Jana dan Dimi adalah bayangan dan benda. Tidak pernah terpisah, juga tak pernah bisa bersama. Dimi tak pernah mau menganggap Jana ada. Selalu menolak hingga Jana menjadi gelap mata.
Jana lalu rela melakukan segalanya agar selalu terlihat di mata Dimi. Termasuk menyingkirkan Gwen---perempuan yang disukai Dimi.
Ketika akhirnya Jana tahu Dimi tak akan pernah memilihnya, Cakra hadir.
Hidup yang sama kelam, luka yang sama dalam, membuat Cakra menjadi orang yang paling mengerti Jana.
Dan Cakra juga yang membuat Jana sadar ... sebenarnya, siapakah dia selama ini?
Dua bintang. Saya sudah membaca novel ini sejak versi Wattpad. Cerita ini pantas untuk dijadikan cerita sekadar hiburan. Terlalu banyak 'kebetulan' yang justru tidak masuk akal. Dan juga karakter-karakter yang menurut saya "too mellow drama" dan "too sinetron". Karakter Jana yang tegar namun di sisi lain terus-terusan bersikap rapuh seakan dalam hidupnya hanya bergelut dalam urusan cinta. saja. Maaf, Inggrid, tapi saya sepanjang membaca cerita kesal dengan karakter Jana. Dalam hati saya merutuk "Lu masih muda, dan hidup nggak cuma sekadar cinta-cintaan doang." Terlalu banyak konflik yang datang bertubi-tubi yang justru membuat pembaca sebal dan gerah sendiri. I know, ini genre angst but ... i dunno, terlalu banyak kisah dramatis mengharu-biru namun jatuhnya terlalu sinetron. Begitu juga dengan karakter Dimi, si cowok pintar namun berhati kejam. Di mana di endingnya *aahh saya nggak mau spoiler* silakan baca sendiri. Tapi saya salut karena penulisnya masih muda namun diksinya sungguh luar biasa, berhasil membuat saya hanyut dalam kata-demi-kata yang dirangkai bak prosa. Terutama sajak pemuja punggung.
Warning : Review ini bersifat subjektif dan berpotensi spoiler!
Dari mana aku harus mulai? Novel ini sukses bikin aku baper dan histeris sepanjang 418 halaman! Kalimat demi kalimat yang membangun paragrafnya benar-benar sempurna dan diksinya mahadewa. Outline ceritanya kompleks. Karakternya jempolan. Aku sampai nggak percaya, serius nih penulisnya lebih muda 4 bulan dari aku?! #edisienvy
Dari awal baca aku udah kasian banget sama Jana, sebel kuadrat sama Dimi, dan nggak sabar nunggu kemunculan Cakra. Penulisnya benar-benar mahir menyiratkan tentang cinta bertepuk sebelah tangan, pembacanya jadi berasa baca diary *digeplak Inggrid wkwkwk* berhubung ada banyak yang mau aku bahas, aku bagi jadi 2 poin. Pertama poin-poin yang bikin aku histeris, kedua poin-poin yang bikin aku berkerut kening.
I. Poin-poin yang bikin aku histeris : 1. Lagu All Time Low. Fix, didetik aku baca Cakra muter lagu That Girl di radio sekolah, aku jatuh cinta sama dia. Terus di beberapa halaman kemudian dia nyanyi Bad Enough for You, aku jejeritan! Aku fans mati ATL, bayangin dinyanyiin gitu … panas-dingin! #kode wkwkwk 2. Hal 134 : Cakra bilang dengan polos (yang aku yakin nggak terlalu polos) “Udah. Nggak usah nangis lagi. Tuh, lihat Doraemon-nya udah pelukan sama Nobita.” Hahaha asli di sini antara pengen nyekek sama meluk. Nih cowok di saat-saat nyesek sempet banget ngelawak. 3. Hal 143 : Cakra bilang, “Kalau Bapak emang nggak sayang sama anak Bapak lagi … Bapak bisa kan untuk nggak nyakitin orang yang saya … sayang?” Wahhh semaput aku baca ini. Kalau aku jadi Jana, udah aku geret Cakra ke KUA terdekat! *ditimpuk fans Cakra* 4. Hal 226 : “Mekanisme pertahanan hidup. Itu yang lo lakuin selama ini.” Cakra menoleh, menatap Jana lekat. “Lo bukan monster.” Dan aku cuma bisa nangis sambil bilang makasih. Makasih, Cakra. Kamu ngasih jawaban yang selama satu minggu ini aku cari :’) 5. Hal 307 : Menentukan notasi sel volta. Taruhan era kekinian. Asliiii bikin ngakak guling-guling. Yang bikin lucu karena gurunya bahkan helpless lihat anak muridnya rebutan temen duduk kayak anak TK.
II. Poin-poin yang bikin aku berkerut kening : 1. Penggunaan kata ia dan dia. Dua kata pengganti ini nggak konstan pemakaiannya. Kadang ia, kadang dia. Bahkan ada di satu kalimat nyampur. Ini bukan hal besar, nggak ngaruh ke novelnya juga, tapi aku sebagai pembaca yang rewel agak ganjel bacanya. Semoga novel berikutnya lebih konsisten ya ^_^ 2. Penggunaan kata jengah. Ini terlaluuuu banyak diulang. Okelah diksinya memang jempolan, jadi ini bisa tertutupi. Terus ada di beberapa halaman, kata jengah ini kurang cocok buat dipakai. Lebih cocok pakai kata kesal atau sebal. Ini penilaian subjektif aku ya, no offense. 3. Penggunaan kata mendengus. Ini juga sama, banyak diulang. Bahkan ada satu paragraf mendengusnya dua kali. Bukan apa-apa, aku jadi keinget sapi XD maaf, Inggrid~ 4. Hal 166 tiba-tiba langit cerah lagi. Padahal di beberapa halaman sebelumnya, dideskripsikan langit kelabu, kayak hatinya Jana. Lalu pindah setting ke rooftop dan simsalabim langitnya cerah lagi. Mungkin bisa smooth perpindahannya kalau dikasih kalimat penjelas semacam langit yang gelap kini mulai cerah lagi karena bla bla bla atau lain-lain.
Terlepas dari poin-poin di atas, aku benar-benar suka novel ini. Aku terserap ke dalamnya. Tersihir sampai nggak bisa berhenti baca sebelum bukunya habis. Ini rekor setelah 3 tahun terakhir aku berhenti baca teenlit. Aku benar-benar suka cara penulisnya merangkai kata. Perkara istirahat aja bisa jadi istimewa. Belum lagi nama-nama karakternya yang ‘segar’ hahaha sesuai seleraku! Sebab-akibatnya jelas, ceritanya juga mengalir lancar. Aku rasa, apa pun yang mau penulisnya sampaikan lewat novel ini sukses tersampaikan. Banyak pembelajaran juga dari novel ini. Dan benar, remaja itu bukan cuma soal sekolah dan cinta. Ada banyak di antara mereka yang punya luka terpendam dan hidup yang gelap. Novel ini secara nggak langsung ngajarin kita buat terus bertahan. Kita nggak sendirian. Setiap yang bernyawa pasti punya masalah, yang bikin dia ngerasa kematian bukan hal buruk lagi, tapi kita nggak bisa nyerah. Karena itulah hidup. Nggak terus tentang sedih, nggak melulu tentang bahagia.
Pokoknya aku suka banget novel ini! <3
This entire review has been hidden because of spoilers.
Jujur aja gue membaca buku ini karena seorang teman merekomendasikannya ke gue. Gue liat reviewnya di goodreads, banyak yang menilai positif akan novel ini, jadinya gue gak ragu bacanya.
Katanya cerita ini diambil dari wattpad, namun, gue harus mengapresiasi segala bentuk isi tulisan di dalamnya. Rapi jali!
Gue juga harus terkesima dengan kemampuan diksi Inggrid Sonya dalam novel nya ini. Hmm.. doi kelaharian 97 loh, dan asli, pinter bener merangkai kata.
Penulis juga berhasil membuat gue sebagai pembaca geram akan sosok Jana dari awal cerita hingga akhir. Bener2 menyebalkan Jana ini ya. Lalu gue juga kesel sama Dimi. Katanya cowok cerdas, tapi mau aja diperlakukan kayak gitu sama Jana.
Gue juga harus memuji setiap kata opening bab yang dihadirkan dalam novel ini. Cakep bener.
Ada beberapa plot yang gue rasa hilang tanpa adanya penjelasan berarti kenapa terjadi, cuma oke lah, gue toh bisa nikmati keseluruhan cerita.
Novel ini bukan hanya semata tentang cinta, namun lebih bagaimana kita harus mampu menghadapi suatu persoalan sendirian. Tanpa adanya bantuan orang lain. Membaca novel ini juga ngebuat gue mikir kalau ternyata memaafkan tidak mudah ya. Yang diperlukan hanyalah kemauan untuk mencoba memaafkan.
Keep writing Inggrid! Kayaknya kalau doi ngeluarin nove barunya lagi, bakalan gue beli sih..
sama seperti buku Inggrid Sonya yg sebelumnya aku baca, walau bisa dibilang tulisannya belum sempurna, dia sudah mengantongi dua poin utama bagi aku ketika membaca buku, ceritanya dan karakternya.
aku nggak pernah peduli apakah ide ceritanya mainstream atau tidak, entah itu klise atau Epic, yang jelas asal menarik sudah cukup. ditambah karakter kuat yang menggerakkan keseluruhan cerita untuk menamatkannya sampai akhir. dua kali membaca bukunya, aku suka dengan karakter yang penulis buat, dia cukup baik dalam hal penokohan.
dan aku kaget begitu lihat tahun kelahirannya, hahaha, bahkan buku keduanya ini dia tulis pas kelas 12. penasaran dengan buku pertamanya. dari dua buku yg sudah aku baca, semuanya tentang remaja bermasalah, sedikit beraura dark, tentang bagaimana menjadi pribadi yg lebih baik.
dan ya, Inggrid Sonya sudah aku tandai! menantikan buku selanjutnya 😉
btw, awalnya baca buku dia itu nggak sengaja, g ada rekomendasi dari siapa pun, bingung mau baca apa, trus asal milih. nggak taunya cocok. berharapnya sih banyak nemuin yg kayak gini. sesuai motto yg ada di blog, tidak lelah mencari buku bagus, kemudian sebarkan! 😬
Judul : Revered Back Penulis : Inggrid Sonya Penerbit : Elex Media Komputindo Jumlah halaman : 424 Tahun terbit : 2015 ISBN13 : 9786020277691
AKU JATUH CINTA SAMA CAKRA! Entah kenapa Cakra langsung menarik pehatianku begitu sosoknya mulai dimunculkan di novel ini. #TimCakra pokoknya lah.
Revered Back adalah tulisan Inggrid yang pertama kali kubaca. Waktu beredar kabar novel ini akan terbit ... jagad Wattpad begitu heboh, di grup-grup yang kupunya juga heboh pada bahas novel ini. So.. pas awal denger kabar buku ini udah beredar di seluruh Gramedia langsung saja kuambil satu dan kubawa ke kasir. Karena kupenasaran ceritanya kayak gimana, maklum belum sempat baca di Wattpad.
Revered Back ini agak nyastra, kusukaaaaa. Dan dengan sisi gelap si tokoh utama Inggrid sukses mengisahkannya. Dari Jana lah kita belajar bahwa tokoh utama itu nggak selamanya baik, ada saat di mana dia nyebelin dan pengen banget kita tabok, haha.. Eksekusinya ke sifat Jana yang perlahan berubah inilah yang kusuka dari Inggrid. Pokoknya Revered Back adalah novel Wattpad yang awal-awal kubeli dan langsung kusuka! ASLI INI NOVEL KEREN BANGET! Beruntung sih terbit di Elex duluan sebelum novel Wattpad booming, jadi nggak ada embel-embel "juta" #ehh
gue gak baca versi wattpad-nya yg kata orang2 lebih WOW. Alasannya simpel: gue dulu udah pernah baca Wedding With Converse-nya Inggrid yang juga teenfic nyerempet YA tapi gue biasa aja sama WWC. Emosinya gak ngena di gue. Emosi dan feeling yang bener2 berasa itu pada saat gue baca sajak2 dan puisi buatan Inggrid, bukan keseluruhan novelnya. Makanya pas RB hitz di Wattpad gue biasa aja walau remaja2 di sekitar gue kayak, "YA AMPUN GILA ITU REVERED BACK BAGUS BANGET PARAH". Dan gue cuma ngintip blurb sama chapter satunya aja. Yha.
Trus gara2 direkomen sama orang yang kukenal, katanya RB gak kayak teenfic lainnya. Iya, gue tau kok. WWC pun juga gak kayak teenfic lainnya. Gak cuma cerita tentang cinta2an, tapi juga ttg ngejar target mau jadi apa di masa yang akan datang. Dan kata temen gue, RB ini ceritanya nyesek. Okay then, mendengar kata 'nyesek' gue pun mulai tertarik. Siapa tau RB lebih terasa emosinya dibanding WWC yang bagi gue agak datar.
Gue baca dan.... RB lebih baik dari WWC memang. Tapi, at the same time, ya lumayan aja. Bukan yang WOW banget. True though, ini bukan teenfic yang 'biasa aja' kalo dibandingkan sama kebanyakan teenfic Wattpad especially kebanyakan teenfic yg hits skrg itu cuma ngandelin "BAPER BANGET GUE KAK" gitu2 doang tapi gak ada sesuatu yang bener2 bisa dipelajari. RB jelas lebih baik drpd sekadar baper. Tapi, ugh, is it just me atau emang penggambaran emosi di RB itu gak sedalem penggambaran emosi di sajak2 buatan Inggrid kayak sajak pemuja punggung (atau pengejar punggung? atau apa gitu judulnya). Satu sajak itu aja bagi gue berasa lebih punya "nyawa" dibanding keseluruhan isi novelnya. I don't say it's bad. Cuma, rasanya kayak isi novel itu kebanting sama sajak buatan Inggrid (atau Jana, in this case) yang gue pas bacanya seketika merinding.
I like the plot and the chapter titles! Plotnya cukup kompleks walau entah kenapa eksekusinya berasa agak sinetron. Dan dengar2, nama-nama tokoh utamanya dan plot ceritanya dibuat lumayan berbeda dari RB versi Wattpad. Banyak orang yang kukenal berkata RB versi Wp is better. Yha, kutakbisa menilai. Inggrid pasti punya alasan kenapa nama2 tokoh sentralnya diganti dan plotnya sedikit diubah. Tapi yang kurasa setelah membaca RB ini... kayaknya versi cetak yang udah Inggrid buat, meski udah rapi, tapi belum "matang". "Matang" yang kumaksud adalah di "nyawa" dan di karakterisasi tokoh. Kurang greget kataku. Meski ada bagian2 kayak kesendiriannya Jana gitu bagus. Tapi overall, bagiku kurang "bernyawa".
Ceritanya tentang seorang gadis bernama Jana yang sangat menyukai Dimi, "The Golden Boy" di sekolah mereka. Meskipun Jana sudah mengakui perasaannya, mengikuti Dimi kemana-mana serta mengejarnya mati-matian. Dimi tetap tidak menyukainya—bahkan barangkali membencinya. Dimi bersedia selalu ada di sisi Jana karena guru-guru yang meminta padanya untuk mengontrol sikap Jana sekaligus dia juga sebenarnya punya motif lain, yaitu melindungi Gwen—cewek yang disukainya—dari amukan kemarahan Jana. Enggak seperti protagonis dalam novel lainnya, di mana biasanya sang gadis mempunyai sifat baik hati, tidak sombong dan rajin menolong—Jana sebaliknya. Dia dilabeli "Dewi Medusa" oleh seluruh siswa di sekolahnya serta dibenci karena sikapnya yang kerap kali mem-bully, suka seenaknya sendiri, senang mengancam dan bertindak kasar kepada siapapun yang melawan kehendaknya. Namun ada alasan mengapa ia memilih untuk bersikap seperti itu dan mengubah kepribadiannya yang dulu, dua tahun lalu dikenal sebagai seorang gadis yang manis, cupu dan kutu buku.
Jana berasal dari keluarga broken home. Ibunya bunuh diri sewaktu ia kecil karena tidak kuat menanggung penderitaan setelah mengetahui fakta bahwa suami yang sangat ia cintai ternyata tidak pernah mencintainya dan berselingkuh dengan mantan pacarnya yang merupakan seorang artis terkenal. Tidak lama setelah ibunya meninggal, ayahnya pun menikah lagi dan berubah menjadi sosok yang abusive setelah Jana menyebutnya sebagai seorang pembunuh. Setelah Dimi mengetahui masa lalu Jana yang pahit itu serta penderitaannya selama ini, ia jadi bersimpati dan memutuskan untuk mulai berteman dengan Jana secara tulus dan mencoba mengenal dirinya lebih dalam lagi.
Karma pun datang di pertengahan. Jana yang sakit hati mengetahui hubungan Gwen dengan Dimi berniat membunuh Gwen namun tidak terlalu sukses karena Dimi menyelamatkan cewek itu tepat sebelum mobil Jana menabraknya. Jana maupun Gwen sama-sama terluka parah dan dilarikan ke rumah sakit. Jana yang selama ini tidak ingin nasib cintanya berakhir seperti ibunya kemudian merasa sangat hancur dan putus asa. Ia ingin bunuh diri menyusul sang bunda dengan cara melompat dari atap gedung rumah sakit namun digagalkan oleh Cakra, seorang "kurir" obat-obatan terlarang yang kebetulan dulu pernah dipergoki Jana saat sedang melakukan transaksi di sekolahnya. Karena tragedi percobaan pembunuhan itu, kehidupan Jana di sekolah pun berubah. Ayahnya dicoret dari daftar donatur dan teman-teman yang sudah lama muak dengan kelakuan Jana pun berbalik mem-bully-nya.
Hidup yang sama kelam, luka yang sama dalam membuat Cakra menganggap Jana sebagai cerminan dari dirinya sendiri yang gelap pada saat itu. Ia yang sudah terlanjur bersimpati pada Jana pun pindah ke sekolah gadis itu untuk menjadi perisai baginya serta tembok kokoh tempat Jana bersandar. Bersama Cakra, Jana akhirnya mampu kembali berdiri tegar dan menemukan dirinya lagi.
***
Pertama. Ada apa sih dengan anak seorang donatur sebuah yayasan sekolah di dalam novel-novel fiksi remaja di Indonesia ini? Selalu dideskripsikan sebagai korban dari broken home, luar biasa pongah, biang kerok, bersikap seenaknya sendiri, amat berkuasa dan ditakuti oleh teman maupun guru-gurunya.
Seumur hidup aku bersekolah di sekolah negeri, jadi tidak pernah mengalami punya teman yang ayahnya merupakan donatur utama dari sekolahku sehingga setiap kali membaca hal semacam itu diulang dan diulang lagi pada cerita fiksi remaja yang kubaca, mau tidak mau aku memutarkan bola mata karena HERAN juga. Sekalipun Jana anak dari seorang donatur, memangnya sekolah tidak punya otoritas lebih untuk menertibkan seorang pem-bully dan bersikap lebih tegas pada siswa alih-alih takut dan membiarkannya bersikap seenaknya? Bukankah sudah menjadi kewajiban seorang guru untuk tidak hanya memberikan pendidikan akademis namun juga moral kepada anak didiknya di sekolah? dan juga untuk teman-teman Jana yang mau-maunya aja diperlakulan semena-mena karena takut akan ancaman "kenaikan uang SPP", duh please, deh ... memangnya anak seorang donatur punya otoritas untuk menaik-turunkan uang SPP seenak jidadnya dia sendiri aja, gitu? Bisa-bisa enggak akan ada yang mau lagi bersekolah di sana selama Jana masih menjadi murid di SMA itu.
Lalu terkadang juga aku dibuat gemas dengan guru-guru di dunia fiksi remaja ini yang seringkali membiarkan seorang murid yang berpenampilan urakan bak preman pasar layaknya Cakra di halaman 202 bisa melenggang masuk ke sekolah dengan begitu santai bahkan tanpa teguran apalagi diberi hukuman. Wah, kalau di sekolahku ada murid laki-laki yang kemejanya tidak dimasukkan, tidak pakai atribut sekolah bahkan memakai piercieng di telinganya, pasti anak itu akan diceramahi habis-habisan dan tidak diizinkan masuk ke dalam kelas sebelum dia merapikan penampilannya sesuai dengan standar tata cara murid SMA yang baik dan benar. Ah, mungkin kesalahan bukan terletak pada guru atau siswa fiksi di dalam novel ini (dan novel teenlit lainnya) melainkan mindset penulis yang seringkali tidak logis dan realistis dalam menggambarkan kehidupan anak SMA di Indonesia.
Kedua. Ide ceritanya sebenarnya cukup bagus dan aku suka dengan konsep karakter utama yang dibuat agak bitchy dan bully. A very flawed main character who riddled with cruelty and bitterness! Namun... Karakternya Jana yang begitu itu enggak terlalu dimaksimalkan karena penulis terlalu nafsu ingin secepatnya memberitahu—tell dan bukan show—kepada pembaca bahwa pribadi Jana yang sebenarnya itu tidak seperti yang kerap diperlihatkannya selama ini. Pada akhirnya karakter Jana yang semula kukira berbeda, berakhir menjadi seperti stereotip tokoh fiksi remaja lainnya yang membosankan dan tidak menarik. Dan juga cara penceritaan Inggrid yang teramat ingin menunjukkan Jana sebagai victim itu berkesan terlalu hopeless sehingga membuatku tidak mudah untuk bersimpati terhadapnya.
Ketiga. Kira-kira di pertengahan cerita aku mulai kehilangan minat membaca karena alurnya yang berputar-putar di situ saja serta banyaknya percakapan dan kejadian yang tidak penting dan terlalu bertele-tele membuatku lelah. Pola cerita yang begitu-begitu saja dan klisenya itu membuatku bosan. Streotip-streotip yang dihadirkan juga membuatku muak.
Banyak lho novel di luar sana yang punya premis keju tapi penulisnya mengemas ceritanya menjadi sedemikian menarik sehingga tetap asik dan seru untuk diikuti, sesuatu yang Inggrid Sonya gagal untuk lakukan menurutku. Untung saja di ending Inggrid mengubah plot menjadi lebih tidak terduga. Walaupun banyak twist dan kebetulan yang tak masuk akal dan woy-maksa-banget. Setidaknya semangat bacaku jadi menyala lagi.
Untuk sebuah karya yang awal mula ditulisnya hanya sebagai projek iseng di wattpad, Inggrid Sonya sudah lumayan dan penulisannya pun rapi. Tapi belum cukup bagus untuk membuatku terkesan.
Nemu buku ini di iJak, dan penasaran gara-gara sampulnya yang berwarna hitam, plus ada gambar cewek dikurung dalam sangkar. Sempat lirik-lirik beberapa review, dan sebagian besar ngasih bintang 3 ke atas. Oke deh...mari kita membaca.
Pertama, ada Jana. Merasa kecewa dengan kematian ibunya dan perselingkuhan serta penyiksaan fisik oleh ayahnya, Jana berubah menjadi tukang bully di sekolah. Sok berkuasa karena ayahnya salah satu donatur sekolah, Jana dibenci hampir seluruh siswa di sekolahnya. Kecuali satu orang, namanya Dimi. Itupun karena Dimi disuruh sama guru-guru untuk menjinakkan Jana. Pasalnya, Jana suka sama Dimi. Tapi Dimi sukanya sama Gwen. Biar Gwen ga diganggu sama Jana, ya Dimi jadi sukarelawan buat menjaga Jana.
Sayangnya Jana akhirnya tahu kalau Dimi cuma pura-pura peduli sama dia. Dia mau membunuh Gwen, biar sekalian Dimi sengsara juga. Percobaan pembunuhan terhadap Gwen tidak berhasil. Gwen cuma tidak sadarkan diri, malah Jana juga celaka gara-gara terhimpit dalam mobil ringsek. Untungnya ada Cakra yang nolongin Jana.
Siapa Cakra ini? Cowok yang entah asalnya dari mana, datang ke sekolah Jana karena mengedarkan narkoba untuk siswa-siswa di sekolahnya Jana. Tapi karena Jana ngelihat dia waktu transaksi, akhirnya Cakra harus bersekolah di situ, dan mendekati Jana. Ujung-ujungnya dia jatuh hati pada Jana. Apalagi setelah Jana ketahuan mau membunuh Gwen, ayahnya ndak jadi donatur lagi, karma berbalik pada Jana. Dia dijadikan bulan-bulanan siswa di sekolah. Cakra yang menolong Jana bangkit kembali. Tapi Dimi juga malah jadi suka sama Jana.
Saya berusaha menamatkan novel ini meski di pertengahan sempat ilfil dan bosan dengan alur cerita yang naik turun tapi muter-muter di situ saja. Semata-mata saya penasaran nasib para tokohnya. Sebenarnya ide ceritanya lumayan bagus, mengangkat remaja yang putus asa karena broken home yang bisa kembali bangkit karena dorongan semangat dari teman-temannya. Tapi sayangnya ada banyak sekali plot hole dalam novel ini. Plus banyak kebetulan dan keberuntungan yang tiba-tiba muncul. Sebagai novel debut, novel ini okeylah.
Seusai menamatkan buku ini, perasaan dan pikiran saya seperti lagu Katy Perry, Hot n Cold: You're yes and you're no, you're up and you're down, you're wrong when it's right. Menurut sebagian pembacanya, buku ini bikin baper dan saya paham di mana dan bagaimananya. Namun, sebagian lagi menanggap terlalu sinetroniyah dan fokusnya hanya di cinta-cintaan saja padahal umur tokohnya masih sangat muda, dan saya juga setuju dengan pendapat itu. Melompati ulasan yang sudah diberikan pembaca lain dan saya amini--tulisannya yang rapi, diksinya yang enak dibaca, penggambaran sekolah yang 'apa banget', serta aura yang terlalu mellow--saya coba mengungkapkan apa yang saya pikirkan tentang novel ini terutama di bagian yang bikin plin-plannya itu. Bikin baper, masuk akal, tapi janggal?
Begini. Memang semua tindak-tanduk tokohnya sudah dibuat selogis mungkin. Kausalitasnya ada. Meski begitu, reaksi mereka terhadap situasi yang dialami kurang natural atau kurang tepat. Contohnya, ketika Cakra diberitahu ayahnya meninggal, dia berharap Jana ada di sisinya untuk berbagi duka. Tetapi, dia tidak bilang pada Jana tentang kabar itu, hanya menghilang dari sekolah berhari-hari. Ketika Jana menemukannya, Cakra malah marah. Lah, bukan salah Jana juga kan? Jana juga baru tahu. Kalau Cakra nggak bersikap drama dan emo, pakai beranggapan Jana lebih memilih Dimi segala, patah hati dia bisa jadi sembuh lebih awal. Cakra sendiri yang membuat masalah untuk dirinya tapi malah menyalahkan Jana yang tidak hadir di sisinya. Atulah, kamu juga rumahnya pindah-pindah kan, apa susahnya ngehubungin lewat yang lain kalau pakai ponsel takut ketahuan bosnya? Mana Jana tahu kamu lagi di mana kalau kayak gitu, Cakra. Heuuhhh gemes.
Contoh lain, Gwen. Awalnya dia jadi tokoh yang paling lembut di awal cerita, dibandingkan Dimi dan Jana. Saya suka kehadirannya saat itu. Namun, ketika Gwen membuka apa yang terjadi pada Jana, kemudian dia dan Dimi jadi menanggung rasa bersalah yang besar, saya langsung mengernyitkan dahi. Lah, kenapa nggak dari dulu aja bilang ke guru dan teman-teman kalau Jana punya masalah? Kenapa malah menyerah temenan sama Jana? Toh Jana saat itu belum se-Medusa itu, saya yakin dia lebih mudah diluluhkan. Malah jika bertindak dari awal, kegilaannya mungkin bisa dicegah. Gwen ini kayak menciptakan beban untuk dirinya sendiri dengan bermain rahasia-rahasiaan. Padahal sudah terlihat tidak ada untungnya bersikap seperti itu. Saya jadi ilfeel sama Gwen.
Jadi, cerita ini dibangun dengan dasar yang masuk akal, tapi itu semua terjadi untuk alasan yang salah. Reaksi ketika dihadapkan pada satu masalah tampak seperti dipaksakan agar alurnya sesuai dengan yang diinginkan: bikin baper. Akibatnya, beberapa hal jadi kurang meyakinkan bagi saya. Seperti adegan Tania dengan Jana, saya nggak merasakan itu orang dewasa yang bercerita pada anak SMA. Terasa sama saja usianya. Lalu sikap ayah Jana yang... entahlah, janggal saja dan penyelesaiannya mudah sekali. Tindakan abusif itu ada sebab-akibat yang jelas, tapi saya tidak menemukannya di kasus ayahnya Jana. Apalagi guru-guru SMA Jayakarta. Heuuhhh masih zaman bikin guru cuma jadi plot device? Mrs. Hudson aja nggak mau (ref. Sherlock: The Abominable Bride). Udah gitu semua watak gurunya sama, suka marah-marah, kurang wibawa, nggak bisa megang kelasnya sendiri, dan kurang meyakinkan kalau mereka guru. Jujur, melihat guru digambarkan payah dan mudah dikadalin sedikit bikin sakit hati. Mau jadi apa Indonesia kalau gurunya ditunjukkan lemah terus? Stereotip yang tidak betul dan sangat menyebalkan 😐
Bicara stereotip, ini juga yang saya perhatikan sepanjang membaca. Dan ya, ini juga masuk ke kategori 'hot n cold' selain masalah plotnya. Tokoh-tokohnya distingtif alias mudah dikenali, tapi karakter atau wataknya sendiri sudah sering dipakai di sinetron dan FTV. Pasaran. Tak cuma tokoh utama, yang sampingan pun begitu stereotip seperti preman bertato. Jadi, saya tidak bisa bilang tokohnya 'kuat'. Suara mereka berbeda dan langsung dikenali, tapi di sisi lain cara mereka berjalan, kebiasaan kecil mereka, makanan kesukaannya, apa pun yang membedakan mereka dengan tokoh FTV yang sering kita ketahui itu terasa samar. Cakra digambarkan urakan a la emo (Andy Biersack! Atau pas jadi Andy Sixx, ya?) dan menggemari astronomi, sudah itu saja. Jana suka baca buku 'sastra', sudah itu saja. Dimi penggila Sherlock Holmes, sudah itu saja. Misalnya Cakra digambarkan juga menyebut apa pun dengan istilah langit dan mendengarkan selain album Dirty Work-nya All Time Low (not that I'm complaining, I love ATL!!!), atau Dimi yang mengenali sesuatu berdasarkan 221B Baker Street, tokohnya akan lebih bulat lagi (dan meyakinkan, tentunya). Namun, saya rasa aset penulis selain di rangkaian diksi yang apik juga pada pembentukan tokohnya. Dialog mereka sudah efektif. Jadi sebetulnya penulis punya potensi dalam membangun karakter. Mungkin kita bisa lihat di karya selanjutnya.
Stereotip lain, donatur sekolah dan perisakan di sekolah. Semoga buku-buku berikutnya yang saya temui serta yang terbit di waktu selanjutnya tidak memuat hal ini. Atau kalaupun iya, diolah dan ditangani dengan baik. Ini faktanya: kita asumsikan Jayakarta adalah SMA swasta, makanya ada istilah donatur. Katanya, dana dari donatur itu ada yang disalurkan sebagai insentif guru-guru. WOW. Kalau begitu, dua setengah tahun mengajar saja saya sudah bisa beli makeup-nya Jana, dong (Urban Decay, heyyy). Kenyataannya buat beli kosmetik yang tergolong drugstore saja saya masih harus menabung.
Maksud saya, tidak ada yang namanya donatur sekolah, setidaknya menurut pengalaman saya, apalagi yang royal ke gurunya seperti itu. Kami memang dapat apresiasi dari POMG, biasanya setahun sekali, dan sudah itu saja. Berarti bukan dari satu sumber, kan? Lagi pula, semampu-mampunya orang tua, ketika managemen sekolah meninta sumbangan (dalam bentuk apa pun, tidak hanya uang. Misalnya buku) pasti akan ada pertanyaan dari mereka seperti, "Miss, itu sumbangan apa lagi? Bukannya awal tahun udah bayar uang kegiatan, ya?" Makanya kepsek mewanti-wanti kami saat merencanakan kegiatan siswa agar tidak meminta uang lagi ke orang tua. Mereka kritis dan cermat dalam masalah keuangan seperti itu. Dan melihat SMA Jayakarta yang... ehhh... begitulah, orang tua mana yang tega berinvestasi hanya agar anaknya bisa memanjat tangga sosial di sekolah? Pendidikannya nggak jalan banget kalau sampai terjadi kesenjangan yang jauh.
Dan masalah risak. Saya cuma bisa bilang itu adalah salah satu prioritas sekolah di mana pun. Saat jadi murid saya tak terlalu memperhatikan ini, tapi saat mengajar, saya tahu dan mengalami sendiri betapa rumitnya persoalan perundungan. Membiarkan seorang siswa dirundung sebegitunya sampai siswa lain datang dan sok jagoan membelanya? Biarkanlah adegan itu hanya eksis di sinetron keluaran tahun 2000an. Tidak di cerita lain.
Untuk plothole juga ada dua pilihan. Ada pembaca yang bisa mengabaikan dan memilih untuk terhanyut dalam ceritanya, ada pula yang malah mempertanyakan kenapa bisa seperti itu. Saya golongan yang kedua. Namun anehnya, dibanding poin-poin di atas tadi, saya justru paling bisa menoleransi bagian yang ini. Saya lebih terganggu dengan tokoh guru yang serius 'apa banget' dan donatur sekolah dan perisakan yang dibiarkan begitu saja.
Kesimpulannya, saya mengerti mengapa cerita ini digemari banyak pembaca bahkan ada yang sampai dibuat menangis. Namun, saya juga mengiyakan orang-orang yang menilai cerita ini memakai plot dan karakter yang overused dan klise tanpa pengolahan lebih lanjut lagi agar terlihat khas. Di samping itu semua, saya sangat berharap bisa membaca karya penulis yang penggambaran sekolah dan isinya lebih baik lagi, serta penambahan aspirasi pada tokoh-tokohnya agar terlihat lebih hidup dan tak melulu bergantung pada cinta remaja yang, uhhh, cheesy dan temporer.
Dari cerita ini, gue cuma yakin Tuhan memang mudah membolak-balikkan perasaan... *tsah...
Untuk ceritanya sendiri, banyak yang dipertanyakan, termasuk kausalitas adegan. Hmm... ada plot hole, tapi gue tetep enjoy bacanya.
Mungkin Inggrid bisa dibuat cerita tentang sahabatnya Kelsa. Gue kok malah penasaran sama tokoh korban risak itu, yang mana nggak pernah muncul. Hahaha.
Ranjana Putri Gantari--atau Jana--menghadapi kehilangan bertubi-tubi yang membuatnya menjadi gadis yang keras dan angkuh. Dimulai dari kematian ibunya saat usianya empat tahun, pernikahan ayahnya dengan mantan pacarnya, serta kehilangan teman.
Jana merasa hidupnya sendirian, kesepian, dan tak dibutuhkan. Ia tumbuh menjadi gadis pemberontak, tukang bully, dan keras kepala. Ia bersikap semena-mena kepada semua orang. Di sekolah bahkan dengan posisi sebagai anak dari penyandang dana utama yayasan, Jana bersikap seolah ia paling berkuasa--kepada teman sekolah bahkan guru-gurunya.
Kecuali pada Dimi.
Jana hanya luluh pada Dimi, salah satu cowok berotak encer di sekolahnya. Jana selalu bergantung pada Dimi dan ia mengikuti Dimi ke mana pun laki-laki itu pergi. Jana bahkan tak segan-segan melalukan hal mengerikan untuk siapa pun yang berani mendekati Dimi.
Sayangnya, lagi-lagi Jana harus menghadapi kehilangan. Bahkan yang lebih sakit; dikhianati.
Saat lagi-lagi ia merasa sendiri, Cakra hadir sebagai cermin dirinya. Mampukah Jana menghadapi kesakitan-kesakitan yang bertubi-tubi menghantam dirinya? Apakah Cakra datang sebagai obat atau justru laki-laki itu yang telah 'diobati' oleh Jana? _______________________________________
Saya membaca buku ini karena rekomendasi seorang kawan. Saat ini kami sedang mengadakan #ReadingChallenge dan tema untuk pekan ini adalah Teenlit. Ini teenlit kedua yang saya baca pekan ini--setelah Big Brother Complex karya Primadonna Angela. Ada kemiripan antara tokoh Nikki dan Jana, yaitu karakter yang meledak-ledak. Hanya saja, karakter Nikki tidak sekeras Jana.
Jana adalah gadis yang mengalami apa yang remaja-remaja sebut dengan broken home. Setidaknya dia menganggap begitu. Di pikirannya, ibunya adalah sosok lemah dalam hal mencintai sosok ayahnya. Ia kemudian menganggap ibunya meninggal dalam posisi kalah. Kemudian ia bertemu Dimi dan mulai menyukainya--atau mungkin terobsesi. Ia tidak mau seperti ibunya yang lemah dan tidak bisa menggapai cinta ayahnya. Maka, apa yang selanjutnya dilakukan Jana adalah menyingkirkan gadis-gadis yang mendekati Dimi. Ia kemudian menjadi musuh semua orang.
Menarik mengikuti perjalanan Jana, Dimi, serta Cakra sepanjang 400an halaman dalam novel bersampul hitam ini. Karakter Jana yang keras kepala, egois, angkuh, tapi di sisi lain kesepian dan terluka bertemu dengan sosok Dimi yang cerdas, dewasa, bertindak sebagai peredam Jana, tapi menyimpan rahasia. Kemudian kita akan dikenalkan dengan Cakrawala atau Cakra, sosok yang bisa dibilang unik. Cakra hampir mirip dengan Jana, sama-sama menyimpan luka. Hanya saja Cakra menghadapinya dengan cara berbeda. Cakra ini tipe-tipe yang dipuja remaja. Preman sekolah, tetapi tampan dan cerdas, kocak, serta dapat diandalkan. Dia versi 'evil' dari Dimi si 'angel'.
Novel ini, dari beberapa ulasan yang saya baca, awalnya terbit melalui aplikasi wattpad kemudian dibukukan. Saya tidak tahu ada perbedaan siginifikankah antara versi wattpad dengan versi dibukukan ini, yang pasti saya cukup terhibur membaca novel ini. Karakternya pas. Apa yang dialami Jana dan Cakra membuat saya juga ikut lelah. Membayangkan menjadi remaja dengan masalah cukup pelik itu sungguh, ya ~
"Cara paling ampuh untuk menyembuhkan luka adalah dengan memaafkan."
"Dia pergi untuk selamanya. Ke lapisan dunia terjauh yang tak bisa ditembus manusia." - Revered Back hal 393.
Ini review pertama saya, jadi kalau ada salah mohon dimaafkan. Dan semoga Kak Inggrid Sonya tidak marah karena kalimat dari halaman 393 saya ubah -karena kalau tidak bisa spoiler sekali-. Butuh dua hari membaca buku ini, karena kendala try out. Kalau begitu mari mulai me-review!
Saya membaca cerita ini pertama kali melalui aplikasi wattpad dan ini merupakan cerita pertama yang membuat saya tersedu. Mari move on dari versi wattpadnya.
Revered Back menceritakan tentang Jana seorang yang menggilai Dimi. Berbeda dari kebanyakan tokoh utama perempuan yang akan membuat kalian jatuh cinta, Jana cenderung membuat kalian -mungkin- memaki dan membencinya. Tapi di sisi lain, Jana merupakan seorang gadis yang merindukan kasih sayang orang tuanya. Di novel ini, kak Inggrid memperlihatkan bagaimana Jana berjuang, berubah dari Hiu yang menyeramkan menjadi menyenangkan.
Dimi sendiri merupakan seorang kapten basket, pintar, kaya dan tampan -paket lengkap. Sayangnya sifat Dimi disini benar-benar, ah, menyebalkan sekaligus mengharukan. Dimi melindungi Jana dengan caranya sendiri. Seperti bayangan, menurut saya pribadi sih. Walau kadang -sering sebenarnya- melukai Jana.
Kemudian ada Cakra yang kehidupannya berbanding terbalik dengan Dimi dan Jana. Cakra menjalani hidup yang lebih sulit dibanding Jana, membuat gadis itu perlahan menyadari bahwa ternyata hidupnya tak lebih menyedihkan dibanding hidup Cakra. Berbeda dengan Dimi yang lebih kalem, cara Cakra melindungi Jana cenderung keras dan tegas. Saya jatuh cinta pada Cakra.
Sebagian mungkin bertanya, kenapa sih Cakra sama Dimi melindungi Jana? Tapi saya tidak akan menjawabnya, nanti spoiler.
Secara keseluruhan, sebagian besar versi novel dan wattpad tentu berbeda. Dan bagi saya versi novel ini lebih realistis, walau tak dapat dipungkiri versi wattpadnya lebih menyayat hati. Tapi bagaimana pun, saya tetap jatuh cinta pada novel ini.
Bagi yang suka membaca novel teenfiction yang berisi tentang keluarga, teman dan cinta saya merekomendasikan novel ini.
setengah buku ku baca, aku merasa tidak banyak yang berbeda dengan ceritanya yang dulu di posting di wattpad. tapi setelah nya, ketika aku buka lembar demi lembar aku malah merasa ini adalah sebuah cerita baru, cerita yang baru pertama kali aku baca tanpa mikir kalau ini sudah pernah di posting di wattpad.. dan ya isi buku ini memang beda, alur nya sama tapi ceritanya beda. penulis lebih mempertegas lagi situasi dan karakter tokoh nya di novel ini.
ah jadi ngebandingin gini sihh wkwk. ya pokoknya menurutku cerita Revered Back book version sama wattpad version itu beda.
untuk review nya... hm sudahlah, aku sudah terlalu suka bgt sama diksi dan tata bahasa yang di gunakan Inggrid. this is a dramatical story tapi tetap ringan untuk dibaca tanpa harus mikir panjang dulu untuk menyimpulkan apa yang sedang terjadi. seperti sudah ku jelaskan, karakter antar tokoh juga kuat dan membuat aku sedikit gereget juga saking kuat nya wkwk batu semuaaaaa haha. dan ending... aku gamau komen banyak soal ending, secinta apapun aku sama Cakra tapi di tinggalin Dimi kok sakit bgt ya akuuu? huhuhhhh
DAN pls jangan suruh aku buat milih antara Novel dan Wattpad nya. karena menurutku itu cerita yang berbeda. dan memberi kesan masing-masing. Dimitri biarlah menjadi Dimi tanpa harus dibayangi oleh Rama. Cakrawala biarlah menjadi Cakra tanpa harus dibayangi oleh Yoga. dan Rinjana tetaplah menjadi Jana tanpa harus dibayangi oleh Cleo.
"Rinjana Putri Gantari, siapkah kamu untuk menjelajahi luasnya dunia ini hingga ke ujung Cakrawala bersama saya?" (hal 410) adalah pernyataan termanis dari sekedar "would you be my girl?".
Ini kedua kalinya saya baca kisah Jana - Dimi - Cakra. Ntah kenapa membaca kisah mereka banyak sekali pelajaran yang bisa di ambil; tentang hidup, cinta, dan keluarga. yang terpenting MEMAAFKAN.
Karakter Jana yang keras kepala, angkuh, egois, tapi di sisi lain ia hanyalah seorang gadis kesepian dan terluka bertemu dengan sosok Dimi yang cerdas dan dewasa yang bertindak sebagai peredam emosi Jana, namun Dimi juga mempunyai sisi rahasia yang tidak di ketahui oleh Jana. Kemudian ada Cakra, sosok yang bisa dibilang sangat unik, humoris. Cakra mempunyai masalah yang hampir sama dengan Jana. sama-sama menyimpan luka. Hanya saja cara cakra menghadapinya tentu saja berbeda dengan Jana yang cenderung lebih ketergantungan dengan Dimi.
Karakter tiap-tiap tokohnya terasa pas tidak berlebihan. Dan apa yang dialami Jana dan Cakra sangat membuat saya lelah dan juga kasihan. Membayangkan menjadi remaja dengan masalah yang cukup pelik itu sungguh ya....
Ada beberapa adegan yang membuat saya nyesek dan miris dengan kisah kehidupan ketiga remaja ini. Apalagi di saat-saat mau endingh, hufft rasanya nyesek banget..
Selain ceritanya yang keren dan menarik untuk bisa dibaca siapa saja, Revered Back ini juga terdapat beberapa kutipan-kutipan yang menarik.
Revered back adalah novel yang beradaptasi dari aplikasi online Wattpad. Agak mengecewakan sih karena lebih bagusan di wattpad menurut gue ya hehe. Mungkin karena gue terlalu berekspetasi tinggi di novel ini, jadi pas bagian di wattpad hilang, gue merasa ini bukan Revered Back yang di wattpad. Karena ya BEDA BANGET. Dari tokoh namanya aja udah ganti. Dan alur ceritanya berubah, jadi gue "down" banget pas bacanya. Gue mencari bagian yang gue sukain di wattpad dan gak ada tuh nyesek banget. Jadi gue pengen banget kalo versi di Wattpad di repost lagi atau nggak di novelin lagi.
Kalo gue baca novel ini dengan gak mikirin versi wattpad. Gue suka novel ini, banyak quote yang gue suka. Tapi novel ini gak terlalu spesial, menurut gue.
Membaca buku ini, saya seperti diajak menyelami sastra. Buku ini adalah sastra ala remaja, emosi dan pembawaan Inggrid ketika menulisnya benar-benar saya rasakan ketika membaca buku ini, walau banyak yang bilang versi wattpadnya lebih baper, tapi bagi saya dalam versi cetaknya ini Inggrid menampilkan sesuatu yang berbeda. Sebuah pembalasan. Amanat dalam cerita ini begitu sampai, begitu hidup dan terus mengendap dalam bayangan saya. Saya tidak butuh baper untuk ukuran sebuah novel, saya hanya butuh makna dan penghidupan cerita yang benar-benar merasuk ketika dibaca. Sayang, dalam novel ini masih ada beberapa typo, well lepas dari itu, novel ini benar-benar layak untuk dibaca.
Dulu saya adalah pembaca Wattpad pada era jaman kejayaan Revered Back, saya suka melihat cerita ini ada di rekomendasi tapi belum pernah sekalipun membacanya sampai akhirnya di tahun 2015 saya dengar kabar cerita ini dinovelkan. WOW. Saya sangat berekspektasi tinggi dengan cerita ini sampai akhirnya saya meminjamnya lewat teman. And then, what? Ekspektasi saya turun drastis! Cerita ini hanya mengutamakan angst-nya saja, tapi ada beberapa scene yang menurut saya tidak masuk akal. Jana, she is only a senior high school, tapi kenapa cinta seolah-olah adalah sesuatu yang mengatur hidupnya. Saya benci Jana. Satu-satunya karakter yang saya sukai hanya Cakra. Enough.
Buku ini adalah salah satu novel jebolan Wattpad yang saya baca. Dulu saya nggak sempat baca, karena postingan yang di Wattpad udah dihapus. Novel karangan Inggrid Sonya ini sepertinya bagus, karena banyak yang suka dengan karyanya. Ternyata benar. Novel ini nggak begitu mengecewakan. Saya baca novel ini di Ijak sekali duduk. Rasanya saya nggak bisa beranjak dari tempat saya sebelum menyelesaikan ini.
Berlatar kehidupan sekolah, novel ini menjadi novel remaja yang cukup rumit menurut saya. Banyak konflik yang saut menyaut setelah satu konflik selesai. Konfliknya pun lebih banyak seputar konflik batin yang menurut saya (lagi) berat untuk dihadapi anak SMA. Sejak awal cerita, saya langsung nggak suka dengan karakter Jana. Ia begitu songong, mengandalkan nama ayahnya yang seorang donatur di sekolahnya untuk menindas orang-orang yang bergosip tentangnya dan mendekati Dimi. Penulis sukses membuat karakter ini menjadi sangat menyebalkan. Padahal saya baru mulai baca, tapi sudah disuguhi adegan pembullyan oleh Jana. Namun, karakter Jana ini tidak terbentuk begitu saja. Ada sebab yang membuatnya menjadi seperti ini.
Dimi diceritakan sebagai seorang murid cerdas, cakep, fansnya banyak, dan kesayangan guru. Ia juga orang yang diharapkan dapat ‘menjinakkan’ emosi Jana yang meledak-ledak. Ia harus berpura-pura berteman dengan Jana, duduk sebangku dengan Jana, bahkan membela Jana. Padahal itu sangat bertentangan dengan hatinya. Ia melakukan itu karena diminta oleh guru dan Gwen, cewek yang sedang dekat dengannya. Penulis juga sukses membuat karakter Dimi menjadi seorang yang agak munafik.
Sedangkan Cakra hadir setelah 1/3 awal buku selesai. Karakter Cakra di sini adalah yang paling kuat menurut saya. Karakternya mirip dengan Dimi, yang membedakan hanyalah soal ia yang bad boy sedangkan Dimi good boy. Ia diceritakan mempunyai luka yang sama dengan Jana. Sehingga ia mencoba membantu Jana menyembuhkan luka itu.
Saya sangat menikmati membaca novel ini. Penulis sukses membuat hidup karakter di novel ini dan sangat manusiawi. Berjam-jam saya baca nggak kerasa sama sekali.
Hanya saja, saya merasa kalau banyak kebetulan di sini dan adegannya seperti di sinetron. Misalnya nih ya, bagian si Jana kebetulan dengar teman-temannya nge-gosipin dia yang nggak pantes dekat-dekat Dimi. Aneh banget nggak sih kalau kejadian kayak gitu muncul nggak hanya sekali? Namun buat saya itu nggak terlalu masalah sih. Cuma ya itu, berasa baca novel yang kalau divisualisasikan bakal kayak sinetron.
Satu hal lagi yang menurut saya ganjil, adalah penyebutan ayah Jana saat berbincang dengan Jana. Ayah Jana membahasakan dirinya dengan kata “saya”. Menurut saya itu sangat aneh dan terkesan terlalu kaku, terlepas dengan konflik Jana dengan ayahnya sebelumnya. Mereka ini keluarga, ayah dan anak. Masa iya sih ngomongnya “saya-kamu”? Kesannya malah jadi nggak realistis.
Akhir ceritanya saya tetap suka, walaupun sudah tertebak sejak pertengahan novel. Meskipun saya kurang puas dengan akhir ceritanya, tapi cerita ini sudah ditutup dengan baik kok oleh penulis.
DISCLAIMER!! Novel ini mengandung depression, suicidal thought, bullying, physical abuse dan kata-kata kasar.
My first impression thd si Jana, "nih cewe nyebelin, toxic, kayak orang sakit jiwa.". Ga boleh ada 1 orang pun yg ganggu dia atau Dimi. Ibarat nya lu punya duit lu punya kuasa. Karna papanya Jana donatur terbesar di sekolah jadi dy sombong dan semena-mena. Setelah baca beberapa halaman baru kebuka niih alasan di balik sifat buruknya si Jana, gak heran kalo Jana punya karakter seperti itu kalo dilihat dari masa lalunya. Dari sebel jadi kasian sama si Jana. Baca Novel ini bener² campur aduk. Apalagi pas baca part bapaknya Jana, aduhh gilaaa emosi banget asli. Kehadiran Cakra sangat membantu kehidupan Jana. Cakra's a nice guy and likeable character. Seneng banget tiap ada part Cakra yg berusaha nolongin Jana dan sosok Cakra yg mampu mengubah sifat Jana. Walaupun hidup Cakra sendiri pun udah rumit dan berat banget. Peluk jauh buat dedek Cakra.
Tapi dari semua sikap tokoh² disini, kayak kenapa Jana bisa nyebelin di awal cerita, kenapa papanya Jana kasar sama Jana dan berselingkuh, kenapa Cakra bisa jadi pengedar, dll semua ada aalasannya.
Pesan² yg terkandung dalam Novel ini cukup deep sebenernya dan banyak. Tapi pesan yg paling aku dapatkan yaitu belajar memaafkan jika ingin sembuh dari luka batin, jangan pernah merendahkan harga diri sendiri, dan jangan pernah menolak kebaikan dan perhatian orang yg sudah berusaha membantu kita untuk bangkit.
awalnya excited banget, seneng gitu kalo baca novel yang tokohnya jahat tapi juga ternyata dianya tersiksa, tapi pas jana udah mulai tobat, udah langsung turun semangatnya. kayak semua tiba2 gitu. kayak banget yang "ah kok gini sih?"
kenapa harus bikinin temennya kue? aneh aja, jana yang kasar, galak, cuek bikinin kue buat temen2nya. kayak bukan jana banget, ya walaupun dia mau tobat, tapi tiba2 bikinin kue sampe lembur tuh bukan jana banget.
trus ayahnya cakra, yang tiba2 omnya cakra dateng dan ngasih tau kalo ternyata ayahnya cakra udah tobat tapi meninggal, itu kek... kok kebetulan banget?
meninggalnya dimi juga kayak ga sreg di aku, hmm
This entire review has been hidden because of spoilers.
Waw ga nyangka gua bakal baca novel ini. Akhirnya mengerti maksud dari arti Revered Back dan ceritanya. Thanks ka Inggrid yang buat tokoh2nya ga berlebihan. Yang jahat bisa baik yang baik bisa jahat haha. Semuanya relatif. Ya setidaknya gua menikmati pemeran2 didalamnya. Apalagi Cakra yang sering buat nyeri hati haha. Mantab
Aku suka 22nya versi wattpad maupun buku. Ranjana, Dimi dan Cakra.
Lumayan bikin baper, sedih, pokonya feelnya masih dapet. Meskipun emang versi wattpad bisa bikin mewek, sedihnya banget soalnya.
Yang paling suka, sama puisi2 nya. Kereenn banget kata2 nya.. Overall yg nyari cerita roman, recommended nih. Ditunggu lagi karya selanjutnya ya inggrid ^^
aaaah aku selesaikan buku ini dlm sehari (skrg jam 1.26 AM btw huhu).
first of all, siapa yg bilang lebih bagus versi wattpad drpd versi novel????
sebagai pembaca kedua versinya, aku bisa bilang, dua-duanya tetap layak untuk dinikmati. meski terdapat perubahan yang sangat signifikan di versi novelnya, aku tetap bisa kasi personal rating 5/5⭐️ untuk dimi, jana, dan cakra. 🥺
but still, kisah rama, cleo, dan yoga tetap punya tempat tersendiri buatku. 🤍
karena begitu berbeda, aku jadi menganggap keduanya merupakan cerita yang berbeda. aku coba ngerti alasan ka inggrid mengambil langkah yang cukup ekstrem dengan mengubah jalan cerita, dan nama karakternya untuk versi cetaknya. karena di setiap tindakan, pasti ada alasan. arti nama jana bagus banget! begitu jg dengan karakter lainnya.
cuma... sampai skrg masih kerasa sesaknya. kenapa hrs ada yang pergi... 🥺🥺🥺🥺🥺 walaupun karakter yang pergi berbeda, tetep aja, aku udah terlanjur sayang sama 'dia' 😭😭😭😭
dan.. OH! sumpaaaah bagian cakra aku selalu dibuat terkesima AHAHHAHAA. cakra bisa bikin aku ngakak seeeengakak-ngakaknya, tp juga bs bikin aku nangis bombay. tingkah usilnya, and how he comfort jana, bener-bener bikin semapuuuut. gemeyyy 😭😭😭😭 i declare myself as cakra-jana shipper ever since scene di rumah sakit huhu. pdhl aku kapal rama-cleo garis keras di wattpad HEHEHEHE.
sbnrnya aku dulu baca revered back di wattpad krn tertarik liat mulmednya. jujur aku ga baca cerita ka inggrid yg lain, tp emg lgsg tertarik sm rb. ngeliat nama karakternya rama... cleo... uda bikin aku jatuh cinta. HEHEHEHE. ditambah lg liat visualnya ternyata cameron dallas sm cara delevingne bikin makin penasarannnn. trs lagu-lagu yg ada di media bikin makin makin makin yakin mau baca cerita ini. aku masih inget beberapa, ada lagunya melly goeslaw ft. krisdayanti - cinta, sm monita - kekasih sejati. 🥲🥲🥲🥲
berterima kasih banget sama ka inggrid karena udah buat cerita seepik ini! lagu-lagu yang tercantum di novel jg kdg aku jadiin bgm biar lebih ngena hehehehe.
penggunaan diksinya uda gaperu diraguin lagi. aku bener-bener salut, gmn setiap kata dan kalimat dalam buku ini bisa buat aku bener-bener terhanyut seperti masuk ke dalam cerita, ikut merasakan kepedihan, kesedihan, dan setiap emosi karakter-karakter di sana. good job, ka!
i-
i have nothing to say. masih jelas bgt rasa sedih abis namatin buku ini 😭 rasanya ga rela berpisah sama mereka. tp mungkin untuk membaca ulang buku ini, butuh waktu yang cukup lama buatku krn blm siap merasakan kesedihan lg atas kehilangan dr kejadian di buku ini. 😔
pertama kali baca tu taun 2016/2017, novel pertama kak inggrid yang gue beli. dan mungkin bisa dibilang novel ini berhasil jd novel favorit gue jaman smp-sma. inget bgt pertama kali baca tu nyeseknya kayak berasa dicerein 10x hahaha (lebay) tp beneran senangis ituu. dibaca jaman sma jg masih nangis wkwk pokoknya gue baca ni novel 10x jg ada kalik, means nangisnya jg 10x wkwk.
bukan karakter Jana yg dibikin semenyedihkan itu yg bikin gue nangis, tp mungkin the way kak inggrid memberikan topeng yg sangat tebal sekali wkwk ke Jana yg bikin gue kemudian bersimpati ke karakter yg sebenernya ga begitu gue suka (secara sifat). dan pastinya, pesona Cakra di sini kuat BGT lmao used to be my biggest highschool crush🤭 bener2 dibikin jatuh cinta berkali2 sama tingkahnya yg di luar nalar hahaha
tapi setelah baca lg di umur skrg, masih nyesek di beberapa part, cm gamau denial jg kalo pandangan gue ke novel ini udh beda bgt. ternyata banyak drama yg cringe (yaaa tipikal drama anak sma gmn sih), karakter Jana yg ternyata emng secegil itu, Dimi yg menurut gue character developmentnya dibikin paling aneh dan paling kasian wkwk dan ending yg maksa bgt. TAPI itu semua ga ngilangin ingetan gue sama sparks yg gue rasain pas pertama kali gue baca novel ini.
Buku ini tidak pernah mengecewakan, entah itu veris Wattpad ataupun veris novel. Tapi jujur aku suka veris novelnya karena alurnya lebih jelas.
Bukunya bagus banget, menurutku untuk endingnya sendiri tuh pas. Aku ngga bisa bilang ini happy ending ataupun sad ending, yang jelas ini endingnya tepat banget. Tpi yaa karena aku tim Cakra jdi bagiku ini happy ending, ada beberapa perbedaan juga antara versi Wattpad dan Novel. Kataku kalian wajib banget baca versi novelnyaaa, ngga akan nyesel. Because SEBAGUS ITU. Aku suka banget sama kata kata yang ada didalam buku ini.
Konfilknya memang agak berat, untuk penyelesaiannya konfliknya sendiri pas si, ngga yang terlalu lama, ngga juga yang terlalu terburu-buru.
Huft aku selalu nangis setiap baca scene di rumah sakit, Jana kamu keren sekali. Kak Inggrid sonya juga keren banget bisa membuat cerita seapik ini🤍
RASANYA AKU MAU KASIH TAU SELURUH DUNIA KALAU, AT LEAST SEKALIAN SEUMUR HIDUP KALIAN KUDU BACA BUKU INI
kalau kalian ngga setuju yaa tidak apa-apa, kalau ada yang bilang aku overrated yaa gapapa juga. Ini review dari sudut pandang aku💗