Gadis keras kepala ini bernama Milly. Dia menyukai ungu. Dan tahu apa yang dia inginkan. Masuk jurusan pilihan ibunya bukanlah keinginannya. Sementara itu berkampanye menyelamatkan paus minke adalah keinginannya. Apapun risikonya.
Milly lantas mengarungi kapal berwarna ungu, berlayar menuju kutub selatan yang tampak keunguan dari kejauhan. Dia akan berupaya menyelamatkan paus dari perburuan. mengenal orang-orang yang mendedikasikan nyawanya demi lingkungan. Dan, membenci mereka yang mengeruk sumber daya alam demi uang.
Namun, meskipun keras kepala sebetulnya keinginan Milly terus berubah. Mungkin suatu hari dia akan berhenti, dan kembali menjadi gadis biasa dari pematang siantar. Namun Milly bertemu laki-laki yang mengubah hidupnya di atas kapal. Mengajarkannya deburan menyenangkan selain ombak dan keindahan warna ungu.
Indah Hanaco penyuka novel-novel historical romance. Tergila-gila pada segala hal yang berbau tahun 90-an. Juga sederet serial kriminal dan film-film romance. Mendadak mellow hanya karena gerimis. Kolektor majalah dan buku-buku resep yang jarang dimanfaatkan.
Fans sejati Michael Schumacher yang memilih berhenti menonton balapana Formula Satu begitu sang idola pensiun. Tidak bisa lepas dari kopi meski sangat tidak menyukai kopi.
Indah Hanaco pernah bekerja kantoran, tetapi benar-benar merasa menemukan "dunia" saat menjadi penulis. Cita-cita saat ini adalah pindah dan menetap di Yogyakarta, keliling Eropa serta menghabiskan sisa hidup untuk menulis.
Indah Hanaco telah menerbitkan 23 novel, beberapa buku anak dan parenting. Indah Hanaco juga menulis novel dengan pseudonym Aimee Karenina.
Membaca karya Indah Hanaco selalu mempunyai keunikan tersendiri setiap ceritanya. Termasuk perfect purple ini. Penulis mencoba merangkai sebuah cerita yang padat dengan mengangkat tema aktivis peduli lingkungan. Dalam cerita ini kamu akan bertemu dengan sosok Neal yang teduh dan kelabilan remaja Milly. Ceritanya memang padat, seperti yang penulis tulisan di ucapan terimakasihnya. Sayang cerita ini dipadatkan karena berakhir dengan sub plot yang tidak terlewatkan dengan baik. Pembaca harus puas dengan konflik yang diringkas sebaik mungkin. Riset cerita ini mendalam tentu saja, aku sebagai pembaca mendapat pengetahuan baru yang cukup banyak mengenai pemburuan paus. Ternyata di belahan dunia lain, ada banyak manusia yang peduli akan kepunahan paus dan berjuang untuk itu. Cerita ini sangat cocok untuk pembaca remaja, daripada mereka membaca karya romance picisan kan? Terimakasih Indah Hanaco akan tulisannya yang selalu mempunyai isi dan makna!
Yang suka novel yang mengisahkan tentang penyelamatan lingkungan, khususnya paus silahkan baca novel ini. Walau porsi romancenya memang tidak terlalu dieksplor, tetapi suka sama ceritanya :)
Idenya keren banget. Soal kapal aktivis penyelamat paus dari kapal-kapal pemburu. Banyak info menarik soal dunia aktivis penyelamat paus di dalamnya. Benar-benar tema yang nggak biasa untuk sebuah novel remaja.
Tapi sayang eksekusinya terlalu apa adanya. Karakternya nggak digali lewat aksi dan dialog, melainkan lebih ke semacam eksposisi bergaya, "Dia begini dan dia begitu."
Aksi penyelamatan ikan pausnya pun nggak digambarkan seolah terjadi di depan mata. Milly sebagai salah satu aktivis, hanya menjalani hari di atas kapal dan bahkan nggak melihat sendiri aksi-aksi penyelamatan itu. Jadi kita sebagai pembaca yang sudut pandangnya ditempatkan di samping Milly hanya bisa tahu kronologi usaha penyelamatan paus melalui cerita para tokoh lain. Sungguh gaya storytelling yang pasif dan membingungkan.
Neal digambarkan tampan, peduli pada paus dan mendebarkan, tapi aku nggak merasakan pesona itu karena dia ya cuma dibilang "seperti itu".
Brooke dan Milly digambarkan dekat tapi aku juga nggak merasakan intimacy itu karena yang mereka lakukan hanya bercakap-cakap ringan.
Deborah digambarkan menyebalkan, tapi aku nggak ikut merasa sebal karena info yang kudapat tentang Deborah kudengar dari "kasak-kusuk" karakter lain. Tidak diperlihatkan di depan mata.
Milly digambarkan tertekan dengan kediktatoran mamanya, tapi aku nggak merasakan aura diktator itu dari sang Mama.
Begitulah opini personalku tentang novel ini. Tentu nggak mudah mengolah tema seperti ini untuk jadi novel. Aku akui penulisnya tampak sudah sebaik mungkin melakukan riset. Terlihat sekali dia benar-benar yakin dengan info yang dia gelontorkan di sini. Tapi novel yang bagus butuh lebih dari ide keren dan riset mendalam.
Adalah seorang gadis belia bernama Milly Kalindra yang sedang berusaha keras untuk menyelamatkan diri dari paksaan mamanya untuk kuliah di jurusan yang sama sekali tidak menarik minatnya. Berbagai upaya dia coba lakukan demi lolos dari takdir yang sedang dirancang oleh mamanya. Hingga akhirnya, sebuah misi penyelamatan paus dari perburuan pun menjadi jalan keluar yang dirasanya akan dapat membebaskannya dari kediktatoran sang bunda.
“People can criticize us and call us terrorists. We don’t care. We never back down and we never compromise.” [hal. 20]
Sayangnya, tak mudah untuk dapat bergabung dengan misi penyelamatan paus yang dimotori oleh SNFS (Sea Not For Sale); organisasi konservasi lautan non-profit yang berbasis di Inggris, dengan anggota dari berbagai penjuru dunia. Neal O’mara, orang yang memotori SNFS, datang berkunjung ke sekolah Milly atas undangan Pak Bastian, wali kelas Milly yang mengenal Neal ketika ia sedang melanjutkan studi di Inggris dengan beasiswa yang didapatnya.
“SNFS bukan organisasi sembarangan,… Tidak akan mudah untuk bisa bergabung dengan kampanye yang dilakukan langsung di lautan. Setiap tahun, mereka menggelar berbagai misi yang menuntut komitmen luar biasa. Ada kalanya nyawa menjadi taruhannya. Ini bukan proyek main-main. …” [hal. 29]
Setelah mengikuti serangkaian tes yang diperlukan sebagai persyaratan menjadi anggota SNFS, gadis penyuka warna ungu itupun harus kembali menelan kekecewaannya karena ia gagal. Tapi bukan Milly namanya jika langsung menyerah begitu saja menerima hasil tes yang tidak sesuai harapannya. Ia pun bersikukuh meyakinkan Pak Bastian dan Neal agar menerimanya sebagai salah seorang anggota SNFS dan bahkan meminta keduanya berbicara langsung dengan papanya.
“Apakah itu berarti, menurut Anda laki-laki SELALU lebih hebat daripada perempuan?” [hal. 41]
Berkat kekeraskepalaan Milly yang luar biasa dan kelihaiannya, ia berhasil masuk sebagai anggota baru SNFS. Tidak hanya itu, ia pun berhasil mengantongi restu dari kedua orang tuanya. Padahal selama ini mama adalah orang yang begitu kokoh pada pendiriannya. Ketika akhirnya mama setuju memberikan kesempatan kepada Milly untuk mengikuti kampanye yang akan dilakukan SNFS dan menunda kuliahnya selama setahun, gadis itu girang luar biasa.
… stroberi mirip penipu lihai yang memikat siapa pun melalui bentuk dan warnanya yang indah. [hal. 146]
Sayangnya, kegirangan Milly tak bertahan lama. Ada banyak hal yang luput dari perhitungannya selama ini. Ya, ia memang tidak terlalu memikirkan hal-hal yang akan terjadi sepanjang perjalananannya bersama anggota SNFS lainnya saat mereka berkampanye menuju Kutub Selatan dengan mengendarai kapal Sinead Purple. Yang ada dipikirannya dulu hanyalah bahwa dengan bergabung bersama SNFS, maka ia akan berhasil meloloskan diri dari siksaan kuliah di jurusan yang tak diinginkannya.
Ini baru hari ketujuh dan Milly sudah menyesal setengah mati karena nekat mengikuti kampanye tersebut! [hal. 44]
Selain harus mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan dari anggota SNFS yang bernama Deborah Tsai, Milly tidak menyangka bahwa apa yang dilakukan oleh SNFS selama ini benar-benar aksi nyata yang begitu serius: mengalami amukan badai & kebocoran tangki bahan bakar di tengah laut saat perjalanan kampanye, bertempur habis-habisan dengan kapal harpun yang merupakan musuh utama paus, berusaha mati-matian agar paus yang terbunuh tidak berhasil dipindahkan dari kapal harpun ke kapal pabrikan. Semua itu benar-benar menguras pikiran, energi dan emosi, bahkan tak jarang mengancam nyawa!
“… Tapi yakinlah, hal-hal baik selalu terjadi pada orang yang berjuang untuk menyelamatkan sesuatu.” [hal. 76]
Mampukah Milly melewati semuanya dengan baik? Akankah ia pada akhirnya menyerah di tengah jalan dan memutuskan kembali ke kampung halamannya? Bagaimana dengan perjuangan SNFS dalam menyelamatkan paus dari perburuan? Akankah kampanye mereka berhasil dengan gemilang? Bagaimana dengan perang dingin yang dilancarkan Deborah kepada Milly? Sanggupkah mereka berdamai?
Perfect Purple mengisahkan tentang aktifis kelautan nonprofit yang bernama SNFS (Sea Not For Sale), bearda di London, United Kingdom. Neal dari SNFS di undang ke sekolah Milly yang berada di Pemantangsiantar, Sumatera. SNFS membuat Milly sangat antusias dan ingin bergabung, selain itu dia memanfaatkan SNFS untuk menolak ibunya yang ingin anaknya itu kuliah dibidang yang tak Milly sukai. Gejolak perasaan Milly berkecamuk saat berada di tengah lautan dan badai tengah menghantam Sinead Purple berwarna ungu, warna favorite Milly. Kapal SNFS itu tengah berkampanye ke kutub selatan yang untuk menghentikan perburuan paus oleh kapal Chiharu milik Jepang. Dan ternyata perjalanan itu tidak seindah dengan apa yang dibayangkannya, semua itu sangat beresiko. Milly sangat menyesali keputusannya sendiri.
Perjuangan menyelamatkan Paus pun tidaklah mudah. Mereka benar-benar berperang dan taruhannya nyawa. Di misi petama untuk menyerang Chiharu 2 yang berhasil membunuh paus minke justru berakhir dramatis. Neal terkena hipo dan ada kru yang terluka. Hal itulah yang menyadarkan Milly dengan apa yang akan dilakukannya.
Selain peperangan antara SNFS dan Chiharu. Salah satu kru bernama Debborah melakukan perang dingin jika ada wanita yang mendekati Neal, sekalipun wanita itu berusia 60 tahun. Milly merasa tak nyaman apalagi Deborah telah melebih-lebihkan dirinya dengan Neal. Kekacauan satu persatu datang. SNFS tak goyah walau ada yang terluka, karena itu memang resikonya.
Aku sangat jatuh cinta dengan Perfect Purple dan SNFS. Covernya yang ungu juga sangat elegan. Tidak pernah bosan menyaksikan perjuangan SNFS. Selanjutnya silahkan baca reviewnya di sini http://hotarubookstory.blogspot.co.id...
Tertarik baca novel ini karena mengangkat isu penyelamatan paus. Dalam novel ini sendiri, porsi penyelamatanannya banyak, dekat, dan terasa nyata. Good job buat pengarang! Karakter Milly sebagai pemula di dunia aktivis penyelamat paus pun terasa pas. Dia berhasil mebuat pembaca yang awam soal perburuan paus menjafi sadar dan terbuka dan ikut bersimpati pada nasib para paus. Sayangnya hanya, tidak ada chemistry antara Milly dan Neal dan kondisi Sinead Purple yang... kok drama abis ya? Terlepas dari itu semua, novel ini merupakan bacaan yang menyenangkan dan menyentuh hati. Sedih pas baca deskripsi perburuan pausnya. :(
Milly terpesona oleh seorang pria ganteng yang menularkan deburan hangat ke seluruh sel tubuh hingga hatinya ... Pria itu mengajarkan arti kehidupan yang sebenarnya. Tidak egois. Mencintai dan melindungi paus minke sepenuh hati.
Perfect Purple merupakan novel karya Indah Hanaco yang paling kusukai.
Perfect Purple wajib dibaca penggemar sweet romance, petualangan, dan penyuka film dokumenter perlindungan hewan. ^.^
Ga nyangka cukup banyak hal tentang laut, kapal, dan paus yang diangkat di buku ini. Sejujurnya aku ga begitu suka konflik cinta yang tersaji, tapi kegiatan penyelamatan paus bisa menyelamatkan buku ini, malah kukasih 3 bintang. 😅
Saya suka buku ini, selain karena menceritakan gadis yang menyukai warna ungu dan juga berlatar laut yang sangat, cerita ini sangat ringan dibaca, dan kisah cinta yang dibungkus dengan sederhana dan tidak berlebihan.
Milly Kalindra adalah seorang pelajar SMA dari sebuah kota kecil di Sumatera Utara. Namun ada hal istimewa yang terjadi di sekolah Milly itu. Mereka kedatangan seorang aktivis lingkungan bernama Neal O’Mara. Pria bule itu sedang memperkenalkan organisasi yang bernama Sea Not For Sale (SNFS).
SNFS adalah organisasi konservasi lautan non profit yang berbasis di Inggris, dengan anggota dari berbagai penjuru dunia. Kedua orang tua Neal adalah pendiri organisasi ini. Saat ini SNFS sedang fokus melindungi hewan laut yang terancam punah, salah satunya adalah paus. Kedatangan Neal ke Pematang Siantar berkat usaha Pak Bastian, guru sekolah Milly yang berhasil membujuk Neal berkampanye di depan murid-murid kelas XII. Beberapa siswa tertarik dengan SNFS, salah satunya adalah Milly. Dia ingin sekali bisa bergabung dengan SNFS untuk menjadi aktivis lingkungan. Tapi sebenarnya Milly punya misi lain. Milly sedang menghindar untuk meneruskan studinya di jurusan pilihan ibunya. Kesempatan yang ada di depan mata ini harus direbutnya.
Meski awalnya Neal tidak menyetujui permintaan Milly untuk bergabung dalam kampanye di lautan, akhirnya berbulan-bulan kemudian Milly sudah berada dalam sebuah kapal bernama Sinead Purple. Kapal yang dinahkodai oleh Neal itu akan berlayar ke Kutub Selatan untuk menghalangi kapal penangkap paus milik Jepang. Di atas kapal yang bewarna ungu seperti namanya itu, Milly memulai petualangannya. Milly sempat menyesal ketika dia mulai mabuk laut dan membayangkan akan mengalaminya selama 3 bulan ke depan. Apalagi pekerjaannya sebagai mess boy di atas kapal sungguh berat bagi Milly. Bersyukurlah Milly punya teman bernama Brooke di atas kapal itu.
Di dalam novel yang (sayangnya) tipis ini, Indah Hanaco mengajak kita mengenal lebih jauh para pejuang ekosistem khususnya yang menangani perburuan liar paus. Sebenarnya novel ini bukan novel pertama milik Indah Hanaco tentang organisasi konservasi paus yang saya baca. Di novel Tuhan Untuk Jemima, topik serupa juga diangkat, meski dengan nama organisasi yang berbeda. Namun latar belakang kedua novel ini sama. Belakangan saya baru tahu kalau naskah Perfect Purple ditulis lebih dahulu daripada Tuhan Untuk Jemima.
Kalau di Tuhan Untuk Jemima topik utamanya adalah pencarian jati diri seorang gadis, maka di dalam Perfect Purple, porsi SNFS sebagai organisasi konservasi lebih besar. Setidaknya itulah yang saya rasakan saat membaca buku ini. Mengenai Milly yang berasal dari kota kecil dan tiba-tiba seperti mendapat kesempatan istimewa untuk ikut dalam kampanye hanyalah premis pendukung saja bagi saya. Saya terkesima dengan kisah-kisah perburuan ikan paus di dalam novel ini. Bagaimana para aktivis lingkungan itu menjaga paus dengan nyawa mereka. Saya bahkan sempat mencari artikel-artikel tentang Paul Watson dan Sea Shpeherd Conservation Society (yang menjadi sumber inspirasi Indah Hanaco dalam menulis kisah ini), dan ikut merasakan kesedihan seperti yang dirasakan oleh kru SNFS.
Kalau kalian mengharapkan kisah romantis karena sampul buku yang berwarna ungu cantik, siap-siaplah kecewa. Saya hanya menemukan sedikit kisah romantis dalam buku ini. Itupun di bagian akhir yang membuat saya sedikit frustasi membayangkan kelanjutannya. Indah Hanaco sendiri menyebutkan di bagian kata pengantar kalau novel ini mengalami “pemangkasan” yang cukup banyak oleh penerbit. Namun, saya menemukan beberapa bagian yang semestinya bisa “digunakan” untuk membuat kisah Milly dan Neal sedikit lebih panjang. Misalnya bagian antar chapter yang hanya gambar ilustrasi, atau bagian yang menyebutkan kesukaan Milly pada warna ungu yang disebutkan lebih dari tiga kali itu.
Over all, saya memberikan bintang tiga pada novel ini. Jiwa biologist saya terpuaskan dengan novel populer semacam ini yang mengangkat isu lingkungan yang kurang diperhatikan oleh banyak orang.
Manfaat terbesar dari membaca novel ini adalah: menambah wawasan. Saya suka sekali dengan hal-hal berbau asing, semua yang selama ini jauh dari jangkauanku. Ketimbang novel roman dewasa, para remaja justru lebih baik mengonsumsi novel semacam ini. Selain karena mengajak pembacanya untuk mencintai lingkungan, Perfect Purple punya banyak kelebihan-kelebihan lain yang membuatnya istimewa.
Dari awal-awal bab, saya sudah tertarik dengan quotes-quotes dari Paul Watson, pendiri Sea Shepherd Conservatory Society, yang membuat Indah Hanaco menuliskan novel Perfect Purple. Dan yang paling saya suka adalah:
"I think the problem is that we don’t really understand what we all. In essence we’re just a conceited, naked ape. But in our minds we’re some sort of ‘divine legend’, and we see ourselves as some sort of God. That we can walk around the earth deciding who will live and who will die and what will be destroyed and what will be saved. But in the fact is we’re just a bunch of primates out of control."
Jleb, ahaha.
Saya kagum cara Indah Hanaco menggambarkan situasi saat kampanye. Mabuk laut, awak yang terluka, dan lain-lain. Dari sini aku bisa belajar bahwa menjadi seorang aktivis nggak semudah yang orang-orang kira. Kebanyakan mengatakan bahwa aktivis hanya seseorang yang gila akan pendapat pribadi dan berkoar-koar demi menyebarluaskannya. Tapi, bagi saya, seorang aktivis bukan hanya sekadar ‘orang gila’. Mereka ‘lebih dari gila’.
Untuk karakter-karakter, saya juga sudah cukup puas. Milly yang sifatnya alamiah banget khas anak SMA; labil, keras kepala, sok tahu. Brooke yang di sini entah kenapa sangat menarik di pikiranku. Dia sosok teman yang sangat baik, andai aku bisa memiliki seseorang seperti Brooke juga. Neal yang serba-perfect tapi ketika marah atau mood-nya jelek, semua jadi kacau. Deborah yang di sini pengen banget saya lempar ke laut (hehehe).
Peter yang ambisius, Rachel yang berusaha untuk membuat Milly nggak cemas meskipun dia sendiri agak kecewa, sampai Alberto yang hanya muncul secuil di salah satu adegan. Semuanya pas dan sesuai dengan umur, peran, pekerjaan, dan kondisi masing-masing. Indah Hanaco menakarnya dengan sangat sempurna.
Mungkin hanya beberapa kekurangan dari novel ini. Pertama; kurang panjang. Saya merasa ini terlalu padat. Memang Indah Hanaco sudah membuatnya sepadat dan seringkas mungkin, tapi saya rasa pembaca pastinya kurang puas jika harus menebak-nebak sendiri kisah atau kejadian apa sebelum yang ada di bab selanjutnya.
Maksudnya, ketika saya sudah selesai membaca satu bab dan berpindah ke bab berikutnya, seperti banyak adegan yang terpotong. Ada sesuatu yang kurang. Entah itu perasaan saya saja atau bukan, yang jelas saya harus memutar otak untuk menentukan kejadian macam apa yang pas hingga kejadian di bab berikutnya ‘nyambung’ dengan bab sebelumnya.
Kedua; di awal cerita saya sering sekali menemukan kata ‘Dan’ diikuti dengan tanda koma. Mungkin bagi dunia kepenulisan, hal tersebut sangat wajar atau bahkan terbilang biasa. Hanya saja saya terlalu risih dengan gaya menulis seperti ini. Kesannya saya jadi harus berpikir lebih dulu untuk membaca kalimat berikutnya (kalau terlalu rumit dipahami, silahkan diabaikan saja hehe).
Last, 3 of 5 for this beautiful novel! Terima kasih untuk Indah Hanaco yang dengan sabar mampu mengemas Perfect Purple dengan sangat manis. Ceritanya sangat bermanfaat untuk kami, para remaja yang memang kekurangan bahan bacaan ringan yang di dalamnya diselubungi dengan nasehat-nasehat untuk lebih mencintai alam ciptaan Tuhan.
Saya sudah membaca dua buku karya Indah Hanaco yang berhubungan tentang aktivis laut, yaitu Cinta Sehangat Pagi dan Tuhan untuk Jemima. Di kedua novel tersebut diceritakan bahwa tokoh utamanya adalah aktivis laut yang (pernah) berusaha menyelamatkan paus dari kebrutalan industri. Jadi saya sudah lumayan akrab dengan isu penyelamatan paus ini.
Namun yang membedakan Perfect Purple dari dua novel tersebut adalah porsi kampanye dan latarnya. Di Perfect Purple, peran Neal dan Milly dalam penyelamatan paus benar-benar menjadi porsi utama, dan latar yang digunakan adalah benar-benar aktifitas kampanye mereka di tengah lautan dan berhadapan dengan kapal-kapal penangkap paus.
Itu sebabnya saya mendapati bahwa novel ini begitu seru dan mendebarkan. Baru di buku inilah Indah Hanaco menceritakan dengan detail bagaimana cara aktivis bekerja. Suasananya dibangun dengan baik, bagaimana Milly berusaha menyesuaikan diri, bagaimana tanggapan dan keakraban kru kapal, dan bagaimana situasi tegang terbangun begitu seekor paus dibantai. Tampaknya riset yang dilakukan Indah Hanaco benar-benar menyeluruh, saya malah sampai curiga jangan-jangan penulis ini bukan hanya sekedar menonton film dokumenter Whale Wars, tapi sudah mengintili Paul Watson dan Sea Sepherd Conservation Society-nya. :)) Yap.. yap.. novel ini memang lagi-lagi terinspirasi dari Sea Sepherd Conservation Society.
Pengkarakteran dalam novel Perfect Purple terasa pas. Beberapa novel Indah Hanaco menampilkan tokoh heroine yang sedikit terlalu bijak yang kadang nggak begitu sesuai dengan usianya, tapi di Perfect Purple, saya mendapati seorang heroine yang anak SMA banget. Keras kepala, merasa tindakan dan keputusannya benar, punya rasa gentar namun juga punya kekuatan untuk berjuang. Dan... sensitif. Ahahahaa... lucu juga mendapati Milly langsung mundur teratur begitu mendapat konflik kecil dari Neal. Neal sendiri tadinya cukup asing bagi saya. Meski sudah melakukan dialog dengan Milly di Pematangsiantar, saya belum menemukan karakternya. Baru ketika mendapati Neal ikut terjun sendiri melakukan aksi penyelamatan paus, saya terkesan. Apalagi ketika Neal berdialog santai dengan Milly, duh langsung meleleh. Rasanya Neal ini santai, ramah dan lembut. Tapi kalau udah bad mood... langsung berubah auranya. Huhuhuuu... tapi saya malah suka. Berasa manusiawi dan nggak berlebihan.
Novel ini beralur maju dan menggunakan sudut pandang orang ketiga, yaitu sudut pandang Milly. Bahkan saat Neal dan kru lain mencoba menggagalkan pemindahan daging paus, dari sisi Milly lah ketegangannya digambarkan. Aksi yang menurut saya mungkin akan lebih menegangkan bila ditulis dari sisi Neal. Tapi... karena ini perjalanan kisah Milly, saya rasa memang lebih relevan jika Milly yang bercerita.
Overall saya suka dengan novel Perfect Purple ini. Banyak hal bisa didapat dari novel ini. Bukan hanya tentang aksi heroik penyelamatan paus tapi juga pengetahuan-pengetahuan ringan yang selalu diselipkan Indah Hanaco di setiap novelnya. Jadi, nggak rugi deh baca novel ini. Apalagi Neal dan Milly pasangan yang maniiiis banget, malu-malu tapi unyu ;)
SNFS adalah organisasi konservasi lautan non-profit yang berbasis di Inggris, dengan anggota dari berbagai penjuru dunia. (hal. 22)
Neal O'Mara adalah salah satu aktivis di organisasi yang didirikan oleh kedua orangtuanya. (hal. 22) Neal juga merupakan seorang pria pemilik mata biru sebiru es dan berambut platina yang sempat menyita perhatian Milly.
Milly Kalindra seorang siswa kelas XII SMU yang memiliki prinsip dan tekad yang teguh serta berani memperjuangkan apa yang diinginkannya. Bahkan bisa dibilang dia adalah satu-satunya murid Pak Bastian paling nekat dan keras kepala. Walaupun pada akhirnya, segala keputusan yang diambil dengan terburu-buru tanpa pemikiran matang, sekedar untuk melarikan diri akan berbuah penyesalan pada kegiatan kampanye aktivis Milly.
Sekali lagi Neal menekankan "Tindakan yang kami lakukan kadang dianggap terlalu agresif. Para pemburu paus melakukan pembantaian atas nama ilmu pengetahuan. Dan, kebohongan seperti itu sulit untuk ditoleransi." -Neal-
"Kami tidak akan berhenti berjuang hingga segala bentuk perburuan paus komersial dihentikan." -Neal-
"Mereka adalah makhluk memiliki kesempatan sama seperti kita untuk hidup bebas. Hanya karena mereka pantas untuk diburu. Ini sama sekali tidak bisa diterima." -Neal-
Perfect Purple adalah novel Kak Indah yang paling menarik perhatianku terutama karena covernya yang sangat cantik dan manis berbalut warna ungu yang merupakan warna favorit dari Kak Indah. Perfect Purple berkisah bagaimana perjuangan para aktivis kelautan demi menyelamatkan para paus terutama paus minke. Saat ini, paus minke diburu untuk dijadikan makanan sehari-hari terutama oleh warga Jepang dan Kepulauan Faroe. Bisa kita bayangkan dalam setahun berapa ribu paus yang terbunuh? Mereka tidak layak untuk diburu. Apalagi jumlah paus di seluruh dunia terbatas dan harus dilestarikan bukan untuk dijadikan kuliner.
Sedikit dibumbui bubuk asmara antara Milly dan Neal yang khas remaja bangetttss, bikin aku nggak sabar membaca buku ini berulang kali. Aku tidak pernah bosan apalagi sewaktu mengingat perjuangan Milly meyakinkan orangtuanya untuk mengikuti kampanye dengan alasan untuk menghindari kuliah. Sepertinya Milly dan aku mempunyai sifat yang sama, selalu berusaha menghindari hal yang tidak disukai dan tidak berusaha menghadapinya.
Buku Kak Indah satu ini hanya terlalu tipis menurutku dan aku merasa sangat kurang membacanya. Semoga ada sekuel lagi untuk Perfect Purple. Aku dukung 100 persen!!!
Buku ini saya dapat dari giveaway yang diadakan di twitter mbak Rizky. Selesai baca tiga hari, karena saya nggak mau buru-buru berpisah dengan buku ber-cover cantik warna ungu.
Sesuai dengan judulnya, semua esensi yang ada di buku ini berwarna ungu. Dan itu warna kesukaan saya. Mengangkat cerita berlatar belakang hewan, membuat saya yang suka animal planet langsung excited. Bagaimqna tidak, mbak Indah mengangkat tema perlindungan Paus dengan bendera SNSF.
Saya suka cara mbak Indah bercerita, menyisipkan segala informasi lewat percakapan dan narasi yang tidak menggurui atau berbelit-belit. Semuanya terasa pas dan enak dibaca.
Bagi saya yang sedang bosan dengan genre Romance, buku ini bisa memenuhi rasa haus saya akan buku bertema hewan. Saya suka sekali semua karya James Herriot, dan akhirnya dahaga saya terpenuhi dengan membaca Perfect Purple.
Meski masih ada beberapa salah penulisan, tapi tidak terlalu menggangu. Yang sebenarnya mengganggu adalah sedikitnya halaman. Awalnya saya pikir buku ini akan memuat sekitar 300-an halaman, tapi ternyata hanya 190-an halaman. Makanya saya awet-awet bacanya.
Terima kasih mbak Indah dan mbak Rizky, saya senang bisa baca buku dengan tema yang berbeda.
Milly, gadis berusia 18 tahun dari Pematangsiantar, Sumatra, merasa beruntung ketika tim SNFS yang dipimpin oleh Neal O’Mara datang ke sekolahnya. Pasalnya hal itu mengilhaminya untuk mengelabui ibunya demi menunda kuliah Milly. Milly tidak mau kuliah dengan jurusan pilihan ibunya. Milly lebih memilih untuk menjadi aktivis lingkungan mengikuti jejak Neal daripada dipaksa kuliah. Milly bertekad untuk membujuk orangtuanya agar mengizinkannya untuk ikut berkampanye bersama tim SNFS. Kampanye demi mencegah perburuan paus. Terdengar keren di mata Milly. Makanya, saat ini Milly sedang terombang-ambing di lautan. Berada di kapal bernuansa ungu, warna kesukaannya. Dan, tidak pernah menyangka bahwa petualangannya tidak semenarik yang dibayangkannya.
hmm.. not quite into my expectation, but it's still a worth to read. Kinda new flavour from Indah Hanaco. Notes for romance seeker, this novel has that but for a better result don't put your hope too high. Just take it in a soft level, the lead female is still in her final years into two decades after all.
Mitos atau fakta jika warna ungu itu warna janda? Menurutku itu mitos. Entah mengapa orang-orang dekatku yang memiliki warna favorit ungu adalah orang-orang keras kepala yang akhirnya bisa mewujudkan impiannya. Meski jatuh bangun toh impian itu terwujud juga.