Jump to ratings and reviews
Rate this book

Melipat Jarak: Sepilihan Sajak

Rate this book
SAJAK-SAJAK KECIL TENTANG CINTA

/1/
mencintai angin
harus menjadi siut
mencintai air
harus menjadi ricik
mencintai gunung
harus menjadi terjal
mencintai api
harus menjadi jilat

/2/
mencintai cakrawala
harus menebas jarak

/3/
mencintai-Mu
harus menjelma aku

Melipat Jarak berisi 75 sajak yang dipilih dari buku-buku puisi karya Sapardi Djoko Damono yang terbit antara 1998- 2015 yakni Arloji, Ayat-ayat Api, Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro?, Mata Jendela, Kolam, Namaku Sita, Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita, dan Babad Batu.

188 pages, Paperback

First published November 12, 2015

57 people are currently reading
827 people want to read

About the author

Sapardi Djoko Damono

72 books1,588 followers
Riwayat hidup
Masa mudanya dihabiskan di Surakarta. Pada masa ini ia sudah menulis sejumlah karya yang dikirimkan ke majalah-majalah. Kesukaannya menulis ini berkembang saat ia menempuh kuliah di bidang bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sejak tahun 1974 ia mengajar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Indonesia, namun kini telah pensiun. Ia pernah menjadi dekan di sana dan juga menjadi guru besar. Pada masa tersebut ia juga menjadi redaktur pada majalah "Horison", "Basis", dan "Kalam".

Sapardi Djoko Damono banyak menerima penghargaan. Pada tahun 1986 SDD mendapatkan anugerah SEA Write Award. Ia juga penerima penghargaan Achmad Bakrie pada tahun 2003. Ia adalah salah seorang pendiri Yayasan Lontar.

Karya-karya
Sajak-sajak SDD, begitu ia sering dijuluki, telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Sampai sekarang telah ada delapan kumpulan puisinya yang diterbitkan. Ia tidak saja menulis puisi, tetapi juga menerjemahkan berbagai karya asing, menulis esei, serta menulis sejumlah kolom/artikel di surat kabar, termasuk kolom sepak bola.

Beberapa puisinya sangat populer dan banyak orang yang mengenalinya, seperti Aku Ingin (sering kali dituliskan bait pertamanya pada undangan perkawinan), Hujan Bulan Juni, Pada Suatu Hari Nanti, Akulah si Telaga, dan Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari. Kepopuleran puisi-puisi ini sebagian disebabkan musikalisasi terhadapnya. Yang terkenal terutama adalah oleh Reda Gaudiamo dan Tatyana (tergabung dalam duet "Dua Ibu"). Ananda Sukarlan pada tahun 2007 juga melakukan interpretasi atas beberapa karya SDD.

Berikut adalah karya-karya SDD (berupa kumpulan puisi), serta beberapa esei.

Kumpulan Puisi/Prosa

* "Duka-Mu Abadi", Bandung (1969)
* "Lelaki Tua dan Laut" (1973; terjemahan karya Ernest Hemingway)
* "Mata Pisau" (1974)
* "Sepilihan Sajak George Seferis" (1975; terjemahan karya George Seferis)
* "Puisi Klasik Cina" (1976; terjemahan)
* "Lirik Klasik Parsi" (1977; terjemahan)
* "Dongeng-dongeng Asia untuk Anak-anak" (1982, Pustaka Jaya)
* "Perahu Kertas" (1983)
* "Sihir Hujan" (1984; mendapat penghargaan Puisi Putera II di Malaysia)
* "Water Color Poems" (1986; translated by J.H. McGlynn)
* "Suddenly the night: the poetry of Sapardi Djoko Damono" (1988; translated by J.H. McGlynn)
* "Afrika yang Resah (1988; terjemahan)
* "Mendorong Jack Kuntikunti: Sepilihan Sajak dari Australia" (1991; antologi sajak Australia, dikerjakan bersama R:F: Brissenden dan David Broks)
* "Hujan Bulan Juni" (1994)
* "Black Magic Rain" (translated by Harry G Aveling)
* "Arloji" (1998)
* "Ayat-ayat Api" (2000)
* "Pengarang Telah Mati" (2001; kumpulan cerpen)
* "Mata Jendela" (2002)
* "Ada Berita Apa hari ini, Den Sastro?" (2002)
* "Membunuh Orang Gila" (2003; kumpulan cerpen)
* "Nona Koelit Koetjing :Antologi cerita pendek Indonesia periode awal (1870an - 1910an)" (2005; salah seorang penyusun)
* "Mantra Orang Jawa" (2005; puitisasi mantera tradisional Jawa dalam bahasa Indonesia)

Musikalisasi Puisi

Musikalisasi puisi karya SDD sebetulnya bukan karyanya sendiri, tetapi ia terlibat di dalamnya.

* Album "Hujan Bulan Juni" (1990) dari duet Reda dan Ari Malibu.
* Album "Hujan Dalam Komposisi" (1996) dari duet Reda dan Ari.
* Album "Gadis Kecil" dari duet Dua Ibu
* Album "Becoming Dew" (2007) dari duet Reda dan Ari Malibu
* satu lagu dari "Soundtrack Cinta dalam Sepotong Roti", berjudul Aku Ingin, diambil dari sajaknya dengan judul sama, digarap bersama Dwiki Dharmawan dan AGS Arya Dwipayana, dibawakan oleh Ratna Octaviani.

Ananda Sukarlan pada Tahun Baru 2008 juga mengadakan konser kantata "Ars Amatoria" yang berisi interpretasinya atas puisi-puisi SDD.

Buku

* "Sastra Lisan Indonesia" (1983), ditulis bersama Subagio Sastrowardoyo dan A. Kasim Achmad. Seri Bunga Rampai Sastra ASEAN.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
210 (38%)
4 stars
234 (42%)
3 stars
79 (14%)
2 stars
13 (2%)
1 star
15 (2%)
Displaying 1 - 30 of 74 reviews
Profile Image for Utha.
824 reviews398 followers
January 12, 2016
Nyaris semuanya favorit. Yang jelas, Pak Sapardi menorehkan magis pada tiap kata di puisinya... :')
Profile Image for Farissa.
237 reviews28 followers
February 28, 2016
Kau pun buru-buru menangkap doa yang baru selesai kauucapkan dan memenjarakannya di selembar kertas. Ia abadi di situ.

Ia sudah mulai merasa tenang di lembaran kertas yang hening ketika malam ini kau melisankannya keras-keras. Alangkah indah bunyinya.

Tidak ada yang pernah mengatakan padaku seperti apa hubunganmu dengan doa itu.
Profile Image for Teguh.
Author 10 books335 followers
February 27, 2016
Eyang, saya selalu jatuh cinta pada kalimat yang engkau ramu, bait yang engkau anggit, dan makna yang diam-diam engkau sisipkan dan nasihatkan pada kami, anak-anak muda, yang tidak sebanyak engkau dalam banyak hal. Tetap sehat Eyang, terus nulis puisi yaaaa
Profile Image for cindy.
1,981 reviews156 followers
July 27, 2016
Puisi-puisi di sini, saya tangkap sangat beragam temanya. dari yang sedikit politis dan feminis semacam Dongeng Marsinah, usia senja yang diulik bagus di Sebelum Fajar, ketaqwaan dalam puisi Tentang Tuhan dan beberapa puisi panjang lainnya, serta kondisi sosial budaya secara umum, favku: Tiga Percakapan Telepon.

Puisi cinta tentu saja banyak di sini. Bunga Randu Alas meninggalkan kesan sendu dalam hatiku, demikian pula Sajak Tafsir. Bulu Burung sama sentimentilnya seperti Hujan Bulan Juni, Sedangkan Kenangan dan Melipat Jarak mengingatkan pada masa kecil yang jauh lebih sederhana.

Ada pula satu puisi yang rada mbeling, Malin Kundang. Puisi ini bercerita tentang si Malin yang kesulitan menepati kutuknya, karena sedang terserang batuk. =)
Segar, dan tak terduga, terselip dalam puisi-puisi yang bernada lebih serius di buku ini.

Dalam salah satu kesempatan mendengarkan ceramah beliau, Bapak SDD pernah mengatakan bahwa apapun yang kita baca dapat mewujud ulang dalam tulisan-tulisan kita. Di sini ada beberapa puisi yang menjabarkan contoh-contoh nyatanya. The Rest is Silence (Hamlet-Shakespeare), Memilih Jalan (: Robert Frost), Sayap Penghujan (: Rendra) dan bahkan Old Friends (dari lagu Old Friends - Simon & Garfunkel). Apik mengingatkan pada yang dituju, tetapi tetap memiliki ciri SDD yang kental.

Lalu ada pula Sita, nukilan dari drama-puisi Namaku Sita, yang menurutku bagus sekali menangkap tepat kekesalan hati Sita (Sinta) dari melodrama Rama-Sinta. Aku memang selalu berpikir Sita akan kesal dan marah - dan bukannya nrimo saja - saat Rama meragukan kesetiaannya di akhir kisah ini, dan cuplikan Sita ini passsss sekali menggambarkannya.

Akhir membaca, aku puas sekali menikmati sepilihan sajak dalam buku ini. Berbagai perasaan yang tertinggal, kritik sosial yang jleb, kisah cinta yang mendayu atau pun ajakan untuk lebih mendekatkan diri pada-Nya, semuanya berpadu dalam jalinan kata-kata memikat.

Full review: https://readbetweenpages.blogspot.co....
Profile Image for Panca Erlangga.
116 reviews1 follower
July 14, 2018
Saya lebih menyukai Melipat Jarak, ketimbang Hujan Bulan Juni. Meskipun kedua buku tersebut baik.
Profile Image for Abi Ghifari.
108 reviews6 followers
June 14, 2016
Sapardi Djoko Damono, seorang penyair pendiam bertubuh kurus kenamaan Indonesia, pada tahun 2016 ini merayakan ulang tahun kelahirannya yang ke-75 tahun. Di usia platina yang tentu tak dapat lagi digolongkan sebagai usia muda itu, nyatanya tak menghalangi kelincahannya dalam berkiprah di gelanggang seni dan kesusastraan.

Dan dalam rangka menandai 75 tahun lahirnya salah satu penyair yang aktif mewarnai khasanah sastra Nusantara ini, sebuah buku kumpulan sepilihan sajak karya SDD pun diterbitkan. 75 juga menjadi angka keramat. Sebanyak 75 karya puisi SDD dipilih editor Hasif Amini dan Sapardi sendiri untuk dimuat di kumpulan ini. Salah satu judul sajak, ‘Melipat Jarak’, menjadi tajuk sepilihan sajak ini.

Melipat Jarak terdiri atas sajak-sajak karya SDD yang pernah diterbitkan di antara tahun 1998-2015, yang antara lain pernah muncul pada buku-buku puisi Arloji, Ayat-Ayat Api, Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro?, Mata Jendela, Kolam, Namaku Sita, Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita, serta Babad Batu.

Jika dibandingkan dengan kumpulan sepilihan sajak terdahulu Hujan Bulan Juni, terkesan bahwa Melipat Jarak dapat menjadi komplementer, kumpulan yang dapat melengkapi sepilihan karya SDD sebelumnya sehingga dapat menghasilkan gambaran yang utuh atas karakter dan riwayat kepenyairan Sapardi Djoko Damono.

Hujan Bulan Juni, yang terbit pertama kali pada 1994, terdiri atas sajak-sajak pilihan karya SDD antara 1959-1994, atau dengan kata lain disusun dari sajak-sajak di awal kepenyairannya hingga akhirnya mapan sebagai seorang pujangga. Di lain pihak, Melipat Jarak yang lebih terkinin menyajikan dunia puisi SDD sebagai penyair yang semakin matang dan kaya akan pengalaman.

Pun dari segi konten dan bentuk, kedua kumpulan juga menyajikan dua dunia yang seakan berbeda meski berasal dari penyair yang sama. Apabila Hujan Bulan Juni lebih sering menampilkan bentuk kuatrin dan sonet yang rapi dan formal, Melipat Jarak justru lebih didominasi bentuk bebas dimana bertebaran monolog-dialog puitis bak drama (yang cukup mengingatkan kita akan skenario drama klasik karya William Shakespeare) maupun prosa-puisi berbait panjang, meski masih terdapat bentuk sonet khas SDD. Tema cinta universal yang melambungkan sajak Hujan Bulan Juni menjadi salah satu sajak favorit dan terpopuler di Indonesia juga masih tampak pada kumpulan Melipat Jarak. Meskipun tema yang lebih menonjol berada di seputar peristiwa aktual, kritik sosial, maupun kehidupan manusia lebih luas.

Sarat Kritik Sosial dan Sindiran

Salah satu sajak yang kuat menonjolkan sisi kehidupan manusia dan sebuah kritik atas keadaan sosial adalah Dongeng Marsinah. Marsinah, yang dikisahkan sebagai seorang buruh pabrik arloji, mewakili kisah ketidakadilan dan penderitaan demi melanjutkan hidup.

Marsinah itu arloji sejati,
tak lelah berdetak
memintal kefanaan
yang abadi:
“kami ini tak banyak kehendak,
sekedar hidup layak,
sebutir nasi.”


Seakan penderitaannya belum tuntas, Marsinah masih harus menghadapi konflik lain yang membuat ‘kepalanya ditetak, selangkangnya diacak-acak, dan tubuhnya dibirulebamkan dengan besi batangan‘ hingga pada akhirnya, ‘detik pun tergeletak, Marsinah pun abadi.‘ Di akhir episode sajak, penyair mengajak pembaca untuk turut mengenang Marsinah, atau siapapun mereka yang menjadi korban atas kekejaman kaumnya sendiri dalam sebuah kuatrin berima syair yang memikat.

Kita tatap wajahnya
setiap pergi dan pulang kerja,
kita rasakan detak-detiknya
di setiap getaran kata.


Beberapa sajak lain juga mengandung nada sindiran atas keadaan dan perilaku manusia secara umum. Ambil contoh sajak Tentang Mahasiswa Yang Mati, 1996. Seorang pembaca koran yang hidup normal tiba-tiba merasa simpati terhadap seorang mahasiswa yang tak pernah dikenalnya, yang berita kematiannya tersiar di koran.

Dan tiba-tiba saja, begitu saja, hari itu ia mati
begitu berita yang ada di koran pagi ini-
entah kenapa aku mencintainya
karena itu.


Ironis, setelah rasa simpatinya muncul menggelegak karena berita itu, tak lama kemudian ia sudah tak peduli akan identitas mahasiswa yang mati itu.

Siapa namanya, mungkin disebut di koran,
tapi aku tak ingat lagi,
dan mungkin juga tak perlu peduli.


Tak perlu dipungkiri, keadaan serupa ini memang tak jarang ditemui di masyarakat. Membajirnya informasi mengenai kriminalitas yang mengekspos korban kejahatan selalu membuat kita simpatik, namun seringkali hal itu hanya sebatas perasaan tanpa tindakan lebih lanjut untuk menunjukkan kepedulian antar-sesama.

Menyuarakan Pergolakan Pemikiran

Sebagian sajak pada kumpulan ini mengedepankan pola pikir penyair, yang sebagai insan pada umumnya, juga mengalami pergolakan batin, kecemasan akan hadirnya masa-masa saat diri menjadi lemah, serta kekhawatiran akan datangnya hari-depan dan kematian.

Coba tengok sebuah kuatrin dari sajak Terbaring berikut.

Kalau aku terbaring sakit seperti ini
suka kubayangkan ada selembar daun tua
kena angin dan lepas dari tangkainya
melayang ke sana ke mari tanpa tenaga


Sementara kecemasan akan datangnya ajal dan perpisahan dengan seorang yang dikasihi secara lebih metaforik ditampilkan pada kuatrin pertama pada sajak Garis berikut.

menyayat garis-garis hitam
atas warna keemasan; di musim apa
Kita mesti berpisah tanpa
membungkukkan selamat jalan?


Sajak-sajak ini tanpa kita sadari terasa begitu dekat dan lekat dengan kehidupan kita sebagai manusia yang tentu mengenal rasa sakit, ketakberdayaan, dan kepergian ke alam berikutnya.

Interpretasi Segar Atas Cerita Rakyat

Salah satu jenis tema puisi yang paling menarik bagi saya pada kumpulan ini ialah sajak yang mengambil tema interpretasi penyair atas cerita rakyat, folklore, legenda yang telah dikenal luas oleh masyarakat Nusantara. Ambil contoh sajak Malin Kundang yang ditujukan (atau mengenai) seorang bernama GM (yang besar kemungkinan adalah Goenawan Mohamad, rekan SDD sesama penyair, yang pernah menerbitkan kumpulan esai bertajuk Potret Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang).

Pada sajak ini, tokoh Malin Kundang yang sudah kondang dikenal sebagai si anak durhaka yang dikutuk menjadi batu oleh ibunya, dikisahkan ulang menjadi sama sekali berbeda. Si Malin pada sajak ini adalah pribadi yang sepenuhnya sadar akan ‘takdir’ kutukan itu, yang telah bermantap hati untuk mengunjungi suatu pantai pinggir laut demi menjalani kutukan.

Sejak semalam tak henti-hentinya aku batuk
padahal harus ke darat hari ini
untuk memenuhi kutuk itu.


Si Malin, yang tengah dalam batuknya itu (karakter yang semakin mengingatkan kita akan Goenawan Mohamad, yang memang gemar merokok) kemudian mendarat untuk menemui seorang Ibu tua yang ia bayangkan akan menyambutnya dalam kerinduan, meski Malin menyadari:”tapi aku toh harus dikutuknya.”

Sebuah interpretasi folklore lain yang lebih memikat dapat dijumpai pada sajak Sita, sebuah cukilan puisi drama Namaku Sita yang terbit pada 2012 silam. Pada sajak yang mengisahkan salah satu episode dari kitab kuno Ramayana ini, Sita (atau yang juga kita kenal sebagai Dewi Shinta), bukanlah seorang wanita yang dengan pasrah melangkah ke dalam api demi membuktikan kesuciannya kepada calon suaminya, Rama, setelah disekap oleh raja raksasa Rahwana di Alengka.

Sita yang ditampilkan pada interpretasi ini digambarkan penuh intrik dan muslihat, penuh pemberontakan meski hanya dalam hati, seperti yang tampak pada bagian awal sajak.

Kusaksikan Rama menundukkan kepala
ketika aku berjalan mengitarinya
sebelum terjun ke api
yang disiapkan Laksmana –
aku yang memerintahkannya
agar bergetar sinar mata
si pencemburu itu
menyaksikan permainanku.


Meski tetap menjalani prosesi pembuktian kesucian itu, tampak Sita memang telah memahami keadaan dirinya dan hakikat upacara itu, yang pada akhirnya, berkat Agni Sang Dewa Api memilih untuk tidak melumat tubuh Sita dengan api ritual yang berkobar itu. Namun tentu, pergolakan batinnya ini tak pernah dikisahkan di kitab dan babad manapun, karena “ada yang lebih berhak, dan lebih bijaksana menyusun cerita, ternyata.” Sebuah kenyataan pahit yang membuatnya menyesali mengapa dirinya tak dimusnahkan saja ketika melangkah masuk ke dalam kobaran api.

Ah, Batara
yang berkuasa atas api
mengapa tak kaubiarkan saja
aku menyatu denganmu?


Puisi yang Bercerita

Saya rasa kita sebagai pembaca puisi yang awam dapat menyetujui satu hal: puisi yang baik adalah puisi yang bercerita. Puisi yang baik seharusnya bukan hanya ledakan pikiran dan rasa pembuat sajak, tetapi juga mampu mengisahkan sesuatu, mengundang interpretasi lebih lanjut, dan memancing pembaca untuk dapat menerjemahkan kembali sajak tersebut agar menjadi relevan dan menjadi bagian dirinya. Kualitas-kualitas ini pada akhirnya menjadikan sajak-sajak yang baik itu ‘abadi’ karena dapat selalu memunculkan interpretasi yang baru.

Bagi saya pribadi, kumpulan sajak Melipat Jarak ini bukan hanya sekedar sepilihan sajak semata, tetapi merupakan sajak-sajak SDD terbaik selama hampir dua dekade terakhir yang mampu menerbitkan perasaan-perasaan saat membaca puisi yang baik tersebut.
Profile Image for winda.
357 reviews14 followers
January 1, 2019

MELIPAT JARAK

/1/
jarak antara kota kelahiran
dan tempatnya tinggal sekarang
dilipatnya dalam salah satu sudut
yang senantiasa berubah posisi
dalam benaknya
/2/
jarak itupun melengkung
seperti tanda tanya
/3/
buru-memburu dengan jawabannya
(Hal.130)
Profile Image for MAILA.
481 reviews121 followers
November 24, 2017
*buku ke 750*

Buku ini berisi 75 sajak yang dipilih oleh Hasif Amini dan Sapardi Djoko Damono dari buku puisi yang terbit antara 1998-2015 seperti Arloji, Ayat-ayat api, Ada berita apa hari ini Den Sastro?, Mata Jendela, Kolam, Namaku Sita, Sutradara itu menghapus dialog kita dan babad batu.

Dibandingkan hujan bulan juni, saya lebih menyukai kumpulan puisi di buku ini. Di buku Hujan bulan juni juga merupakan buku yang berisi kumpulan puisi dari karya pak Sapardi yang dulu, salah satunya dari buku Mata Pisau. dan saya agak kecewa karena puisi kesukaan saya di buku itu tidak masuk ke kumpulan puisi Hujan Bulan Juni,hhe

Dalam buku puisi Melipat Jarak ini tak melulu berisi puisi cinta ya. Sajak pilihan di dalamnya beragam dan diletakkan di posisi yang acak juga. Jadi misal di awal kamu terharu membaca puisi cinta, puisi berikutnya mungkin akan membuatmu bergidik dengan tema pilihan satire tentang kondisi negara Indonesia. Benar-benar acak dan berhasil memainkan perasaanmu dengan baik.

Baca ini dengan konsentrasi dan fokus penuh bakalan bisa membawa perasaanmu seperti dimainkan dengan blender: teraduk-aduk sampai halus. Tapi kalau baca sambil melakukan aktivitas lain di kala senggang gitu juga tetap masuk sih, meskipun mungkin feel beberapa puisi bakal kurang dapet.

dan kalau ditanya puisi kesukaan,,,jawabannya cukup sulit karena hampir semua puisi disini saya suka. mungkin yang kesukaan banget itu yang Sepatu dan tentang tuhan. khas pak Sapardi sekali. permainan kata dan kiasannya mantap.

Sepatu

Kau tak merasa sepatumu telah menginjak
kerikil dan daun tua di jalan kecil itu:
kau tak mendengar pembicaraan yang bijak
antara daun dan kerikil itu tentang sepatumu

Tentang tuhan

Pada pagi hari tuhan tidak pernah seperti terkejut
dan bersabda ''hari baru lagi!''; ia senantiasa berkeliling
merawat segenap ciptaan-Nya dengan sangat cermat dan
hati-hati tanpa memperhitungkan hari.
ia, seperti yang pernah ku katakan, tidak seperti kita
sama sekali
tuhan merawat segala yang kita kenal dan juga yang
tidak kenal dan juga yang tidak akan pernah bisa kita
kenal.

suka!
Profile Image for sekar banjaran aji.
165 reviews15 followers
April 22, 2019

Setelah sepuluh tahun jarak waktu, akhirnya aku kembali membaca buku Sapardi. Hujan Bulan Juni, buku pertama dari Sapardi yang aku baca waktu sepupuku ribut soal film AADC. Mereka mendadak suka puisi dan membaca banyak buku puisi. Aku sebagai anak bawang, selalu berusaha untuk mengikuti mereka dan ternyata puisi memang menyenangkan. 🌱
Aku membaca dalam bentuk e-book jadi pengalamannya pasti beda dengan buku pertama yang aku baca dengan bentuk fisik. Maka klaim pertamaku, buku ini cukup bagus untuk kalian yang masih belajar transisi dari fisik ke ebook. 🌱
Berikutnya, aku suka buku ini sama seperti aku suka Hujan di Bulan Juni. Walaupun buku ini tidak se-hopeless romantic puisi Hujan di Bulan Juni. Dalam buku ini, Sapardi terbaca sudah tumbuh sebagai grownup man, dia bijak meski masih malang nasibnya. Puisi soal Marsinah, simpati untuk korban Mei 98, dan percakapan soal Tuhan adalah tema yang tidak terbayang keluar dari seorang Sapardi. Puisi soal pisau dapur milik istrinya juga mencengangkan. 🌱
Aku tidak punya catatan negatif di buku ini karena bagiku sangat susah menjadi bijak saat kemalangan menimpamu. Dalam buku ini, Sapardi sanggup menjalaninya. Itu lebih dari cukup.
Terima kasih @damonosapardi ✨
#melipatjarak #whatsekarreads #whatsekarreads2019
Profile Image for Jihan Suweleh.
37 reviews
March 30, 2020
Buku ini agak berbeda, karena banyak puisinya yang panjang-panjang. Aku belum banyak membaca buku-bukunya Eyang Sapardi, dan agak kaget, karena biasanya, aku membaca puisi-puisinya pendek, tetapi penuh makna, dan mendalam. Ketika kubaca, sering aku terdiam sejenak atau membacanya ulang-ulang dengan perasaan senang sekaligus penasaran.

Tetapi, pada puisi-puisi dalam buku ini kebanyakan njelimet, padahal bahasanya sederhana, dan aku kesulitan merasakannya. Ada beberapa puisi yang aku suka, dan yang paling berkesan "Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro?" juga "The Rest is Silence." Sedangkan puisi Eyang yang akrab denganku biasanya itu seperti "Melipat Jarak" dan tentu aku suka puisi ini. Mungkin, kapan-kapan aku harus membaca ulang buku ini, barangkali menemukan hal yang berbeda. Hohoho.
Profile Image for Nike Andaru.
1,630 reviews111 followers
April 18, 2019
95 - 2019

Buku ini adalah kumpulan sajak Sapardi Djoko Damono yang sudah pernah diterbitkan sebelumnya, dipilih menjadi 75 sajak yang terbaik.

Ya, hampir semua buku sajak atau puisi dari eyang SDD sudah saya baca, jadi rasanya bisa menebak puisi ini dari buku yang mana.

Bisa dibilang ini kumpulan sajak terbaik SDD.
Profile Image for Jeyaa.
96 reviews
August 11, 2021
Puisi yang dipilah-pilih dari tahun 1998-2015 ini cukup menarik, tapi buatku masih terlalu sulit dimaknai. Aku bingung ingin memberikan bintang 3 atau 4. Karena aku ngga begitu paham makna puisinya tapi aku yakin tulisan ini lahir dari orang hebat yang ngga bisa dibaca sama orang sepertiku yang belum lama di dunia syair, puisi, atau perbukuan
Profile Image for Dyaz Afryanto.
28 reviews11 followers
December 30, 2015
Pak Sapardi selalu punya daya magis untuk membuat pembaca mendalami puisi-puisinya..
Profile Image for Irli.
69 reviews7 followers
December 26, 2017
mencintai angin
harus menjadi siut
mencintai air
harus menjadi ricik
mencintai gunung
harus menjadi terjal
mencintai api
harus menjadi jilat
38 reviews1 follower
March 19, 2016
what do i have to write here? he is one of my favorite indonesian's poet. and that is all
Profile Image for Aira Zakirah.
173 reviews8 followers
August 28, 2017
"Kalau hujan turun aku merasa kita hanya berdua saja di dunia. Tapi sekarang tidak turun hujan. Tetapi mungkin hujan turun di ruang-ruang sempit dalam kepalanya, mungkin hujan turun di kenangannya yg merongga, jatuh di atas daun-daun yg menitikkan kembali setetes demi setetes menjelmakan rangkaian nada yg mengingatkannya pada september in the rain."-Hal.04)
.
Hmm.. selesai di part 1 membuatku diam sejenak memikirkan beberapa hal. Huruf-huruf dalam buku ini seolah beterbangan dalam kepalaku, ahh...lebih tepatnya mungkin berhamburan dan minta dirapikan dengan sebuah interpretasi. Entahlah, aku hanya merasa ke-piluan menyergap terlalu cepat. Lembaran2 awal membuatku seolah menyelami langsung tiap jengkal perasaan seorang pingkan sembari mengingat lirik november rain Gun'N roses "don't you think that you need somebody. Everybody needs somebody. You're not the only one." Yeay, aku termasuk seseorang yg slalu butuh orang lain dalam ruang paling sepi skali pun *(ini malah curhat-_-)
.
Buku kedua dari trilogi Hujan bulan juni. Masih tentang kisah pinkan dan Sarwono yang diceritakan lebih rumit, dan tentu lebih mendalam lagi dibanding Hujan Bulan Juni. Masih di sekiratan halaman 1-30, melipat jarak ini sudah membuatku mengerutkan dahi beberapa kali. Bahasa Sapardi, salah satu sastrawan skaligus penyair terbaik negeri ini, seolah memaksa ke-pekaanku tuk lebih keras lagi memaknai tiap deretan kata yg merangkai cerita, dan aku sangat menikmatinya
.
"Dan ia pernah berpikir, seandainya tdk pernah bertemu Sarwono, mungkin....Kalimat itu tak pernah ada keinginan tuk melengkapinya. Ia beriman pada takdir, yg tidak mengenal seandainya-Hal.13)
.
Bukan kah manusia slalu melemparkan banyak tanya tentang sebuah pertemuan, juga perpisahan? Yaa, aku pun demikian. Dan kurasa wajar saja, sebab ketidakrelaan akan slalu mengambil peran dalam sebuah kenyataan: bahwa takdir mampu menarik seseorang secara tiba-tiba. Mendatangkan seseorang atau pun mengambilnya dari hidupmu, sudah menjadi pekerjaannya. Nah, nyesek yaa:'(
.
.
.
#pingkanmelipatjarak
Profile Image for Indira Giovany.
119 reviews1 follower
December 9, 2018
Pada bagian yang aku pahami tentang apa, sajak Sapardi begitu jelas menggambarkan.
Sajak Sajak Kecil Tentang Cinta tentulah untuk Tuhanmu.
Membaca Segalanya rasa ikut perih ditinggalkanmu
Dan bukankah Old Friends itu macam cerita ibuku tadi pagi ketika mengantar ayah berobat ke Pasar Minggu
Dan betapa benar Marsinah yang kau bilang abadi, sebab meski matinya sama lama dengan hidupku, masih bergolak darah ini dalam amarah.

Pada bagian yang aku tidak paham, rasanya begitu rancu hingga menjelma jadi seribu makna
Apakah Gadis Kecil itu tentang perkosaan?
Apakah Rumah Di Ujung Jalan tentang kematian?

Dan pada yang lain yang banyak itu: Syahdu. Meskipun bermakna entah bagiku.

Paman Sapardi, kapan hari jika ada waktu, mari bertemu.
Ingin aku memandang jendela dua arah itu.
Profile Image for Nindya Chitra.
Author 1 book21 followers
April 6, 2018
Aku menyukai sajak karena tak perlu paham betul untuk menyukainya. Aku mengagumi sajak karena sambil terpejam pun, keindahannya nyata terlihat.

Dalam baris singkatnya, dunia menjelma. Dalam rangkaian ajaibnya, membekukan waktu, memaparkan apa-itu, membisikkan ini-itu.

Sajak adalah dongeng berwajah dua. Pada satu bentuknya, orang ini menganggapnya berharga. Sedang orang lain bisa berpaling seakan tak tampak baris kata di sana. Satu sajak bisa menjelma ribuan peristiwa. Apa yang terbayang di kepalaku belum tentu sama dengan yang ada di kepalamu. 😊
Profile Image for Putri Salsabila.
82 reviews
June 16, 2019
Memang hanya pak Sapardi yang bisa menulis puisi sebebas ini. Bahkan pembaca yang tadinya merasa aneh dan asing dengan puisi-puisi yang beliau tulis seperti mendapat doktrin baru bahwa puisi itu bebas dan itu tergambar jelas disetiap puisi dalam buku ini.

Didalam buku ini berisikan kumpulan puisi dari berbagai macam tema serta latar belakang seperti politik, keluarga, kesedihan, sosial-masyarakat dan tak lupa tentang cinta, Spesialisasi yang "Sapardi" banget :D
Luar biasa!
Profile Image for Esti Ipaenim.
46 reviews2 followers
March 24, 2019
Ini adalah beberapa puisi pilihan eyang Sapardi yang tercipta pada periode tahun 1995- 2018.
Yang membuat saya selalu tercengang adalah pesan-pesan apostolik yang selalu ada di puisi-puisinya, terutama yang menggunakan metafora benda-benda di alam. Yang paling favorit adalah puisi Kolam Di Pekarangan.
Profile Image for Muhammad Andika.
5 reviews1 follower
January 6, 2018
Serpih yang menggumpal dalam dada berkumpul demi membaca untaian sajak demi sajak yang dituliskan oleh Sapardi. Saya amat terkesan dengan banyak puisinya. Halus, penuh makna, dan nyaman untuk didiskusikan dengan kawan.

Salah satu kumpulan sajak paling menyenangkan yang pernah saya baca. :)
Profile Image for Ramadhan Wisnu.
9 reviews3 followers
February 3, 2020
Sajak sajak nya bagus, nggak melulu sajak cinta tapi juga sajak tentang kehidupan sehari-hari, bisa juga untuk memulai belajar sajak meski bahasa agak sulit dimengerti untuk orang yang baru mengenal sastra khususnya sajak
Profile Image for Rose Diana.
Author 3 books1 follower
July 14, 2020
Seperti biasa, SDD selalu menguntai sajaknya dengn lihai dengan permainan majas yang menyiratkan sifat, jiwa, perasaan dan rasa. Meskipun begitu, maksud yang disampaikan dalam puisi-puisinya mudah dipahami dan tersampaikan oleh saya sebagai pembaca.
Profile Image for Sarah.
87 reviews
July 19, 2020
Baru nyadar punya buku ini, seingatku dulu terbitnya sebelum Pingkan Melipat Jarak. Seperti biasa, puisi-puisinya magis dan banyak puisi yang panjang dibanding Hujan Bulan Juni.

Rest in peace, pak Sapardi Djoko Damono
Profile Image for tiara.
46 reviews
August 15, 2020
4.5/5

Puisi-puisi yang ditulis oleh Alm. Sapardi Djoko Damono tidak pernah gagal untuk membuatku terpana dan ternganga. Cara beliau meromantisasi benda-benda mati dan detil-detil kecil yang seringkali terlewat dari perhatian kita sehari-hari somehow makes me feel grounded.
Profile Image for aksararaska.
20 reviews
March 9, 2021
75 tahun bukan waktu sebentar. Dan karya SDD dalam buku Melipat Jarak takkan pernah cukup untuk menerjemahkan makna dibalik pemikiran beliau. Bahkan setelah membaca semua buku beliau pun tak akan tecapai tujuan itu.

Karena karya seseorang cuma mencerminkan sebagian kecil dari pemikirannya
Profile Image for Syakirah Athaya Azalea.
42 reviews8 followers
August 28, 2022
Rupanya cukup susah untuk tidak menyukai buku ini. Saya ingin berfokus dahulu pada Dongeng Marsinah, seorang buruh pabrik arloji dan seorang tragikus. Untuk puisi ini sendiri terasanya lembut dan mesra tetapi begitu murung, seperti kebenaran.
Profile Image for bulb.
55 reviews
October 14, 2025
some poems that i really REALLY love/feel very personal to me are dongeng marsinah, bunga randu alas, tentang mahasiswa yang mati, sepatu, layang-layang, tentu. kau boleh, panorama, surah penghujan ayat 1-24, taman kota.
surah penghujan ayat 1, 18, and 24 especially gave me MASSIVE brainrot 💔 /pos
Displaying 1 - 30 of 74 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.