklopedia Ilmuwan Cilik
10. Aku Tahu Nama Hewan-Hewan Laut
11. Aku Tahu Nama Kendaraan-Kendaraan Besar
12. Good Habit: Ayo Bilang Maaf
13. Good Habit: Ayo Bilang Tolong
14. Good Habit: Ayo Bilang Permisi
15. Good Habit: Ayo Bilang Tidak
16. Good Habit: Ayo Bilang Pinjam
17. Kisah-Kisah Perjanjian Lama: Kamus Bergambar
18. Lift the Flaps Book: Aku Tahu! Kisah Alkitab #1
19. Lift the Flaps Book: Aku Tahu! Kisah Alkitab #2
20. Lift the Flaps Book: Aku Tahu! Cerita Tuhan Yesus #1
21. Lift the Flaps Book: Aku Tahu! Cerita Tuhan Yesus #2
22. Buku Mewarnaiku (3 judul)
23. Apakah Kamu Bangau
24. Apakah Kamu Platipus
25. Apakah Kamu Kanguru
26. Apakah Kamu Biawak
27. Ceritakan tentang Kota
28. Ceritakan tentang Taman
29. Ceritakan tentang Peternakan
30. Ceritakan tentang Hutan
31. Peek a Boo In The Field
32. Peek a Boo In The Jungle
33. Peek a Boo By The River
34. Peek a Boo In The Ocean
35. Peek a Boo Dinosaurs!
36. Peek a Boo At the Pole
37. Peek a Boo In the Garden
38. Peek a Boo At the Farm
39. MCA: Nabi Elia dan Elisa
40. MCA: Nuh dan Bahteranya
41. MCA: Musa Membelah Lautan
42. MCA: Adam dan Hawa
43. MCA: Kisah Kelahiran Yesus
44. MCA: Simson yang Perkasa
45. MCA: Daniel dan Ketiga Sahabatnya
46. Apakah Itu Ekormu? Di Dasar Samudera
47. Apakah Itu Ekormu? Di Kolam
48. Apakah Itu Ekormu? Di Hutan
49. Apakah Itu Ekormu? Di Taman
50. BLK: Ada 2 Dinosaurus
51. BLK: Ada 2 Bebek
52. BLK: Ada 2 Kucing
53. BLK: Ada 2 Beruang
54. Nano & Nori: Mandi Yuk!
55. Nano & Nori: Main Ular Naga Yuk!
56. Nano & Nori: Main Hujan Yuk!
57. Nano & Nori: Sekolah Yuk!
58. Fun With Colors
59. Fun With Numbers
60. Fun With A-B-C 1
61. Fun With A-B-C 2
62. Gitarku, Kekasihku with Dewa Budjana
63. Out of The Box with Kevil Aprillio
64. Crush (Cherrybelle)
65. Warung Tinggi Coffee with Rudy Widjaja
66. Secret Love
67. A Beautiful Mess



Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
90 (40%)
4 stars
91 (41%)
3 stars
28 (12%)
2 stars
8 (3%)
1 star
4 (1%)
Displaying 1 - 30 of 87 reviews
Profile Image for Nunggal Sera.
1 review
October 3, 2016
Saya tahu saya akan menyukai sebuah buku dari halaman pertamanya. Buku Rosi L. Simamora memberitahu saya bahwa saya akan mencintai perjalanan membaca ini hanya dari paragraf awalnya. Lalu, tepat ketika saya menemukan, “Semua perjalanan selalu ditutup dengan pulang”, saya yakin, kali ini, saya tidak salah berinvestasi waktu.

Negeri Para Roh mengantarkan pembaca ke dunia asing yang jarang orang awam, seperti saya, bisa jamah. Asmat adalah tempat teramat jauh yang cuma bisa diandai-andaikan saja. Lewat Negeri Para Roh, dengan dongeng, mitos, serta ritual Asmat yang diselipkan di dalamnya, andai-andai itu semakin hidup dan nyata dalam kepala saya. Dan lagi, yang membuat paling menarik sesungguhnya adalah bagaimana setiap karakter meraih pencapaiannya masing-masing. Janji pada blurb cover bukan omong kosong. Totopras memang menemukan Tuhan, Sambudi juga berhasil merekatkan serpihan dirinya, Bagus punya perjalanannya sendiri, Hara akhirnya melihat dan menemukan apa yang ia cari selama ini, dan Senna belajar bahwa menjadi ikhlas adalah satu-satunya cara untuk tidak terus terbelenggu.

Saya suka sekali bagaimana Rosi Simamora menggambarkan setiap karakter. Hara yang meragu, Sambudi yang judes, Senna dan Totopras yang selalu ada untuk satu sama lain, dan Bagus, sang penopang. Alur maju mundur tidak membuat perjalanan membaca saya jadi kusut, justru, saya pikir, di situlah salah satu kekuatan buku ini. Kita dibawa menikmati masa lalu, serta masa kini secara simultan. Diksi Rosi juga merupakan salah satu hal mengapa saya enggan berhenti membaca. Soalnya, sekali baca, tanpa sadar saya sudah berada di halaman sepuluh! Serius. Favorit saya pribadi adalah curhatan-curhatan Senna.

Yang menarik untuk disoroti adalah bagaimana Rosi kerap menganalogikan ceritanya. Mengesampingkan pemilihan diksi yang handal, beberapa analogi Negeri Parah Roh kerap membuat saya salah fokus. Misalnya saja, pada halaman 37, ketika Rosi menggambarkan bagaimana salah satu kru longboat melawan ombak. “Sesekali ia menahan laju longboat untuk memberi kesempatan ombak melintas di muka, namun terkadang ia mengegas penuh agar longboat mendului terpaan ombak, bagai pembalap MotoGP Valentino Rossi yang menocba menyalip dan mencuri posisi.” Jujur, daripada berfokus ke cara kru tersebut mengemudikan longboat, saya malah jadi buyar karena tiba-tiba ada Valentino Rossi nyelip di sana. Atau, bagaimana Rosi menganalogikan badan sungai yang besar sama seperti badan ibu paruh baya yang telah melahirkan banyak anak. Selain daripada itu (dan typo minor), tulisan Rosi Simamora adalah tipe tulisan yang sangat saya nikmati untuk menghabiskan hari.

Negeri Para Roh bukan cuma mengantarkan kisah nyata Dody Johanjaya beserta kru JP, tapi juga kisah soal Asmat yang eksotis, serta pencapaian akan pintu lain dari sisi kehidupan yang belum manusia temukan sampai Tuhan menghendakinya.
Profile Image for Harumichi Mizuki.
2,428 reviews72 followers
December 9, 2019
Spektakuler. Menuntun para pembacanya untuk tidak saja mengenal para tokoh, konflik, dan eksotisme tradisi serta dongeng-dongeng dari negeri para roh (Suku Asmat), melainkan juga tentang anugerah Tuhan yang wajib disyukuri bahkan di tengah situasi terjepit.
Profile Image for Monica.
Author 22 books31 followers
September 24, 2016
Orang yang berprofesi sebagai penulis harus banyak membaca. Karena seperti gelas yang harus terus diisi air agar dapat menuangkan air lebih banyak, maka begitulah seharusnya otak dan jiwa dilimpahi dengan kata-kata. Tapi entah kenapa, buku ini terlewat hingga saya baru mendapatkannya akhir Agustus 2016. Begitu tiba, saya langsung membacanya.

Ada banyak teori menulis yang mengatakan, "Paragraf dan adegan pembuka harus mampu menarik perhatian pembaca." Lalu di teori yang lain lagi mengatakan, "Tiga bab pertama dalam sebuah buku harus mampu memikat hati pembaca hingga 'memiliki keharusan' untuk membaca sampai selesai." Dan buku Negeri Para Roh karya Rosi L. Simamora ini tidak hanya memiliki bagian pembuka yang memikat, namun keseluruhan isi buku ini memikat saya hingga saya tanpa sedikit pun merasa terpaksa membacanya sampai selesai, bahkan saya membaca buku ini sampai 3x tanpa sedikit pun merasa bosan.

Buku ini mengisahkan petualangan dan perjalanan nyata yang dilakukan oleh lima kru televisi (Trans7) untuk program Jejak Petualang. Mereka terdiri dari Senna Johanjaya, Hara, Bagus, Sambudi, dan Totopras. Keinginan untuk menyajikan tayangan yang berkualitas dan meliput daerah-daerah terpencil di Indonesia yang eksotik membawa mereka ke Agats, distrik di kabupaten Asmat, Papua (terletak di pesisir selatan Papua). Setelah dua bulan mereka berada di Agats dan berhasil mengumpulkan materi yang nanti akan mereka tayangkan kembali, tibalah waktunya pulang.

Semua perjalanan selalu ditutup dengan pulang. Entah perjalanan itu jauh dan panjang, ataukah hanya trip singkat akhir minggu, atau sekadar ke kantor setiap hari. Kita selalu butuh pulang. (Halaman 27 - Negeri Para Roh).

Ya, tanggal 6 Juni 2006, Senna dan teman-temannya memutuskan untuk pulang. Mereka akan naik longboat sepanjang dua belas meter dan lebar satu koma tujuh meter, yang disewa dari Bapa Alex. Menurut Bapa Alex, ini adalah longboat terbesar dan paling nyaman di seantero Agats, dilengkapi pelampung dan mesin motor ekstra untuk berjaga-jaga jika mesin longbiat yang dipakai rusak di perjalanan (hal 29). Selain itu, yang akan menjalankan longboat ini adalah Luky, motoris paling andal di seluruh Agats dan berpengalaman karena sering membawa tamu melintasi rute Agats-Timika.

Namun baru saja longboat meninggalkan dermaga Agats, seseorang berteriak-teriak ke arah mereka, "Mana rombongan dari Jakarta? Tahan mereka! Jangan sampai berangkat! Ini tanggal tidak bagus!" Lalu, "Kembali! Kemb.." (hal 32). Sayangnya, longboat terus melaju.

Sambudi, salah satu kru yang sangat menginginkan pulang hari itu mengatakan kalau itu hanyalah takhayul, mengingat seluruh isi pulau penganut takhayul semua. Jadi, para kru tetap meneruskan perjalanan, alih-alih kembali dan mengikuti peringatan yang diteriakkan oleh orang itu.

Kelima kru ingin segera pulang agar bisa segera bertemu dengan orang-orang yang dicintai. Itu sebabnya mereka terus melanjutkan perjalanan. Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang menduga apa yang sudah menunggu mereka dan akan mengubah seluruh perjalanan hidup mereka.

Lalu seperti mimpi, sekonyong-konyong ombak yang amat sangat jemawa dan berang menghantam telak. Mencengkeram, mengaduk, menggumul, meremas. Dan semburan air yang asin serta menyengat tahu-tahu sudah memenuhi setengah badan longboat. (Hal. 38).

Apakah mereka selamat tiba di Timika?
Apakah mereka berhasil tiba di Jakarta dan bertemu dengan orang-orang yang mereka cintai?

Temukan jawabannya dengan membaca sendiri buku ini. Saya jamin kamu tidak akan kecewa. Rosi L. Simamora berhasil menuliskan kisah yang luar biasa ini dengan cara yang menakjubkan. Ia tidak hanya bercerita bagaimana proses perjalanan berlangsung, namun dengan plot maju mundur dan dengan penggunaan dua sudut pandang, Rosi juga menyelipkan budaya masyarakat Agats, kepercayaan penduduk di sana, kisah-kisah takhayul yang seolah tak nyata namun diyakini penduduk di sana sebagai sesuatu yang memang sering terjadi. Di saat yang sama, penggunaan diksi yang beragam dan pilihan kata yang berima juga membuat saya merasa diperkaya dalam hal perbendaharaan kosakata.

Buku ini penuh petualangan yang mendebarkan! Kata-kata bermakna yang begitu dalam, keimanan yang dipertaruhkan, juga kenyataan bahwa ada hal lain di dunia ini yang diluar kuasa manusia hebat mana pun.

Dan saya benar-benar menantikan kisah di dalam buku ini akan diwujudkan secara nyata dalam bentuk film.

Kalimat-kalimat Berkesan

"Keberanian itu harus dimiliki, Ra. Dilatih setiap hari, setiap saat, karena pada dasarnya manusia itu pencemas dan selalu meragukan dirinya. Suatu hari entah kapan, keberanianmu akan diuji, maka itu penting untuk melatihnya." (Hal. 200).

"Kenapa harus menunggu sampai tidak ada pilihan sih?" (Hal. 206)

"Ada yang bilang, pada dasarnya semua manusia diciptakan dengan resep dasar yang kurang-lebih sama. Yang membuat berbeda adalah bagaimana mereka dibesarkan, apa saja yang mereka latih dan lakukan berulang-ulang hingga menjadi kebiasaan, dan pengalaman-pengalaman yang perlahan membentuk mereka." (Hal. 208).

Senna tersenyum dan menggeleng, di benaknya kalimat Steven Callahan yang sempat diucapkan Totopras saat membuat bivak kembali terngiang: "... semuanya serba dicukupkan. Aku memiliki makanan secukupnya untuk bertahan, air secukupnya untuk mencegahku dehidrasi, cuaca secukupnya agar aku tidak mengalami hipotermia. Dan dalam kesendirianku di tengah alam ganas yang mahaluas, aku menyadari bahwa aku tidak sendirian, karena Tuhan terasa di mana-mana.: (Hal. 236).

"Setiap orang berhak menghadapi bencana hidupnya dengan caranya sendiri. Tugas kita hanya memberikan sedikit empati dan dukungan." (hal 243).

"Tuhan tidak berpaling dari kita, Sen!" (Hal. 257)
Profile Image for Alvina.
732 reviews122 followers
July 10, 2016
Kadang-kadang yang perlu kita lakukan adalah menyerah pada apa yang diinginkan hati kita. Berani melepaskan luka-luka masa lalu supaya kita bisa hidup lagi.


Pertama tahu judul buku dan cover buku ini, saya langsung jatuh cinta. Terasa suasana magis yang ditegaskan dengan sinopsisnya, bahwa buku ini berdasarkan kisah nyata dari empat orang yang selamat dari tragedi.

Sepuluh tahun lalu tepatnya tanggal 6 Juni 2006, lima orang kru Jejak Petualang bersama tiga orang kru longboat yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan di Laut Arafuru. Empat orang selamat, empat orang lainnya hilang ditelan samudra termasuk di dalamnya seorang juru kamera yang bernama Bagus Dwi. Di dalam buku ini, semua nama tokoh dibuat beda dari aslinya, kecuali nama Bagus Dwi.

Cerita berawal dari perjalanan Senna dalam mengenang rasa kehilangannya atas Bagus Dwi. Terdesak perasaan bersalah, mimpi buruk yang menghantui, serta logika yang terus mengkalkulasi besarnya kemungkinan Bagus untuk selamat, rupanya meski sudah sembilan tahun Senna masih belum dapat merelakan kepergian salah satu kru terbaiknya itu. Maka Senna memutuskan untuk kembali dari awal segalanya bermula, kembali ke pedalaman Suku Asmat nun di timur Indonesia. Mungkin dengan demikian ia dapat melepaskan kesedihan yang terus menggerogotinya. Dalam perjalanan itulah kita diajak Senna menyimak kembali apa yang terjadi sebelum, saat dan setelah musibah itu terjadi sampai bagaimana mereka kelak diselamatkan.

Selama sepuluh hari, para kru Petualang mendokumentasikan kehidupan Suku Asmat. Kru itu terdiri dari Senna sang pemimpin, Sambudi dan Bagus Dwi sebagai cameraman, Totopras tangan kanan sekaligus asisten sekaligus reporter dan Hara sang reporter wanita yang benar-benar baru memulai kariernya langsung di medan pedalaman Papua tersebut.

Tentu saja sepuluh hari bukanlah waktu yang singkat untuk tinggal jauh dari peradaban dan tinggal bersama kebudayaan yang masih amat primitif. Maka ketika ada kesempatan untuk pulang, tentu saja mereka memutuskan untuk mengiyakan perjalanan tersebut. Meski ada tanggal keramat dan petuah tetua yang menyarankan agar mereka tidak berangkat.

Semua perjalanan selalu ditutup dengan pulang


Awalnya, perjalanan itu begitu meyakinkan. Cuaca mendukung, ombak masih teratasi, semua penumpang longboat mulai membayangkan apa yang akan mereka lakukan setelah sampai di kota kelak. Tapi secepat apa perubahan langit dan ombak, siapa pula yang bisa tahu? Seketika ombak makin mengganas hingga membalikkan longboat dan penumpangnya ke lautan.

Semua orang ketakutan, hingga empat orang berhasil berkumpul terkatung-katung sambil berpegangan di sebuah dry box berukuran 50 cm yang dijadikan pelampung. Tiga kru longboat bersama Bagus terlihat berhasil mempertahankan longboat dan mencoba untuk memberi pertolongan agar mereka yang terjatuh di laut bisa naik kembali ke kapal.

Anehnya, seakan ada tangan tak kasat mata yang terus-menerus memisahkan mereka, mendorong kedua pihak ke arah yang berlawanan. Hingga longboat dan penumpangnya hilang dari pandangan Senna dan kawan-kawan.

Terkatung-katung selama puluhan jam, termasuk melewati malam, membuat keempatnya sangat bersyukur ketika berhasil menemukan pulau kecil. Meski dalam hati begitu ketakutan dan pesimis, mereka terus menggenjot keyakinan hati bahwa Bagus pasti akan berhasil sampai ke daratan dan meminta pertolongan.

Sayangnya harapan tak selalu sejalan dengan kenyataan. Senna dan tiga kawannya harus berhari-hari tinggal di pulau itu, bertahan hidup sebelum akhirnya berhasil ditemukan dan diselamatkan. Itupun mereka masih harus menelan pil pahit bahwa Bagus tidak berhasil ditemukan. Jangankan Bagus ataupun ketiga kru kapal, longboat yang mereka tumpangi, puluhan jeriken yang mereka bawa, taka da satupun yang berhasil ditemukan. Seakan-akan semuanya lenyap ditangkup tangan-tangan lembut lautan.

Buku ini semakin apik karena di dalamnya juga diceritakan tentang kisah-kisah dari Suku Asmat. Mungkin karena itulah saya bisa merasakan betapa sakral sekaligus cantiknya gambaran Suku Asmat di dalam cerita. Belum banyak kan novel yang mengambil latar sebuah suku di Indonesia, diceritakan dan dilibatkan dalam berbagai adegan, sehingga menghasilkan cerita yang modern diimbangi dengan adat yang kuat.

Apalagi buku ini berkisah tentang para penyintas, tentang pengalaman bertahan dan berserah diri mereka kepada Tuhan. Jujur saja, saat dan setelah membaca buku ini, saya jadi makin mensyukuri hal-hal sederhana yang ada di sekitar saya. Saya semakin percaya bahwa Tuhan memelihara kita, sama seperti Tuhan memelihara para penyintas di cerita.

Saat berputus asa, kebutuhan mereka selalu dicukupkan Tuhan. Saat haus, ada botol berisi air mineral yang mereka temukan. Saat kelaparan, ada siput dan ikan yang berhasil mereka pancing. Yang mereka lakukan hanyalah berusaha lalu memasrahkan segala sesuatunya kepada Tuhan.

Buku yang berisi cerita yang bagus dan bahasa yang memesona. Kalau kalian suka dengan petualangan dan keindahan alam, saya akan sangat merekomendasikan buku ini untuk dibaca.
Profile Image for Orinthia Lee.
Author 12 books123 followers
August 4, 2016
Buku ini bagus banget... apalagi karena ditulis berdasarkan kisah nyata, jadi rasanya semakin menegangkan, sekaligus sedih. Banyak pengetahuan tentang budaya Asmat yang aku pelajari di sini. Angker, mengerikan, tapi sekaligus eksotik.

Selain itu, dari buku ini juga pembaca bisa merasakan kebesaran Tuhan. Dia tidak akan pernah meninggalkan kita begitu saja.

Gaya penulisan Kak Rosi sangat enak dibaca, rapi, dan meski timelinenya pindah-pindah, rasanya tidak membingungkan sama sekali.
Profile Image for Dion Yulianto.
Author 24 books196 followers
December 23, 2015
“Setiap perjalanan memang seperti sihir yang dapat mengubah siapa pun.” (hlm 28)

Demikian pula dengan buku, setiap buku yang bagus selalu bisa mengubah mereka yang membacanya. Ulasan lengkap bisa dibaca di http://dionyulianto.blogspot.co.id/20...
Profile Image for Nurul Izzati.
12 reviews19 followers
August 30, 2016
Wajah-wajah menelan semburan panik.
Tegang menguasai setiap napas.
Jantung berdegup seliar ombak.
Jemari setengah lumpuh. Kebas.
(NPR, hal. 38)

Saya berhenti di empat baris yang tersaji di akhir bab satu, mengulanginya beberapa kali, hanya untuk tertampar kenyataan: betapa piawai seorang Rosi Simamora memainkan kata. Bukan sekadar susunan diksi ajaib melegenda yang belum pernah saya temukan di karya lain, tetapi juga permainan kata serupa larik pada pantun. Diakhiri k-s-k-s. Tak mencolok, tapi saat menyadarinya, keindahan yang disuguhkan buku ini seakan menyeruak ke permukaan.

Berpacu dengan padatnya jadwal kerja, menyisihkan waktu istirahat demi membuka selembar demi selembar petualangan Senna dkk. yang menakjubkan, menjegal keinginin untuk memicingkan mata hingga lembar terakhir dibalikkan. Kemudian menyesal, layaknya santapan nikmat yang telah habis dilahap seketika.

Saya menguatkan hati dan terus bertanya, di mana kiranya kekuatan yang disebut Mbak Rosi sebagai kedigdayaan tiga bab pertama. Negeri Para Roh langsung memberikan jawabannya begitu saya menyelesaikan bab ketiga. Harus berdamai dengan hati dan realita kesibukan agar tak langsung melahap bab empat hingga bab keenam belas.

Alur maju mundur yang dibantu dengan tanggal-tanggal di atasnya, memudahkan saya menyelami peristiwa demi peristiwa. Ada saatnya saya merasa greget, karena lanjutan yang saya tunggu-tunggu harus terpotong oleh kehadiran adegan lain di tanggal yang berbeda. Namun, setelah membaca dan tenggelam lebih jauh di halaman-halaman berikutnya, saya akhirnya mengerti bahwa potongan demi potongan ini dituturkan bertahap untuk menjaga rasa penasaran pembaca. Menyumpal mata agar tetap terbuka lalu menenggak isinya. Kemudian, menyimpan yang terbaik untuk ending-nya.

Kemagisan Suku Asmat digambarkan dengan sangat nyata, seolah saya sendiri turut menyaksikan bagaimana ritual mereka, tarian kemenangan, pengayauan (yang dalam daerah saya juga ada tradisi serupa), hingga perubahan identitas masyarakat yang digambarkan dengan penjualan toren dengan harga tak seberapa demi segenggam tembakau dan segepok uang tunai

Perubahan karakter digambarkan dengan sangat luwes, berproses. Semakin mengerti apa yang dimaksud Mbak Rosi dengan: setiap hal dalam dunia fiksi harus ada sebab musababnya, tidak bisa begitu saja ucuk-ucuk muncul tanpa menyeret pertanyaan dari pembaca. Hara yang manja bertransformasi menjadi gadis yang kuat dan tahan banting, Totopras menemukan Tuhan, Sambudi dihinggapi perasaan lega setelah memaafkan, dan Senna belajar tentang menerima segala keadaan yang telah digariskan, kemudian merelakan.

Ada perjalanan yang mengantarmu ke sebuah dunia baru, ada perjalanan yang mengubahmu selamanya--Bagus Dwi (NPR, hal. 173).

Dan menikmati perjalanan yang disuguhkan oleh buku ini meneguhkan tekad saya untuk belajar menulis lebih baik lagi. Terima kasih Mbak Rosi Simamora & Dody Johanjaya, untuk ilmu tak berkesudahan yang telah sudi dibagikan.



Profile Image for Titi Sanaria.
202 reviews37 followers
November 6, 2015
Let's take a deep breath coz it's gonna be a long review.
Buku ini ditulis berdasarkan kisah nyata kru Jejak Petualang yang mengalami kecelakaan saat longboat yang mereka tumpangi terbalik di perairan Papua.
Aku lumayan familier dengan kisah ini karena aku salah seorang penggemar acara ini, terutama Riyanni Jangkaru. Jadi meski bukan Riyanni yang ikut peliputan Papua ini, aku tetap mengikuti perkembangan kasusnya meski kemudian tidak tahu apa-apa lagi setelah hilangnya Bagus Dwi kemudian tidak ditayangkan lagi.
karena aku juga berasal dari bagian timur Indonesia, di mana kisah-kisah mistis masih punya tempat yang besar di masyarakat, tidak sulit untuk larut dalam kisah ini. Apalagi gaya sastra penulisan Mbak Rosi sangat memikat.
Aku tidak tahu rasanya berjuang hidup mati saat perahu yang kutumpangi terbalik dan tenggelam karena tidak pernah mengalaminya. Tapi karena aku pernah bertugas di daerah pesisir yang terpencil, aku pernah mempertanyakan apakah bisa selamat dan hidup lebih lama saat ketinting yang kugunakan untuk kembali ke 'perabadan' dihantam ombak setinggi beberapa meter. Saat ketintingku berada di atas gelombang, aku melihat perahu dan ketinting lain berada jauh di bawahku. Demikian pula sebaliknya. So, Yes, I knew the feeling saat kita tiba-tiba merasa religius dalam hitungan menit. Saat kita menjadi negosiator ulung dan mengajukan penawaran pada Tuhan tentang hal-hal baik yang akan kita lakukan bila DIA memberikan perpanjangan umur.
Makin mendekati akhir, aku makin menyukai buku ini, di mana pergumulan batin setiap tokoh kian terasa. I got the tears for Bagus Dwi, dan berharap alangkah bagusnya jika dia kemudian bisa kembali. Tapi dalam kehidupan yang nyata, memang ada batas waktu yang membuat kita tahu kapan harus melepas harapan.
Bagian favoritku dalam buku ini adalah 'dialog' Senna dan Bagus yang dimunculkan di hampir semua awal Bab. Saat menyentuh. Kita akan tahu sebagus apa seorang penulis when they got our heart with the words. Dan Mbak Rosi salah satunya.
Aku hanya mau bilang, "Jadi, Ra..."
Profile Image for Arumi E..
Author 28 books97 followers
August 25, 2016

Sebagai seorang yang masih terus belajar menulis, membaca novel ini seperti mendapat banyak pelajaran tentang menulis yang seharusnya. Kosakata yang melimpah, kalimat yang efektif, rangkaian kata-kata menarik menggambarkan suasana mau pun perasaan tokoh-tokohnya hingga terasa nyata.

Sementara sebagai pembaca, saya sangat menikmati jalinan kisah dalam novel ini. Banyak mendapat pengetahuan seperti apa budaya suku Asmat, dongeng-dongengnya yang membuat tercengang dan seperti apa keadaan di sana, dunia yang masih diliputi banyak hal mistis yang entah apakah saya punya kesempatan mengunjunginya. Ikut terhanyut dengan perasaan tokoh-tokohnya yang dikupas satu persatu. Membaca novel ini juga semakin menyadarkan saya, bahwa sebagai manusia hendaknya kita percaya, Tuhan selalu mengurus mahluknya, memberi ujian tapi sekaligus memberikan jalan keluar. Bahwa keajaiban seringkali datang tanpa kita sangka, karenanya harapan haruslah terus ditanam dalam dada. Paling suka dengan kalimat ini : "Jangan khawatir tentang hari esok, karena hari esok memiliki kesusahannya sendiri." (hal.200)

Selain itu kisah ini juga menyadarkan saya, ternyata di balik acara yang menampilkan keindahan pelosok Indonesia, ada kerja super keras menantang bahaya dari kru pembuat acara tersebut. Sementara kami bisa menontonnya dengan santai di depan televisi ditemani kudapan nikmat. Salam hormat kepada para pemberani yang telah menghasilkan karya bermanfaat. Terima kasih Mbak Rosi telah memberi saya banyak pelajaran hanya dengan membaca novel ini :)
Profile Image for Uci .
617 reviews123 followers
October 12, 2018
"Sungguh ironis rasanya, jika Tuhan sampai menyeret mereka ke tengah lautan ganas dengan hanya berpegangan pada dry box, hanya untuk mengingatkan bahwa mereka tidak pernah dibiarkan mengalaminya sendirian. Bahwa Tuhan selalu menyertai dan selalu ada di sana untuk menemani."


Entah kenapa saya baru membaca novel ini sekarang, walaupun sudah meniatkannya bertahun-tahun lalu. Diangkat dari kisah nyata Dody Johanjaya, produser acara TV Jejak Petualang, yang bersama 4 orang krunya mengalami kecelakaan di laut Papua pada tahun 2006, dan baru diselamatkan pada hari kelima setelah mereka terdampar. Sayangnya satu orang kru, Bagus Dwi, terpisah dari yang lain dan dibawa pergi oleh tangan-tangan samudra nan perkasa.

Meskipun kisah-kisah yang melingkupi para karakter dalam novel ini merupakan rekaan penulis, namun petualangan mereka di tengah Suku Asmat serta perjuangan bertahan hidup di laut dan pulau terpencil memang benar-benar terjadi, sehingga saat membacanya terasa begitu mencekam. Tidak percuma Mbak @rosi_simamora melakukan riset langsung ke Papua, karena tulisannya begitu hidup, saya dengan mudah ikut membayangkan berada di sana, ngeri karena kematian sudah di depan mata sekaligus takjub karena dikelilingi keindahan alam paling sempurna selagi terombang-ambing di tengah laut tak bertepi.

"Dan selalu rendah hati, terlebih terhadap alam semesta ini. Yang jemarinya memelihara dengan penuh kasih, namun jari-jari yang sama sanggup merenggut manusia dari kerapuhan tubuh dan ketidakabadian hidup."

Setiap perjalanan selalu ditutup dengan pulang. Bagi Bagus Dwi, kepulangan itu paripurna adanya. 

Kabarnya novel ini segera diangkat ke layar lebar. Tak sabar menantikan seperti apa hasilnya 😊
Profile Image for Paramita Swasti Buwana.
Author 3 books21 followers
September 25, 2016
Negeri Para Roh

Novel pertama karya Mbak Rosi L. Simamora yang saya baca. Kebetulan sekali, novel ini menceritakan tentang kecelakaan tim Jejak Petualang saat berada di perairan Laut Arafuru, yang sejak hanya membaca sinopsisnya membuat saya sangat penasaran. Yah, siapa yang tidak tahu kecelakaan yang terjadi di tahun 2006 itu. Apalagi di tahun-tahun tersebut saya sedang getol-getolnya menyukai acara Jejak Petualang (bahkan sempat menstalking media sosial milik dua presenter acara tersebut, Mbak Riyani Djangkaru dan Mbak Medina Kamil karena terlalu suka). Benar-benar penasaran, seperti apa Mbak Rosi L. Simamora menyajikan cerita tentang mereka? Dan akhirnya terjawab sudah.

Satu komentar yang langsung terlintas di otak saya sejak awal membaca novel ini, ‘Diksi yang indah’.

Jujur saja, saya ini pecinta novel romance comedy yang bisa dikatakan cuek dalam menilai diksi suatu cerita. Kalau membaca novel, yang penting ada momen-momen lucu dan unik yang menghibur, pastilah saya langsung doyan. Tetapi saya juga tidak munafik, saya juga menyukai diksi yang indah. Bahkan cenderung iri pada para penulis yang bisa menyajikan sebuah tulisan dengan diksi yang indah dan berkesinambungan dengan cerita. Dan membaca novel ini membuat saya benar-benar iri. Karena dari awal hingga akhir novel, kita benar-benar disuguhi diksi yang indah dan menghanyutkan.

Sebelum membaca cerita ini, kita sudah diperingatkan bahwa ini hanya sebuah fiksi yang menyesuaikan dengan kejadian tahun 2006 tersebut. Tetapi begitu membacanya, saya benar-benar lupa bahwa ini semua hanya fiksi. Terlalu terhanyut dengan setiap karakter yang diciptakan oleh Mbak Rosi L. Simamora hingga di pikiran saya, seorang Medina Kamil memiliki karakter dan kisah cinta terpendam seperti Hara. Kekesalan yang tidak bisa saya ungkapkan kepada karakter Sambudi. Pujian penuh cinta untuk karakter Bagus. Decak kagum pada sifat kepemimpinan karakter Senna. Dan kegemasan pada karakter Totopras yang sangat mempercayai hal-hal berbau takhayul. Novel ini benar-benar mengaduk-aduk emosi. Hingga ketika menutup novel ini, rasa kehilangan seseorang secerdas Bagus membuat saya ikut sedih (lagi).

Novel yang pastinya saya rekomendasikan. Apalagi untuk kamu pecinta Jejak Petualang. Selami lagi ingatanmu dengan novel Negeri Para Roh.

Berikut ini saya tuliskan beberapa kalimat/paragraf yang saya sukai dalam novel ini (eeerrr kelupaan nyatet halamannya, dan sementara buku lagi dipinjam jadi seadanya aja).
Maaf kalau ada salah nama atau karakter yang disebut, soalnya nulis review ini hanya berdasarkan ingatan saya yang rada-rada.


Mungkin itulah hakikat perjalanan, memberi kita kesempatan untuk mengingat arti rumah dan orang-orang yang kita cintai. Memberi arti kata “menanti” bagi mereka, memberi arti bagi rindu. Memaknai cinta, yang kerap pudar artinya jika tidak kita selingi sesekali dengan jarak dan perjalanan. Dengan rasa kehilangan yang kedalamannya tertakar sempurna.


Tak seorang pun ingin dilupakan. Itu sebab manusia mengabadikan jejaknya pada segala sesuatu yang pernah disentuhnya. Menulis buku. Menjadi penemu. Menjadi kekasih. Memimpin bangsa besar, bahkan yang meninggalkan trauma sekalipun seperti Hitler. Atau sekadar mencoretkan nama di toilet umum pom bensin.


Beginilah cara alam berkenalan dengan manusia, membuat kita terenyak diam seakan-akan jiwa kita dan jiwa alam berpandang-pandangan dengan khusyuk, menjajaki, mencoba saling mengenali.


Kematian tak pernah mudah. Seberapa canggih dan majunya dunia ini, seberapa banyak teori yang telah dibuat di seputar urusan satu ini, penelitian bahkan iman yang lahir dari kepercayaan bahwa ada dunia yang lebih baik dan sempurna di seberang sana, kematian tetap menghadirkan perasaan menggugah yang sama. Perasaan yang merupakan campuran rasa takzim, sedih, pasrah, dan... takut.


Dan selalu rendah hati, terlebih terhadap alam semesta ini. Yang jemarinya memelihara dengan penuh kasih namun jari-jari yang sama itu pula sanggup merenggut manusia dari kerapuhan tubuh dan ketidakabadian hidup.


Ada yang bilang, pada dasarnya semua manusia diciptakan dengan resep dasar yang kurang-lebih sama. Yang membuat berbeda adalah bagaimana mereka dibesarkan, apa saja yang mereka latih dan lakukan berulang-ulang hingga menjadi kebiasaan, dan pengalaman-pengalaman yang perlahan membentuk mereka.
Profile Image for Trisa Yunita.
1 review
August 29, 2016

Semula, tujuan sy meresume Negeri Para Roh hanya untuk memenuhi syarat pelatihan menulisnya mbak Rosi. Diksi yang indah meliuk liuk ibarat jalan di pegunungan, plot maju mundur, tema bernuansa magis, ditambah endingnya yang separuh ngga happy.. membuat saya harus berjuang keras menamatkan buku ini.
Menyelami NPR seperti menyelami lautan kehidupan. Tidak bisa ditelan sekaligus, harus pelan pelan, karena begitu banyak makna tersembunyi di setiap barisnya. Dan tidak boleh berhenti ditengah jalan, karena akan menghantui diri kita dengan pertanyaan..’ teruus akhirnya bagaimana?’

Kita adalah semua peristiwa yang terjadi pada kita, Sambudi pernah membaca entah di mana. Kita adalah keberhasilan dan kegagalan kita, keberanian dan ketakutan kita, suka dan duka kita. Kita adalah bagaimana kita mengolah semua itu. Apakah kita menjadikan luka luka mengubah kita, ataukah kita tetap menolak kalah dan berpegang teguh pada pengharapan. Dan kembali percaya. Pada diri sendiri. Pada orang lain. Pada hidup. (h 163)

Kita selalu ingin memahami segala sesuatu. Pun kematianmu yang tak pernah memiliki jawaban. Dan meski hidup acap merenggut dan memaksaku meninggalkanmu di belakang, malam selalu setia menyeretku padamu. Dan ke pangkuan pertanyaan itu: dimanakah awal kematianmu? Saat kita menentukan tangal keberangkatan? Ketika kita berdiskusi mengenai rute pulang? Ataukah jauh sebelum itu, sejak perjumpaan pertama kita? (h 23)

Negeri Para Ruh berkisah tentang 5 orang kru sebuah stasiun televisi. Mereka adalah Senna sang Pemimpin, Totopras sang Sahabat Setia, Sambudi kameramen utama, Bagus kameramen ke 2 dan Sahara si pembawa acara. Tim ini bertugas meliput tentang kehidupan suku Asmat di Agats. Dan perjalanan liputan mereka yang semula baik baik saja, lancar, sarat makna, walaupun penuh dengan suasana magis dan tragis namun tetap tak memalingkan hati dari keterpukauan.. harus berakhir dengan pahit..

Tepat tanggal 6 bulan 6 tahun 2006. Long boat yang ditumpangi ke5 orang kru ini bersama 3 orang pelaut handalnya saat akan kembali ke Timika, terbalik di tengah Laut Arafuru. Berbekal dry box berukuran 50 cm, empat dari mereka harus bertahan selama 20 jam di tengah amukan laut, sementara seorang lagi terpisah dan terseret arus ke arah berlawanan.

Bagi orang Asmat, kehidupan yang ideal adalah hidup yang rukun dan damai bersama leluhur dan orang-orang yang sudah meninggal. Di dalam keharmonisan inilah, terletak masa depan mereka, sebab mereka percaya jiwa anak-anak mereka harus datang dari seberang, yaitu dari dunia para roh.. (h 179)

Bagi Senna sang Pemimpin rombongan.. pengalaman di Negeri Para Roh adalah pengalaman merelakan kepergian seseorang yang menjadi tanggung jawabnya. Belajar untuk kembali menemukan dirinya sendiri dan menjalankan hidup seperti dulu kembali.

Bagi Totopras, pengalaman terombang ambing di tengah lautan dan hanya berpegangan pada sebuah dry box berukuran 50 cm, mengingatkan dirinya bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan manusia menjalani hidup seorang diri. Bahkan di tengah ganasnya lautan pun, Tuhan mengirimkan sebuah dry box untuk menemani.

Bagi saya, pengalaman membaca NPR, memenuhi batin saya dengan rasa syukur yang luar biasa... bahwa buku ini mampu memberikan pengalaman luar biasa baru bagi batin saya.

Buku dengan 282 halaman ini selesai dalam 5 hari. Setelah sebelumnya gugling tentang kejadian nyata yang menjadi inspirasi utama. 5 hari yg mendebarkan..
Profile Image for Sandra Setiawan.
Author 2 books19 followers
August 21, 2016
Saya percaya bahwa tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Semua berjalan sesuai hukum maha rumit yang otak bodoh manusia sebut kebetulan.
Membaca novel ini seperti membuka lapis demi lapis tentang sebuah keniscayaan yang seringkali tersamarkan gegap dunia. Manusia masa kini, yang begitu mengedepankan logika dan menafikan apa pun selain buah otak mereka yang bahkan mereka sendiri tak menggunakannya semaksimal yang Alam berikan.
Novel ini menabrakkan iman dan logika. Memutarbalikkan fakta dan fiksi. Menjungkirbalikkan nyata dan fana.
Novel ini mengajak kita berdamai dengan masa lalu. Tentang perpisahan yang sering terjadi tanpa permisi. Tentang sesuatu yang tak bisa kita kendalikan. Tentang hal yang lebih baik diikhlaskan saja. Mengajak kita menikmati lalu mensyukuri hari ini karena esok hari memiliki caranya sendiri untuk membawa kita dalam badai yang baru.
Di Negeri Para Roh, bersemayam manusia-manusia primitif yang begitu arif bersanding dengan alam. Novel ini mengajak kita menjadi manusia-manusia itu. Mengenal Tuhan melalui ciptaan dan kekuatanNya yang kasatmata. Kasatmata bagi jiwa-jiwa berhati sehalus beledu.
Bagaimana dengan sukma yang berselaput jelaga?
Negeri Para Roh mengajak untuk kembali ke alam. Membiarkan alam membersihkan jiwa-jiwa yang telah begitu jauh dari penciptaNya dan dengan caraNya.
Bahwa anugrah terbesar yang Langit berikan adalah masih bersatunya raga dan roh. Bahwa kebahagiaan selalu berbanding lurus dengan kebersyukuran.
Negeri Para Roh menampar manusia-manusia yang suka mengeluh. Bahkan hujan yang merupakan berkah Langit pun dikeluhkan. Tahukah kalian, Para Pengeluh? Setetes air itu berjuta makna!
Bahwa Langit memberikan apa yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan. Semua dicukupkan olehNya untuk hambaNya yang mau menghargai pemberianNya. Karena dari situlah kita belajar untuk menerima kelemahan kita. Ketakberdayaan kita terhadap mauNya.
Maka, masihkah kita menggerutu tentang jenis hidup yang telah dianugerahkanNya?
Sebuah novel akan sangat nyaman dibaca jika unsur-unsur pembentuk cerita itu tertata apik. Plot, alur, karakter, deskripsi, setting, time frame, dll jelas dan runut.
Dengan alur maju mundur yang cantik, saya sama sekali tidak dibuat bingung menentukan waktu. Tanpa perlu catatan, saya bisa mengikuti alurnya sejelas moral cerita yang ingin disampaikan.
Tema?
Buat saya, tema adalah bonus. Seperti chef yang dengan bahan yang sama dan nama yang sama tapi mampu mengolahnya menjadi rasa yang berbeda. Tema yang diangkat Negeri Para Roh adalah menu baru. Well, mungkin tidak terlalu baru, tapi jelas bukan tema pasaran.
Saya menyukai novel yang bernas. Yang ketika saya membaca kata ‘Tamat’ saya akan manarik napas lega karena saya mendapat pencerahan. Walau untuk itu saya harus ikhlas tertampar-tampar dengan susunan kalimat yang menusuk sisi kepongahan saya.
Ketika membaca ‘Tamat’ di hari yang sama saya mulai membaca Negeri Para Roh, saya semakin yakin, bahwa sombong adalah hak prerogatif Langit. Jika kamu masih berjenis mahluk, enyahkan rasa itu dari ujung kukumu.
Untuk semua itu, Negeri Para Roh sangat layak mendapat bintang lima.
Author 5 books141 followers
August 26, 2016

Review ini ditulis setelah aku membaca novel ini untuk kedua kalinya. Dulu cuma kasih rate karena sejujurnyaa terlalu banyak yang ingin kutulis jadi aku memilih menunda… bukan karena buku ini tidak bagus, tapi karena terlalu indah hingga sulit bagiku menjabarkannya satu per satu.

Btw, masih sama seperti pertama kali aku baca Negeri Para Roh, tiba-tiba aja mataku terasa panas dan akhirnya nangis. Bagiku, novel ini merefleksikan banyak hal tentang nilai-nilai kehidupan yang sering kali kita lupakan. Contoh kecilnya: tentang bersyukur!

Dimulai dari perjalanan kru tv Jejak Petualang yang mengambil lokasi syuting di Agats. Pembaca dikenalkan pada Senna, Hara, Bagus, Sambudi dan Totopras… tokoh-tokoh tersebut muncul dengan ketidaksempurnaan. Mereka memiliki ketakutan dan hantu masa lalu yang masih setia membayangi.

“Ada perjalanan yang mengantarmu ke sebuah dunia baru, ada perjalanan yang mengubahmu selamanya. Ada perjalanan yang mempertemukanmu dengan seseorang yang akhirnya berarti bagimu…” (H.173)

Setiap tokohnya memiliki porsi yang pas, dan aku salut dengan cara Mbak Rosi menghidupkan mereka. Tidak ada plot yang sia-sia, semuanya terjalin dengan sangat apik walaupun alur yang digunakan maju mundur serta penggunaan 2 POV.

Berlatar di Agats, sebuah daerah yang aku pun baru tahu tapi berkaat deskripsi yang baik, aku bisa membayangkan bagaimana situasi di sana, bagaimana Hara yang manja merasa tidak nyaman. Dan, aku ikut merasakan betapa roh-roh leluhur yang berpadu dengan kehidupan masyarakat setempat menjadi daya tarik yang memikat dalam cerita ini. Mbak Rosi melebur fiksi dan berbagai macam informasi tanpa membuat pembaca merasa bosan dan malah penasaran.

Bab-bab yang membuatku sesak adalah saat Longboat yang mereka tumpangi terbalik. Mereka harus berjuang dan tetap percaya. Percaya bahwa tidak semua bisa diselesaikan dengan logika. Di situlah kita diingatkan, bahwa kita bukanlah apa-apa.

“Hal-hal yang dulu kita sangka abadi, nyatanya tidak pernah kekal…” h.78. (ini favorit bangettt)

Mbak Rosi berhasil menyampaikan pesan kepada para pembaca melalui tokoh-tokohnya dan jauh dari kesan menggurui. Terima kasih Mbak Rosi untuk kisahnya yang memberikan banyak pengetahuan dan makna kehidupan.
1 review
August 30, 2016
Baru selesai membaca novel karya Rosi L. Simamora yang berjudul "Negeri Para Roh". Gak tahan ingin berbagi, karena rasanya sayang buku sebagus ini hanya dinikmati sendiri. Novel ini ditulis berdasarkan kisah nyata kru Jejak Petualang yang sedang mengambil gambar kehidupan suku Asmat di Papua. Dimana lima kru Jejak Petualang mengalami kecelakaan. Longboat yang mereka tumpangi tenggelam di laut Arafura yang ganas. Mereka bertahan hidup di tengah laut dengan hanya berpegangan pada sebuah dry box. Kisah nyata ini diceritakan kembali melalui lima tokoh fiksi yang dibuat oleh penulis. Mereka adalah Senna, Totopras, Bagus, Sambudi, dan Hara.

Buku ini diperkenalkan oleh kak Titi Sanaria dan baru aku dapatkan minggu kemarin. Buku ini keren abisss....bagus pake bangeettt. Seperti pesan penulis yang mengatakan " temukan harta karunmu di buku ini" dan aku pun menemukan banyak harta karun. Tentang bagaimana mempertahankan nyala asa di tengah-tengah keputusasaan, tentang rasa syukur atas nikmat hidup, tentang takdir yang punya jalannya sendiri tanpa bisa kita tebak, tentang kematian yang ada kalanya tak perlu diungkapkan, dan tentang Tuhan yang sedikitpun tak pernah meninggalkan kita dimanapun kita berada sekalipun kita sering lupa akan keberadaanNya.

Penulis sangat halus dan cantik memainkan alur maju mundur dalam penulisannya. Yang aku kagum ketika kisah asmara antara Hara dan Sambudi baru terkuak di akhir cerita. Bahwa mereka memiliki rasa yang sama. Bahwa yang aku kira di awal ada cinta segitiga dengan adanya Bagus yang selalu ada di dekat Hara, sebenarnya tidak. Satu lagi setelah membaca Novel ini aku jadi tahu tentang kehidupan dan ritual-ritual suku pedalaman Asmat yang purba, makna di balik pengayauan yang merupakan tradisi kanibalisme, dan tentang bagaimana roh-roh leluhur yang dihormati sekaligus ditakuti.

Jadi kebanyakan spoilernya yah hehehe... Silahkan baca saja bukunya dijamin anda akan menemukan harta karun seperti saya.
Profile Image for Langit Amaravati.
Author 12 books22 followers
June 16, 2016
Saya menyesal tidak membaca buku ini sejak dulu, sejak hari pertama buku ini sampai di kosan saya berbulan-bulan lalu. Tapi mungkin, setiap cerita selalu menunggu saat paling tepat untuk sampai kepada pembacanya. Dan inilah saat itu, ketika saya berada di tebing kejenuhan, mempertanyakan tentang hidup, tentang perjalanan, tentang arah sebuah kata pulang.

"Mungkin itulah hakikat perjalanan, memberi kita kesempatan untuk mengingat arti rumah dan orang-orang yang kita cintai. Memberi arti 'menanti' bagi mereka, memberi arti bagi rindu."
(Hal 27)

Buku ini bukan hanya sebuah kisah nyata yang dinovelkan, tapi sebuah penuntun bagi mereka yang tersesat. Kisah di dalamnya, pencapaian tokoh-tokohnya, kutipan-kutipannya. Rasanya saya ingin melipat nyaris semua halaman karena begitu banyak kalimat yang ingin saya ingat, kalimat-kalimat yang menguatkan, kalimat-kalimat yang memberi harapan.

Negeri Para Roh memiliki arti yang lebih besar bagi saya, bukan hanya cerita 4 orang penyintas kecelakaan laut, tapi juga menjadi semacam suar, membawa saya kembali ke "daratan". Kepada kesadaran, bahwa cinta dan Tuhan tak patut lagi dipertanyakan. Sebab kedua hal itu sudah membawa jawaban.
Profile Image for Dhani.
257 reviews17 followers
May 12, 2016
Ah,saya jatuh cinta pada semua hal di buku ini. Sebuah kisah yang berasal dari sebuah kisah nyata. Tentang sebuah perjalanan penjelajahan ke sebuah daerah paling ujung Indonesia. Sebuah kisah nyata yang lalu dihadirkan dalam balutan fiksi yang kental.Karakter karakter tokohnya yang kuat, diksinya yang keren, quote quote bagus sepanjang halaman, juga perpindahan waktu yang smooth.Dan iteraksi yang kental di antara tokoh tokohnya.Novel ini bikin saya baper. Kisah saat saat di mana mereka menjelang mengalami musibah, sebelum dan sesudahnya, membuat air mata menggenang,sukar ditahan untuk jatuh.Bagian bagian di mana Sena menyatakan kerinduannya pada Bagus, juga bikin trenyuh, sampai ke hati.Bagian bagian yang bertutur tentang mistisnya Asmat dan kisah kisah yang bertebaran di tanah Asmat, juga menarik dan menambahkan banyak pengetahuan baru. Novel ini filmis banget.Dan senang rasanya, mendengar kabar dari Rosi, bahwa hak untuk memfilmkannya sudah dibeli. Ah nggak sabar nunggu filmnya. Dan mulai menebak siapa yang jadi Sena, Pambudi, Toto, Hara dan Bagus.Semoga saya nggak harus menunggu lama.
Profile Image for Desy.
355 reviews33 followers
October 30, 2015
"Keberanian itu harus dimiliki, Ra. Dilatih setiap hari, setiap saat, karena pada dasarnya manusia itu pencemas dan selalu meragukan dirinya. Suatu hari entah kapan, keberanianmu akan diuji, maka itu penting untuk melatihnya," ucap Bagus beberapa hari yang lalu. "Ingat, jangan khawatir..."

"Ya, ya, ya... Jangan khawatir tentang hari esok, karena hari esok memiliki kesusahannya sendiri," bisik Hara, menirukan kalimat andalan khas Bagus yang senang diulang-ulang laki-laki itu.

•••••

4 bintang. 1 bintang lagi untuk Bagus Dwi, dan rangkaian, jalinan kata dalam kisah ini yang menyenangkan selera berbahasa gua, hahaha... *ga dapet istilah yang tepat XD*
Profile Image for Anggun P.W.
270 reviews91 followers
July 9, 2016
3.5 of 5 stars

Baca buku ini angker banget, selain ceritanya yg banyak mistisnya, angker karena buku ini hasil pinjeman dari proofreader nya langsung (thanks kak dinoy) yg ada tanda tangan penulisnya, pas baca takut bukunya lecek. Hehehehe,

Yg pasti setelah baca ini saya tertarik baca kisah ekspedisinya Michael Rockefeller
Profile Image for Ollyjayzee Ollyjayzee.
Author 12 books79 followers
April 30, 2019
Novel ini sudah lama ada di rak buku saya. Tetapi saya baru berkesempatan membaca kemarin. Saya perlu waktu sehari, dari jam 10 pagi hingga jam 9 malam buat menyelesaikan novel ini. Di sela aktivitas rutin saya.
Kesan saya sejak dari halaman-halaman pertama adalah : gila deh ini novel.
Penulisannya dengan teknik luar biasa.
Kelihatan banget novel ini ditulis oleh profesional.
Oke, sekarang kita bahas satu per satu deh kurang lebih nya novel ini.

Pertama, alur penceritaan.
Saya sampe bengong bacanya. Alur maju mundur ngacak yang luar biasa seksi. Ini kok seperti tarian ya hahaha...
Bagi saya ini luar biasa sekali. Karena penulis harus punya plot kuat banget dan library scene yang sudah matang agar tidak kehilangan jejak untuk mengatur alur bercerita seperti ini.
Usaha yang luar biasa deh.

Kedua, diksi.
Rasanya pengen menjura deh pada penulisnya. Diksinya wow, membuat cerita jadi tidak boros kata, membuat pesan tercapai dengan cara yang indah.
Kedalaman makna di setiap kalimatnya mungkin bisa dicapai oleh orang-orang dengan pengalaman batin yang sudah luar biasa, serta kenyang dengan pengalaman bermain kata.
Pengalaman memang nggak pernah bohong.

Ketiga, setting.
Nggak usah dikomen lagi. Ini setting luar biasa yang membutuhkan riset tidak main-main agar mendapat tulisan seutuh ini.

Keempat, karakter.
Karakterisasi di sini memang bukan poin yang sangat menonjol. Karena pelakunya banyak, sehingga membuatnya hampir rata. Tapi bukan berarti tidak bisa tersaji dengan baik.
Bagus sekali cara menampilkan sifat masing-masing karakter, dengan kupasan-kupasan masa lalu yang disebar di setiap adegan dan dialog.
Keren banget tekniknya.

Tetapi bukan berarti nggak ada kekurangan.
Mungkin karena kita disuguhi bahasa puitis sejak awal, penuh dengan nilai - nilai filsafat hidup, sehingga ketika sampai di sepertiga akhir, jadi agak bosan. Beberapa bagian dia paragraf tersebut membutuhkan usaha agar nggak di skip.

Kekurangan selanjutnya adalah kurang halaman. Alias.... Nggak rela banget kalo cuma berhenti di situ. Karena saya belum dapat klimaks pelepasan si Sena ini untuk mengikhlaskan kepergian Bagus Dwi.
Saya berharap ini akan jadi bagian paling emosional. Tapi kenapa kok nggak dieksekusi.

Kayaknya udah deh itu aja.
Masih ternganga saya setelah baca ini.
Ternganga ngiri pengen nulis seperti itu wkwkwkwk

4.5 bintang buat novel ini.
Profile Image for Lesh✨.
276 reviews5 followers
October 26, 2025
Membaca buku ini tidak hanya memberikan kengerian, tetapi menyisakan kepedihan dan kemagisan mengenai alam Papua.

Cerita ini diambil dari kisah nyata dari kru Jejak Petualang yang melakukan syuting ke Papua. Terdapat lima kru yang bekerja: Senna, Totopras, Sambudi, Hara, dan Bagus. Mereka telah berhasil menyelesaikan tugas liputan dan akan melanjutkan perjalanan menuju Timika sebelum mereka pulang ke Jakarta. Mereka menaiki longboat mengarungi Laut Arafuru.

Perjalanan yang semula tak ada firasat apa pun, diberikan cuaca cerah, seketika berubah mencengkam. Ombak, awan, langit, telah membuat longboat terbalik dan menumpahkan awak kapal berserta isinya.

Senna, Sambudi, Totopras, dan Hara saling memegang drybox berukuran kecil, sementara Bagus terjebak di longboat yang terbalik. Mereka berpisah dan harus berjuang bertahan hidup di pulau terpencil. Di sinilah spiritualitas mereka mulai terbangun. Menanti adanya keajaiban pertolongan, refleksi kehidupan, pengungkapan rasa cinta dan penyesalan, dan makan apa pun yang ada.

Ada banyak bagian yang menambah wawasanku mengenai suku Asmat dalam mengenal roh. Berikut di antaranya:

"Konon katanya roh tidak tahan melihat tulang dan tengko­rak mereka sendiri. Nah, biasanya kalau kematian seperti ini terjadi di sebuah desa Asmat, maka selama waktu tertentu penduduk tidak boleh memainkan musik, bernyanyi, bahkan berteriak. Maksudnya agar roh-roh itu tidak dapat menemukan
dunia orang hidup.”

"Konon Manusia Asmat percaya ada tiga jenis dunia: amat ow campinmi atau yang dikenal dengan alam kehidupan sekarang; dampu ow campinmi yang merupakan alam tempat singgah roh yang telah mati; dan terakhir safan, surga yang abadi itu. Dan roh-roh dapat dilahirkan kembali dalam diri bayi yang baru hadir di antara lingkungan para kerabatnya.

Karenanya, demi menyelamatkan mereka yang hidup dan membalaskan dendam roh-roh itu, manusia Asmat memahat patung yang dinamai dengan nama-nama kerabat yang telah berpulang tersebut. Patung-patung itu akan diperlakukan seperti manusia, dijaga, dipelihara, dan diberi tempat khusus di rumah jew, yaitu rumah adat di mana semua keputusan dan peristiwa penting dalam kehidupan orang Asmat meng­ambil tempat."
Profile Image for Ninna.
2 reviews2 followers
August 25, 2016
Awal mula saya membaca judulnya, saya pikir novel ini merupakan novel fantasy, seperti Lord of The Rings atau Harry Potter, tanpa membaca tagline atasnya "berdasarkan kisah nyata Dody Johanjaya" (Maafkeun...). Lalu ketika saya mulai membaca kata pengantarnya (iya, saya baca dari kata pengantarnya), semenjak dalam otak saya sudah membayangkan kisah epik seperti Lord of The Rings, otak saya sempat nggak nyambung ketika membaca kata "Jejak Petualang, Laut Arafuru, Kisah nyata". Sekali lagi maafkan karena membacanya sambil melantur. Padahal begitu menerima bukunya, saya langsung membaca sinopsis belakang bukunya.

"Pada tanggal 6 Juni 2006, longboat berpenumpang lima kru sebuah stasiun televisi berangkat dari Agats menuju Timika. Mereka adalah Senna, Totopras, Sambudi, Bagus dan Hara.

Belum lagi tengah hari, laut sekonyong mengganas dan longboat terbalik. Berbekal dry box berukuran lima puluh sentimeter persegi, empat dari mereka harus bertahan di tengah amukan Laut Arafuru. Yang seorang lagi terpisah bersama tiga awak perahu, terseret arus ke arah berlawanan.

Negeri Para Roh adalah kisah tentang kelima kru itu. Di negeri itu mereka belajar mengenal manusia Asmat dan relung-relung ritualnya yang purba. Mereka juga menyaksikan bagaimana roh-roh leluhur dihormati dan sekaligus ditakuti, terus diingat dalam patung-patung ukiran, namun juga dibujuk pergi dan diantar ke dunia abadi di balik tempat matahari terbenam.

Bukan itu saja. Di Negeri Para Roh itu pula Senna akhirnya belajar melepaskan, Totopras mengalami Tuhan, Sambudi mencoba merekatkan dirinya yang retak, dan Bagus mendapat keberanian untuk menyatakan cintanya. Dan Hara? Ia menemukan dirinya sendiri.

Namun. Selamatkah mereka?

***

Demikian sinopsis yang ada di cover belakang novel ini. Sebenarnya dari keseluruhan sinopsis ini, saya sudah bisa membayangkan bagaimana alurnya akan berjalan, namun ternyata penulis benar-benar mengemasnya dengan begitu apik, sehingga seringkali membangkitkan rasa penasaran saya. Benar sekali, alur di dalam novel ini termasuk sedikit rumit, apalagi kalau pembacanya sering melantur seperti saya, yang selalu harus membalik halaman kembali setiap menemukan satu kisah yang membuat saya harus memutar ulang apa yang sebelumnya sudah saya baca. Namun tenang saja, walaupun alurnya maju-mundur, penulis selalu menuliskan setting waktunya, bahkan membedakan font tulisannya. Sehingga dari bentuk font kita langsung bisa menyadari (kalau misalnya lupa membaca tahun berapa sebelumnya) kita sedang berhadapan dengan kisah para tokoh di tahun yang mana. Itulah yang pertama kali menjadi guide saya ketika membaca novel ini sehingga saya tidak kehilangan jejak.

Kemudian, walaupun isi novel ini memang sangat berisi, namun rangkaian kalimat yang digunakan oleh penulis benar-benar membuai dan ringan, bahkan sejak pada halaman pertama. Seperti dalam kalimat ini.

Dalam sekejap sisa kalimat itu tertelan jarak dan angin. Penumpang longboat yang baru saja meninggalkan pelukan dermaga menoleh ke belakang, menatap tepian yang semakin menyemut, sejenak terpukau ucapan yang dibuyarkan angin dan dengan lekas hanya tinggal potongan-potongan suara yang timbul tenggelam tanpa arti, dilontarkan laki-laki tua yang sibuk melambai-lambaikan tangan itu.
Apakah itu si pencerita? Ya, ya, itu si pencerita! Tubuhnya yang ringkih bagai terhuyung-huyung, seolah dimabukkan mantra-mantra yang kerap digumamkannya pelan tanpa sadar.
***

Nah, benar kan kalau rangkaian kalimatnya benar-benar puitis namun ringan dan asyik dibaca? Oleh sebab itu, saya benar-benar tertolong ketika membaca novel ini mengingat isinya yang lumayan berat.

Selain novel ini berdasarkan kisah nyata, yang benar-benar pernah terjadi pada tahun 6 Juni 2006 yang lalu, walaupun nama-nama tokohnya diganti, kecuali satu nama dimana buku ini dibuat memang untuk mengenang dan merelakan dirinya, kita di sini juga akan banyak mempelajari kebudayaan suku Asmat. Kebudayaan primitif dan juga purba, namun penulis menceritakan kalau dibalik semua ritual ini, tersimpan sebuah kearifan lokal. Kisah para penyintas lainnya yang berhasil bertahan hidup di ganasnya Samudera. Banyak juga disampaikan kisah-kisah yang pasti membuat kita, warga metropolitan, tercengang-cengang mendengarnya.

Oleh sebab itu juga, tidak heran kalau di dalam novel ini tersebar begitu banyak quote tentang kehidupan yang pasti bisa membuat kita terinspirasi. Seperti quote ini, "Kenapa harus menunggu sampai tidak ada pilihan sih? Toh, hasilnya sama saja, kan? Harus berenang ke pulau itu juga, kan?"
Dan banyak quote-quote lainnya yang mungkin sudah dikutip di dalam review lainnya. Hehehe...

Sebagai penutup, buku ini memang benar-benar berat dan berisi. Namun syukurlah dengan gaya bahasa penulis yang ringan dan sangat mengalir, membuat saya bisa memahaminya dengan lebih mudah dan tetap sangat menikmatinya. Bahkan saya yakin, kalau novel ini, kisah ini, pasti suatu saat akan dibuatkan filmnya, karena benar-benar memberikan inspirasi, tentang bagaimana bertahan hidup di alam liar, menemukan jati diri, berdamai dengan diri sendiri, menemukan tempat untuk pulang kembali, sampai dengan menyadari betapa kita begitu kecil di hadapan Tuhan. Tuhan ada dimana-mana, menjaga kita dan merawat kita dengan cara yang terkadang tidak pernah kita sangka-sangka. Bahkan tentang masalah kematian yang merupakan misteri alam. Kenapa Tuhan menciptakan lalu mengambilnya kembali? Ah, kenapa saya jadi berfilosofi sendiri. Akhir kata, selamat berpetualang ke Negeri Para Roh.
Profile Image for Acariba.
Author 4 books19 followers
September 15, 2016
Saya selalu berpikir bahwa perjalanan itu untuk dirasakan, bukan dituliskan.

Apa yang diharapkan dari sebuah novel yang konon kataya didasarkan dari sebuah kisah nyata? Catatan harian? Rangkaian peristiwa dengan kemungkinan hal yang paling menarik adalah saat kapal mereka mulai terbalik? Semua bayangan itu sudah menuliskan satu kata BOSAN besar dalam hati saya. Bayangan masa lalu tentang diktat kuliah, buku-buku 'biografi' tentang tumbuhan dengan segala definisi riil yang membosankan mulai terbayang. Bahkan reward besar yang membayangi novel ini, hampir tidak mampu membuat saya tertarik. Satu-satunya yang bisa menyelamatkan novel ini untuk akhirnya saya baca adalah promosi mulut dari seorang teman, rekan membaca, yang menggebu-gebu. Kami punya selera yang hampir mirip dalam hal bacaan dan saya pikir, tidak ada salahnya mencoba.

Setidaknya itu sebelum saya membaca buku ini.

Buku ini didasarkan dari kisah nyata kru jejak petualang yang sempat hilang di Laut Arafuru. Awalnya saya pikir buku ini akan berupa biografi atau catatan dari Dody Johanjaya, tapi ternyata itu semua salah. Satu-satunya nama yang nyata adanya hanyalah nama Bagus Dwi. Nama yang sempat menggetarkan saya juga ketika mengetahui informasi tentang hilangnya salah seorang kameramen jejak petualang. selain itu, semua rangkaian kisah para tokoh di novel ini hanyalah fiksi. novel ini seakan paket lengkap dari romansa, petualangan, dongeng dan juga pemikiran-pemikiran bijak.

Romansa dari beberapa tokohnya mengalir lancar. Membuat saya selalu penasaran di awal dengan semua pertanyaan, "Kenapa Sambudi ini bertingkah semacam kampret?" atau "Jadi, Hara ini sebenarnya gimana sih?" dan berakhir dengan pernyataan, "Haiiish, ini sih so sweet, tapi kenapa ada rasa nyesek, tapi keren, tapi...ah ciamik lah!"

Petualangannya juga tidak monoton. Berbeda jauh dengan pikiran awal saya yang merasa bahwa keseruan petualangan hanya ada ketika menceritakan keadaan mereka setelah kapal terbalik, saya menemukan hal lain. Petualangan itu sudah ada sejak awal. Sejak halaman 19 dimana tulisan 'Prolog' terpampang jelas.

Saya adalah seseorang yang selalu suka mendengar cerita masa lalu dari orang lain, atau bahkan masa lalu benda atau tempat. Itu yang mendorong saya untuk meminta waktu "mbolang" pada suami saya, dan nongkrong di kedai kopi, untuk sekedar bicara dengan barista ataupun pengunjung lain. Di buku ini, saya mendapatkan semua cerita indah tentang Saman. Dan unsur dongeng yang disisipkan tentang Saman, menurut saya adalah poin lebih terbesar dari buku ini. Dongeng-dongeng itu dituliskan dengan sangat indah dan juga menarik. Mengingatkan saya akan obrolan menarik dengan orang-orang yang pernah saya temui. Rasa yang diberikan ketika membaca dongeng di buku ini, sama jelasnya seperti mendengar kisah seru dari mulut pelakunya sendiri.

Banyak pemikiran-pemikiran dari tokohnya yang serasa menginspirasi saya. salah satunya yang sangat menginspirasi adalah dialog dari Bagus. Dialog yang mengingatkan perjuangan saya melawan anxiety disorder selama ini. Dialog yang seakan berwujud godam yang menghanta berkali-kali penjara anxiety dalam diri saya. Sebuah nasehat Bagus kepada Hara, tapi seakan, ditujukan khusus kepada saya.
"Keberanian itu harus dimiliki, Ra. Dilatih setiap hari, setiap saat, karena pada dasarnya manusia itu pencemas dan selalu meragukan dirinya. Suatu hari entah kapan, keberanianmu akan diuji dan penting bagimu untuk melatihnya."
Bagi Hara, mungkin keberaniannya di uji pada momen 'suatu hari', tapi saya merasakannya setiap hari. Karena itu, dialog ini benar-benar sangat menginspirasi.

Ada hal yang cukup menarik, dan mengulik sisi prefeksionis (atau malah OCD saya) dari novel ini. Perbedaan font tulisan di beberapa sub bab, mengganggu saya di awal. Membuat saya membuka berkali-kali dan mencari benang merah dari perbedaan font tersebut. Dan saat menemukannya, saya bisa bernapas lega. Alur maju mundur di novel ini disajikan dengan sangat rapi. Perbedaan font menjadi salah satu tanda pergantian waktu, sehingga jauh lebih memudahkan saat membaca.

Dan saat saya menutup buku, saya benar-benar jatuh dalam lautan cinta kepada setiap tokohnya. setiap kisah mereka dan juga kepada Asmat beserta semua dongengnya. Novel ini membawa pandangan baru dalam banyak hal bagi saya. Semua kesombongan langsung runtuh, dan saya jantung saya berdebar, bahkan saat menulis review ini. Saya merasakan kesedihan Senna, saya merasakan kegalauan Sambudi, saya memahami posisi Hara dan tersentuh dengan berkumpulnya lagi Totopras dengan kepercayaannya kepada Tuhan.

Saya berharap, saat nanti diangkat ke layar, filmnya akan sama menariknya dari novelnya. Saya benar-benar menantikannya saat ini
Profile Image for Go Gillian.
24 reviews
October 2, 2016
Satu kata pertama untuk buku ini,"speechless!"

Alur yang dituangkan dalam tulisan ini berjalan maju-mundur dengan sudut pencerita orang pertama dan ketiga. Meski terkesan membingungkan jika dibayangkan, tapi tulisan ini benar-benar terlalu rapi dan justru membuat pembaca menjadi terkesan.

"Kematianmu mengubah segalanya, tapi juga tidak mengubah apapun. Aku hidup,tapi juga mati. Aku takut suatu ketika aku akan terbangun dan menemukan diriku membusuk digerogoti penyesalan dan ribuan pertanyaan yang tidak memiki jawaban. Apa gunanya diselamatkan kalau toh aku kehilangan jiwa... Jiwa yang dengan keras kepala memutuskan untuk terus mencarimu." (Johanjaya)

Pokok utama dari tulisan ini sebenarnya "Mengenang Bagus Dwi" sosok yang dari awal menjadi penyemangat sekaligus pembimbing Hara selama mereka berada di Papua. Hara adalah salah satu kru Jejak Petualang yang terbilang masih amatir dan begitu dibenci Sambudi. Hara si gadis manja.

Petualangan mereka terbilang cukup seru, meski terlalu dramatis bagi Hara akibat tatapan Sambudi padanya. Seru! Bagaimana pun juga ini cerita-cerita Bagus Dwi-lah yang membuat petualangan dramatis Hara menjadi hidup, penuh semangat.

Bagus Dwi memiliki banyak cerita mistis Suku Asmat, saat dia bercerita pada Hara seolah dia menyakini hal-hal yang dianggap takhayul oleh Sambudi maupun Senna. Cerita-cerita yang membuat bulu meremang, cerita-cerita yang terlihat begitu membentuk diri Totopras yang teramat mendewakan takhayul. Tapi, seperti apakah Bagus Dwi?! Tak seperti yang dibayangkan, Bagus sama sekali tak percaya pada kepercayaan suku Asmat, dia percaya Tuhan.

Hingga suatu hari ketika salah satu penduduk setempat peninggal dunia, seorang dukun mencium bau pada diri Bagus untuk segera mengguling-gulingkan dirinya di lumpur supaya tidak ada roh jahat mengikutinya, Bagus mengacuhkannya. Apakah luka Bagus yang sampai bernanah yang diobati Hara dengan paksa itu juga salah satu pertanda?

Dukun itu bertindak! Mencegah! Memberikan petunjuk bagi mereka! Terkesan seperti orang gila! Tak rasional! Takhayul! Benar-benar tak sampai ke logika! Hancur di tengah-tengah!

Itulah yang membuat mereka berlima kembali ke Jakarta pada tanggal keramat bagi si dukun. Mereka tak percaya, terutama Sambudi dengan segala keegoisannya dan Senna tak mampu melakukan apapun kecuali meng-Iya-kan rencana kepulangan mereka karena baginya ucapan yang keluar dari dukun hanyalah omong kosong.

Di sini lah saya mulai was-was dengan Bagus, saya benar-benar tidak membuka halaman terakhir saat membaca, saya tidak tahu siapa yang meninggal. Saya menebak-nebak dari awal, saya pikir Sambudi, saya pikir ini seperti cerita-cerita roman. Di mana fokus Sambudi dan Hara terlalu jeli untuk diacuhkan. Di mana Sambudi terserang malaria. Lalu menebak lagi, apakah Totopras? Biasanya tokoh pendiam seperti Totopras-lah yang dibuat mati, yang meski ini kisah nyata Totopras lah yang biasanya pertama digulingkan.

Dukun itu lah yang mengingatkan kembali pada Bagus! was-was saat Bagus terpisah dengan kru jejak petualang yang lain. Tapi, juga masih berharap Bagus selamat lebih dulu karena dia bersama 3 kru awak loangboats berpengalaman dari Agats.

Terombang-ambing ombak memikirkan Bagus. Bertahan hidup di atas gosong pasir dengan siput dan ikan seukuran jari tengah, selalu berharap hujan turun, selalu berharap Bagus datang menjemput mereka bersama rombongan TIM SAR.

Setiap kru Jejak petualang mendapatkan sesuatu di luar diri mereka setelah selamat dari bahaya, tapi tentu apa yang mereka dapatkan juga meminta korban. Dari mulai Senna yang akhirnya belajar melepaskan, Totopras mengalami sentuhan Tuhan paling dasyat baginya, Sambudi mulai menyadari dirinya harus kembali pada sosoknya yang dia hilangkan pada dirinya, dan Hara akhirnya menemukan dirinya sendiri.

Saya pikir, jika kita masuk ke dalam sekelompok anggota yang percaya pada ritual purba, pada dukun, mungkin tidak ada salahnya mempercayai mereka. Bagaimana pun kita mempercayai Tuhan, tetapi ketika kita terperangkap di suatu pulau di mana 1000 orang percaya takhayul dan 1 dirimu yang percaya akan Tuhan, maka Takhayul lah yang akan berjalan, meski sebenarnya tangan Tuhanlah yang bermain.

4.5 jempol untuk buku ini! Keren! Seru! Mengharukan!
Salam Jejak Petualang! :')


Profile Image for Pio Pio.
Author 106 books2 followers
August 18, 2016
Ketika saya membaca judul dan sinopsis Negeri Para Roh, ekspetasi saya langsung melejit pada novel karangan Daniel Defoe yang berjudul Robinson Crusoe. Dimana buku tersebut menyajikan kisah petualangan seseorang yang terdampar di sebuah pulau tak berpenghuni, dan bagaimana proses bertahan hidup. Tentunya kisah semacam itu sangat menarik meskipun tokoh hanya seorang diri.

Ekspetasi saya juga sempat terbesit seperti kisah yang diceritakan di novel Survive yang ditulis oleh Nugraha Wasistha. Yakni menceritakan sekelompok orang terdampar di sebuah pulau dengan skoci mereka. Rasa penasaran dan ketegangan terus menyelimuti sepanjang cerita bergulir.

Negeri Para Roh sendiri adalah sajian kisah yang cukup menarik dan berbeda. Konon kisah ini diangkat berdasarkan pengalaman hidup Dody Johanjaya beserta teman-temannya yang tergabung dalam kru sebuah acara televisi. Mereka melakukan perjalanan pulang menuju Timika selepas meliput kehidupan penduduk suku Asmat di Agats. Dalam perjalanan longboat yang mereka tumpangi tergulung ombak dan para kru tersebut terhempas ke dalam lautan Arafuru yangmana pada saat itu sedang tidak bersahabat. Para kru pun terombang-ambing di tengah laut dan berjuang antara hidup dan mati.

Tentu saja di dalam buku Negeri Para Roh nama-nama kru tersebut sudah menggunakan nama pengganti. Meski ada sekian jumlah kru yang berada di longboat yang terkena musibah, setidaknya ada 5 nama tokoh yang menonjol dalam buku ini. Mereka adalah Hara, Sambudi, Senna, Totopras, dan Bagus.

Kisah dalam buku ini dapat saya kiaskan ibarat batang pohon dan rantingnya. Batang pohon tersebut adalah inti bagian cerita dan ranting-rantingnya adalah penghias batang pohon itu sendiri.

Ada tiga rentang waktu dalam buku ini yaitu waktu sekarang(2015), waktu lampau dimana musibah terjadi (6 Juni 2006), dan waktu lampau sebelum musibah terjadi (Sebelum tanggal 6 Juni 2006). Jadi plot cerita bergerak maju-mundur-maju. Agak rumit namun cukup menarik.

Kisah ini berangkat dari satu inti kejadian dimana para kru mengalami musibah di laut Arafuru (yang saya sebut sebagai batang pohon), lalu bergerak ke belakang mengenai aktivitas para kru sebelum musibah terjadi (yang saya sebut sebagai ranting pohon).

Kegiatan mereka sebelum musibah terjadi adalah meliput kehidupan penduduk suku Asmat. Dari situlah ranting-ranting pohon yang saya kiaskan, bergulir dan menggerakan alur dari cerita ini. Jadi, mulai dari batang, ranting, batang, ranting, dan seterusnya hingga batang dan ranting bertemu di bagian pucuk atau akhir dari kisah ini.

Jika digambarkan sebuah grafik emosi, bagian ranting dan pohon itu akan naik turun. Emosi naik ketika berada di bagian batang yaitu waktu terjadinya musibah. Kita akan merasakan ketegangan, dan rasa penasaran bagaimana mereka mampu bertahan hidup di tengah laut sampai akhirnya menemukan sebuah pulau kecil dimana mendapatkan setitik air yang dapat diminum saja susah.

Sebaliknya terlalu banyaknya kejadian di masa sebelumnya dan informasi-informasi yang diberikan sebagai bagian dari ‘penghias cerita’ membuat emosi membaca akan turun, di bagian ranting ini, meskipun alur penghias disampaikan dengan sangat menarik.

Emosi juga sedikit menurun ketika cerita bergerak di waktu sekarang, dimana suara hati Senna yang tengah teringat akan kejadian/musibah tersebut. Namun dengan cepat emosi akan kembali bangkit ketika kisah bergulir lagi di bagian saat musibah terjadi.

Nampaknya ekspetasi petualangan yang saya ciptakan sejak sebelum membaca buku ini sangat berpengaruh. Selain itu, bumbu roman juga begitu terasa sebagai bagian dari penghias kisah ini yakni antara Bagus, Sambudi dan Hara.

Emosi akan sama-sama berada dipucuk atau puncaknya ketika mereka kehilangan salah seorang bagian dari tim.



Profile Image for Iyesari.
1 review
October 12, 2016
Fiiuuhh... Setelah satu minggu, akhirnya saya bisa selesai juga baca ceritanya. Bukan berarti saya butuh waktu satu minggu untuk melibas habis ceritanya, saya hanya butuh satu malam saya untuk ikut masuk ke dalam sihir yang dibuat oleh Mbak Rosi di dalm cerita ini.

Satu minggu setelah bukunya sampe, saya bawa serta ke Bandung. Niatnya ingin dibaca selagi saya meng-explore Bandung, tapi saya tau kalau untuk membaca buku ini saya harus fokus, dan saya benar, setelah pulang dari kota kembang itu dan setelah habis baca bab satu, saya nggak bisa berhenti baca.

Dari Cover itu sudah menunjukkan isi cerita dan dari pilihan gambar dan warnanya, itu mencerminkan penulisnya sekali. Hehe... Satu kata yang bisa saya ungkapkan "merinding" bahkan dari membaca catatan penulis, saya sudah merasakan hal itu. Lalu, bab satu sampai seterusnya, tetap membuat saya merinding.

Ada banyak sekali pesan dan makna hidup dalam cerita ini. Pun ada banyak sekali pelajaran yang bisa kita petik. Tentang percaya pada Tuhan, tentang belajar memaafkan, tentang keberanian, tentang menemukan jati diri dan tentang melepaskan, merelakan kepergian sahabat yang akan selalu dikenang. (Nulis ini aja masih merinding. Dasyat bgt) komplit pokoknya.

Cerita ini alurnya maju mundur, awalnya kita dibawa ke masa lalu, kemudian di bawa lagi ke masa depan, dan dibawa lagi ke masa lalu. Untuk alur cerita yang seperti ini, seorang penulis harus pintar menceritakan dengan bahasa yang pas dan tidak membingungkan, dan Mbak Rosi pintar sekali menyulap kata demi kata seperti sihir yang menghipnotis pembacanya. Saya sama sekali tidak dibuat bingung, bahkan terhanyut dengan pilihan diksi yang baru saya lenali. Saya benar-benar takjub dengan alurnya, seolah-olah saya sedang menonton cerita ini, bukannya sedang membaca

Keempat tokoh dalam cerita ini juga memiliki karakter yang kuat dan mereka memiliki cara mereka sendiri-sendiri untuk membuat saya mencintai mereka. Senna sebagai pemimpin yang memiliki jiwa bertanggung jawab penuh terhadap teman-temannya. Totopras yang akhirnya membuktikan bahwa Tuhan memang tidak pernah tidur. Sambudi yang, aaahh nyebelin awalnya, tapi akhirnya dia berani untuk mencoba lagi mencintai seseorang. Hara yang luar biasa sekali perubahannya, dari anak manja penakut menjadi gadis yang luar biasa tangguh, yang menyemangati teman-temannya di pantai itu.

Lalu, Bagus... Saya selalu merinding dengan mata berkaca-kaca ketika membaca namanya. Aaah, seandainya Bagus bisa ditemukan, cerita ini akan menjadi berbeda tanpa ada rasa sesak akibat kehilangan. Ya, bahkan saya yang seorang pembaca pun merasa kehilangan dan berharap Bagus bisa selamat. Hiks...

Semuanya terasa begitu nyata. Seolah-olah saya menyaksikan langsung hal itu. Terumata cerita-cerita yang didongengkan oleh si pencerita, terasa kental sekali magisnya. Dan saya bertanya-tanya apakah cerita pengayuan itu benar-benar ada?

Catatan penting ketika membaca cerita ini, kita juga harus mengenal daerah Agats itu seperti apa. Karena tidak semua orang pernah ke sana jadi suasana dan kondisi daerahnya belum tergambar. Jadi, saya searching dulu di internet tempatnya biar lebih mendalami pas membaca. Dan itu berhasil...^^

Terakhir. Kakak saya yang liat buku ini langsung berkomentar. "Ceritanya pasti berat ya?" Saya langsung membantah dan bercerita singkat versi saya. Selain cerita yang membuat perasaan kita terombang-ambing, kita juga dibuat tertawa dengan kehadiran Valentino Rossi yang tanpa bisa diduga di detik-detik ketegangan longboat menerjang ombak besar.

Terus, kalimat "Ibu... ada om-om di gerbang. Nggak tau siapa." Sukses bikin saya ngakak...


Terima kasih untuk cerita yang luar biasa ini...
Profile Image for K.Y. K.Y..
Author 10 books32 followers
August 17, 2016
Delapan jam melahap buku ini. Tulisan yang bernas.

Hasilnya : 1 bintang untuk temanya, 1 bintang untuk gaya berceritanya, 1 bintang untuk plot yang sangat rapi, 1 bintang untuk karakter yang hidup & berkembang, dan 1 bintang terakhir untuk riset yang luar biasa sebagai latar ceritanya.

Andaikan penulisnya tidak memiliki kemampuan menulis yang mumpuni, novel ini hanya akan berisi catatan harian seorang penyintas.

Apa yang membuat berbeda?
Cara penulis untuk membuat alur maju mundur yang menarik. Selipan sudut pandang pertama di antara sudut pandang orang ketiga yang terasa pas dan tidak berkesan memaksa. Permainan jenis font untuk membedakan sudut pandang itu juga membantu saya untuk mengenali pergantian tersebut. Hentakan di prolog dan bab satu, membuat saya penasaran untuk terus membaca.

Dua hal diceritakan secara berbarengan, runutan kejadian berupa flashback dan isi pemikiran tokoh Senna di masa kini. Keduanya bertemu dengan cantik di bagian akhirnya.

Khusus tentang gaya berceritanya, yang membuat saya senang membaca buku ini adalah keluwesan dialog. Ber-lo-gue di saat dibutuhkan karena memang latar belakang para tokoh yang berasal dari Jakarta. Atau ber aku-kamu di saat yang tepat, atau dialog berdialek setempat yang terasa sangat hidup di pikiran saya. Seolah saya mendengar sendiri dialek yang khas itu. Saya penggila keluwesan cerita semacam ini, jadi hat off buat penulisnya.

Keindahan diksi patut diacungi jempol, selama membaca buku setebal 282 halaman ini, saya mencatat ada belasan kata baru yang bisa saya adopsi dalam daftar kosakata baru saya. Makasi ^^

Saya akan merekomendasikan buku ini bagi penulis pemula (menunjuk diri sendiri) bagaimana bermain dengan kata dan majas hingga menjadi rangkaian kalimat yang enak dibaca.

Adegan di halaman 90 berkesan, saat kapak terbalik, saya bisa membayangkan suasana yang mencekam saat itu. Halaman 102, pesan moralnya sangat menyentuh, saya suka. Ada beberapa kalimat yang membuat saya tersenyum.

Ada hal kecil yang mengganjal, mungkin karena saya orang awam dalam dunia penyintas dan pertelevisian, diceritakan selama dua bulan mereka mengadakan syuting acara TV Petualang yang hanya sekitar duapuluh menit tayangan tanpa iklan, tapi tidak diceritakan apakah mereka dikejar deadline untuk mengisi acara tersebut? Apa yang ditayangkan oleh stasiun TV mereka selama mereka syuting di sana? Mungkin saya kelewat mengenai ini.

Sebenarnya saya berharap ada peta di bagian depan novel ini agar bisa membayangkan di mana Agats, di mana lautan yang membuat kapal mereka terbalik dan tempat lainnya.

Halaman 47 : sedikit terganggu dengan kontradiksi yang saya rasakan. Diceritakan Senna adalah orang yang sudah menghapus kata lengah di dalam kamus hidupnya tetapi di halaman berikutnya dia membiarkan teman-temannya untuk tidak memakai life vest, sedangkan dia tau hal itu adalah mutlak.

Halaman 74 : kalimat Hara kurang tanda kutip penutup di akhir kalimat. Setelah kata beradab.

Halaman 118 : tiang bis, apakah maksudnya tiang bisip?

Sebagai penutup, bagi saya buku ini memberi inspiratif, bagi pencinta alam, bagi penulis dan bagi orang (saya) yang sedang memahami apa arti iman kepada Sang Pencipta.
1 review
September 30, 2016
Pertama kali, saya memegang paket dengan bungkus coklat berlabel gramedia, saya senang bukan main. Tergesa membuka pembungusnya, makin senanglah saya menimang novel Negeri Para Roh ini. Sangat puas dengan bobot dan kemasannya. Cover artistik yang menarik minat mengetahui isi di dalamnya. Dan setelah selesai melibas habis seluruh isi cerita ini dengan jeda ekspresi yang sering membuat saya tidak bisa berkata-kata pada setiap kisah yang digoreskan, saya merasa beruntung memiliki novel ini. Tidak sia-sia, saya berburu novel ini berhari-hari.

Saya pembaca yang memiliki kebiasaan membaca satu bab di akhir cerita untuk menentukan apakah saya berminat meneruskan mengikuti kisah di novel tersebut. Apakah alurnya tertebak dengan mudah ketika saya membaca satu bab akhir cerita atau tidak. Pemikiran saya setiap bertemu novel baru. Sehingga ketika saya memulai membaca satu halaman terakhir -dan bukan satu bab terakhir- membuat saya ingin segera menyelami cerita ini dari awal tanpa bisa berhenti membacanya hingga akhir.

Gaya bercerita Mbak Rosi yang saya akui tidak dimiliki oleh penulis lain. Setiap kata-katanya seperti mengandung puisi. Pemilihan kata yang tidak biasa. Alur yang teratur dan rapi. Saya benar-benar terpesona dengan tulisan Mbak Rosi.

Novel ini memang berdasarkan kisah nyata, tetapi kisah dengan format novel fiksi ini lebih dari mampu mengajak pembacanya untuk ikut larut ke dalam tiap kata yang dituangkan. Saya seperti merasa ikut andil ke dalam setiap peristiwa yang diceritakan.

Negeri Para Roh ini sarat akan makna dan pelajaran. Bermula dari kelima kru sebuah stasiun televisi yang melakukan perjalanan ke tempat di mana suku Asmat masih sangat kental dengan kepercayaan hubungan masyarakatnya dengan roh para leluhur dan ritual-ritual purba yang terkesan sadis dan mengerikan. Betapa hal-hal itu membuka mata mereka tentang kehidupan suku Asmat yang tiap kisah leluhurnya dilontarkan oleh sang dukun membuat bergidik.

Negeri Para roh adalah sebuah kisah yang membuat pembacanya berdiri di tengah-tengah kepercayaan takhayul dan kuasa Tuhan. Negeri di mana kelima kru itu terseret oleh takhayul, merasakan kentalnya hal-hal magis yang dipercayai suku Asmat. Negeri di mana ketika dengan perdebatang yang pertama kalinya terjadi membawa mereka ke dalam bencana amukan ombak yang membalikkan longboat mereka di tengah-tengah laut. Negeri di mana mereka mati-matian bertahan hidup menunggu untuk diselamatkan.

Pengalaman yang dilalui Senna, Totopras, Sambudi, Bagus, dan Hara di negeri para roh itu tidak hanya mengubah hidup mereka menjadi lebih baik, sebagai pembaca kisah pengalaman mereka pun, saya juga mengalami perubahan tekad terhadap prinsip hidup saya. Ketika membaca sampai di pertengahan novel ini sesekali saya menangis dan sejenak merenung. Novel ini benar-benar memberikan sentuhan magis tersendiri untuk saya. Bahkan, saat saya selesai membaca dan menuliskan review ini pun, saya tidak bisa berkata-kata dan hanya memandang layar laptop.
Profile Image for Pipit Mentari.
1 review2 followers
October 4, 2016
Membaca buku ini serasa ikut terombang-ambing dalam gelombang perasaan yang diceritakan dengan apik oleh penulisnya, terlebih dengan alur cerita maju dan mundurnya. Ketika ketegangan begitu memuncak, penulis memberi jeda melalui kisah tentang adat istiadat suku Asmat melalui cerita para tokohnya dalam alur mundur, membuat saya sebagai pembaca terus ingin melanjutkan membaca tanpa melewatkan satu halaman pun.

Novel ini berkisah tentang lima kru sebuah stasiun televisi: Senna, Totopras, Sambudi, Bagus, dan Hara yang terdampar di sebuah pulau setelah semalaman terombang-ambing di tengah Laut Arafuru. Membayangkannya saja sudah membuat saya bergidik, apalagi ketika mengetahui bahwa kisah ini diambil dari kisah nyata. Lima orang dengan karakter masing-masing harus menyatukan hati dan harapan ketika dihadapkan pada sebuah perjalanan yang tidak akan mereka tahu ujungnya.

Pada halaman 173 dituliskan, "Ada perjalanan yang mengantarmu ke sebuah dunia baru, ada perjalanan yang mengubahmu selamanya, ada perjalanan yang mempertemukanmu dengan seseorang yang akhirnya berarti bagimu, ada perjalanan yang membuatmu bertemu dengan dirimu yang baru, perjalanan yang akan kamu ingat untuk selamanya."

Bagi saya, mengikuti perjalanan mereka melalui novel ini mengingatkan saya akan beberapa hal: tentang arti mensyukuri hal sekecil apa pun, tentang arti berdamai dengan diri kita dan masa lalu yang kita miliki, dan tentang tetap memiliki keyakinan bahwa bahkan di saat kita tengah merasa sendiri dan tidak berdaya, sesungguhnya Tuhan tidak pernah berpaling dari kita. Dia selalu ada untuk menjaga dan memelihara kita. Yang kita butuhkan hanya keyakinan akan hal itu. Bahwa perhitungan manusia di atas kertas sama sekali tidak berlaku bagi Tuhan. Jika Dia sudah menghendaki sesuatu terjadi, maka terjadilah, begitu pun sebaliknya.

Ada satu adegan di halaman 194 yang membuat bulu kuduk saya meremang, terharu, dan merasa damai pada saat bersamaan. "Lihat ke atas," Totopras terdengar berbisik. Dan mereka menengadahkan wajah, lalu terkesiap menahan napas. Di sana, jauh tinggi di atas, kubah raksasa hitam itu penuh kerlipan cahaya, jutaan mata Ilahi mengerjap-ngerjap menatap mereka. Dan sejenak jantung mereka berhenti, seolah-olah khusyuk mengheningkan cipta. Menyadari, meskipun seolah Tuhan berpaling dari mereka, sesungguhnya Dia tidak pernah pergi.

Usai membaca novel ini, hati saya pun basah. Betapa Tuhan begitu menyayangi kita. Dia tidak akan memberikan kita ujian yang tidak sanggup kita lewati. Betapa Dia selalu menyediakan apa yang kita butuhkan asalkan kita mau berusaha. Dan betapa kuasa-Nya begitu besar. Sungguh sebuah novel yang penuh inspirasi.
Profile Image for Puji Ra.
1 review2 followers
September 11, 2016
Membaca judulnya saja 'Negeri Para Roh' saya pikir novel ini mengisahkan tentang hantu yang menyeramkan. Oh, dugaanku salah ternyata NPR menceritakan lima kru Jejak Petualang yang mengalami kecelakaan loangboat terbalik di Laut Arafuru. Kelima orang tersebut adalah Senna, Totopras, Sambudi, Hara dan Bagus. Di mana Bagus dan tiga awak perahu harus terpisah dengan keempat kawannya pada 6 Juni 2006 yang hingga saat ini menghilang dan tidak ditemukan. Sementara itu Senna, Totopras, Sambudi,dan Hara harus bertahan di amukan laut dan melawan ombak hanya berbekal dry box ukuran lima puluh sentimeter persegi. Setelahnya dua puluh jam setelah loangboat terbalik, mereka menemukan daratan yang dikiranya sebuah pulau ternyata hanyalah gosong pasir yang bisa akan hilang oleh air pasang. Mereka harus berenang dengan dry box menuju pulau seberang. Mereka bertahan beberapa dengan makan siput kecil, mencari tetesan air hujan untuk minum sambil mencari pertolongan.
"Menanti adalah siksaan, terlebih jika menaruh segenap harapan di ujungnya." salah satu kalimat kutipan dalam NPR halaman 238.
"Kadang-kadang kita membutuhkan kemenangan kecil untuk menjadi berani,"kutipan yang saya suka cari NPR halaman 244
Kisah Negeri Para Roh diambil dari kisah nyata. Kak Rosi L Simamora mengemas kisah dengan kalimat yang mudah dipahami oleh pembaca. Pembaca diajak berpetualang menyelami kehidupan Suku Asmat dan relung-relung ritualnya yang purba. Roh-roh leluhur dihormati dan ditakuti, terus diingat dalam patung-patung ukiran, namun juga dibujuk pergi dan di antar ke dunia abadislamanya dibalik tempat matahari terbenam.
Novel yang sangat-sangat bagus dan wajib dibaca oleh semua orang. Akan banyak pelajaran berharga yang kita petik dari kisah ini, tentang kematian, harapan, rasa syukur, dan kita belajar serta memahami kehidupan Suku Asmat.
Displaying 1 - 30 of 87 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.