Jump to ratings and reviews
Rate this book

Biografi Gus Dur

Rate this book
Buku ini menyuguhkan kisah menakjubkan dan tak ternilai tentang teka-teki sosok Gus Dur.

Abdurrahman Wahid, atau yang lebih populer dengan sebutan Gus Dur, merupakan tokoh panutan yang sangat dihormati oleh banyak kalangan karena pengabdiannya kepada masyarakat, demokrasi, dan Islam toleran. Sosoknya penuh teka-teki dan kontroversial sehingga pemikiran dan tindakannya sering disalahpahami oleh banyak kalangan. Dia dipuji oleh banyak kalangan, namun juga dicela oleh mereka yang tidak mampu memahami jalan pikiran dan sikapnya. Akan tetapi, penulis buku ini, Greg Barton, berhasil memotret dan menampilkan pemahaman yang untuh dan komprehensif tentang sosok Gus Dur kepada kita.

"Buku ini sangat baik. Ia bisa menjelaskan ketidakmengertian yang dialami oleh masyarakat tentang sosok Gus Dur ...." (Republika)

Yang menarik dari buku ini adalah kemampuan Barton dalam melihat sosok Gus Dur secara objektif, kritis, rasional, dan apa adanya ....

514 pages, Hardcover

First published January 1, 2002

76 people are currently reading
839 people want to read

About the author

Greg Barton

22 books6 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
189 (50%)
4 stars
124 (33%)
3 stars
39 (10%)
2 stars
13 (3%)
1 star
8 (2%)
Displaying 1 - 30 of 37 reviews
Profile Image for miaaa.
482 reviews420 followers
January 15, 2011
There are times when various 'what if' came through my mind the likes of 'What if I insisted to study in Yogyakarta instead of Malang?', or 'What if I joined that state high school instead of the private Christian school?' Maybe, just maybe, things would be totally different now, slightly different, or it's the same story. Who knows.

And reading this biography of a remarkable person, Gus Dur, I wonder if just his highly respected father, Wahid Hasyim, didn't get involved in a car accident -and Gus Dur would not lose his father at such young age, or if just Gus Dur paid more attention to his retina's recovery .. yet life is not a matter of 'if's'.

Throughout his amazing life, which is well-written in this book, Gus Dur taught me several important points that he tirelessly fought for:
- the free will to engage in discussions, debates, banters not just with your friends or colleagues, but also with your archenemies, as it would put you in broader perspectives.
- to prevent any approaches with violence at any cause. Whatever the reason or however bad the situation, violent conducts would only trigger another one and another and another and it would never ends.
- to believe in pluralism and to conduct inter-religion communications. To respect others. Somehow this reminds what a dear friend told me once, "Understanding other religions makes me to believe more in Islam."
Profile Image for Probo Darono Yakti.
84 reviews5 followers
May 21, 2018
Gus Dur '101'. Segala sesuatu tentang pemikiran, ideologi, dan semangat dari KH. Abdurrachman Wahid alias akrab yang kita sebut Gus Dur. Beliau adalah seorang negarawan yang jenaka, memulai karirnya dari lingkungan pesantren. Sebagai cucu dari pendiri NU KH Hasyim Asy'ari dan putra sulung dari KH Wahid Hasyim yang masuk dalam orang terpenting negara ini ketika zaman pergerakan nasional, Gus Dur tumbuh dalam suasana yang Islami dan heterogen.

Besar di Jombang dan perlahan menapaki kiprahnya sebagai ulama terkemuka dimulainya ketika ia mondok di beberapa pondok pesantren, termasuk di Krapyak Yogyakarta dan di Ponorogo. Pendidikannya yang tidak sampai terhenti di tingkatan pesantren saja membuatnya termotivasi untuk melanjutkan studinya tentang Islam di Kairo. Selama 2,5 tahun menjalani hidup di negeri piramida tersebut, Gus Dur tampak kurang bersemangat dalam belajar.

Meskipun pengaruhnya cukup kuat, dengan ditunjuk oleh kawan sejawatnya dari Indonesia sebagai ketua PPI Mesir, tampaknya Gus Dur tetap 'tidak betah' dan kemudian memutuskan pindah ke Baghdad. Di sanalah ia kemudian melanjutkan menuntut ilmu dan kemudian juga melanjutkan hobinya menonton film timur tengah. Di sela-sela perjalanannya menuntut ilmu ia bertemu dengan cintanya Sinta Nuriyah, yang bermula dari saling berbalas surat. Wanita yang diberi kebebasan oleh orang tuanya untuk memilih jodohnya ini memiliki pasang surut hubungan yang cukup lika-liku.

Ketika pulang ke Tanah Air, Gus Dur yang sudah berstatus suami dari Sinta ini, meneruskan perjuangan ayahnya untuk memberikan pencerahan terhadap umat Islam di Indonesia. Latar belakangnya dari basis masa Islam tradisional di Indonesia membuatnya nyaman dan sesuai dengan apa yang ia dapatkan baik di Baghdad maupun Kairo.

Ia kembali pada saat Indonesia masih dipimpin oleh pemerintahan junta militer Soeharto. Seketika ia mulai 'dewasa' dalam berorganisasi di NU, berkat dorongan ibunya ia masuk dalam barisan Dewan Syuriah PBNU. Kiprahnya ini semakin cemerlang ketika ia kenal baik dengan tokoh-tokoh ABRI yang menurut Gus Dur sendiri ia membencinya namun dalam batasan tertentu ia membutuhkan keamanan dalam melakukan pendekatan pada massa setianya.

Peran NU cukup sakral pada waktu itu. Selain pecahnya sebagian besar kelompok ini dari partai PPP, sebagai organisasi sosial kemasyarakatan yang kembali pada khittahnya tahun 1926 PBNU berpotensi menjadi kekuatan di luar golkar yang mampu merangkul akar rumput. Tentu saja hal ini ditakuti Soeharto pada waktu itu. Oleh karena itu strategi yang ia gunakan adalah mendekati Gus Dur yang kemudian didorong oleh sejumlah ulama senior sebagai Ketua Umum Tanfidziyah.

Sejumlah kiprah ketika menjadi ketua umum, seketika ia menjabat posisi ini selama tiga periode justru makin lama membuat Soeharto gemetar. Bagaimana tidak, gerak-gerik dari Gus Dur kerap dicurigai. Termasuk bagaimana Gus Dur melakukan konsolidasi massa yang dicintainya begitu besar. NU, kerap membuat pemerintahan orba blunder dengan kedekatan Gus Dur dengan beberapa tokoh ABRI. Akhirnya semua langkah pemerintah bisa ia dengar, dan upaya untuk memecah belah NU terus saja terjadi. Toloh-tokoh lama seperti KH Idham Chalid juga dilibatkan. Gus Dur berkali-kali dilengserkan dengan segala cara, bahkan dengan mengutus calon 'boneka' yang digerakkan orba.

Semangatnya inilah yang kemudian mengantarkan Gus Dur ke gerbang demokrasi bangsanya. Selama ini ada keresahan besar bahwa Pancasila tidak diamalkan dari segi implementasi demokrasinya. Untuk itu, ia membentuk sebuah LSM yang dinamai Fordem. LSM inilah yang kemudian secara multikultural mendesak pemerintah untuk mengadakan pemilu yang jujur dan adil. Tekanan politik yang hebat pada masa itu juga membuat dinamika kehidupan Gus Dur berkecamuk.

Sebagaimana kondisi kesehatannya memburuk, mata kirinya terkena glaukoma dan komplikasi hingga retinanya lepas dari dudukan sarafnya. Gus Dur yang cuek pun lanjut dengan kegiatannya untuk aktif mendorong reformasi. Ia pun dicintai oleh massa mahasiswa yang pada waktu itu terus mendesak mundurnya Soeharto. Klimaksnya adalah pada saat terjadinya krisis moneter Asia pada tahun 1997. Masyarakat yang ekonominya terganggu pun harus menghadapi serangan lain: tekanan dari aparat yang terus bertindak represif pada mahasiswa.

Oleh karena itu Gus Dur dengan santainya menenangkan mahasiswa supaya tidak menggebu-gebu dalam aksinya. Dalam beberapa hal sikap Gus Dur dianggap taktis, namun sikapnya untuk menemui Soeharto dan kedekatannya pun juga membuat orang cukup jengkel. Ia bergerak bersama tokoh Ciganjur lainnya: Megawati, Amien Rais, dan Sri Sultan Hamengkubuwono X. Poros Ciganjur inilah yang kemudian menentukan arah perpolitikan negeri ini.

Setelah berhasil melengserkan Soeharto, ia cukup berhati-hati dan menghargai posisi Habibie sebagai presiden di masa transisi. Selama bekerja dengan koridor yang membawa Indonesia kembali ke alam demokrasi, Gus Dur tetap mendukung dan dirinya terus bergerak. Apa lagi tercium bau persaingan dari sesama kubu Ciganjurnya. Yang paling mengejutkan adalah Pemilu 1999 melalui MPR, yang membawa ia di ambang kemenangan. Kendati partai Megawati pada masa itu PDI-P Merupakan partai paling dominan di parlemen.

Seketika ia menjabat Presiden Republik Indonesia, ia dipuja bak dewa dan dihujat bak bandit. Betapa tidak, Gus Dur di satu sisi telah melakukan banyak reformasi. Mulai dari perampingan kabinet, pemisahan Polri dari ABRI, sekaligus menghapus dwifungsi ABRI, selain itu membubarkan Departemen Penerangan yang dianggapnya menjadi penghalang bagi keterbukaan Pers. Ia pun tetap anggun terhadap lawan politiknya pada Pemilu, Megawati dan memutuskan untuk merangkul kawan seperjuangannya pada Deklarasi Ciganjur tersebut sebagai wakil Presiden.

Kiprahnya tidak begitu berjalan mulus di sisi lain, ia mencetak banyak kontroversi dalam pemerintahannya. Kendati semakin terbuka, namun lawatannya ke luar negeri tidak sepadan dengan perhatiannya di dalam negeri. Kasus seperti Buloggate dan Bruneigate yang belakangan tidak terbukti pun menjadi alasan legitimasi politik mengapa ia dilengserkan sebagai Presiden dan kemudian digantikan oleh wakilnya Megawati.

Inilah proses politik dari seorang Abdurrahman Wahid. Yang dikenak Greg Barton sebagai orang yang jenaka penuh senda gurau,namun kenampuan agitasi pada massa yang tinggi. Ia mengenal kawannya itu dengan baik, mencari celah di tengah kesibukannya sebagai Presiden, maupun sebagai Ketua PBNU. Sehingga ia mendapatkan gambaran paling humanis dari seorang Gus Dur. Penggambaran utuhnya ini yang membuat saya salut untuk membaca buku setebal 508 halaman ini.

Selama ini, Gus Dur dianggap kontroversi. Bahkan saat lawatannya ke Israel yang mengundang tanya sekelompok Islam konservatif. Buku Ini mencoba menjawab semua anggapan itu yang beredar. Greg Barton merangkainya cukup baik, kendati buku terjemahan namun bahasa yang digunakan ketika dibaca selayaknya kita membaca biografi dengan Bahasa indonesia asli. Buku ini direkomendasikan untuk siapa saja yang mencintai sosok yang disebut pahlawan kemanusiaan, sebagaimana yang tertulis pada nisannya di Tebuireng, Jombang.
Profile Image for Morning Dew.
32 reviews
March 12, 2021
Kalau kata Republika: "Buku ini sangat baik. Greg Barton bisa menjelaskan ketidakmengertian yang dialami oleh masyarakat tentang sosok Gus Dur."

I couldn't agree more. My favorite part is on Chapter 2 - Terbentuknya Intelektual
Profile Image for Immensse.
15 reviews
August 8, 2020
Greg Barton berhasil menuangkan kisah hidup Gus Dur secara berimbang, objektif dan konsisten. Latar belakang politik Indonesia dan perjalanan yang mengiringi tokoh utama disajikan dengan lengkap, namun tidak sulit untuk diikuti.
Gus Dur, bapak Pluralisme, dibalik segala kekurangannya akan selalu dikenang dengan pemikirannya yang tajam, sifatnya yang tidak pernah berpura-pura, humornya yang polos, kebaikan hatinya, serta ketulusannya dalam membangun bangsa.
Highly recommended for those who wants to know Gus Dur deeper, his early lifes, as well as his Islamic figure and roles, and his journeys into Indonesia's politics.
Profile Image for Mimin Haway.
44 reviews5 followers
June 17, 2010
Kaget baca buku ini karena banyak kejutan yang dihadirkan oleh Greg Barton (Australian). Kok yang nulis bukan Indonesian. Tunggu review dariku dua minggu lagi untuk menyelesaikan buku ini hihi..
Profile Image for Ann T.
72 reviews
February 13, 2021
I was intrigued by what I read of Gus Dur when he was elected as the first democratically elected President of Indonesia after Soeharto. He was the head of one of the largest Muslim parties in Indonesia, yet he sounded much more secular than expected. He gave me the impression of an intellectual with an open minded, well rounded attitude and well read. I was quite impressed and intrigued by him, hence bought this book in the early 2000’s to learn more about him.

It was unfortunate that so soon after, all news that came across on Gus Dur were not positive news. His presidency did not last long.

Since Jokowi, whom I also had a good impression, and who, like Gus Dur, is starting to get more and more negative press, my interest in understanding Gus Dur is revived, hence only read this book now.

I’m happy to find that my first impression of Gus Dur being a broad minded intellectual was correct. He was a much more complex figure than I thought. The biography seems to portray him quite well. The right man for the job, but not the right man for the job. A broad minded, educated and intellectual leader to be Indonesia’s first president after Soeharto’s three decades of authoritarian regime. I can’t think of anybody better. However, he was not an administrator to lead such a huge and messy bureaucratic office with enemies looming around at every corners, including his own Vice President, Megawati. As an admirer of Soekarno, I found Megawati to be a major disappointment.

The book not only gives a good background to understand Gus Dur, it is also very rich in the information on the Indonesian Muslim parties and the political developments leading up to his election and downfall. It provides good insights to the difficulties and dilemma faced by Gus Dur during his presidency. The writer seems to know and understand Gus Dur very well, as well as the political, religious parties in Indonesia. I still find Gus Dur to be quite an enigma after reading the book.

Another sad history of Indonesia. Another good man toppled down by selfish enemies. I was never impressed by Megawati’s presidency. After reading this book, my impression of her is worse.
Profile Image for Krisostomus Nova Rahmanto.
22 reviews46 followers
January 1, 2018
Membaca Biografi Gus Dur di akhir tahun 2017, membuat saya berefleksi bahwa apa yang terjadi di masa kepresidenan Gus Dur hampir dua dekade yang lalu sedikit banyak sama dengan apa yang kita alami satu dua tahun belakangan ini. Politik sektarian masih saja eksis di dunia perpolitikan negara kita hari ini. Hal ini diperparah dengan berkelindannya aktor militer dalam menyokong konflik-konflik horisontal yang "dipandhegani" oleh ekstrem kanan. Greg Barton, penulis buku biografi intelektual ini, berkali-kali menekankan prinsip hidup Gus Dur yang ingin memisahkan politik dengan agama, yang mendapat tantangan luar biasa dari berbagai kalangan: kroni orde baru dengan Islam modern yang konservatif. Biografi ini mencakup perjalanan hidup Gus Dur dari kecil sampai dengan berakhirnya masa jabatan kepresidenan beliau. Salah satu kekuatan dari biografi ini adalah Greg Barton, sang penulis, menyertakan latar belakang keluarga Gus Dur yakni seorang muslim santri Jawa. Barton menjelaskan stratifikasi orang Islam di Jawa menurut perspektif Clifford Geertz yakni santri, abangan, priyayi. Ia juga menjelaskan sejarah Islam, termasuk perbedaan Sunni Syiah, Islam tradisional dan Islam modern. Walaupun isinya ilmiah, namun Barton dengan apik menyelipkan humor-humor segar yang pernah dilontarkan oleh Gus Dur.
Profile Image for Hasan Hasanuddin.
7 reviews
June 2, 2020
Pada bab awal mengenai kehidupan muda gus dur, buku ini menginspirasi saya sebagai santri untuk lebih giat menuntut ilmu. Perjalanan muda beliau yang penuh lika-lika serta eksplorasi yang luas kelak akan menjadi nilai-nilai yang membentuk pribadi gus dur. Dari buku ini, saya juga mendapatkan gambaran mengenai kondisi sosial politik negara Indonesia di era Orde Baru. Waktu terjadi krismon saya masih "cah cilik". Saya juga "menangi" era kepresidenan gus dur namun kala itu saya belum "tamyiz" sehingga melalui buku inilah kondisi saat itu bisa tergambar. Demokrasi di negara kita ini ternyata masih seumur jagung dan gus dur adalah salah seorang yang memperjuangkannya di masa awal sekali sehingga masa kepresidenannya pun penuh intrik. Juga ternyata isu ekstrimisme, radikalisasi agama, politisasi agama adalah judul usang yang sudah ada di era gus dur. Topik mengenai bentuk negara juga ternyata merupakan topik usang yang telah rampung dibahas oleh founding father negara kita.
34 reviews4 followers
December 23, 2017
Biografi GD terbaik yang pernah saya baca. Bagus dari segi ilmiah maupun sistematika dan cukup banyak informasi yang didapat "behind in screen" peristiwa-peristiwa penting dalam perjalanan GD. Saya pikir GB menggarapnya dengan serius, sayangnya karena penulisannya ditulis saat perjalanan karir GD di puncak, jadi detik-detik akhir usia GD tak tercover.
11 reviews
April 21, 2020
Buku ini merupakan buku kedua Biografi yang saya baca, tetapi isi buku ini sungguh menarik, penulis melihat sosok Gus Dur secara objektif, kritis, rasional dan apa adanya. didalam buku ini kita mendapatkan jawaban atas ke-nyeleneh-an Gus Dur, kita akan mengerti begitu cerdas dan kuatnya seorang Gus Dur yang secara fisik orang akan menilai dengan sebelah mata
Profile Image for Mochammad Syahdiladarama.
27 reviews
August 20, 2023
The book is very complete, my expectation was only about his life and thoughts but the book also served all the details of every era and socio-political condition. It is a good book with mixed timeline and many repetition, definitely need references when reading
Profile Image for Moch Taufiq.
9 reviews3 followers
December 29, 2020
Sesepuh kyai dan bapak bangsa yang harus diteladani dalam bersikap. Beberapa artikel atau tulisan beliau masih relevan sampai saat ini. setiap kalimat sangat renyah dan asyik untuk dibaca meskipun terkadang beberapa hal masih agak sulit dipahami.
94 reviews3 followers
January 9, 2021
Buku ini obyektif. Bisa menilai Gus Dur dari berbagai sisi yang positif maupun negatif.
Profile Image for Yulia.
86 reviews2 followers
February 12, 2023
Menarik untuk mengetahui pikiran dan sikap Gus Dur serta keadaan politik Indonesia pada saat itu.
Profile Image for Heyn.
1 review
August 13, 2023
Memberikan prespektif lain, apalagi Greg sudah mengikuti Gus Dur sejak lama.

Menarik.
Profile Image for Maryeni Auliyati.
28 reviews
June 15, 2025
"Saya kira tak ada orang di Indonesia yang sama pemahamannya dengan Gus Dur mengenai kebhinekaan, pluralisme, toleransi etnik, pemahaman agama, dan hak asasi manusia...." Wimar witoelar hal. 411
Profile Image for Artricia Rasyid.
4 reviews43 followers
October 27, 2017
An incisive and honest overview of Indonesia's past and present political trajectories. Despite being a titular character, Gusdur is not the sole focus of the biography, but rather, positioned as one of the players (and at unfortunate times, pawns) in Indonesia's intriguingly complex power landscape. Barton captured Gusdur in the full light of his humanity: describing his unique strengths and his all-too-human failings equally, and with tact. Thoroughly engaging and easily one of my favorite biographical accounts!
3 reviews1 follower
November 17, 2013
Penulis : Kumpulan Tulisan Kompas
Penerbit : Kompas
No: SPPT.0110-DP-0409
"Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terpilih menjadi Presiden Keempat RIsebagai figur perekat berbagai komponen bangsa yang saat itu sedang terkoyak. Tetapi, perjalanan politik presiden yang kiai ini ternyata berlikaliku. Berbagai pernyataannya kerap kontroversial dan menimbulkan teka-teki. Humor-humor politik yang sering ia lontarkan kian membingungkan banyak orang. Apakah pernyataan kontroversial itu merupakan bencana atau berkah bagi Gus Dur sendiri selaku Presiden? Pernyataan Gus Dur bahwa anggota DPR mirip TamanKanak-kanak menuai protes. Kasus "Buloggate" dan "Bruneigate" yang menerpa sang Presiden memunculkan manuver politik Sidang Istimewa MPR yang berujung pada pemakzulan Presiden yang juga Ketua PBNU itu.

"Bagaimana situasi politik nasional pada saat-saat terakhir sebelum Gus Dur dilengserkan? Benarkah Gus Dur menangis saat mengeluarkan dekrit pembubaran DPR? Semua jawabannya ada dalam buku ini, yang merupakan rekam jejak perjalanan pemerintahan Gus Dur, mulai dari encalonan, proses pemilihan, ketika berada di Istana Negara, sampai kembali ke Ciganjur. Pemerintahan yang singkat, namun sangat penting dalam perjalanan sejarah Indonesia.
Profile Image for Eve.
86 reviews4 followers
October 9, 2024
At first I was hesitated to read this book because usually, biography is boring. But turn out it's really interesting and fun read. Let's say it's more entertaining than Games of Thrones.

President Wahid is interesting character in general. I read some of his writing before and I KNOW this man is a great GREAT man with big BIG idea, but he's not quite the right person to lead a big messy country like Indonesia.

I agree with Barton, everyone at that time just has this really high expectations that Wahid will automatically lead this mess of a country to it glory when in fact it's impossible. It takes TIME and SUPPORT but DPR and MPR don't give it to him.

It's just so funny and frustrating at the same time that instead supporting the current president to safely bring Indonesia to a BRIGHT NEW ERA, Megawati, Wiranto, Amien, DPR, and MPR just takes turn to stab the poor man from the back. It's get even funnier when I realize that those people are still actively participating in Indonesia politics today 🙂

Anyway, let's hope that God is truly exist and Soeharto is currently rotting in hell.
Profile Image for Imam Rahmanto.
149 reviews8 followers
December 17, 2017
Butuh beberapa hari untuk menamatkan buku setebal novel "Harrt Potter" ini. Ketertarikan saya bermula dari sangkaan isinya bakal tak jauh berbeda dengan gaya bahasa penulisan novel. Sayangnya, itu hanya prasangka.

Isinya memang sebagian menjelaskan bagaimana kepribadian sang mantan presiden RI ini. Akan tetapi, arahnya cenderung berkaitan dengan aroma-aroma politik dan pemerintahan. Secara detail, masa pergolakan politik dari Orba menuju Reformasi diulas dalam buku dari sudut pandang orang luar ini.

Saya sebenarnya berharap bisa lebih banyak menyelami kehidupan sehari-hari Gusdur yang cukup liberal dari buku ini. Bagaimana kejenakaannya. Bagaimana pikiran-pikirannya dibutuhkan untuk menyatukan umat-umat beragama. Hal semacam itu yang sedang "darurat" dibutuhkan pada masa demokrasi kekinian.

Terlepas dari itu, saya tetap berhasil menamatkan buku ini, meski dengan mencicil bacaan. Pengetahuan tentang pergolakan politik dan pemerintahan pada masa Reformasi bisa menjadi referensi yang bagus dari dalam buku ini.
Profile Image for Farah Rizki.
43 reviews4 followers
February 22, 2016
Beberapa bulan lalu muter ke toko buku, penasaran ingin tahu kehidupan bapak pluralisme Indonesia. Pilihan judul dan penulis yang beragam malah bikin ragu pilih buku mana yang paling bisa menceritakan kehidupan Gus Dur. Akhir dari keliling dari rak ke rak ini sudah bisa ditebak, pulang dengan tangan kosong. Begitu seterusnya setiap kali terlintas untuk mencari biografi Gus Dur.

Sampai kemudian saat memilih buku di perpustakaan, saya tiba-tiba tertarik untuk membawa pulang buku setebla kurang lebih 500 halaman ini. Isinya lengkap, seperti buku biografi yang saya bayangkan. Hampir semua yang saya ingin tahu-i tentang Gus Dur ada di sini, berikut perjalanan sejarah bangsa Indonesia di masa reformasi dan setelahnya. 5 bintang saya beri semua karena buku ini juga berhasil menyambungkan potongan-potongan cerita sejarah yang saya tahu secara acak, menjadi gambaran yang utuh dan teratur.
Profile Image for Fachry Artabudhi.
31 reviews
May 1, 2021
Buku yang mengisahkan seorang Bapak, Teman, Ulama, Negarawan, Politikus, Aktivis dan Manusia Biasa berkebangsaan Indonesia. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur merupakan sosok inspiratif yang menjunjung tinggi perdamaian dan anti kekerasan. Beliau selalu mengedepankan dialog antar suku, agama, ras, dan golongan di Indonesia ketika saat rezim orde baru maupun reformasi masyarakatnya sering terlibat pertikaian. Sifatnya yang terus terang dan apa adanya diselipi jenaka dalam setiap pembicaraan merupakan ciri khas beliau. Akhirulkalam, banyak suri tauladan yang dapat kita petik dari sosok Gus Dur serta sejarah Indonesia masa lampau dengan membaca buku ini.
Profile Image for Islah.
4 reviews
February 12, 2008
Belajar nilai-nilai luhur dari seorang 'multi-ulama' yang berpikiran luas dan penuh pengorbanan...
1 review
Read
June 28, 2009
democracy
This entire review has been hidden because of spoilers.
Displaying 1 - 30 of 37 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.