Jump to ratings and reviews
Rate this book

Supernova #6

Inteligensi Embun Pagi

Rate this book
Setelah mendapat petunjuk dari upacara Ayahuasca di Lembah Suci Urubamba, Gio berangkat ke Indonesia. Di Jakarta, dia menemui Dimas dan Reuben. Bersama, mereka berusaha menelusuri identitas orang di balik Supernova.

Di Bandung, pertemuan Bodhi dan Elektra mulai memicu ingatan mereka berdua tentang tempat bernama Asko. Sedangkan Zarah, yang pulang ke desa Batu Luhur setelah sekian lama melanglangbuana, kembali berhadapan dengan misteri hilangnya Firas, ayahnya.

Sementara itu, dalam perjalanan pesawat dari New York menuju Jakarta, teman seperjalanan Alfa yang bernama Kell mengungkapkan sesuatu yang tidak terduga. Dari berbagai lokasi yang berbeda, keterhubungan antara mereka perlahan terkuak. Identitas dan misi mereka akhirnya semakin jelas.

Hidup mereka takkan pernah sama lagi.

724 pages, Paperback

First published February 26, 2016

205 people are currently reading
2132 people want to read

About the author

Dee Lestari

29 books5,570 followers
Dee Lestari, is one of the bestselling and critically acclaimed writers in Indonesia.
Born in January 20, 1976, she began her debut with a serial novel: Supernova in 2001. Supernova’s first episode, Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh (The Knight, The Princess, and The Falling Star), was sold phenomenally, achieving a cult status among Indonesian young readers. She has published four other episodes: Akar (The Root), Petir (The Lightning), Partikel(The Particle), and Gelombang (The Wave).
Aside of the Supernova series, Dee has also published a novel titled Perahu Kertas (Paper Boat), and three anthologies: Filosofi Kopi (Coffee’s Philosophy), Madre, and Rectoverso — a unique hybrid of music and literature.
Dee also has an extensive music career, producing four albums with her former vocal trio, and two solo albums. She has been writing songs for renowned Indonesian artists.
Perahu Kertas (Paper Boat) was turned into a movie in 2009, marking Dee’s debut as a screenplay writer. The movie became one of the national's block busters. Following the same path, Madre, Filosofi Kopi, Madre, and Supernova KPBJ, were made into movies.
In February 2016, Dee released the final episode of Supernova, Inteligensi Embun Pagi (Intelligence of the Morning Dew). All Dee’s books are published by Bentang Pustaka.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
1,640 (43%)
4 stars
1,245 (33%)
3 stars
623 (16%)
2 stars
181 (4%)
1 star
50 (1%)
Displaying 1 - 30 of 589 reviews
Profile Image for Calvin.
Author 4 books153 followers
March 3, 2016
Saya tidak tahu harus memulai memulai review intelegensi embun pagi dari mana, karena perasaan saya campur aduk. Bukan perkara mudah membuat summary cerita 700 halaman penuh dengan cerita yang strukturnya ensemble cast terdiri dari berapa? 8? 12 karakter?

ngomong2 saya baru nyadar, judul buku ini adalah Inteligensi Embun Pagi, bukannya Supernova: Inteligensi Embun Pagi.

NOTE: Kalau males baca versi panjang, ada versi TLDR di bagian bawah.

Pertama, perkenankanlah saya untuk memberi selamat pada Dewi Lestari yang berhasil menyelesaikan proyek Supernova dan membangun sebuah novel berseri yang memiliki universe dan mitologi sendiri. Hal ini merupakan pencapaian luar biasa, karena tidak banyak, atau bahkan tidak ada seri novel Indonesia berlatar belakang fiksi ilmiah / fantasi / spiritualisme bisa meledak sebegitu dahsyatnya seperti supernova series.

Pada saat saya pertama kali membaca novel supernova KPBJ, saya benar benar terpukau dengan novel tersebut, rasanya seperti seperti mengalami orgasme intelektual. Supernova ini genre apa? Fiksi ilmiah? Romance? Spiritualisme? Tidak jelas. Tapi disitulah uniknya.

Sebelum dan Sesudah Perahu kertas
Saya mengklasifikasikan tulisan Dee menjadi dua: sebelum perahu kertas, dan setelah perahu kertas.

Kenapa demikian? Saya merupakan pembaca setia Dee semenjak supernova 1 dan membaca semua bukunya dengan antusias, karena bagi saya dee adalah sosok penulis panutan yang tidak kalah oleh pasar, memiliki gaya unik, cerdas, dengan humor menyentil, dan mewakili golongan penulis pasca orde baru yang tidak mabuk dengan Bahasa abstrak.

Tentunya kita sudah tahu aturan tidak tertulis di sastra Indonesia: semakin aneh dan abstrak Bahasanya, semakin kompleks dan semakin ambigu makna-makna dalam sastra tersebut, makin besar peluang diapresiasi oleh kalangan sastra yang senangnya pakai Bahasa “berat”. Hal ini dikarenakan saat orde baru, bahasa abstrak menjadi cara untuk menembus sensor pemerintah. Setelah orde baru, para penulis di indonesia ada yang masih mengikuti gaya begini, ada yang lugas, ada yang campuran keduanya.

Menurut pendapat saya, supernova 123 merupakan campuran: ya, cerita-cerita dalam supernova 123 masih menyimpan sebuah "kedalaman" namun tidak terlalu abstrak sehingga pembaca masih bisa berpikir dan berkontemplasi mengenai makna dari tulisan tersebut. Supernova 456 jelas lugas dan menurut saya agak susah untuk dibaca sebagai sesuatu yang multitafsir. Makna milik supernova 456 adalah lugas dan objektif

Setelah perahu kertas (yang meledak menjadi best seller). Saya mendapati tulisan Dee berubah drastis. Pada saat saya membaca partikel, saya serasa membaca tulisan orang asing. Tidak ada lagi atmosfir unik milik Dee di tiga novel pertamanya. Tidak ada lagi kedalaman seperti melihat pantulan air yang memiliki jutaan makna. Tapi yang ada adalah supernova yang di-perahu-kertas-kan. Kalau Supernova 123 ibarat melihat pantulan dari air, Supernova 456 seperti melihat pantulan cermin. Jelas, tidak ada yang perlu ditafsirkan dari pantulan cermin.

Hasilnya? Supernova tampaknya berhasil menjadi novel yang menembus market mainstream. Kabar baik untuk penerbit dan penulis, dan kabar buruk untuk fans lama Dee. Pada saat penulis mendapat market pembaca buku mainstream yang tidak tahan dengan tulisan "ribet", akhirnya penulis harus berkompromi dengan gaya penulisannya. Saat supernova 123, Dee masih mempertahankan gaya originalnya sebagai penulis 'niche'. Saat Perahu kertas meledak di mainstream market, dan nama Dee Lestari terasosiasikan sebagai penulis best seller yang melahirkan dua film box office, akhirnya ini memberi dampak pada karyanya yang 'niche'. Karya tersebut akhirnya berubah menjadi produk untuk mainstream, dan penulisannya disesuaikan dengan pangsa pasar.

Walau terjadi perubahan gaya penulisan, tapi saya menganggap itu hal yang positif. Toh setiap penulis berhak berkembang, dan walau saya agak kangen dengan tulisan Dee sebelum di-perahu-kertas-kan, tapi saya masih bisa menikmati novel novel Dee sebagai sastra ringan yang cerdas dan berbobot. Supernova bahkan berada di rak-rak best seller fiksi ilmiah di gramedia. Wow!

Salah satu tantangan terberat Dee menurut saya adalah menyelesaikan simpul cerita supernova yang menurut saya bukan perkara mudah. Saya bisa melihat adanya gap yang begitu panjang antara supernova 123 dan supernova 4. Selama delapan tahun, tampaknya Dee berhasil mengkodifikasi dan memperjelas arah ceritanya.

Retcon Plot supernova 123 ke 456
Saya tidak tahu apakah beta script supernova 123 dan versi finale sudah memiliki konsep yang solid atau belum. Apakah saat itu Dee sudah sudah mengklasifikasikan semua karakter di supernova 1 menjadi infiltran, peretas, umbra, dan sarvara? Bahkan di buku 2,3,4 tidak ada pertanda semua karakter figuran tersebut akan memiliki peran-peran tersebut.

Kenapa Dee baru memperkenalkan semua konsep itu di buku terakhir sebelum buku episode finale supernova?

Kecurigaan saya muncul bahwa semua karakter di novel 123 di-retcon saat Dee tidak memasukkan sang "Puteri" / Rana ke plot finale-nya. Padahal dia karakter penting di supernova 1 dan menjadi pelatuk utama cerita novel pertama. Premis supernova adalah: semua sudah diatur dengan rapi, dan segala sesuatunya bukan kebetulan. Tapi satu major character yang tidak muncul di finale, membuat tanda tanya besar. Sengaja dihilangkan karena terlalu sulit untuk diretcon? Okelah, mungkin walaupun Rana pernah menjadi bagian peretas, tapi Dee memberitahukan pada pembaca bahwa peretas bisa terputus dan akhirnya menjadi "tidak penting", tapi toh Elektra pun "nyaris" terputus tapi ujung-ujungnya bisa kembali lagi. Saya rasa peran dan karakter Rana terlalu kecil untuk dibuat menjadi penting walau dia pernah memiliki peran "Puteri" (bahkan hanya dibahas satu paragraf saat membahas Ferre).

Sebetulnya kasus ini tidak unik, Harry Potter 7 memiliki struktur plot serupa. Pembaca baru mengetahui dongeng Tale of the Three Brothers pada buku ketujuh untuk menjustifikasi beberapa plot device di buku ketujuh, tapi JK Rowling lebih piawai dalam mengesekusi ceritanya, sehingga walau konsep tersebut baru, tapi pembaca tidak dibebani dengan berbagai informasi baru

Ibarat restoran, supernova IEP ini seperti berkunjung ke sebuah prasmanan yang makanannya dimasak oleh seorang koki terkenal. Kita sudah mencicipi masakan masakan koki tersebut sebelumnya. Tapi tunggu dulu, sang koki memiliki masakan utama, dan masakan utama tersebut terdiri dari kombinasi masakan masakan yang pernah dimasak sebelumnya.

Tapi yang yang terjadi adalah, sang koki terlalu banyak memasak variasi masakan, dan pengunjung yang makan kekenyangan bahkan sebelum koki menyajikan hidangan penutupnya. Pada saat hidangan penutup disediakan, pengunjung sudah terlalu kenyang sehingga sudah tidak bisa memperhatikan rasa masakannya lagi, dan berharap setelah penutup disajikan, mereka bisa pulang.


Inilah yang terjadi di novel supernova IEP. Eksekusinya berantakan, dan menurut saya ini adalah karena Dee memaksa melakukan retcon supernova 123 ke plot supernova yang ia kembangkan dalam gap supernova 3 dan 4.

Setiap karakter yang diperkenalkan oleh pembaca akhirnya memiliki perannya masing-masing. Entah mereka infiltran, peretas, sarvara, atau umbra. Apakah ini brilian? Ya, mungkin di satu sisi, ini brilian karena sang penulis tidak membiarkan satupun karakter tersisa, dan semua karakter memiliki peran dalam menyelesaikan plot cerita.

Karakter-karakter yang underdeveloped
Namun di sisi lain, ini membuat supernova IEP tidak memiliki focus karakter sama sekali. Kecuali 4 karakter utama yang sudah kita kenal dan kita tahu latar belakangnya, tiba-tiba kita diperkenalkan bahwa karakter karakter figuran yang hanya “numpang lewat” sebelumnya, tiba-tiba menjadi penting. yang paling parah: Diva hanya menjadi karakter figuran. Latar belakang yang dibangun di supernova KPBJ seakan tidak ada gunanya lagi. Bahkan asumsi bahwa Gio dan Diva adalah "cinta sejati" (seperti yang dikomentari Dhimas dan Reuben) sudah tidak relevan lagi.

Situasi ini diperberat dengan meningkatnya jumlah karakter utama, dan tiap karakter utama tersebut harus diintroduksi lagi dengan konteks cerita, lalu tiap tiap mereka harus mengalami jatuh dan bangun sebagai seorang hero.

Beberapa karakter menurut saya bisa menjadi breakout character: Kell dan Ferre dan sayangnya malah kurang dikembangkan. Mereka berdua, menurut saya, adalah karakter yang lebih menarik dibandingkan beberapa karakter utama karena kepribadian mereka cukup "mencolok". Bodhi dan Alfa buat saya mirip seperti NPC dalam sebuah RPG, kepribadiannya generik dan tidak unik.

Yang paling disayangkan tentu saja Reuben dan Dhimas. Mereka berdua adalah pasangan gay, tapi mungkin terjadi self-censorship sehingga novel supernova selama ini tidak pernah membahas hubungan mereka lebih jauh, sehingga kedua karakter ini sama sekali tidak meyakinkan sebagai pasangan gay, tapi lebih kepada bromance . Sangat disayangkan karena isu LGBT sedang meledak di indonesia, dan kedua karakter ini harusnya bisa dieksplorasi lebih mendalam untuk menjawab segala prejudice soal LGBT. tapi yang terjadi adalah, mereka berdua menjadi pasangan gay hanya untuk estetika dan kosmetik plot semata, hanya agar karakter di novel ini menjadi beragam, tapi tidak berani dieksplorasi lebih jauh lagi.

Kenapa muncul plot device terlalu banyak di buku terakhir?
Komplain saya adalah, semua plot terjadi terlalu cepat tanpa ada pertanda bahwa karakter-karakter yang dulu diperkenalkan, tiba-tiba berubah haluan dari figuran menjadi karakter penting dalam supernova IEP, dan justifikasi eksposisi ini adalah konsep soal infiltran, sarvara, dan peretas yang baru diperkenalkan satu buku sebelum buku terakhir. Menurut saya itu agak terlalu. Belum lagi di halaman-halaman terakhir ternyata Dee memasukkan elemen mitologi babilonia. Lagi-lagi plot baru.

Dari segi cerita, saya mendapatkan makna cerita supernova karena saya cukup familiar dengan eastern spiritualism yang menekankan penjara material (samsara) dan inti cerita supernova toh, orang orang yang terpilih dan ingin lari dari samsara dan mencari enlightenment. dan nama-nama karakternya toh cukup simbolistis. Saya paham mengenai ide Dee: konsep bahwa individu adalah ilusi, bahwa sarvara, infiltran, umbra, etc merupakan wujud fana, dan mungkin cuma manifestasi dari satu kepribadian yang pecah jadi 99 keping cerita atau 6 triliun kepribadian manusia.

Mungkin segalanya akan mudah ya kalau intinya hanya itu saja. Tapi di tengah jalan, Dee memperkenalkan lagi konsep mitologinya yang menurut saya, sangat kompleks: gugus? tulpa? infiltran? peretas? sarvara? umbra? asko? portal?

Penjelasan-penjelasan, anekdot anekdot tiap karakter, Mr exposition dalam cerita tidak banyak membantu. Saya kewalahan memahami alur cerita dengan banyak istilah-istilah ribet yang saya tidak tahu poinnya apa. Sampai-sampai saya merasa supernova IEP ini adalah sebuah thesis S2 tentang persamaan eastern spiritualism dan annunaki. Percakapan di supernova 6 sudah mencapai level Meta: hanya orang yang benar-benar sangat familiar dengan konteks sistem mitologi di novel bisa mengurai benang kusut plot dan istilah-istilah teknisnya, dan apa implikasinya bagi plot secara keseluruhan.

Walau saya membaca supernova 1-5 dengan seksama, saya tetap saja kehilangan arah saat membaca supernova IEP. Rasanya pengetahuan yang tersusun dari buku 1-5 nyaris tidak ada artinya lagi.

Serius butuh kamus?
Jujur, setelah halaman 472, saya kewalahan untuk mengikuti plot supernova IEP dan benar-benar tidak mengerti lagi apa yang dibicarakan oleh para karakter di novel ini. Saya membaca sampai habis, dan saya benar-benar tidak mengerti apa yang sesungguhnya terjadi. saya bolak balik membuka halaman yang berisi kosa kata yang dipakai dee agar mengerti konteks ceritanya. Tapi tetap saja, tidak banyak membantu. Anggap deh anda menonton House MD atau Bones yang penuh kosa kata bahasa medis yang kita sendiri tidak tahu artinya dan hanya bisa melongo melongo saja.

Walau saya mengerti plot besar supernova dan apa tujuan buku ini, tapi detail eksekusinya cukup melelahkan karena kurang fokus. Saya merasa membaca sebuah sebuah novel yang harusnya bisa dibuat menjadi 3 buku, menjadi satu buku saja.

Misalnya ini:

Selama ini di media promosi, ada 4 elemen, terus tiba2 Gio diupgrade dari figuran menjadi pemeran utama, ya udah gapapa.
Image and video hosting by TinyPic

Tapi kok sekarang ada tambahan lagi? sekarang peretasnya 8?


Eksekusi berantakan seperti ini sebetulnya tidak asing. Saya terakhir kali membaca eksekusi seberantakan ini pada buku Tsubasa: RESERVoir CHRoNiCLE, Vol. 1 (mulai dari volume 16 dan seterusnya) dan Illuminatus Trilogy, walau menurut saya supernova lebih mirip dengan The Illuminatus! Trilogy. Untuk novel Indonesia yang terlalu banyak "informasi" sehingga mengaburkan inti ceritanya, coba cek The Jacatra Secret.

Untuk novel fiksi ilmiah, bagi saya saat ini eksekusi terbaik masih dipegang Area X: Hymne Angkasa Raya dan Supernova KPBJ. Untuk novel fantasi lokal yang mengintegrasikan semua jargon in-universe-nya dengan baik, Ledgard: Musuh Dari Balik Kabut masih yang terbaik

Pengalaman saya adalah subjektif. Mungkin pembaca lain merasa eksekusi supernova IEP malah sangat rapi dan saya saja yang gagal paham.

Mungkin ke depannya bentang pustaka perlu membuat lomba untuk membuat summary supernova, atau kalau perlu, membuat sebuah wikia untuk supernova untuk melihat seberapa paham sih pembaca pada plot supernova. Supernova 1 yang dulu menurut saya ribet sekali, sekarang jauh lebih ringan kalau melihat supernova IEP.

Semoga pengalaman Dee dalam supenova series menjadi pembelajaran bagi semua penulis.

TLDR
untuk saat ini saya memberikan dua bintang karena:

1. Dee sudah berhasil menjadi salah satu penulis paling berkualitas di Indonesia yang menggunakan riset memadai dalam penulisannya
2. Dee berhasil menyelesaikan 6 buku dalam 15 tahun dengan konsistensi yang luar biasa, dan belum ada penulis Indonesia lain yang pernah menyelesaikan proyek literatur se-epic ini
3. Dee bisa menemukan keseimbangan antara gaya penulisannya yang dulu dan gaya penulisannya yang baru. humor2 deadpan dan comic relief nya juga selalu menyegarkan.
4. Dee berhasil membuat fanbase-nya yang setia, membuat mereka rela baca semalam suntuk agar mempostingnya di social media (untuk supernova, saya termasuk, lainnya tidak).

Minusnya:
1. Retcon supernova 123 yang sangat "maksa". cerita supernova 1 menurut saya terisolasi, dan bisa berdiri sendiri tanpa adanya sekuel. kalau seandainya supernova 23456 ini adalah cerita dari seri yang berdiri sendiri tanpa perlu adanya retcon karakter supernova 1, mungkin akan lebih baik. Sekali lagi, supernova 4 bagi saya adalah reboot dari supernova series.
2. Terlalu banyak istilah in-universe yang tidak terintegrasi dengan baik sampai sampai perlu kamus
3. semua konsep klasifikasi karakter di buku terakhir baru diperkenalkan di buku sebelum buku terakhir
4. Buku terakhir terlalu banyak karakter sehingga tidak focus. Mungkin karena semua karakter adalah karakter utama, sehingga harus mendapatkan jatah
5. Setiap beberapa halaman, kita seperti menemukan plot device baru tanpa berhenti dan plot device ini baru diperkenalkan pada buku ini. misalnya: ternyata peretas bisa dikonversi jadi sarvara?
6. Beberapa adegan memperlihatkan kemalasan penulis: misalnya saat Elektra menghancurkan tulpa nya sendiri dan akhirnya bersinggungan dengan para peretas lain, Alfa menceritakan pengalamannya. dengan kata lain, adegan yang tampaknya harusnya bisa divisualkan secara epik, malah diceritakan secara tidak langsung. Mungkin ada pertimbangkan lain juga, seperti ngirit halaman dan tidak membuat plot menjadi dragging.
7. Karakter yang underdeveloped: Reuben dan Dhimas mungkin adalah karakter gay pertama yang masuk ke pasar mainstream, tapi hubungan mereka tidak pernah dieksplorasi lebih lanjut, dan latar belakang mereka sebagai pasangan gay sangat tidak meyakinkan dan lebih mirip bromance. Jika latar belakang pasangan gay tersebut hilang, saya rasa tidak ada implikasi sama sekali bagi keseluruhan plot. Saya menganggap ini hilangnya kesempatan bagi supernova sebagai wadah untuk menjawab prejudice bagi kaum LGBT.

Mungkin saya bisa mengapresiasi supernova IEP jika saya membacanya lagi di kemudian hari atau malah menurunkannya menjadi 1 bintang.

Calvin Michel Sidjaja
Penulis Jukstaposisi: Cerita tuhan Mati
Pemenang sayembara novel dewan kesenian Jakarta 2006



Summary yang berhasil dibuat (sebelum menyerah)

Keping
45: menyambungkan plot gio yang sudah lama tergeletak dengan plot utama supernova, memperkenalkan kelas karakter "umbra"
46: membahas mengenai jaringan inteligensia
47: menyambungkan Elektra dan bodhi dengan plot utama supernova
49: pickup cerita Alfa & Kell. Terlalu banyak istilah2 in-universe seperti 64 gugus peretas, 618 fibonacci yang entahlah apa kaitannya dengan plot utama
50: Kell menjadi mr. expositition untuk membantu alfa + pembaca memahami apa yang terjadi
51: Retcon karakter-karakter dari Supernova 1 seperti Reuben dan Dimas
52: Zarah dibawa masuk ke plot cerita, dan di-retcon dengan Gio, ternyata Gio kenal Paul (sudah pernah dibahas blom di Partikel?)
53: Alfa ketemu Bodhi dan Elektra. Kell melemparkan konsep bahwa mereka bisa belajar bahasa seperti program
54: Akhirnya Ferre muncul lagi
55: Bodhi dan Alfa membahas Ishtar. Comedy gold.
56: momen Bodhi ketemu Kell.
57: Elektra kehilangan powernya, dan akhirnya jadi ke pihak musuh
59: Hint plot utama di halaman 196
60: Gio dan Zarrah berinteraksi, halaman 211: konfirmasi kalau sarvara adalah asal kata cerberus
61: halaman 216 ini terlalu berantakan eksposisinya. halaman 237: adegan berantem yang tampaknya epik diceritakan jadi sudut pandang ketiga. mungkin malas menulis adegan berkelahi untuk menghemat halaman
63: hint mengenai konsep bahwa mereka semua fana.
64: plot slow down lagi. Gio dan Zarrah ada cinlok.
65: Gio dan Zarrah dinner bersama. awwww.

*setelah ini saya ga sanggup lagi bikin summary karena perubahan POV terlalu cepat*



This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for  Δx Δp ≥ ½ ħ .
389 reviews161 followers
March 22, 2016
Novel ini mengingatkan saya pada banyak elemen di novel War and Peace-nya Leo Tolstoy. Sayangnya, Inteligensi Embun Pagi tidak berhasil membuat saya terpikat seperti halnya karya Leo Tolstoy tersebut.

Ketebalan. Ketika saya membaca buku IEP di stasiun, seorang teman saya berkomentar, ‘bukunya tebal banget, berapa halaman?’, ‘ya sekitar 700-an’, ‘serius kamu baca buku setebal itu?’, harap maklum dia jarang membaca buku fiksi yang tebal-tebal, Harry Potter saja mentok di buku ketiga. Well… Saya sudah berhasil menamatkan W&P setebal 1200-an halaman dengan ukuran font imut dengan selamat. Rasanya tak banyak novel di dunia yang memiliki ketebalan melebihi W&P—W&P sendiri termasuk 20 novel tertebal yang pernah ditulis manusia, atau untuk kasus Leo Tolstoy, 'alien'—jadi IEP yang hanya 700-an dan ukuran font besar tak jadi masalah. Sementara setelah saya menutup buku W&P merasa kalau 1200-an halaman masih kurang, IEP malah membuat saya meringis, halaman buku ini kebanyakan. Masih bisa dikompress menjadi setengahnya.

Subbab yang banyak. W&P mengandung 15 bab utama dan 2 epilog sekaligus dengan masing-masing bab mengandung 15-20 subbab yang panjang-panjang. Epilog kedua bahkan sepenuhnya essai sejarah. Banyaknya subplot ini untuk menggambarkan alur cerita yang kompleks dan subplot yang membelit masing-masing tokohnya. Bab pertama tentang motif peperangan Napoleon terasa begitu panjang dan diselingi aneka pesta kebangsawan yang bisa sampai 200 halaman jika ditotalkan. Meski ini tak berhubungan langsung dengan cerita utama, tetapi saya tak merasa ada lubang cerita di antara subbab-subbab-nya. Anehnya, di IEP saya merasakan aneka lubang yang banyak seolah IEP adalah jala ikan.

Ketika membaca Petir, setingan waktu ceritanya kurang lebih akhir tahun 1990-an atau awal 2000-an. Hal ini terlihat dari deskripsi teknologi komputer dan internet yang dibahas di sana. Hiatus yang lama antara seri Petir dan 3 seri berikutnya membuat celah seting waktu yang lebar. Sementara 3 buku lain berakhir di era tahun sekarang, kisah di 3 seri pertama menjadi terseok-seok dan dipaksa harus mengikuti timeline 3 seri terakhir. Makanya terjadi banyak lubang cerita di IEP (yang premisnya merajut ke-5 seri sebelumnya). Misal deskripsi warnet si Elektra hanya dibahas sekenanya saja karena penulis sendiri sepertinya sudah sadar bahwa zaman sekarang era warnet sudah habis. Padahal di akhir buku Petir, warnet dan wartel sedang di puncak kejayaannya.

Penokohan yang banyak. Ada lebih dari 600-an karakter di dalam W&P (15-an diantaranya bisa dikatakan tokoh utama karena porsi cerita yang hampir sama banyaknya). Ajaibnya, kompleksitas aneka subplot dan porsi tampil protagonist (dan antagonisnya) bisa didedah Tolstoy dengan rapi, telaten, dan sama rata sehingga terasa benar-benar hidup. Setiap tokohnya hidup dengan penjelasan detail sehingga kita seolah tidak hanya melihat, tetapi juga merasakan pikiran dan emosi para tokohnya. Salah satu tokoh utama yang bernama Pierre Bezukhov bahkan adalah alter-ego Tolstoy dimana si pengarang suka mengeluarkan ide dan pandangannya yang diceritakan mengalir lancar sepanjang cerita. Di IEP, karakter yang banyak muncul secara sporadis begitu saja sehingga beberapa karakter minor hanya mucul sesaat lalu ditambahkan kalimat semacam ‘mereka harus pergi ke Jakarta malam ini’, dan tokoh-tokoh ini langsung menghilang tak berbekas. Padahal kalau baca buku-buku sebelumnya, tokoh-tokoh tsb bukan sekedar sidekick tokoh utama saja, tetapi juga menjadi penentu nasib bahkan ada yang memiliki ikatan emosional yang tak bisa sembarang dilupakan begitu saja. Ini bikin saya sangat senewen.

Bahasa asing dalam dialog. Sepertinya, hampir seperlima dialog dalam W&P ditulis dalam Bahasa Perancis dan sisanya ditulis Tolstoy dalam bahasa Rusia (dalam kasus buku yang saya baca, versi Rusia diganti bahasa Inggris). Ini membuat saya merasa melambat saat membaca W&P ketika bagian dialog Perancis tadi karena harus mengecek terjemahannya, maklum tak bisa berbahasa Perancis. Ketika W&P pertama diterbitkan, banyak yang protes dengan banyaknya dialog Perancis tsb, tetapi Tolstoy tidak merevisinya karena dia ingin menggambarkan suasana senyata mungkin. Kaum bangsawan Rusia di awal abad ke-19 memang sering menggunakan bahasa Perancis sebagai bahasa percakapan karena menganggap bahasa tsb bahasa intelektual dan simbol keningratan mereka yang membedakannya dengan rakyat jelata. Makanya ketika Napoleon menyerang Rusia, sikap bangsawan terbelah dua. Bagi kaum bangsawan kuno, serangan Napoleon adalah invasi terhadap Rusia dan ancaman terhadap kengingratan mereka, tetapi bagi bangsawan moderat seperti Pierre Bezukhov, serangan Napoleon adalah salah satu kesempatan untuk memodernkan Rusia dari pandangan kolotnya. Jadi, sebenarnya sempilan dialog-dialog berbahasa Perancis tersebut sangat berkaitan dan mendukung seting cerita agar terlihat realistis.

Di IEP, hal berbeda terjadi. Di buku lain yang editornya berbuat lebih baik dan lebih rajin, ketika tokoh utama (orang Indonesia) berbicara dengan bule dan meski dialognya ditulis dalam bahasa Indonesia, kita semua faham bahwa dialog bahasa Indonesia tersebut sebenarnya dilakukan dalam bahasa asing. Tetapi di IEP, saat di tengah dialog muncul kalimat berbahasa asing, kita jadi berpikir keras. Sebenarnya dialog yang ditulis dalam bahasa Indonesia tadi beneran diucapkan dalam bahasa asing apa bahasa Indonesia? Sempilan dialog yang ditulis dalam bahasa asing di tengah dialog yang ditulis dalam bahasa Indonesia, padahal dialognya dimaksudkan berbahasa asing, benar-benar bikin proses membaca saya menjadi lambat. Bingung ya dengan kalimat barusan? Saya juga bingung kenapa hal seperti ini lolos sensor. Saya benar-benar menunggu kalimat ‘where are you going?’ keluar, supaya bisa balas dengan kalimat ‘Now, I am walking… tak gendong kemana-mana...’. Ish.

Tema besar. Dari ukuran raksasanya, kita tahu, W&P bukanlah novel biasa, tapi juga raksasa dalam ukuran pesan yang ingin disampaikan. Sejarah global vs sejarah personal, politik, ketuhanan, legalitas agama, hingga konspirasi freemason merupakan sebagian kecil dari tema yang dibahas di W&P. Di seri Supernova KPBJ kesan ‘wah ini bakal jadi novel serius dengan tema berat nih’ muncul dengan kuat. Mekanika kuantum (itu loh, cabang fisika yang membahas perilaku partikel subatom)—yang saya rasa banyak orang Indonesia masih sangat awam terhadapnya—berhasil diringkas dan direkaulangkan bahasanya dalam gaya popular. Tetapi semakin ke sini, tema besar tersebut memudar. Meski sempat menguat kembali di seri Partikel (ingat dialog-dialog kritis bahkan cenderung sinis terhadap agama yang dilontarkan Zarah?) tetapi kemudian hilang sepenuhnya di seri-seri berikutnya. Di IEP bahkan menguap sama sekali, hanya menyisakan kisah petualangan makhluk ras ajaib dengan kekuatan super ala cerita fiksi tahun 80-an. Kesan ilmiah di seri KPBJ dan Partikel hanya tinggal kenangan.

Sesungguhnya sebagai serial yang menyinggung topik besar tentang penciptaan dan kesadaran makhluk, saya sangat mengharapkan jika serial Supernova akan memasukan topik Relativitas Umum Einstein (sebagai pengantar kosmologi) dan Evolusi NeoDarwinisme (sebagai pengantar biologis makhluk hidup dan kesadaran). Harapan ini yang membuat saya membaca terus serial Supernova karena terpesona dengan paparan Mekanika Kuantum di seri pertama. Tentu saja harapan saya itu tak terjadi. Yang ada hanya menemukan kisah seru-seruan dan gontok-gontokan ala novel fantasi young adult yang sekarang ini membanjiri pasar.

Tokoh favorit. Saat membaca W&P, saya langsung mengidentifikasikan diri sebagai Pierre Bezukhov. Bukan karena saya terlahir di keluarga kaya (atau dalam kasus Bezukhov, orang terkaya), tetapi pandangan filosofis si Bezukhov. Tentu saja awalnya saya ingin menjadi Andrei Bolkonsky—pangeran rupawan yang digilai banyak perempuan. Tetapi saat Bolkonsky malah bernasib tragis karena idealisme utopisnya, saya makin mantap memilih Bezukhov sebagai tokoh favorit. Bezukhov adalah tipe orang yang skeptis. Dia selalu merasa tak puas dan mengkritisi kondisi sosial, politik, bahkan ideologi negaranya yang kaku dan bergerak di tempat. Sayang pandangan skeptis dan kritisnya sering disalahartikan sebagai kekikukan oleh masyarakatnya. Sehingga mimpi dia untuk mengubah dunia selalu kandas meski dia punya kekuatan harta. Pandangan Bezhukov ini malah sering dituduh sebagai ilusi karena dia terlalu idealis dan tidak realistis dengan kondisi aktual. Ini juga alasan Tolstoy menggunakan kata ‘Bezukhov’ untuk tokoh tsb, karena dalam bahasa Rusia, kata tersebut bermakna ‘tidak bertelinga’ sebagai ungkapan pandangan Bezukhov yang terlampau idealis sehingga kadang tidak menyimak kondisi yang terjadi di masyarakat.

Di serial Supernova, tokoh favorit saya tentu saja si Bodhi. Bodhi yang berjiwa bebas membuat saya terpesona dengannya ketika dulu pertama kali membaca buku Akar zaman SMA. Bahkan, ketika saya akhirnya mendapat kesempatan menjelajahi kawasan Indochina dan mendaki gunung Phnom Aoral, saya menjadi teringat akan petualangan si Bodhi di kawasan tersebut. Di IEP, kekaguman padanya lenyap seluruhnya. Sosok unik Bodhi malah menjadi terlihat inferior (kalau tidak dikatakan menjadi tokoh sampingan) dibandingkan tokoh lainnya yang sejak awal tak menarik. Akibatnya serial Supernova di IEP malah menjadi berisi tokoh-tokoh plastik yang tak memiliki kedalaman karakter dan ikatan emosional dengan pembacanya. Bahkan karakter-karakter Power Ranger saja lebih unik ketimbang karakter-karakter di IEP.

Akhir cerita. Ketika saya akhirnya sampai ke halaman terakhir buku W&P saya sedikit bingung apakah saya harus bernafas lega karena akhirnya saya menamatkan 1200 halaman yang berat dan rumit, atau harus sedih karena saya harus berpisah dengan salah satu saga epik terbaik yang pernah dituliskan manusia. Apalagi Tolstoy selain menulis Epilog ke-1 yang mengisahkan akhir kisah para tokohnya, dia juga menambahkan Epilog ke-2 yang berisi essai panjang tentang opininya yang kontra terhadap pandangan yang menyatakan bahwa figur besar adalah yang menciptakan sejarah. Meski terlihat tak nyambung, sebenarnya essai panjang itu justru konklusi 1100 halaman sebelumnya. Dalam pandangan Tolstoy, bukan hanya Napoleon yang mengubah sejarah Eropa dan dunia, tetapi tukang roti dan sais kuda juga berkontribusi untuk membentuk masa depan dan meninggalkan jejak di masa lalu. Dan kita akan dibuat yakin bahwa semua orang yang ada di novel ini (termasuk pembaca sendiri) adalah tokoh-tokoh yang penting.

Di IEP, akhir yang berupa roman picisan menghancurredamkan tema besar yang susah payah ingin diusung pendahulunya. Kisah petualangan kejar-kejaran ala 5 Sekawan-nya menutup topik-topik berat yang dibahas di buku-buku sebelumnya. Romansa murahannya menapis semua esensi dan keunikan tokoh-tokohnya. Hingga akhirnya, kita berkesimpulan bahwa semua orang di novel ini adalah tokoh-tokoh yang tidak penting.

----

Catatan tambahan:

1. Biar tidak ada yang bertanya, saya memang tidak menyebut buku Gelombang dalam uraian di atas karena saya menganggapnya sebagai salah satu buku terburuk saya di tahun kemarin.

2. Apakah IEP seburuk itu? Jawaban aman biar tak dikeroyok: tentu saja tak seburuk itu. Bagaimanapun serial Supernova berhasil bertahan sampai 6 seri dengan tema gado-gadonya membuat orang berani berpikir ke hal-hal baru dan di luar rutinitasnya, sangat layak diapresiasi. Jawaban jujur biar lega tak ada beban batin: lebih buruk daripada yang diperkirakan sebelumnya.

3. Dalam diskusi lanjutan yang saya lakukan dengan seseorang via aplikasi chatting, terjadi percakapan berikut;
+ (teman saya) Kamu tau gak kenapa judul buku ini diberi nama "Intelegensi Embun Pagi"?
- (saya) Hah?!*
+ Kok saya gak nemu ya korelasinya di buku ini?
- Hah?!
+ Terus kenapa judul serial ini 'Supernova' jika ke-5 buku pertama bercerita ttg pencarian sosok Supernova tapi di buku terakhir cuma muncul dg total halaman 5 doang?
- Hah?!
- Eh, nanti Rabu nonton film Batman vs Superman yuk!

* = Terakhir kali saya nonton sinetron yang selama satu jeda slot iklan adalah sinetron Cinta Cenat-cenut, pun itu karena sedang berkumpul di ruang keluarga dan remote sedang tak ada di tangan saya. Satu-satunya yang saya ingat dari sinetron tsb adalah para tokoh-tokohnya terlalu banyak mengucapkan kata 'Hah?!' (dengan varian 'Hah?! Kamu nyalahin aku lagi?' dsb). Menjengkelkan. Sensasi yang sama yang saya dapatkan saat membaca dialog-dialog di buku ini. Karena itulah, alih-alih menjawab pertanyaan teman saya tentang judul buku ini yang gak nyambung dengan isinya, saya lebih memilih untuk mengalihkan perhatian dia dari topik ini. Saya tidak ingin mengingat-ngingat kembali hal-hal yang ingin segera saya lupakan. Karena hidup, harus terus berlanjut.
Profile Image for Adham Fusama.
Author 9 books72 followers
March 15, 2016
Oke, begini deh, ketimbang saya spoiler isi ceritanya, saya mau curcol sedikit nih tentang Supernova. Hahaha.

Jadi, bisa dibilang seri Supernova adalah salah satu seri yang berpengaruh bahkan berkesan bagi saya (selain Harry Potter dan Lupus). Saya masih ingat, pertama kali saya membaca Supernova KPBJ itu waktu saya masih kelas 2 SMA, dipinjami teman saya, Ridho, yang merekomendasikan buku itu untuk saya baca. Dia bilang, saya pasti suka. And, o boy, he's right. Saya langsung terpesona oleh buku itu, yang menurut saya adalah salah satu novel Indonesia paling berbeda. Baca sekali memang saya kurang mudeng, tapi waktu dibaca dua kali, barulah saya benar-benar jatuh cinta pada Supernova.

Ridho pun meminjamkan lagi novel lanjutannya, Akar--yang jadi favorit saya berkat muatan filosofis dan cerita hidup Bodhi, dan Petir--yang paling mudah saya cerna tapi punya karakter-karakter yang menarik. Saya pun memutuskan akan membaca buku-buku lanjutannya.

Lalu saya menunggu, menunggu, dan menunggu. Tapi, Supernova seri keempat tak kunjung rilis. Saya mulai skeptis, tidak yakin Mbak Dee akan menerbitkan lanjutannya.

Butuh waktu delapan tahun (CMIIW) bagi Partikel untuk terbit. Dan, kalau boleh jujur, saya sudah kadung kecewa karena sudah terlalu lama menunggu, hingga akhirnya malas membaca Partikel (ceritanya sih ngambek). Jadi, begitu Partikel dan Gelombang terbit, saya tidak begitu antusias, sudah keburu move on dengan buku-buku lain. Hahaha.

Tapi, setelah saya bekerja di Bentang, saya tahu kalau saya harus membaca Partikel dan Gelombang. Saya membaca Partikel di kereta, waktu mudik ke Bogor. Dan, saya seperti menemukan kembali kerinduan akan cerita-cerita Supernova yang dulu pernah mengajak saya ikut berpetualang ke dalamnya. Saya jatuh cinta lagi, dan memaafkan Mbak Dee (emangnya siapa elo, Dham?!) yang sudah membuat saya menunggu selama 8 tahun. Malah, kalau saya pikir-pikir sekarang, seharusnya saya bersyukur karena Partikel pending selama 8 tahun. Kenapa? Akan saya ceritakan alasannya sebentar lagi.

Singkatnya, akhir tahun 2015 kemarin saya dikirimi draft awal Supernova Inteligensi Embun Pagi. Terus terang saya kaget. Apalagi ketika saya diminta untuk menyuntingnya. Oke, sebenarnya saya tahu kalau suatu hari nanti naskah ini akan masuk ke meja redaksi, tapi saya cukup tahu diri. Saya masih editor baru, yang rasanya mustahil diserahkan naskah sebesar ini. Saya yakin, naskah ini akan diserahkan ke editor senior, seperti Mbak Dhewiberta misalnya. Jadi, bisa dibayangin dong betapa gugupnya saya waktu diserahkan naskah ini? Apalagi waktu harus berkorespondensi dengan Mbak Dee! Alamak! Saya yang cuma fans ini malah harus berdiskusi soal naskah Supernova dengan penulisnya langsung? It's beyond my wildest dream! Sampai sekarang, saya masih merasa ini pengalaman yang tak terbayangkan! Akhirnya, sepanjang perjalanan memproses naskah IEP, saya selalu deg2an. Untungnya, Mbak Dee dan teman-teman redaksi baik sekali, mau membantu saya yang amatir grogian ini memproses kelahiran Supernova. (Bisa ngebayangin gak, ada ibu-ibu hamil yang justru ngajarin dokternya saat proses persalinan? Nah, dokter itu saya. Hahaha). Intinya, terima kasih banyak Mbak Dee dan teman-teman redaksi atas semua bimbingan, bantuan, dan kepercayaannya. You guys rock! :D

So, pada akhirnya, saya kayak masih dalam kondisi trance. Bahkan, saat saya menulis ini saja, saya masih belum percaya kalau saya sudah membaca dan membantu proses penerbitan IEP. Sekarang saya bersyukur karena Partikel delay selama 8 tahun. Karena dengan begitu, saya berkesempatan untuk ambil bagian dalam perjalanan pamungkas Supernova. Kalau saja Partikel dan Gelombang diterbitkan 1 tahun lebih cepat, mustahil saya bisa mendapat kesempatan gila ini! And IT IS a crazy experience! Saya tidak pernah membayangkan kalau ada remaja SMA cupu yang dulu baca Supernova pertama sambil tengkurep di kasurnya, kelak akan ikut membidani terbitnya Supernova episode terakhir. It's so surreal! But, I'm so thankful for this journey! :D

Yaah ... sekian dulu curcol dari saya. Hahaha. Dan, sebagai hadiah bagi kamu-kamu yang sudi menghabiskan waktu membaca curhat tidak penting ini, saya kasih sedikit spoiler deh. Hehehe.

Demikian! Selamat menikmati pengalaman dan perjalanan pamungkas Supernova!
Profile Image for Gide.
13 reviews5 followers
March 10, 2016
Seri Supernova pungkas. Klimaks? Antiklimaks? Mungkin ekspektasi adalah kunciku untuk menilai, dan aku harus minta maaf sekaligus bersyukur untuk itu.

Seri itu berawal dengan KPBJ yang begitu analitis, puitis, bahkan menuju filosofis. Tidak ada yang berbohong, bahwa sejak saat itu Dee diperhitungkan. KPBJ adalah kunci baginya untuk masuk pada sebuah medan yang sama sekali tidak disangkakan orang, Dee menulis! Dan dia tidak main-main. Dia adalah cerita baru bagi dunja menulis Indonesia. Sang posmo yang cerdas, luas, dan sekaligus dalam. KPBJ begitu tendensius tanpa menjadi pretensius, kalau dibilang masterpiece, maka for a starter novel, KPBJ berhasil meletakkan Dee sebagai penulis yang punya genrenya sendiri. Sekalipun memang KPBJ lebih menjadi ruang self-explanatory untuk pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Dee sendiri, tapi itu benar-benar menohok. Tapi bagaimana mungkin aku yang menyukai astronomi dan filsafat tidak terkisap oleh novel itu.

Maka ekspektasi pada kelanjutan serial ini menjadi tidak terkira. Ketika Akar keluar bersama kontroversinya, Akar punya tempatnya sendiri. Bukan semacam KPBJ tapi bisa dibilang bahwa Akar masih menggelayutiku dengan filosofi-filosofinya yang bisa dibilang diceritakan dengan gak trivial. Itu prestasi! Walaupun ekspektasi sebesar KPBJ tidak terpenuhi, tapi ada cara lain terjawab: afeksi. Dan ketika sisi ini disentuh, maka siapa yang tidak meluluh.

Lalu giliran Petir, not as explosive as the two series before. Aku merasa itu seperti teenlit yang dikemas lumayan. Ketika lumayan dibandingkan dengan dua sebelumnya, maka aku gak bisa bilang itu meningkat atau stabil, tapi itu semakin di luar ekspektasi. Aku masih ingat aku dibuat terpingkal oleh Petir ketika membacanya, mungkin bukan karena Petir memesona, tapi Petir menyambar banalitas Kekristenan dengan banal. Karena aku Kristen, semata itu. Walaupun paska Bu Sati ke belakang gambaran bahwa Petir ini akan menuju sesuatu mulai terbaca. Lalu Partikel, entahlah mungkin aku kelelahan dengan gayanya Dee yang semakin menjurus pada novel-novel yang ditulisnya pada masa antara, semacam Perahu Kertas, dkk. Yang harus kuakui bukan seleraku. Bahasanya gak nendang, dalam artian diksinya terlalu datar. Walaupun nuansa spiritualitasnya masih menggantung di sana-sini. Tiba giliran gelombang, aku dipukul telak dengan pembukanya yang sangat mistikal, tiba sampai tengah ke belakang, aku hilang. Tidak ada yang tersisa dari Supernova di sana.

Mungkin ada benarnya bahwa Akar-Gelombang sebaiknya memang satu buku saja. Dibagi menjadi empat menjadikannya seperti terlalu mencari-cari. Tapi aku tidak berbohong bahwa aku menunggu Intelegensi Embun Pagi (IEP) sang pamungkas. Berharap bahwa buku terakhir itu bakal kembali pada nuansa pencarian Dee yang kurasakan dalam KPBJ. Berharap bahwa akhir ini bukan pertarungan baik versus jahat, tapi sebuah payung filosofis dan spiritual yang bisa saja sureal. Ketika pembaca diajak untuk menjadi lebih cerdas mencari ketimbang disuapi materi.

200 halaman awal kubaca dalam beberapa jam, aku mendapat gelagat bahwa ekspektasiku tidak terpenuhi. Dan sampai halaman terakhir yang kubaca di atas pesawat Bandung - Kuala Namu, aku akhirnya menyimpulkan, Dee memang sudah nyaman dengan pembaca remajanya.700 halaman itu fantasi. Novel ini memang scifi dan thriller ketimbang spiritual dan filosofis. Novel ini hitam putih, dan maaf, sebagai penutup atas KPBJ yang akbar, IEP hanya berisi adegan kejar-kejaran Infiltran, Sarvara, dan Harbringer. Tentu saja demi drama dibuatlah twist di sana-sini. Nothing's new, Dee telah nyaman. Dee telah memilih untuk terkonversi menjadi Sarvara. Sang posmo dan harbringer itu terkonversi oleh Perahu Kertas dkk.

IEP menyimpan jawaban dari misi Bodhi, Elektra, Zarah, Alfa, dan Gio. Jangankan misteri, semuanya serba menjadi teka-teki dengan jawaban tunggal. Ketika novel ini berbicara tentang keberanian untuk membebaskan, Dee justru melolohkan semua jawabannya dengan instan. IEP berisi deretan peristiwa ketimbang peristiwa bermakna. Aku tahu aku pasti dipisuhi oleh para penggemarnya, tapi ya sudahlah.

Mungkin alasan terbesar adalah Dee menjadikan misi para Harbringer menjadi begitu-begitu saja. Romantisme Zarah dan Gio tak terasa, Bodhi menjadi GPS, dan Alfa menjadi tokoh yang dipaksa harus ahistoris. Si Jaga Portibi yang berpeluang untuk misteri Alfa begitu saja menjadi body guard yang menye-menye. Aku bahkan gak begitu terenggut oleh Elektra dan Toni yang dengan kisah mereka yang mendadak menjadi garing dan oke mereka bodoh. Para Infiltran menjadi lebih bernuansa memang, tapi entahlah Liong, Kell, dan Kas yang memegang peran penting di sana lebih seperti sosok M di James Bond. Paling parah adalah para Sarvara, mereka benar-benar menjadi tidak bernilai. Andaikata ini Power Rangers, para Sarvara menjadi musuh yang tidak terlalu perlu dikhawatirkan. Sepanjang perjalanan mereka selalu punya cara disendat, benar-benar Dee tidak rela kekompakan gugus Asko hancur. Semua serba baik-baik saja.

Bedanya KPBJ dan Akar dengan IEP adalah bahwa masalah yang muncul di kedua buku itu adalah masalah substansial, eksistensial, subtil dan esensial. Sedangkan masalah di IEP adalag masalah yang dibuat-buat sendiri. Pembaca tidak mendapat bagian diberi rasa empati. Selain bahwa mereka dipaksa untuk mengerti masalah yang dibuat Dee dan diselesaikan sendiri. Seperti mendengarkan anak kecil atau remaja labil yang ngambek. Self-service, masturbasi. Dan kita diajak ikut senang ketika para tokoh akhirnya berorgasme bersama-sama.

Dee memang mencoba memasukkan unsur geometri dan mitos seluruh dunia dalam novel ini. Dee membaca! Benar! Dee tidak malas membaca! Tapi sayang dia membaca dengan cara membaca cepat, dan apa yang tertangkap dari membaca cepat, hanya kesan, bukan pesan. Referensi yang memukau di KPBJ dan Akar yang benar-benar mengakar, hanya menapis permukaan di IEP. Isinya adalah kejar-kejaran. Sudahlah ini gaya Bond movie. Dan jangan kaget jika ada serial baru melanjutkan Supernova. Mungkin judulnya Meteor atau Pluto, the Dwarf Planet.

Tapi bukan berarti jelek. Artinya bahwa novel ini akan punya pembacanya sendiri, yang aku yakin sasarannya adalah remaja dan pemuda awal. Dee yang kuanggap akan menuju Tolkien akhirnya memang memilih menjadi Rowlings. Sebagai koleksi, entahlah, tp karena aku senang mengoleksi akan kukoleksi lah. Tapi jika koleksi itu hilang, aku hanya akan menangisi hilangnya KPBJ dan Akar. Dapat seri PDF untuk keempat yang lain sudah cukup lah.

Maaf untuk para Addeection, halaman bermain kita berbeda. Tapi kalian hebat untuk tetap setia. Dan itu luar biasa. Dee pun luar biasa untuk bisa menyelesaikan serial ini dengan tuntas. Keep writing, Dee!

Semoga Dee menyempatkan diri merasa dan bergumul lagi, hidupnya yang bahagia sekarang membuatnya menulis jurnal ketimbang mencari. Dee sudah menemukan jawaban pertanyaan-pertanyaannya: dengan menjadi Sarvara yang emosional. Maaf Dee...
Profile Image for Arief Bakhtiar D..
134 reviews82 followers
March 31, 2016
INTELEGENSI YANG MERUSAK EMBUN PAGI

”Fuck!”─Bodhi, Intelegensi Embun Pagi, hal. 685


PADA salah satu interviu di salah satu siaran televisi, Dewi Lestari mengatakan ide serial Supernova pada kita: dia menulis mengenai kegelisahan hati dan pertanyaan-pertanyaan mengenai kehidupan.

Di majalah Rolling Stone, Dee menegaskan bahwa tulisan-tulisannya berusaha mengundang tiap orang untuk berani mempertanyakan hidup─yang ia sebut pencarian personal tiap-tiap orang. Perasaan, pertanyaan, mungkin tentang suatu keyakinan. Bagi Dee, seperti yang ia tulis dalam kata penutup di Intelegensi Embun Pagi, melalui serial Supernova, dia ingin menelusuri jawaban “tentang eksistensi dan hal-hal mendasar lainnya tentang kehidupan”.

Saya kira mulai dari situ Dee menunjukkan pesonanya. Dalam novel Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh, Dee memperkenalkan Ferre: lelaki yang memiliki kesuksesan dalam karir tapi tersiksa dalam cinta. Tidak ada manusia yang sempurna bahagia, dan bagi Ferre (mungkin juga bagi Rana), cinta adalah keresahan hidupnya. Dalam Akar, ada Bodhi: anak punk dengan kepala aneh yang menghabiskan waktu muda di wihara Buddha dan akhirnya melakukan perjalanan untuk mencari “Kesejatian” makna hidup.

Elektra adalah tokoh selanjutnya yang lucu dan lugu. Orang sering bilang Petir punya gaya Pop─sesuatu yang ringan dan mudah diingat. Ia, dengan berbagai pertimbangan, memutuskan menjadi pengusaha (status yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi tren di kalangan muda Indonesia). Alfa Sagala muncul setelah itu. Ia hadir dengan membawa ide orang perantauan Sumatera yang memilih menaklukan Wall Street. Dalam Partikel, Zarah Amala bergulat dengan keyakinan-keyakinan antara sains dan agama, antara menyembah alam atau Tuhan. Dalam dirinya, tersimpan kenangan-kenangan tentang pemberontakan kepada keluarga dan masyarakat─kita tahu Zarah tidak bisa menetap dalam keluarga dan masyarakat seperti itu dan pergi ke mana takdir membawanya.

Sampai pada Partikel, bagi saya, Dee tetap menawan: dia menawarkan pergolakan kehidupan, keterpojokan manusia, dan bagaimana para tokoh menghadapinya. Dengan itu ceritanya bukan cerita yang mudah menguap dalam ingatan setelah satu-dua tahun.

Tapi saya tidak ingin berhenti di situ, di sini.

●●●
Saya menyelesaikan Intelegensi Embun Pagi (selanjutnya kita sebut IEP)─yang memakai gaya penulisan populer mirip-mirip Gelombang dan Partikel─dan merasa tak ada getaran yang meyakinkan tentang pandangan baru terhadap hidup dan mati. Sebab apa yang menjadi pesona Dee yang paling utama, setidaknya bagi saya, hilang: saya tidak lagi melihat ada makna kegelisahan hati dan pertanyaan-pertanyaan dalam hidup.

Bagi saya itu fatal: saya seperti hanya membaca kisah kejar-kejaran antara makhluk satu dengan makhluk lain dalam bentuk manusia yang disebut Peretas, Infiltran, dan Sarvara, demi tujuan yang tidak pernah terlalu jelas dibahas pengarangnya (saya mencoba untuk membaca ulang Keping 92, terutama halaman 618-620, dan tetap tidak terlalu mengerti). Buku ini seperti ditulis hanya untuk memuaskan penggemar Supernova yang menanti akhir serial ini selama 15 tahun─meski Dee mengaku serial ini ditulis bukan “untuk siapa-siapa”.

Agaknya karena itu, untuk menjawab tanda tanya dan rasa penasaran penggemar serial Supernova (saya tegaskan, ini bukan lagi mengenai kegelisahan hati anak muda), Dee berupaya terus menembakkan kejutan yang terus-menerus di novel sepanjang 690 halaman ini: kemunculan Chaska Pumachua di Lembah Suci Urubamba di keping awal; Gio yang ternyata Peretas; kehadiran Kell, Guru Liong, dan Togu Urat yang sudah mati di novel sebelumnya; Elektra yang malah merusak gugus; munculnya Simon Hardiman sebagai Sarvara; percintaan antara Gio dan Zarah; tertangkapnya Zarah (setelah Elektra); munculnya Foniks di edisi terakhir Supernova; pertemuan misterius Bong dengan Star; Firas yang dihidupkan kembali sebagai Sarvara; Ishtar yang tiba-tiba saja datang menemui keluarga Alfa; Ishtar yang mengatakan bahwa Alfa sesungguhnya adalah Anshargal; Alfa yang menyatakan niatnya mundur sebagai Peretas; kematian tokoh protagonis Alfa; sampai berita akan hadirnya Peretas Puncak.

Saya kira di situ intelegensi Dee berhasil menyentuh rasa ingin tahu kita. Setiap Dee membuat satu kejutan, setiap itu pula IEP semakin membuat penasaran pembacanya. Setiap kali sesuatu menjadi terang, setiap kali juga kita menghadapi sesuatu yang belum sepenuhnya benderang.

●●●
Pada akhirnya, mungkin lebih tepatnya seperti ini: IEP meninggalkan terlalu banyak pertanyaan─rasa penasaran yang rupanya tidak terjawab sampai novel berakhir. Sampai saya membaca kata “TAMAT”, tidak pernah jelas apa kesalahan Diva atau Bintang Jatuh, atau bagaimana bisa apa yang dilakukan Bintang Jatuh bisa dianggap sebagai pengkhianatan dan merusak rencana Peretas. Dee tidak mau repot dan meminjam Liong untuk mengatakan di akhir cerita bahwa masalahnya terlalu kompleks.

Bersamaan dengan itu ada beberapa keping yang tidak tuntas. Reuben (atau Ruben?) dan Dimas yang bukan umbra atau sarvara muncul dan bertemu dengan para Peretas seperti Ferre dan Toni. Apakah mereka berdua muncul untuk membuat teka-teki baru yang disebut-sebut Liong agar “mulai mewaspadai beberapa individu yang dikontak Bintang Jatuh”? Bagaimana kelanjutan Firas yang kembali muncul dan disebut-sebut oleh Kell sebagai Sarvara “yang terkuat” karena kemampuan Peretasnya tidak hilang? Apakah dia yang akhirnya (di suatu khayalan pikiran kita di luar halaman-halaman IEP) akan memburu peretas berkode Permata? Dalam keping Rekrutan Baru, kita dihadapkan pada teka-teki baru mengenai Bong dan Ferre. Setelah mengadakan pertemuan misterius dengan Star, mengapa Bong menemui Ferre dan apa keperluannya?

Saya kira daftar pertanyaan itu bisa lebih panjang. Dan bagi saya, deretan pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab tuntas itu memperlihatkan IEP sebagai serial akhir Supernova yang setengah-setengah. Saya tidak mengatakan bahwa seorang penulis tidak boleh meninggalkan teka-teki atau sedikit misteri di akhir cerita. Tapi menghitung dari jumlah keping-keping yang tidak tuntas dan tidak jelas, tulisan kapital kata “TAMAT” di akhir IEP menjadi terlalu berlebihan.

Atau barangkali saya yang terlalu berlebihan: dalam interviu dengan majalah GATRA beberapa hari setelah novel IEP terbit, Dee mengaku ia memiliki satu naskah yang belum akan digarap dalam waktu dekat. Tokoh utamanya anak SMA. Apakah dia Permata, sang Peretas Puncak, yang dikatakan akan aktif saat berusia 17 tahun? Dan apakah Dee akan mengembalikan tema cerita ini sesuai jalurnya di awal: mengenai kegelisahan dan kegilaan seorang tokoh dalam menjalani dan mengatasi tantangan hidupnya?

“Fuck!”─kata Bodhi.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Nikotopia Nikotopia.
Author 4 books21 followers
December 14, 2016
Pertama saya ingin mengucapkan Proficiat bagi Mbak Dewi ‘Dee’ Lestari.
Akhirnya berhasil menyelesaikan proyek Novel Supernova. 15 tahun bukan waktu yang sekerdipan mata bagi kita yang fana. 15 tahun adalah waktu dimana, jatuh-bangun-bangkit dan bersinar, bagi seorang Dewi Lestari dalam membangun sebuah novel berseri.

Bagi Pembaca-Penulis macam saya, membuat novel trilogi yang bagian keduanya dibelah 4 novel, hal itu merupakan pencapaian luar biasa. Saya setuju dengan Calvin Michel Sidjaja: Tidak banyak, bahkan tidak ada seri novel Indonesia berlatar belakang fiksi ilmiah, fantasy, dan spiritualisme bisa cetak berulang kali dan meledak dipasar. Prestasi besar. Apalagi pembaca Supernova dari tahun 2001 sampai 2016 ini tumbuh terus. Saya yakin di depan akan terus tumbuh.

15 tahun bagi saya juga bukan sekerjapan petir di langit yang melintas saat hujan. 15 tahun saya setia, menanti, menebak-nebak, menciptakan jawaban sendiri atas Plot Supernova di setiap series yang saya baca. Bahkan ada yang bilang saya gila, bikin capek otak aja.

Saya tidak peduli, sebab ketika terbitnya Supernova: Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh. Itu menjadi salah satu buku—selain Bhagavad Gita, The Artist Way, SQ - Danah Johar, Potrait Of Young Artist - James Joyce, Demian & Siddhartha - Hermann Hesse dan masih banyak lagi—yang memberi saya trigger, ketika saya meneguhkan Spiritualitas saya. Dan saya sama seperti pembaca idealis lainnya, berasal dari Generasi Supernova KPBJ cetakan pertama oleh True Dee Book. Begitu terpukau, orgasme a.k.a ngecrot otaknya saat menamatkan Supernova KPBJ, dan langsung ngefans berat.

Pujian untuk cover Supernova IEP. Sungguh saya suka covernya, cover putih dipenuhi kerlip-kerlip, dengan simbol Heksagonal dan tiga liukan heliks di dalamnya. Warna simbolnya bisa berwarna biru atau kuning atau pelangi kalo digoyang-goyang pelan. Epic-lah covernya. Mewah.

Oke sebelum saya mereview, saya mau bilang bawa Review saya akan Spoiler yah, yaaa... nggak spoiler-spoiler amat sih, pembaca lain sudah banyak yang baca juga. Mungkin ini lebih banyak emm.. protes kali yah, hahay.... Kalo belum baca buku IEP, sok atuh baca dulu. Berhenti sampai disini, jangan lanjut baca review.

Saya sudah memberi peringatan yah.

Ini adalah pembacaan novel Supernova: IEP yang baru sekali saya baca, dengan durasi waktu 24 jam. Dari pukul 14:30 WIB hingga 14:00 WIB keesokannya.

Yuk kita masup *menggosokkan tangan.

Kita Flashback dulu, saya punya tebakan di review Supernova: Gelombang.

Saya menebak Kell adalah Sarvara untuk Bodhi, ternyata saya salah. Kell adalah Infiltrant, tongkat estafet selanjutnya setelah Kalden Sakya bagi Alfa. Banyak tebakan saya meleset, tetapi sisanya—meski dikit—ada yang benar.

Di Gelombang kita diperkenalkan istilah baru Sarvara, Infiltrant, Harbinger/Peretas. Dan masih diberi planting Star yang menyatakan namanya adalah dari Dewi Sumeria saat bertemu Alfa, diotak saya terlintas kata Omega, dan saya malah nyanyi lagu teater ciptaan senior saya tentang Alfa-Omega.

Tapi saya anggap lalu, dan tidak saya tuliskan di Blog. Bau-bau tentang Alien (sebenarnya nggak suka kata ALIEN, kenapa harus mahluk dengan kebudayaan canggih ‘MDKC’ disebut Alien. Saya nggak tahu, nggak suka aja. Nanti saya sebutkan alasannya, karena ini ada kaitannya dengan Supernova IEP.)

Nah!


SAJAK MAGIS DEE.
Saat saya buka halaman pertama, saya disambut Sajak Dee yang khas, tapi? Kok ini kan, sajak dari Supernova: Ksatria, Putri dan Bintang jatuh, saya terus baca dan sedikit ngedumel, ini kok disambung-sambung begini sih, nggak dipisah per-satu halaman atau dikasih detil simbol Supernova di akhir sajak meski digabung pun.

Ini sajak Dee loh yang menurut saya menghabiskan 10 lembar pun nggak masalah deh, apalagi Dee bestselling novelist. Pembaca kaya saya juga akan rela kok membaca sampe 25 halaman pun. Saya mencari sajak terakhir yang mewakili IEP dan itu—jelas—ada di bagian terakhir sajak-sajak yang lain, saya jadi berfirasat ada apa nih dibikin bertumpuk begini.

Sayangnya penumpukan sajak ini, tidak lagi bisa membuat saya menikmati sajak magis Dee di episode IEP ini. Ada kehilangan detil kecil yang biasa Dee tuliskan di akhir sajak—Bahkan di Gelombang tidak ada—semacam momen realitas Dee, sebelum masuk ke Universe-nya Supernova. Semacam gerbang menurut saya. Atau mungkin saya yang terbiasa dengan konsep novel Supernova yang awal banget, sayanya yang nggak move on.


GAYA BAHASA & LAJU CERITA.
Saya punya ekspektasi tinggi, untuk seri terakhir ini. Satu sisi saya berharap gaya tulisan Dee, kembali ke Supernova; Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh. Sebab ini Grand Finale dari Supernova. Dimana Supernova dicetuskan oleh DIVA.

Saya membaca Review Calvin Michel Sidjaja, ia mengklasifikasi gaya bahasa Dee sebelum dan sesudah ‘Perahu Kertas’ Merasa sesudah Perahu kertas ada perubahan besar dari gaya tulisan Dee. Bagi saya, Supernova: Partikel, gaya tulisannya ada suara Zarah yang khas. Khas gaya tulisan karakter Zarah. Di Gelombang, memang agak sedikit mirip Partikel, tapi masih ada suara Alfa yang khas. Kalau itu sebuah perkembangan gaya tulisan Mbak Dee, saya ikut bahagia, dan percaya setiap Penulis pasti berkembang gaya tulisannya.

Di Inteligensi Embun Pagi ini, Saya merasa emmm... kok kayak gaya tulisan Gelombang yah? Meski gaya penulisannya sangat efektif, dan memakai kata ganti orang ketiga. Jelas karena semua Tokoh sudah bertemu, dan menjadi sentral cerita. Ditambah paragrafnya pendek-pendek, ada yang tidak lebih dari 10 baris, itu membuat Pacing begitu cepat mengalir. Saya sedikit yakin, Dee tidak mau pembacanya bosan dengan plot yang dibuatnya. Dan saya membatin dalam hati, oiya ini Grand Finale, gaya bahasa cepat dan efektif lebih baik, maka saya memaklumi, meski masih berharap sekeren KPBJ.

Sebenarnya, saya merasakan Dee, ada di beberapa scene, kurang detil dalam deskripsi. Semisal scene di mana Gio menjemput Zarah di sungai, saat Zarah tidak menerima Firas yang sudah mati. Saya merasa Dee kurang sedikit detil memberi dramatik momen, jadi disitu deskripsinya kayak lempeng aja.

Untuk Pacing, saya bilang ini ngebut super. Kayak diboncengi sama pembalap. Meski kadang, ada selipan momen, misal Momen Zarah pulang ke rumah di Bogor itu bisa buat narik napas sebentar tetapi, setelah itu ngebut lagi, sebab otak kita sudah merasakan ketegangan di dalam cerita. Berganti POV terutama di Alfa dan Bodhi, itu ngebut pisan.


CLUE.
Saya pernah baca komik Clamp, Coz I Love You, dan saya merasa permainan plot Dee, hampir mirip dengan Komik Coz I Love You. Dee memberikan Planting & Clue akan Mitologi yang dibuatnya: Alien, Mitologi Sumeria, Annunaki, Infiltrant, Sarvara dan Harbinger, yang hanya sedikit di Supernova: Partikel dan Gelombang. Itu bagus, formula menanamkan rasa penasaran pada Pembaca.

Hanya saja, saya kaget ketika ada istilah baru Umbra. Yang dibuka di awal pertemuan Gio dengan Caskha Pumachua. Saya agak hah? Nggak ada planting, atau saya terlewatkan sesuatu dari novel sebelumnya. Banyak sekali tokoh figuran dari Supernova 1,2,3 yang menjadi tokoh pemicu bagi Tokoh Sentral. Saya kayak dikeroyok rasanya, Seperti Luca The Smoking Sun yang ngajarin Bodhi ngisep Marijuana. Lalu Ibu Sati, oke saya udah bisa nebak saat Ibu Sati kagum dengan Bodhi dan Petir, itu planting bahwa seorang Infiltrant tidak akan pernah kagum pada Peretas. Jadi saya bisa nebak dia Sarvara.

Saya semacam shock culture saja ketika semua Tokoh Figuran di Supernova Series menjadi tokoh penting yang membantu Akar, Petir, Partikel, Gelombang.


WAWASAN YANG MENGEJUTKAN BUAT SAYA.
Di IEP Banyak wawasan yang menjadi Dialog antar tokoh, memang bagi yang tidak paham wawasan itu menjadi agak sulit dimengerti. Rasanya dialognya seperti tingkat dewa. Ada satu kata Dhyana, saya suka Dee menggunakan kata itu.

Buat saya sebenarnya itu kata pengetahuan tinggi, dan saya juga sedang mendalami wawasan itu di jalur yang orthodoks. Ketika saya paham wawasan ini, saat saya membaca IEP. Saya mengenali apa yang dimaksud, Infiltrant, Sarvara dan Harbinger, dari kacamata lain saya: Mereka jadi metafora simbolik yang diciptakan Dee, atas dasar Dee mempertanyakan pertanyaan tentang Hidup ini. Nilai plus untuk IEP. (Diakhir review akan saya jelaskan lebih detil dikit)


YANG BIKIN SAYA GEMES.
1.Adegan Alfa saat memanggil Bodhi. Bodhi, Tree of Life! Sejak planing untuk menyelamatkan Petir, adegan kucing-kucingan ini bikin saya gemes. Gemes kapan Si Bodhi bisa berantem dengan Kung Fu-nya dengan si Togu atau Sati. Jadi adegannya ada action silat-silatan.

2.Ndelalah adegan kucing-kucingan ada karena Para Sarvara ternyata kekuatannya lebih powerfull yah si Simon, Sati dan Togu. Bisa membekukan gerakan Harbinger. Gemes!

3. Saya gemes karena Rueben satu pemikiran dengan saya tentang ALIEN, yang lebih pas disebut HEB (Highly Evolved Being) Alasan saya, kata Alien terlalu industrial dan SARA menurut saya, sedang dengan kata HEB itu lebih menunjukkan kemajuan spiritualitas.

4. Banyak sideplot mengejutkan disini, karena MainPlotnya di IEP adalah perjuangan Akar, Petir, Partikel, Gelombang untuk bisa masuk ke Kandi mereka di Asko. Dengan menato Bodhi, lalu membuat Petir kembali sadar ke jalan Harbinger sebab terkena efek Sarvara. Tujuan mereka masuk Asko agar mereka bisa mengunduh data, tentang siapa mereka sebenarnya, dan rencana apa yang membuat Takdir mereka adalah Harbinger.

Side plot ini, kayak Toni adalah Foniks dari Gugus Kandara, Gugus sebelum Gugus Asko. Nggak ada planting, dan itu mengejutkan saya. Sideplot yang lain adalah, Bong yang ternyata juga Gugus Kandara, dia adalah Bulan. Yang nama aslinya Candra.

Dan tebakan saya tentang Ferre adalah Harbinger tepat. Karena Ferre juga salah satu Gugus Kandara. Sebagai Ksatria.

Ada isu tentang Blundernya Diva Sang Bintang Jatuh. Saya ber-HAH?! Itu ada di halaman 446. Semua sideplot begitu tiba-tiba terkuak, ujug-ujug tanpa ada planting apapun, efeknya beneran mengejutkan. Semua begitu saja malih peran menjadi penting. meski ada dialog yang menjelaskan latar belakang yang tiba-tiba itu.

5. Saya agak kaget, ternyata Infiltrant bisa dikonversi jadi Sarvara tho? Apalagi Simon & Ishtar akan mengkonversi semua peretas, salah satu yang berhasil adalah Firas, yang Simon panggil Bumi. Sama kayak Zarah, Bumi.

6.Ketika portal bukit jambul hancur tidak berhasil mengkonversi Zarah menjadi Sarvara. Tiba-tiba saja Alfa mengetahui ada portal lain, Portal Cermin. Yang itu buat saya juga ujug-ujug, ada. Meski proses mengetahuinya Alfa mencari juga.

7. Kok Diva munculnya sedikit, beneran deh, Cuma jadi napi di gugus Asko. Liong sih bilang mencari suaka di Gugus Asko. Meski Lion menjabarkan segala hal tentang Bintang Jatuh yang blunder, karena menginginkan percepatan (evolusi kesadaran) di Bumi, karena dia tidak mau lagi bergerak di bawah tanah, dia mau Percepatan ini bisa dirasakan Harbinger dan Seluruh Manusia. Tapi tetap aja, buat aku Kok Diva keluarnya sedikit.

8.Saya pikir Zarah bakal mati di jurang, itu bikin gregetan dan gemes. Apalagi ada ramalan di Surat satu akan pergi yang lainnya bertahan. Dan Gio mengingat hal itu.

9.Joke-joke Dee selalu segar ditiap karakter, seperti Elektra, keluguan Bodhi, dan Alfa.


YANG JANGGAL MENURUT SAYA.
1.Firas akhirnya berhasil ditarik dari Sunyavima dan udah terkonversi oleh portal Bukit Jambul, dan Zarah melihat. Misteri siapa Firas, ternyata anaknya Simon. Janggalnya, sejak keluarnya Firas dari Portal itu kok nggak nonggol-nongol yah? Katanya Simon, Firas bakal ngebunuh Zarah. Mana?

2.Ini DIVA gimana nasibnya? Terusan di Gugus Asko? Kalo iya, berarti DIVA mati di Amazon dan tubuh sejatinya di Asko. Stuck disitu?

3.Ferre kedatangan Bong di Kantornya. Cuman nyapa Hallo Ksatria, dengan merdu. Habis itu nggak ada lagi. Krik-krik....

4.Nggak ada Rana di IEP, padahal Rana juga Gugus Kandara, sebagai Putri. Kayak nggak dibutuhkan banget Rana.

5.Kalo membaca hingga akhir cerita IEP, Buku ini janggalnya, menurut saya sambil saya pertanyakan. Tokoh utamanya jadi mengarah ke Alfa. Karena semua harus mendukung rencana Alfa. Dimana sebenarnya, saya pikir Percepatan yang dilakukan Bintang Jatuh untuk evolusi kesadaran manusia, gagal. Dan guru Liong bilang Gugus Kandara sekuensnya berakhir untuk mendukung Gugus Asko, karena memang ditakdirkan Gugus Asko gagal. Guru Liong tidak mau gagal supaya lahir Peretas Puncak yang syaratnya ada di Gugus Asko, pada Peretas Gerbang dan Peretas Kunci. Intinya mereka harus memiliki anak agar lahir Harbinger/Peretas Puncak.

Tapi munculnya Ishtar dan ingin mengkonversi Alfa kembali menjadi Sarvara karena dulu dia Sarvara? Anunaki, Alfa dan Pasangannya Omega. Alfa telah merancang pengkhianatan pada Ishtar, dan memilih Samsara. Jadi semua plot Supernova dari 1,2,3,4,5. Alfa yang bikin dengan bantuan Infiltrant. Intinya tokoh utama kayak ke Alfa, kerasa begitu saya.

6.Yang janggal dari semua yang saya sebutkan diatas, Ending yang terbuka, dimana Kalden Sakya dan guru Liong berjanji akan membantu melindungi Zarah dan Gio agar Peretas Puncak lahir. Saatnya tiba si Peretas Puncak akan diberikan tulpa, batu simbol tiga liukan heliks dalam bingkai Heksagonal.

Nah dengan ending yang kayak begini, terbuka dan banyak scene yang janggal kayak Ferre dan Bong. Rasa-rasanya habis ini kayak, bakal ada Supernova yang lain lagi deh. Jadi 7 buku. Saya merasa seperti itu. Akan ada Supernova yang lain setelah IEP.

Soalnya yaaa.. gimana yah, kejanggalan itu masa begitu saja. Tapi kalo memang begitu ya sudah.

Saya menyimpan kepercayaan bakal ada Supernova lagi di hati saya ajah kalo begitu.

FINALE.
3 Bintang saya berikan. Bagi saya, ya inilah yang saya rasakan.

Sebab masih ada kejanggalan yang belum selesai. Plot memang tidak dragging, apalagi pacingnya benar-benar ngebut. Secara eksekusi, hemmm... POV yang loncat-loncat digunakan karena memang Tokoh Sentralnya terlalu banyak. Kalau berharap focus character akan sulit sekali, karena semua tokoh menjadi sangat penting.

Saya menarik kesimpulan tentang dialogkan Liong, Kell, Kas saat menjelaskan ke Akar, Petir, Partikel, Gelombang, Kabut, Foniks. Tentang percepatan, Dhyana, Samsara. Bagi saya, Infiltrat, harbinger, Umbra dan Sarvara. Adalah simbolik bahwa Harbingers adalah kita semua, Manusia.

Sedang infiltant adalah sisi baik kita (saya susah dan nggak bisa bilang, Makna Infiltrant dari kacamata saya, tapi sisi baik atau malaikat penjaga itu mewakili maksud saya)

lalu Sarvara adalah semacam sisi jahat (sebenarnya kayak Iblis di dalam manusia, kayak Kemalasan, Ego yang tidak mau mati, semacam itulah)

Nah kita bisa nggak murni sejati untuk mengingat tugas kita di muka bumi ini sebelum mati (inilah kualitas Umbra, pelayanan, dharma) dengan berbuat baik, barangkali karma bisa terbayar dan kita tidak perlu jatuh dalam lingkaran Samsara saat mati kelak. Agar tidak menjadi Kaum Amnesia lagi saat dilahirkan lagi ke Bumi.

Dari Supenova IEP: saya mendapatkan hal, tentang Kesadaran. Tentang siapa kita di Muka Bumi, kemana kita akan pergi setelah mati, dan apa takdir kita?

Saya akan membaca Supernova kembali, mulai dari awal untuk menambal sulam review yang masih banyak bolongnya.
Ini bukan perpisahan. Ini juga bukan sebuah akhir. Tapi Awalan yang tepat.

Pada akhirnya saya hanyalah pembaca yang memang cerwet dan memang suka ngedumel. Sebab saya sempurna pun tidak. Sungguh bila saya memilki biliunan bintang dilangit, saya ingin hadiahkan untuk Mbak Dee. Sebab berkat Mbak Dee, sekaligus intervensi dari yang Transenden: Supernova Series membuat Hidup saya menakjubkan. Menjadi sejarah dalam Hidup saya, dan secara tidak langsung Roh saya telah merekamnya.

Kini, saya biarkan misteri, momen ini, saya lepaskan pada yang Maha Transenden. Sebagai wujud cinta yang bebas dan tidak terikat.

Namaste.
Nikotopia
A Reader and Screenplay for Patriot, Masalembo, Kelas Internasional Season 1, Kesempurnaan Cinta Net TV.
www.nikotopia8.blogspot.com

Profile Image for 惡.
3 reviews1 follower
March 11, 2016
*insert mandatory KPBJ nostalgic comment here*

Okay.

Right after finishing the last page (and subsequently, making sure that it was INDEED the last page, since c'mon, how the fuck could it be the last page?) I went back through the book with these nagging questions:

1. What happened after Bong met Ferre? Several pages were dedicated for Bong being Bulan/Candra and they led ultimately nowhere.

2. What the fuck is "Bumi" supposed to be about? So this Simon Sarvara guy decided to corrupt Firas' soul (and/or body?) while actually purifying it to the original purpose, and it went just nowhere in the next hundred pages? Oh, and also Bumi was apparently his son, which didn't even get explained about.

3. The treatment for Zarah's character. Hoo boy, The Mary Sue website will have a field day with it if only they read Supernova. Apparently the only way to weave her into the story is by imposing an outta-nowhere romance. Okay, the concept of Peretas Kunci dan Gerbang is nifty, but seriously? Even her own book was already filled with lovey drama! And Gio is even worse than Caitlin Snow on The Flash... like he just forgot his whole reason and wanted to bang the Korraesque Zarah. I don't care whether it was planned by their ethereal forms a thousand lifetimes ago, it's in a bad taste for me.

4. Kell said early in the book that he's some kind of special secret weapon. Nothing was made of this until the end, unless if being in a Harbinger Elite Support Team like several other characters was his definition of special secret weapon. (Also, those tattoos went down the plothole drain)

5. This series has the worst case of Tsubasa Reservoir Chronicle retcon I've ever seen in Indonesian "sci-fi" (WELL, actually only KBPJ counted as one, but c'mon, do we really want to call the whole series "romance"? Dee's got other books for that!). I was expecting the two new symbols (for Foniks--is it supposed to be translation of Phoenix or what? Because it should really be Finiks if that's the case--and Permata) to be held by some NEW characters coming from maybe Scandinavia or Morocco or somewhere else which is not Indonesia but HEY let the first be a mentor character which should've remained a normal guy and the second is NOT EVEN IN THIS BOOK. Also, let's gather all the antagonists from previous books to make a Syndicate of Evil Sarvara (redundant, I know) to play cat-and-mouse with our heroes! I don't know, Dee, new charas would be cool, y'know? BTW, I kinda like the idea that Kesatria and Putri were the Gerbang and Kunci of the fallen cluster. Which makes me even sadder that there is no closure to that whatsoever...

6. I really like the cyclic relationship of Alfa and Ishtar. The execution of Alfa's plan, while predictable, is also nifty enough. But BOOM, Alfa Messiah, Ishtar went away in tears, and that's it, the Sarvaras were beaten? (There might've been something else but I can't for the life of me draw the line). See, I was led to think that these Harbingers, Sarvaras, and Infiltrants are cosmic beings who can fracture the Matrix of reality and their final battle is just... a TV-show season finale on Sumatera Utara? Actually, when you think about it, the war ended with a copulation. Wow. Two characters with no chemistry whatsoever banged and the enemies were fallen. Sounds like Season 3 of Arrow to me, not the stuff of dreams that KBPJ and Akar promised us (complete with last-minute-proofchecked Sumerian one-liners instead of Arabic). Disappointment is a decent term for this, I think.

7. Scenes in Asko with Bintang Jatuh will always tug at my heartstring. Unfortunately they were all we got relating to Asko. Like, our heroes didn't even get a chance to sit in a round table in Asko or whatever. All the grand battles occurred at some goddamn kampung.

8. I really appreciate all the references to Reuben's coffee and other continuity things. They literally warmed my heart.

9. Also, this last point might be technical and based solely on my preferences, but fuck if Dee's writing style didn't drop to YA dystopian romance level, starting from Partikel. Even that mandatory poetry at the beginning of the book went on for a little too long.

I could go on but I think that's enough. I basically enjoyed reading the book. It's a fun read. It just squanders all the rich potentials implied by KBPJ, Akar, and the better parts of Gelombang. But hey, that's life.

That ending is still a cop-out tho.

[Edit 11 March: Dropping it to one star since the story only unravels even more as I think about it. And damn those hyperbolic opinions on Twitter are annoying.]
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Evi Rezeki.
Author 7 books34 followers
March 31, 2016
Sejujurnya, saya telah selesai membaca ini cukup lama. Saya baru tulis review sederhana nan pendek hari ini. Kenapa? Karena saya sedang patah hati sepatah-patahnya. Saya sulit menulis catatan ini.

Pertama, saya ucapkan selamat pada Dewi Lestari karena telah selesai melahirkan novel seri Supernova ini.

Kedua, saya merasa buku IEP ini masih mentah sekali. Saya bisa memaklumi kalau Dewi mungkin dikejar-kejar fans-nya sehingga buru-buru menerbitkan buku ini. Mungkin juga dikejar-kejar penerbitan. Dan terutama dikejar diri sendiri. Entah sudah eneg atau sudah puas dengan serial Supernova.

Ketiga, buat saya buku ini menjadi penutup yang buruk. Maafkan saya karena telah lancang menulis seperti itu. Barangkali saya punya ekspektasi berlebihan walaupun buku sebelumnya, Gelombang, juga tidak memuaskan hasrat saya terhadap serial Supernova. Tapi percayalah, setelah saya telusuri review di Goodreads, lebih banyak yang puas ketimbang yang tidak. Saya hanya suara lain.

Berikut alasan saya kenapa merasa IEP menjadi penutup serial Supernova yang buruk.

Plot
Mari saya lupakan ketimpangan antara novel KPBJ dengan empat empat buku setelahnya. Saya terima bahwa Dee menjadikan KPBJ sebagai katakanlah prolog sebelum memasuki cerita sebenarnya.
Awalnya saya jatuh cinta pada pembukaan dan bab-bab awal IEP yang penuh teka-teki. Saya sibuk menebak-nebak karakter ini hubungannya apa dengan plot besarnya? Lalu terkejut dengan pemilahan mana karakter yang menjadi Sarvara, Peretas, dan Infiltran. Hingga tengah-tengah cerita, saya mulai terganggu dengan plotnya. Cerita cintanya makin menguat di satu sisi (Gio dan Zarah) dan melemah di satu sisi (Alfa dan Ishtar). Jika Ishtar secinta itu pada Alfa, lalu apa motifnya di buku Akar, dia mencium Bodhi?
Kehadiran Diva yang jadi sekedar lewat tidak menggangu saya. Mungkin karena pada dasarnya saya tidak suka karakter tersebut.
Yang sungguh-sungguh mengganggu adalah kenapa ceritanya jadi mirip sinetron? Saya ralat, ceritanya mirip seperti kartun superhero. Hitam dan putih. Namun bukan tanpa dasar saya merasa kalau IEP ini mirip sinetron. Percakapan antara Ishtar dan para Sarvara mengukuhkan pendapat saya. Ishtar tertawa-tawa disela makian-makian (yang sumpah mati tidak cerdas). Penjahat yang kebanyakan omong dan kurang action.

Karakter
Saya meminjam istilah Toni pada Etra, karakter-karakter di IEP dibonsai. Entah karena terlalu banyak atau apa ya? Kok mereka kehilangan keistimewaan atau ciri khasnya.
Contoh: saya adalah penggemar Ishtar garis keras. Bagi saya, kalaupun Ishtar adalah tokoh antagonis, dia adalah antagonis yang elegan. Berdasarkan dua buku sebelumnya atas kemunculan Ishtar. Tapi lagi-lagi, karakter Ishtar di sini jadi seperti Ratu Peril dalam serial Sailormoon. Hadeuh. Ishtar lebih mirip penjahat di sinetron yang matanya membuat-bulat sambil tertawa dan berpikir jahat.
Bodhi, karakter kesayangan saya yang kedua, sama sekali tidak seperti Bodhi. Dia menjadi laki-laki yang biasa-biasa saja. Begitupun dengan Zarah.

Dan masih mengenai Alfa dan Ishtar yang diceritakan sebagai Alfa dan Omega, saya ibaratkan sebagai Adam dan Hawa. Ishtar yang merayu Alfa untuk konversi ke Sarvara, sementara Alfa tetap setia demi cita-cita luhurnya membebaskan manusia dari samsara. Saya merasa Ishtar seperti Hawa yang tak termaafkan dan katakanlah tidak bertaubat meski sudah merayu Adam memakan buah kholdi. Kenapa dalam Alfa dan Omega harus terjadi ketimpangan seperti itu? Kenapa harus Ishtar yang dijadikan tokoh antagonis dalam siklus terjun bebasnya manusia ke samsara?

Oke-oke, saya mungkin terlalu melankolis menilai novel IEP ini.

Satu bintang untuk novel ini, satu bintang untuk proses panjang Dee menyelesaikan serial Supernova.
Profile Image for Satanis.
1 review2 followers
March 8, 2016
Kenapa novel semacam KPBJ bisa langsung menarik perhatian para pembaca?. Apakah konsep yang menarik antara kisah Gay, Pelacur, diramu dengan bumbu Fisika. Atau justru nama Dee yang dikenal sebelumnya sebagai seorang penyanyi yang kemudian mendapat tempat yang mudah di pangsa pasar. Jika novel Supernova di tulis bukan oleh seorang Dee (mantan penyanyi RSD, kontroversi cover Akar Om), apakah serial Supernova bakal memiliki banyak penikmat?

Berikut adalah Latar belakang penulisan serial Supernova :

KPBJ : Pertanyaan tentang kehidupan dari seorang Dee yang kemudian dijabarkan melalui Novel. Tentang Agama & Pengetahuan dalam selimut kehidupan yang kompleks. Pasangan Gay yang membahas tentang Fisika hanyalah Gimmick. Konsep Pelacur- ditarik benang merah di kehidupan nyata-sindiran untuk orang yang melacurkan jiwanya, bukan raganya.

Akar : Kegetiran sisi spiritual Dee dalam mempertanyakan eksistensi manusia. Fase perubahan yang dirasakan Dee dari seorang beragama Nasrani, kemudian hijrah untuk mempelajari berbagai sudut pandang agama. Alhasil ajaran Buddha menarik perhatiannya.

Petir : Apakah Keimanan harus dipertanyakan? Apakah Tuhan harus dibuktikan?. Apapun agamanya, inti yang Dee sampaikan adalah bahwa hidup manusia itu proses perjalanan yang terus menerus berubah. Bahkan hal yang berbau ghaib dan mistis disini menarik perhatian Dee.

Partikel : Pengalaman Dee saat mempertanyakan Tuhan dan Agama dalam kehidupan nyata, dijabarkan di novel ini. Dee mendapatkan ”apel” dari suaminya yang baru untuk bercerita tentang Jamur dan Alien. Disinilah mulai pergeseran alur dari blueprint Supernova. Dimana “Supernova seharusnya menjadi sebuah buku sakral bagi perjalanan spiritual Dee dalam mencari dan menemukan ketenangan, menjawab dilema dari pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh siapapun, serta seharusnya menjadi salah satu bentuk ritual Ibadah Dee yang kemudian dijabarkan dalam novel yang dishare ke publik. Tetapi proses dan waktu menjadikannya berbeda. Justru berubah menjadi buku Mitologi berselimut Sains Fiksi gurih.

Gelombang : Sama seperti Partikel konsepnya. Mimpi, Alfa, Gelombang otak-dengan landasan Mitologi kuno. Dee sudah mendapat pemahaman yang baru tentang spiritualisme. Tak ada lagi Tanya. Alhasil Novel yang dibuat intinya pada Sains-Mitologi kuno-Alien-Ajaran Buddha Sengsara kemanunggalan-dimasukan dalam Hidup manusia pada umumnya.

IEP : Banyak manusia mengatasnamakan Tuhan dan agama untuk memvonis orang sesat, salah, kafir. Background agama Dee adalah Nasrani (Kalo gak salah Kristen, Koreksi jika saya salah), Dia mempertanyakan tentang Tuhan dan Agamanya serta Agama lainnya. Kemudian Dee mempelajari berbagai literature agama. Dan pada saat ini (Saat novel IEP dibuat dan dirilis). Dee menemukan jalannya di ajaran Buddha (Tapi karena Dee menganggap seorang yang religius bijak tidak harus berjenggot putih, tua, sederhana & berada di daerah terpencil. Dee lebih suka berpandangan bahwa orang yang bijaksana-pemahaman spiritual tinggi-pemahaman kehidupan yang tinggi, itu BISA SAJA ditemukan di Café atau Mall dengan pakaian modis. Itu berarti Bergeser ke New Age). Welcome Home Dee!!

IEP = Kesadaran. Bahwa manusia harus ingat dirinya adalah manusia. Jiwa abadi yang terjebak dalam raga yang fana. Tokoh dalam serial Supernova berjuang untuk mendapat pencerahan yang berguna bagi umat manusia, tetapi di sisi lain mereka juga mendapat hambatan. Menjadi kaum yang mendapat pencerahan itu memiliki tanggungjawab yang besar. Bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi sebisa mungkin dishare ke manusia lain. Lebih enak menjadi kaum Amnesia yang lupa tentang kehidupan masa lalunya. Tambahan : Masa lalu Dee adalah seorang Monk yang gemar menulis dan bertanya pada diri sendiri (Dilihat dari perspektif ajaran Buddha, jika saya tidak gagal faham loh. Maaf jika salah.)


+++++++++++ 666 +++++--------- 666--------------

Di Bumi ini benar-benar ada orang yang ingat tentang masa lalunya. Reinkarnasi-rebirh. Tetapi oleh banyak orang, hal tersebut masih harus dibuktikan secara ilmiah. Bagi yang bingung esensi serial Supernova cobalah nonton Film Cloud AtLas (Tom Hanks), Ancient Aliens serial HBO. Benang merahnya dirajut oleh :

1. Surat dengan kode “S”disini bermakna Supernova. Supernova merupakan ledakan besar yang mengakhiri bintang, tetapi disisi lain cahayanya sangat terang melebihi cahaya dari bintang itu sendiri. Membaca Supernova berarti mengalami proses berfikir, berimajinasi dan juga bertransformasi seperti ledakan di sirkuit otak. Memahami makna tersurat maupun tersirat.

2. Surat yang isinya lebih mirip puisi itu adalah garis besar pemahaman Dee tentang Kehidupan (nyata-maya). Pemahaman Dee tentang Waktu, sifat waktu, kematian, reinkarnasi, kehidupan berulang, ketiadaan, kesadaran. Pemahaman Dee tentang dimensi dari kehidupan manusia yang bersifat ragawi dan ruh. Tidak ada hubungannya dengan plot KPBJ sampai dengan IEP.

3. Asko itu semacam Akashic Record. Database kesadaran dalam lingkup bawah sadar.

4. Legenda Bangsa Sumeria menjadi bahan dalam novel Dee, karena dalam banyak literatur menyatakan Bangsa Sumeria sebagai Bangsa Kuno dengan peradaban maju dan kisah Epic Annunaki-Planet Nibiru, yang menjadikan manusia sebagai budak pekerja untuk menambang, dengan teori bahwa manusia adalah uji coba rekayasa Gen-DNA dari para Dewa. Makanya ada beberapa persen dari DNA manusia yang tidak ditemukan/tidak ada kaitannya dengan DNA makhluk lain di bumi ini. Ini yang disebut Missing Link. Ini adalah kritik antara sains vs agama, teori Darwin vs teori Adam Hawa. Hal ini menjadi bahan dalam novel Partikel.

5. Portal itu adalah pintu masuk ke dimensi lain. Dimensi dalam Novel Dee bermakana : Fiksi, berupa Tempat antah berantah yang mengambil seting seperti dalam cerita mitologi. Bisa juga dalam Dunia Nyata disebut Keadaan yang belum pernah dirasakan manusia, dapat berupa pemahaman atau pencerahan.

6. Konsep waktu awal-akhir, alfa-omega, baqa atau kekal. Makanya dalam Novel IEP, Dee menyisakan cerita tentang anak Gio-Zarah, akhir dari sesuatu bermakna juga awal untuk sesuatu yang baru. Contohnya : Ada kematian-ada kelahiran. Alfa mati, lahirlah permata hati dari Gio-Zahrah.

7. Kenapa tema Alien, ET, Another Life, Ancient Mitology sangat kental?.
Teis. Mereka akan patuh terhadap ajaran dan kitab sucinya, dan akan menolak sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan ajaran mereka. Untuk kaum Non Teis mereka akan mempercayai sesuatu yang bisa dibuktikan secara ilmiah logis, dan membuka diri untuk segala sesuatu yang berupa kemungkinan, tetapi menolak untuk meng-klaim sesuatu yang belum jelas. Tema Alien lebih berupa metafora, Satire, kritik yang tersirat. Alien menjadi hal yang diperdebatkan, belum ada bukti secara ilmiah tentang eksistensi mereka. Area 51, UFO, CorpCircle, Annunaki, Nibiru, Pyramida masih berupa teori-opini. Belum bisa dikatakan Fakta. Dee menawarkan sesuatu yang masih ABU-ABU untuk menjadi santapan. Para Pengikut Agama dimuka bumi ini saling klaim menjadi agama yang terbaik terbenar. Bahkan kaum ateis & Agnostic juga klaim bahwa jalan mereka adalah jalan yang cerdas, tidak dibodohi oleh kisah Absurd masa lalu. Sesuatu yang ditawarkan Dee adalah pemahaman spiritual yang tidak melulu fokus pada ritual-ceremony-perayaan tanpa esensi. Tetapi Spiritual yang menekankan pada esensi. Spiritual tanpa ritual keseharian adalah suatu hal yang baru, bahkan akan dianggap Absurd-tidak ada landasan. Sama seperti kebanyakan orang menganggap alien dan legenda Annunaki itu ada atau tidak. Jadi ini adalah bentuk metemorfosis pemahaman spiritual Dee yang lebih menekankan pada esensi.

8. Harbinger :
Sang Simbol. Sosok yang mendapat suatu pertanda dari dan untuk sebuah kejadian besar. (Pernah nonton film Omen?. Sosok antiChrist diceritakan lahir dengan pertanda seperti bencana gunung meletus-banjir-kerusuhan-komet). Dalam serial Supernova sebelumnya , sudah dijelaskan “tanda” kelebihan masing-masing tokoh. Antara symbol di cover buku dengan nama-karakter-kemampuan dari para tokoh yang sinkron. Harbinger memiliki tugas awal yang penting. Mensinkronkan kemampuan antara satu dengan yang lain. Semua harus saling terkait untuk mencapai misi, sebelum sebuah kejadian besar yang menanti. Kejadian besar = Kesadaran & pemahaman tentang makna kehidupan yang sudah tak tersekat lagi dengan dimensi (tak ada ruang-waktu, apalagi vector arah). Peretas/Manusia dengan kemampuan berbeda antar satu dengan yang lain saling bahu membahu mencapai sebuah kesadaran. Sadar tentang kehidupan.

9. Sarvara :
Penjaga. Tugasnya menjaga territorial daerahnya. Disini tokoh Sarvara bertugas menjaga Asko. Apapun dilakukan termasuk membunuh, agar para harbinger tidak dapat meretas-mengakses portal untuk mencapai kesadaran. Dalam dimensi ruang-waktu (dunia nyata manusia) sosok Sarvara adalah kawan, memanipulasi para peretas dengan segala tipu daya keindahan-ketakjuban-kemegahan alam fisik Dunia. Tujuannya agar para peretas tidak memikirkan bahkan menggunakan kemampuannya. Sesuatu yang baik dalam sebuah dimensi, bisa menjadi sesuatu yang jahat dalam dimensi lain. Baik-buruk, YinYang, Kemanunggalan.

10. Infiltran : Bertugas Menjaga para peretas di dunia tak berdimensi. Sebagai Pemantik kesadaran para peretas di dunia nyata. Semacam totem bahwa jiwa manusia selalu memiliki pendamping.

11. “Asko” Dalam dunia fiksi kehampaan bermakna TEMPAT-portal dimensi lain. Sedangkan ada “Akson”. Dalam Dunia nyata bermakna JALUR TRANSMISI utama pada system saraf, mengirim impuls/rangsangan dari badan sel ke sel saraf yang lain, pesan yang terkirim merupakan peristiwa listrik. Jejaring kesadaran. Otak>Pikiran-Imajinasi-Kesadaran. Bukit akson > terminal. Dalam system saraf jaringan computer, rancangan ini memang untuk mengontrol-berkomunikasi dengan sel&jaringan dalam system yang berbeda.

12. Para harbinger berusaha untuk meretas Asko (Fiksi) = Sel-sel saraf antara satu dengan yang lain saling bekerjasama untuk mengirim pesan ke terminal yang pada akhirnya akan direspon oleh pusat saraf dengan aksi-kesadaran (Akson-Non Fiksi).

13. Alfa-Gelombang sudah pasti utama. “Alfa merupakan perancang Asko” berarti memang semua dimulai dari Alfa. Dimulai saat dalam kondisi tidak sadar (di dunia nyata), entah itu bermeditasi-tidur-bermimpi-berfantasi atau justru merupakan penyakit mental saraf. Gelombang saat sadar dalam dimensi ruang-waktu sangat berbeda dengan gelombang saat berada di keadaan/tempat non dimensi atau ruang kehampaan. Dalam Supernova, Alfa harus dalam kondisi tidur-bermimpi untuk menghasilkan muatan ion. Elektra-Listrik harus memiliki porsi lebih untuk membangun konsep cerita. Tanpa kemampuan Elektra maka pesan tidak akan diterima oleh setiap peretas. Karena pesan yang terkirim lewat jaringan merupakan sebuah proses kimia-listrik (pada Akson-Dunia nyata berdimensi).

14. Infiltran-Savara diibaratkan sebagai Neurotransmitter dalam system saraf. Keduanya tak terpisahkan, bertugas sebagai penghubung-sekaligus sebagai penghambat.

15. KPBJ memiliki symbol jaring laba-laba seperti jaringan koneksi system saraf (otak/computer). Tokoh penting dalam serial KPBJ adalah Diva. Jadi Diva memang sebisa mungkin berada di Asko. Karena bisa dikatakan dia adalah jaringan itu sendiri. Sirkuit. Menjaring antara sel satu dengan yang lain. Benang untuk peretas satu dengan yang lain. Diva bak jaring koneksi internet yang bebas tak terikat waktu dan tempat. Percuma para peretas berusaha keras, jika Diva tidak berada di Asko.

16. Tambahan.
Ketidakseimbangan Neurotransmitter terdapat pada penyakit Alzheimer, Parkinson dan juga Penyakit kejiwaan seperti Skizofernia.

Novel Supernova vs Lagu Spirit Carries On
(Yang ini Intermezo saja. Peace! OK. No Attack-Defence. Ball Position)

Dee mungkin memakai landasan dimensi ruang-waktu-gelombang otak-sistem saraf-mimpi-reinkarnasi-kehampaan-kemanunggalan untuk merajut kisah Supernova. Dee menghabiskan ratusan istilah, belasan tahun, puluhan karakter tokoh untuk menceritakan itu semua. Semua dijelaskan secara epic dan lengkap. Bahkan mendekati arah rumit. Beda halnya dengan band Dream Theater yang menggunakan basic lagunya adalah penyakit kejiwaan-hypnoterapi-reinkarnasi. Coba dengarkan album Dream Theater yang Scene from a Memory. Jika kuping menolak, coba untuk lihat dan pahami liriknya saja. Semuanya sudah bisa dijelaskan lebih sederhana nan berkualitas oleh Dream Theater, dilihat dalam perspektif Spiritual-Psikologis-Medis.

Regression : alur awal diterapi menuju alam bawah sadar. Overture 1928 sampai One Last Time : kondisi Nicholas di alam bawah sadar untuk mengetahui kehidupan Victoria dan hubungan dirinya dengan Victoria. Pemahaman bagi seorang Nicholas bahwa dirinya yang sekarang adalah jiwa dari seorang Victoria di masa lalu. Spirit Carries on menyatakan bahwa jiwa itu abadi. Victoria’s real, I finally feel.


+++++++++++ 666 +++++--------- 666--------------

Serial Supernova :
KPBJ : Paling berkesan, terlebih untuk pembaca pemula. Banyak pembaca yang tidak faham maksud inti Novel, tetapi lebih banyak lagi pembaca yang orgasme lewat kata-kata sastra-Fisika. Bagi yang sudah berorgasme di KPBJ, mereka akan menganggap KPBJ adalah masterpiece, dimana Dee mampu menyihir melalui kata-kata yang tidak biasa, diramu dengan sepasang gay yang bercerita tentang seekor kucing yang disterum. Sains bercumbu dengan Sastra = Orgasme pembaca. (Ternyata pembaca Indonesia suka yang beginian yah?)

Akar : Paling spiritualis. Petualangan Bodhi melintasi berbagai tempat menjadi bacaan yang asyik dalam sudut pandang travelling. Maksudnya Hero journey tong!. Petualangan Bodhi anak Punk-penjinak bom-tatto-ganja menjadi hal yang absurd tetapi tetap menarik. Karakter Bodhi unik dalam sisi Spiritual.

Petir : Novel teringan, bahkan dianggap novel gagal karena bukan ciri khas Dee (Untuk pembaca kelas Tinggi, entah mengaku-klaim atau merasa). Tetapi hal yang disuguhkan dalam novel ini adalah cerita keseharian diramu dengan karakter Elektra yang lugu konyol untuk seorang cewek. Namanya juga Elektra Pop, ya ngePop deh. Gak bakal Nge-Punk seperti Akar.

Partikel : Novel bak Ensiklopedia (era digital : Wikipedia). Baca novel, sekaligus mendapat informasi yang lebih tentang Jamur. Pesan kampanye untuk menjaga lingkungan Alam & Orang utan ada dalam novel ini. Banyak pengikut yang kecewa dan bilang “Beberapa tahun cuma begini doang?”. Ada yang suka karena isinya lengkap, informasi lengkap, jadi menambah wawasan. Ada yang sebel, pengen baca cerita nikmatin plot beradu ketegangan berharap mengaduk emosi, ehh justru mendapat tumpahan kata-kata tidak penting. Ending yang tidak sesuai ekspektasi, mengambang.

Gelombang : Novel YinYang. Banyak yang suka tentang mimpi, keyakinan dari masyrakat Batak, Batu mistis, hijrah ke Amerika. Banyak yang benci karena cerita tidak dieksekusi dengan baik, tidak masuk akal, absurd, ending yang tidak klimaks. Konsep sama seperti Partiekel, Cuma beda tema doang. Anda boleh menyukai apa saja karya Dee. Terserah Anda. Tetapi jika menjadikan Gelombang sebagai masterpiece atau serial terbaik dalam Supernova maka pertanyaannya adalah “Apakah pembaca Indonesia suka yang begini ? atau Apakah Penulis Indonesia kualitasnya memang seperti ini?”

IEP : Novel penutup, secara psikologis perpisahan berarti sedih. Banyak yang sedih karena harus menutup cerita dan mengakhiri supernova. Banyak yang sedih karena harga tidak sebanding dengan kualitas, sedih karena ratusan halaman tidak sebanding dengan misteri yang terpecahkan, sedih karena banyak tokoh tidak sebanding dengan plot yang menarik. Banyak juga yang bingung “Ini novel mau ngomong apa sih?”, banyak yang bertanya dan berharap bahwa Novel Supernova ada kelanjutannya. Misteri yang tak terungkap dan ada kisah yang mengambang membuat pembaca mempertanyakan Inti dari IEP.

Cover warna putih berarti back to nature. Kembali Fitrah. Suci. Kembali dalam kondisi 0 zero. Kembali menemukan jati diri dan misi masing-masing tokoh. Sebagai seorang manusia atau sebagai “Peretas” yang diberi tanggungjawab lebih.

Ending Terbuka dan misteri tak terungkap memberi pesan bahwa dalam kehidupan selalu penuh dengan segala kemungkinan. Jika IEP sebagai penutup Supernova memiliki ending tertutup, justru pesan kehidupan tak tersampaikan. Lagipula bercerita tentang dimensi ruang-waktu, Akashic records, alam bawah sadar, reinkarnasi, afterlife, kemelekatan, kemanunggalan-ketiadaan = tidak ada endingnya. Yang bisa ditelaah adalah penggambaran dari itu semua. (Contohnya bisa jadi kematian adalah akhir dari sesuatu, tetapi di suatu dimensi lain/pemahaman lain kematian juga berarti awal dari suatu kehidupan yang baru. Transformasi. Transcendent).
"SUPERNOVA ADALAH NOVEL SPIRITUAL" dilihat dari perspektif Dee. Metamorfosis Dee, perjalanan dalam memahami kehidupan. Jadi sudah pasti ada celah/rongga bagi pembaca, yang tidak bisa terjelaskan secara harfiah memuaskan. Rongga/celah itu hanya bisa dijelaskan oleh Sang Penulis sendiri. Dan disitulah letak keunggulan Novel dan sebagai pembaca sebisa mungkin menghargai, bahwa ada bagian dari cerita yang tak terkuak dan ada ruang yang dikhususkan untuk penulis. Saya yakin mayoritas pembaca Supernova mengkategorikan novel Supernova tersebut sebagai Sains Fiksi.

Akhir dari sesuatu berarti dapat menjadi awal dari suatu hal yang baru. Tidak semua hal di dunia nyata dapat dijelaskan secara ilmiah, logis dan general untuk semua orang. Misteri menjadi hal yang menarik di dunia nyata maupun dunia Fiksi (Novel). Seorang Dee adalah penulis yang memberi kebebasan sepenuhnya untuk para pembaca dalam mengartikan semua tulisan, kata per kata, kalimat per kalimat. (Kalian disuruh untuk Onani/Masturbasi, bukan ML. Maaf yang ini Analogi Kaum Horny). Misteri dalam Novel menjadi sesuatu hal yang menarik untuk dibahas, bahkan dikaji lebih dalam. Lalu dikembalikan ke perspektif masing-masing pembaca. Dee menyisakan Ruang dalam IEP bagi para pembaca .

(1.Rongga dalam IEP dibuat untuk para pembaca agar dapat berfantasi berimajinasi bermonolog dengan dirinya, misteri akan menarik jika diartikan sendiri oleh para pembaca. Ada yang berpendapat bahwa sesuatu yang berkualitas memiliki banyak interprestasi bagi masing-masing penikmat)
(2. Ruang dalam IEP adalah bukti bahwa Supernova tidak memiliki blueprint konsep yang baik dari awal tercipta. Pergeseran konsep awal dan di tengah menjadikan Supernova bak chiki untuk anak kecil yang suka makanan gurih. Yang Penting Laris Manis.

Anda termasuk pembaca yang mana?

IN THE NAME OF UNIVERSE, I SWEAR “Saya belum pernah membaca satupun Novel Supernova Karya Dee mulai dari KPBJ hingga IEP. Saya menulis ini setelah membaca komentar para penggemar Dee, baca blog Dee. Saya cuma mau tanggapan dari penggemar Dee maupun para pembaca lainnya. Tidak ada motivasi apapun. Jika Beruntung, mudah-mudahan bisa ngobrol bareng DEE. Bukan untuk membahas Novel. Tetapi tukar pikiran bagaimana memandang kehidupan.”

*Mohon Maaf jika ada kata-kalimat yang tidak sesuai, bahkan melenceng. Saya cuma dapat bahan dari komentar-komentar di Goodreads, Review di blog, Obrolan bersama teman. Intinya Harap maklum.*

2 Bintang untuk serial Supernova. Untuk spiritualisme Dee layak diberi ledakan bintang Supernova. Welcome to Universe.

Satanis 666, Yogyakarta 8 Maret 2016.
Profile Image for Ditta.
63 reviews35 followers
March 7, 2016
*Review ini saya edit kembali setelah IEP keluar karena memang sekalian bahas beberapa fragmen yang mungkin sempat bingung ketika membaca IEP (atau mungkin kebingungan ini hanya saya saja yang mengalami?) tapi setelah berdiskusi dengan beberapa teman akhirnya saya mendapatkan pencerahan hahaha.

Saya adalah salah satu pembaca beruntung yang bisa mendapatkan kesempatan untuk membaca IEP terlebih dahulu *oke, pamer dikit*
Jujur aja waktu dapet email yg isinya draft awal naskah IEP ada perasaan campur aduk dalam diri saya. Senang karena akhirnya bisa mengetahui ke mana arah cerita ini berakhir, tapi setelah itu berasa sedih karena mikir ngga akan ada lagi buku yang bisa saya tunggu-tunggu kehadirannya seperti ini lagi *hiks* persis seperti penantian novel Harry Potter 7 beberapa tahun lalu. Oke mari kita mulai.
Cerita dibuka dengan kisah Gio di Peru. Mungkin kalau yg udah sempet baca nukilan di webnya mba Dee akan tau juga kepingan ini. Dari sini mulai tersibak semua misteri yang tergambar. Jika di Gelombang kita mulai berkenalan dengan istilah Peretas, Sarvara dan Infiltran, ada beberapa lagi istilah baru muncul di IEP. Salah satunya adalah Umbra. Umbra diyakini adalah "pembantu" para Peretas yang selama ini kehilangan memorinya. And guess what?kalau kita baca lagi semua serial supernova dari awal, maka sebenarnya umbra ini sudah tidak asing kehadirannya ^^. Oke lanjut. Di Peru ini Gio mencoba retreat Ayahuasca yg akibatnya dia ketemu Madre Aya yg kasitau dengan jelas peranan Gio ini. Dimulailah pencarian Gio ke Indonesia untuk bertemu dengan para rekan-rekannya sesama Peretas walaupun Gio sama sekali belum dapat info apapun siapa mereka ini. Gio hanya mendapatkan petunjuk soal 4 batu yg ia terima sebelumnya adalah kepunyaan Partikel, Gelombang, Permata (wait?who?hehehe) dan dirinya sendiri Kabut.

Oke, satu demi satu mulai keliatan jelas. Di sini Gio tau kalau dirinya itu peretas Kunci dari gugus oktahedral sementara peranan peretas lain akan terbuka di kepingan-kepingan berikutnya.

Di akhir bab Partikel kita udah disuguhi cerita pertemuan Bodhi dan Etra. Etra yg bingung soal kejadian awal ketika dia ketemu Bodhi, soal penyebutan Akar dan Petir, dan juga tentang Asko dll langsung mengusulkan Bodhi untuk ketemu Bu Sati. Tapi ternyata kita dikasih kejutan (hm, saya agak udh bisa nebak sebenernya) kalau Bu Sati ternyata punya maksud lain.

Misteri terbesar berikutnya (paling tidak bagi saya) adalah penampakan Kell di Gelombang. Sumpah waktu baca langsung mikir. Hadeuh ini doi Infiltran atau Sarvara ya? Trus hati kecil saya berdoa semoga Kell adalah Infiltran dan jeng jeng jeng doa saya terkabul hahaha. Alfa yang saat itu sedang dalam perjalanan ke Indonesia awalnya tentu ngga percaya dengan cerita Kell. Dia jg bersikukuh kalau Kell adalah Sarvara yang menyamar. Tapi akhirnya Alfa percaya dengan penjelasan panjang lebar dari Kell.Dari obrolan Alfa dan Kell di pesawat saya mikir, hey sangat masuk akal banget kalo ternyata di dunia nyata ada para Infiltran yang memang kerjanya seperti itu. Hm...jangan-jangan cerita ini bukan fiksi HAHAHA. Berbekal informasi dari Kell, mereka memutuskan untuk pergi ke Bandung untuk mengunjungi Etra dan Bodhi. Cerita di Elektra Pop ini merupakan salah satu bagian favorit saya di IEP. *HIDUP KELL dan TEAM CHENDOL!!!*

Sementara itu selain pertemuan trio Alfa, Bodhi, dan Etra. Dua peretas lain akhirnya juga bertemu. Gio dan Zarah. Bedanya kalau trio itu akhirnya (kecuali Etra, Etra tau belakangan) tau siapa mereka dan hubungan di antara mereka. Gio dan Zarah belum ngeh kalau ternyata mereka saling terhubung. Padahal udah ada clue dari sakit kepala yang dialami keduanya saat pertama kali ketemu.

Saya yakin mungkin akan ada banyak kubu soal ending Supernova ini. Sejak Partikel keluar, saya termasuk yang rajin nengokin beberapa forum yang bahas Supernova, lanjut ke Gelombang dan tidak sedikit yang kecewa dengan cerita Partikel dan Gelombang. Saya sih termasuk ke kubu yang asik-asik aja. Ada komentar soal kangen dengan gaya bahasa Dewi Lestari jaman KPBJ. Kecewa sama cerita ala sinetron Zarah dengan Storm dan Koso. Kecewa dengan too good to be true-nya karakter Alfa. Nah soal cerita ala sinetron, saya sempat bertanya langsung juga ke mba Dee kenapa masukin cerita itu. Menurut mba Dee ternyata itu penting untuk membangun karakter Zarah. Di saat dia sudah ditinggalkan Ayahnya terus ketemu sama orang yang dia cintai, eh ternyata orang itu malah berkhianat, bikin Zarah depresi padahal dia harus tau kalo keberangkatan dia ke London salah satunya adalah untuk mencari tahu tentang ayahnya dan karakter ini akan bisa lebih terlihat di IEP. Begitu juga Alfa dan karakter-karakter lain. Kalau di KPBJ gaya bahasa mba Dee sangat tinggi, itu karena tokoh-tokohnya memang digambarkan seperti itu. Saya baru ngerti juga waktu ngurusin Dee's Coaching Clinic. Ada satu bagian yang dibilang untuk menghidupkan tokoh itu memang ternyata susah. Gimana caranya biar ngebedain antara si tokoh satu dengan tokoh lain. Nah gaya bahasa ini juga yang berperan. Jadi walaupun ada banyak tokoh, kita bisa membedakan mana Alfa, mana Bodhi, Etra dll.

Balik ke penjelasan di awal, saya baru aja ikutan grup whatsapp komunitas supernova (oh yes, ada grupnya ihiy) dan satu minggu 2 kali kami selalu bahas apapun yang berkaitan dengan Supernova, walaupun di hari-hari lainnya bahas ngga penting macam drama korea dll. Kebetulan waktu itu saya diminta jadi pembahasnya. Awalnya bingung mau bahas apa karena ga mau spoiler (beberapa anggota grup ada yg belum baca IEP) tapi malam sebelumnya saya memang membahas IEP dengan teman saya yg mengenalkan KPBJ ke saya 12 tahun lalu, maka mulailah saya bahas itu.

Sejak KPBJ-Petir, saya masih belum tau ini buku arahnya mau dibawa ke mana. Begitu Partikel keluar pun saya masih menebak-nebak walaupun sudah ada beberapa clue ditambah lagi ketika Gelombang keluar. Mungkin otak saya saja yang ga nyampe dan saya baru mengerti pun bukan setelah baca lagi semua tapi berkat baca beberapa review di goodreads juga. Hal ini yang pernah saya tanyakan ke mba Dee saat dikirimi semacam kuisioner yang harus diisi oleh para beta readers setelah membaca IEP. Sebenarnya siapa mereka?apa misi masing-masing Peretas? Infiltran? Sarvara? Kalau soal misi mungkin sempat dijelaskan cuma maksud saya siapa yang menyuruh mereka untuk mencapai misi itu? Ada sesuatu yang tidak dijelaskan mengenai ini. Akhirnya saya berkesimpulan ada satu zat tunggal yang memang tidak (atau belum) diceritakan di sini. Dari dulu setiap novel Supernova orang selalu bilang soal pencarian jati diri, spiritualitas, sains dibalut fiksi dll. Tapi begitu IEP keluar, tidak sedikit yang kecewa karena terkesan kehilangan ruhnya ini. Apakah benar? Menurut saya sih malah ngga. Spiritualitas tetap melekat di sini. Konsep Peretas-Infiltran-Sarvara (yang kalo boleh mengutip review dari Niko) merupakan gambaran manusia. Saya sependapat. Walaupun kalau soal itu saya memiliki pandangan sedikit berbeda. Infiltran bagi saya seperti para malaikat yang menuntun manusia ke jalan yang lurus, Sarvara tidak ubahnya iblis dan Peretas adalah para Nabi dan Rasul, sosok manusia tapi terlahir istimewa. Jangan salah ya, iblis tidak selamanya jahat, paling tidak mereka dulu sama-sama menyembah Tuhan namun akhirnya harus turun dari surga karena membangkang. Persis seperti yang saya tangkap dari penjelasan pak Simon kepada Zarah di IEP. Sarvara memiliki misi untuk menjaga dunia ini tetap pada tempatnya, menjaga homeostasis Bumi bertahan selama mungkin (dan itu baik menurut pandangan mereka) tapi para Peretas dan Infiltran berpikir sebaliknya. Mereka ingin Bumi ini diisi oleh para koloni inteligensi.
Raga-raga perantara yang tadinya bagian dari sebuah kohesi kesadaran tunggal pecah menjadi keping-keping individu. Ilusi ini, tercetak kuat dalam kode genetika mereka sebagai syarat pertahanan hidup, diteruskan turun-temurun, diajarkan lewat sistem sosial, dijaga melalui kepercayaan dan macam-macam ajaran. Milenium demi milenium, mereka hidup dan mati di sini. Percaya bahwa suatu saat nanti mereka akan kembali bersatu dengan penciptanya. Pulang ke rumah mereka yang sesungguhnya. Entah di mana. hlm 349-350

Bahwa suatu saat nanti mereka akan kembali bersatu dengan penciptanya. Menarik kan? Ini maksud saya tadi. Kita dengan sangat halus sebenarnya digiring untuk tetap mempertanyakan banyak sekali pertanyaan di muka bumi. Termasuk ini. Dan kalau boleh saya katakan, mba Dee dengan cerdasnya menggiring pembaca untuk ke arah itu dengan santai, dengan cara memberikan dongeng, cerita, atau katakanlah apapun itu dalam bentuk fiksi. Di IEP kita bisa temukan juga sindiran-sindiran halus soal agama. Saat Elektra menelepon kakaknya Watti dan bilang kalau dia masuk surga kemudian Watti dengan polos bertanya di surga Etra, ketemu Tuhan yang mana? Aslik pas bagian itu saya ngakak puas! Atau dulu di Partikel saat Zarah bertemu dengan Abah dan mereka berdamai, sesungguhnya mungkin, mba Dee ingin menyampaikan bahwa semua agama itu baik. Hanya kadang penganutnya saja yang membawa dampak buruk bagi agama-agama tersebut. Bukan berarti saya bilang saya menyamaratakan semua agama yah, saya tetap meyakini agama saya hahaha cuma kadang suka sebel aja sama orang-orang yang berantem bawa-bawa agama *hih*

Balik lagi ke IEP.
Saya baca juga beberapa review yang menyinggung soal Diva. Kemana dia? Kenapa kok porsi Diva dikit banget di IEP ini? Kesannya cuma numpang lewat aja. Dari beberapa interview mba Dee yang saya dengar, KPBJ merupakan prekuel dari serial Supernova. Di KPBJ kita akan bertemu sosok Diva sang manusia setengah dewa (?) yang bisa dibilang one of a kind. Di interview itu dibilang saat tahun 2001 kenapa KPBJ ditulis itu karena seorang Dewi Lestari berumur 25 tahun saat itu, memiliki banyak pertanyaan dalam dirinya. Pertanyaan-pertanyaan itu dia kumpulkan dan coba dijawab dan dirangkai ke dalam bentuk novel. Pada jaman itu kenapa ada karakter macam Diva, yang berprofesi sebagai pelacur tapi memiliki otak cemerlang bahkan jiwa sosial yang tinggi. Atau pasangan homoseksual Dhimas-Reuben yang saat itu (dan mungkin sampai sekarang karena isunya sedang hangat) dipandang tidak normal tapi kita lihat hubungan keduanya sangat normal dibanding pasangan Rana-Arwin yang hetero namun bermasalah. Hal ini tentu jadi kontradiktif kan jadinya kalau kita lihat? Normal di satu sisi belum tentu dipandang normal di sisi lain. Intinya kita digiring untuk tidak mudah menjudge sesuatu. Hail untuk maksur!
Balik lagi ke topik Diva. Saya kemudian baru mengerti kenapa sosok Diva tidak dijelaskan lebih banyak peranannya setelah berdiskusi panjang lebar di grup whatsapp itu (terima kasih kepada Yuli yang sudah memberikan pencerahan). Tiap orang pasti punya tokoh favorit berbeda di sebuah cerita. Karena tokoh favorit saya di kisah Supernova ini bukan Diva, jadi ngga ngerasa gimana-gimana pas porsi dia sedikit dibahas di IEP hahaha. Tapi setelah berdiskusi itulah saya mengerti. KPBJ diceritakan sebuah prekuel. Dengan tokoh sentral Diva ini. Namanya juga prekuel, kisah sebenarnya baru keliatan di buku-buku selanjutnya, terutama di IEP sih. Liong pernah bilang kalau Diva itu Kacing Calang. Sebutan untuk telur yang gagal menetas. Diva memiliki misi mulia sebagai Peretas namun tidak seperti Peretas yang lain, dia menginginkan Percepatan dengan cara membagi semua informasi rahasia tentang dunia mereka kepada semua orang. Akibatnya terjadi masalah. Rahasia yang harusnya tersimpan dengan rapi dan dijaga bertahun-tahun oleh para Infiltran malah jadi konsumsi publik. Nah jadilah para Infiltran ini akhirnya intervensi. Gugus Kandara akhirnya dijadikan tumbal, makanya beberapa Peretas di gugus Kandara ngga dibangunkan karena rencana Diva malah berantakan. Foniks yang teman satu gugus Diva akhirnya ikutan bertanggung jawab dan dia diturunkan untuk membantu gugus Asko yang ternyata diramalkan akan menurunkan Peretas Puncak. Jadi intinya buku 2-5 memang inti cerita. Bagaimana si tokoh-tokoh dalam gugus Asko ini bahu membahu untuk mengatasi masalah yang dicetuskan oleh Diva. Makanya di IEP Diva ngga muncul banyak, bisa dibilang dia termakan oleh ulahnya sendiri jadi terjebak di Sunyavima. Bagi pemuja Diva mungkin ini terkesan kejam hehehe tapi yah gimana atuh? Kadang memang harus ada yang dikorbankan.

Jadi, nanti jika ada kelanjutannya lagi, memang bukan tentang Supernova. Karena Supernova, masalah yang dibawa oleh Diva ini, sudah selesai di IEP. Tinggal misi para Peretas lain yang berlanjut dan tentu kita tinggal menunggu kehadiran Permata.

15 tahun bukan waktu yang sebentar tentu aja. Tapi bagi saya, Supernova sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam hidup saya. Baru sempat kenal dengan Supernova tahun 2004. Agak sedikit telat tapi bagusnya jadi bisa langsung baca 3 buku. Jaman kuliah dulu saya dan beberapa teman entah kenapa lagi senang-senangnya baca buku sastra indonesia. Beda banget dari jaman SD sampe SMA yg lebih demen bacaan luar macam Donal Bebek, Bobo, Lima Sekawan sampe Harry Potter, jaman kuliah saya justru banyak baca novel indonesia dari mulai Tetralogi Pulau Buru sampe ya Supernova ini. Itupun modal pinjam ke teman. Eh ga nyangka pas kerja kok ya ga jauh-jauh dari buku.

IEP ini menjadi project terakhir saya. Makanya agak sedikit emosional ngerjainnya. Dulu 2008 pertama kali kerja langsung ngurusin Maryamah Karpov. Dan sekarang ngurusin IEP. Epik jadinya kalau diliat lagi. Apalagi sampe senang nama saya ada di jejeran thanks to-nya IEP. I'm honored. Such an amazing experience. Thank you so much mba Dee udah bikin serial epik ini. Diantosan pisan lanjutannya (kalo ga salah ngitung, harusnya 2020 yah keluar? *wink*
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Septyo Uji Pratomo.
8 reviews5 followers
March 18, 2016
Kritik Buku : Intelegensi Embun Pagi – Dee Lestari

Mungkin sudah banyak review baik di blog pribadi maupun situs dunia perbukuan seperti goodreads yang membahas tentang Intelegensi Embun Pagi nya Dee Lestari. Yang menilai karya ini bagus sama banyaknya dengan yang menilai karya ini parah. Saya termasuk yang kedua, karya ini parah. Maaf kalau tulisan di bawah ini ujung-ujungnya ndak jadi review, malah jadi curhat.

Pertama, kualitas cover buku.
Cover IEP berwarna putih berlapis hologram ini sepintas tampak keren, tetapi kekerenan itu tidak sebanding dengan kualitas cover yang sayangnya buruk; covernya sangat mudah menggulung dan mudah mengelupas. Degradasi ini terhitung sejak Supernova dikeluarkan dalam edisi terbaru yang berwarna hitam bersimbol berlapis doff, yang edisi ini lapisannya doffnya sangat mudah mengelupas.. Hal ini mengganggu mengingat cover edisi sebelumnya baik-baik saja meskipun diperlakukan “semena-mena”, berkeliling dari satu tangan ke tangan lainnya dan tidak disampul plastik.

Kedua, isi buku.
Dua a, penokohan.
Banyak yang mengeluhkan banyaknya tokoh yang muncul dalam novel ini tidak sebanding dengan porsi yang mereka perankan. Memang di halaman-halaman awal kita dikejutkan dengan terkuaknya identitas masing-masing tokoh. Siapa yang menjadi Peretas, siapa Sarvara, siapa Infiltran. Tapi seakan dunia dalam IEP selesai dengan hanya membagi dunia menjadi tiga golongan yang saya sebutkan di atas.

Kekecewaan pertama saya adalah hilangnya identitas masing-masing tokoh. Khususnya Bodhi dan Elektra --sorry, saya tidak terlalu merasakan keterikatan mendalam pada tokoh Zarah dan Alfa-- seperti kehilangan touch, diceritakan sangat dangkal, kehilangan sisi kemanusiaan dan semangat mereka untuk hidup yang diperlihatkan pada novel sebelumnya. Belakangan saya menyadari, semua tokoh terasa dipermainkan oleh plot cerita bahwa mereka mengemban misi menyelamatkan dunia sehingga kehilangan identitas itu begitu terasa. Silakan saja kalau Dee mau beralasan mereka bukan manusia.

Kekecewaan kedua, tentang Diva, Ferre, Rana. Iya, mereka salah tiga bagian dari gugus Kandara, hanya saja mengapa tidak diekspos dan dilibatkan dalam lebih banyak peran? Khusus Diva, sejak awal novel ini diberi judul Supernova, ledakan. Supernova adalah Diva, dan mengapa Diva hanya diceritakan hanya numpang lewat dan numpang tinggal di gugus Asko. Kalau memang akhirnya Diva hanya menjadi figuran, terus ngapain buku ini diberi judul Supernova?

Dua b, alur cerita.
Saya besar bersama Supernova, mulai membaca sejak SMA tahun 2005. Novel yang pertama saya baca waktu itu adalah Petir, lanjut membaca Akar tahun 2007 sewaktu kuliah, hingga tahun 2008 membaca Ksatria. Saya membayangkan novel ini akan menjadi besar, sebesar ledakan Supernova. Berharap cerita di dalamnya membawa sebuah pesan apapun itu, menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu, atau membawa sebentuk pencerahan seperti tujuan Supernova pada awalnya.

“Ya, novel ini menjanjikan,” pikir saya waktu itu.

Tentang bagaimana si penulis merumuskan alur cerita dan penokohan yang dibalut dengan pemilihan kata yang luar biasa sadis dan penuh makna. Mendadak kita dibuat menjadi seromantis Ksatria yang menuliskan puisi pada Puteri, hingga berkerut kening menyimak penjelasan Ruben dan Dimas tentang prinsip kesadaran. Saya mendalami cerita Ksatria sejauh itu, puas membacanya berulang kali dan menemukan hal baru setiap selesai membacanya. Kemudian tentang Bodhi yang melakukan perjalanan keliling Asia hanya untuk memecahkan misteri dalam hidupnya, pencarian jati diri tentang siapa dia sebenarnya, mendorong saya untuk melakukan perjalanan serupa, berkeliling penjuru negeri untuk mencari tahu segala hal yang belum saya ketahui. Tentang Elektra yang berawal dari bukan siapa-siapa, hingga menjadi yang diperbincangkan siapa saja, tentang Bandung dengan segala lekuk sudut dan pesonanya, sungguh terasa nikmat ketika saya membacanya.

Kini dengan IEP ada di genggaman dan telah selesai saya baca, saya hanya merasa kesal karena ujung dari cerita ini hanyalah science fiction dengan misi menyelamatkan diri agar tidak terjebak ke samsara yang dibumbui dengan percintaan Gio dan Zarah khas remaja kekinian, dengan banyak tokoh yang entah fungsinya apa, jokes yang maksa, dibalut dengan ilustrasi Asko yang sepenuhnya saya tidak mengerti karena sulit membayangkannya, dan banyak sekali istilah yang saya tidak mengerti : kandil, antarabhrava, gugus, kisi, dan entah apa lagi.

“Jadi gue nunggu sekian lama buat baca science fiction remaja dengan misi menyelamatkan dunia?” saya rasa tidak hanya saya yang berpikir demikian.

Ketiga
Tentang Dee
Dee adalah penulis berbakat, saya merasa demikian. Supernova : Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh adalah sebuah karya yang luar biasa, berlanjut pada sejumlah karya berikut yang cenderung menunjukkan grafik penurunan kualitas dari satu ke yang lainnya. Dalam seri Supernova, awal penurunan sudah terasa sejak zaman Petir diterbitkan. Terjadi jeda yang sangat lama dari Petir menuju Partikel yang diisi dengan terbitnya side project novel remaja semacam Perahu Kertas, kumpulan cerpen Rectoverso dan Madre (Filosofi Kopi masih agak lebih baik) yang secara langsung memengaruhi kehadiran Supernova dari seri ke seri.

Perasaan saya sudah memburuk sejak membaca Gelombang, sehingga tidak banyak berharap untuk IEP. Akan tetapi, saya tidak menyangka IEP bakalan separah ini (memang masih lebih parah Gelombang sih). Saya menceritakan hal ini pada kawan-kawan saya lalu melipir ke pembahasan kualitas karya-karya terkait dari sisi si penulis, Dee dan melahirkan beberapa asumsi.

Asumsi pertama.
Faktor penerbit.
Tiga karya awal Dee diterbitkan secara independen, TrueDee Books. Yang artinya si penulis memiliki otoritas penuh terhadap isi bukunya. Bebas mengekspresikan diri terhadap buku yang akan dituliskannya, tidak pusing dengan berapa banyak buku yang akan terjual. Lalu karya berikutnya dibatasi oleh visi dan misi penerbit mayor, Bentang Pustaka, pastinya memiliki tim penyunting sendiri yang mungkin membatasi gerak pikir si penulis, bertanggung jawab dengan eksistensi si penulis, mungkin juga ‘memaksa’ si penulis untuk mengeluarkan karya, belum lagi beban kalau karya tersebut harus menjadi best seller.

Asumsi kedua
Perlu kegelisahan untuk menghasilkan sebuah karya. KPBJ adalah sebuah karya yang membuktikan betapa seseorang berada dalam kondisi yang tidak nyaman. Latar belakang konflik, ketidaknyamanan hidup, dan kegelisahan si penulis itulah mungkin menjadi pemicu lahirnya karya yang harus menjadi luar biasa, dilandasi pada semangat juang untuk mengubah sesuatu lahirlah KPBJ, hal ini masih berlanjut pada seri Akar dan Petir.

Periode berikutnya adalah si penulis sudah mulai beranjak menuju ketenangan batin, namun diperlukan kelahiran karya demi eksistensi si penulis sendiri, Supernova masih entah mau dibawa kemana, sepertinya masih belum ada ide. Lahirlah karya remaja semacam Perahu Kertas, Rectoverso, dan Madre.

Berlanjut pada periode si penulis merasa nyaman, namun memaksa gelisah dengan tanggung jawab pada Supernova yang dibuatnya sedari awal dan menuntut diselesaikan . Penulis memaksakan diri meriset banyak hal untuk membuat sebuah karya fiksi ilmiah, lahirlah Partikel.

Kelahiran Partikel dengan sambutan beragam dari fans Supernova, mereka yang rindu akan kelanjutan cerita Supernova memaksa si penulis melanjutkan kisah dengan formula sama, berujung pada plot yang nyaris sama dan latar belakang berbeda; Gelombang.

Penulis hari ini sudah cenderung nyaman, sudah tidak terlalu mengkhawatirkan banyak hal. Satu hal yang harus dia lakukan hanyalah menyelesaikan cerita. Gabungkan semua tokoh jadi satu, buka semua identitas tokoh, bikin cerita yang diluar dugaan dengan frame petualangan menyelamatkan dunia, dibumbui dengan mitos dan romantisme remaja kekinian hingga mengesampingkan aspek latar belakang tempat dan waktu, dan boom! Jadilah sebuah ending yang akan menjadi best seller! Intelegensi Embun Pagi.

Saya memahami, butuh banyak sekali waktu, tenaga, dan pemikiran untuk melahirkan sebuah karya. Namun beginilah adanya, semua sudah terjadi. Novel sudah terbit dan saya hanya membaca dan memberikan kritikan. Saya membaca sebuah review di goodreads, ada pengulas yang menulis kurang lebih sebagai berikut, “IEP diibaratkan seperti skripsi yang memiliki ide luar biasa, namun terlalu tergesa karena diselesaikan dengan sistem kebut semalam sehingga menghasilkan karya yang mentah, pada saat sidang pendadaran tidak terasa memuaskan.” Apa yang diungkapkan si pengulas cukup mewakili keseluruhan proses lahirnya IEP. Saya sepenuhnya setuju dengan pendapat tersebut.

Asumsi ketiga.
Supernova : Ksatria Puteri Bintang Jatuh bukan sepenuhnya Dee yang menulis. Ini murni asumsi, tanpa bukti apapun. Saya hanya meletakkan dasar asumsi ini pada nuansa dan gaya penulisan KPBJ yang sangat berbeda jika harus membandingkan karya tersebut dengan karya-karya berikutnya. Diperlukan setidaknya dua orang penulis untuk merangkai pembicaraan tentang psikofilsafat yang dilakukan oleh Ruben dan Dhimas, cerita cinta antara Ferre dan Rana, serta ide untuk menggabungkan dua hal tersebut menjadi induk dari cerita berikutnya. Dee bagian menuliskan bagian romansanya, bagian lainnya entah siapa.

Sekali lagi, mungkin hanya asumsi yang lahir dari pembahasan antara iseng saya dan kawan-kawan saya. Tetapi bukannya tidak mungkin, kan?

Versi blog dari review ini dapat dilihat di http://septyoup.com/kritik-buku-intel...
Profile Image for Crowdstroia Crowdstroia.
Author 11 books649 followers
October 11, 2016
[ Seluruh review untuk supernova saya satukan dalam lapak IEP ]

Jika ada orang yang bertanya, “What is the greatest book you have read so far?” maka dengan lugas saya akan menjawab: Supernova KPBJ. Pertama saya ketemu KPBJ, saat itu saya lagi bosan dengan novel-novel terjemahan. Kemudian, KPBJ datang membawa segala konsep dan pertanyaan hidup yang tersirat di dalamnya, yang ketika saya baca, saya merasa otak saya mau pecah sebab saya nggak rela novel ini cuma fiksi. Dee berhasil memanipulasi realita buat saya. Bikin plot dan tokoh-tokoh yang bagi saya mindf*ckingblowing abis dengan suasana kisah yang luar biasa magis. This is the real magic book for me. Bikin saya jungkir-balik, perasaan pecah, dan ngerasain book hangover berbulan-bulan. Saya merasa beruntung bertemu Supernova. Karena saya merasa, Dee bukan hanya menulis fiksi, tapi dia sedang melakukan “pengembaraan” spiritual yang ia tuang dalam sebuah tulisan. Itulah juga alasan mengapa saya merasa Dee is an exceptional writer. Sebab Dee membuat sebuah “boks” baru dalam literasi yang hanya bisa diisi oleh buku-bukunya sendiri. Her books is one of a kind.

But then Perahu Kertas happened.

God, idk, I feel like Perahu Kertas is somekind of a tragedy for me. Saya nggak bilang PK itu jelek. Turns out, PK itu adalah novel Young Adult yang cukup asik dengan tokoh-tokoh unik dan memberi pesan moral yang oke. But, God, Dee mendadak jadi “penulis bagus biasa” di Perahu Kertas; she wrote something good dengan porsi tulisan mudah dicerna (tanpa multitafsir seperti Supernova 1, 2, 3) yang cocok untuk anak muda, tapi ya itu, jatohnya ‘biasa’ untuk ukuran Dee. Dee yang tadinya tidak akan sudi saya bandingkan dengan penulis manapun karena dia sudah membuat “boks” literasi tersendiri, mendadak jadi “penulis wow yang ordinary” while in fact, pas baca KPBJ, kata ‘ordinary’ dan ‘Dee’ itu nggak pernah saya pikir bisa digabung dalam satu kalimat. Because she is different, one of a kind, and special. Makanya saya aneh banget pas baca PK yang… biasa aja dibanding karya Dee yang sebelum PK (bahkan Madre, Filosofi Kopi, dan Rectoverso aja juga masih punya vibes “one of a kind”).

Cerita-cerita Dee sebelum adanya Perahu Kertas memuat tokoh utama yang begitu unik (yha, Kugy juga unik kok, tapi dia unik yang “gamblang” dari awal). Dee menyorot orang-orang yang “biasa-biasa aja”, yang nggak terlalu diperhatikan di kehidupan nyata, dan memberi mereka kesempatan untuk bersinar (seperti Bodhi, Elektra, Tansen, Ben, dan Jodi). Tokoh-tokoh utama tersebut bisa unik karena Dee menyorot tokoh yang “biasa aja” tapi menggunakan perspektif yang tidak biasanya disorot oleh penulis lain. Dan pelan-pelan, setelah kenal dengan tokohnya, pembaca pun tahu bahwa tokoh-tokoh utama tersebut menyimpan “semesta tersendiri” yang tak ia bagi pada sembarang orang. Dan itu bikin saya merasa… tulisan Dee itu humanis banget. Sebab itulah yang biasa terjadi ketika saya mulai kenal dekat orang yang awalnya saya pikir biasa aja; ternyata mereka menyimpan suatu rahasia yang tidak saya duga.

Di sisi lain, pasca Perahu Kertas, keluarlah Partikel. Dan Zarah… adalah tokoh yang agak steorotip dengan tokoh-tokoh yang biasa disukai pasar; cantik, genius, dibenci banyak temannya. Dude, that’s… kinda ruin Supernova just a liiiitle. Sebab Dee seingatku nggak pernah bikin tokoh yang mengacu pada selera pasar karena ia memberi kesempatan pada tokoh-tokoh yang hampir tak pernah disorot di cerita fiksi. But it’s totally okay, soalnya plot Partikel yang mindf*ckingblowing bikin saya book hangover. Dan saya lumayan suka tokoh Zarah.

And then Gelombang happened.

Jangan salah, ya. Alfa adalah tokoh favortiku. But then I kinda dislike him setelah aku menyadari dia mengambil spotlight yang sebenarnya nggak layak dia dapatkan. Dude, Alfa is… that stereotypical eligible bachelor yang digilai perempuan karena dia arrogant, dark, tall, and overall exotic. Itu… astaga, kok ada Alfa sih di sini? Ada apa ini? Alfa itu tokoh lelaki yang disukai selera pasar banget, yang good looking, jenius, arogan, jadi magnet buat para cewek, trus merupakan one of the eligible bachelor yang kerja di Wall Street. Itu… tokoh yang selera pasar abis.... Yang udah pasti bakal diperhatikan (maksudku, yah, iya sih Ferre juga demikian. Tapi Ferre nggak separah Alfa). Bukan yang “biasa-biasa aja” trus disorot pakai perspektif berbeda. Dee nggak pernah ngikutin selera pasar.

Ya tapi itu. But then Gelombang happened.

Yah… mungkin Dee mau nyoba-nyoba hal baru dengan melihat selera pasar, lalu meracik sendiri tokoh yang biasa disuka selera pasar tapi dengan style dia. Entahlah. Dan di Gelombang pun saya juga merasa udah kurang magisnya. Udah kurang “manipulasi realita”nya. Udah berkurang “pertanyaan hidup”nya. Juga udah nggak terlalu humanis karena… yah, karena Alfa. Saya nggak bisa empatik dengan tokoh “pasaran” begini. Karena ini Dee yang sedang saya bicarakan. Kalau penulis lain yah yasuda. Tapi tidak dengan Dee yang sedari awal sudah menciptakan standar “one of a kind”nya sendiri lewat KPBJ.

Oke, kalaupun Dee mau mencoba untuk ngeracik tokoh yang biasanya disukai pasar trus dia “mengemas” tokoh yang disukai pasar itu dengan versi Dee, I admit that Dee already nailed it.

Saya terpesona sama Alfa Sagala dan segala keeksotisannya. Dia seksi, dikemas dengan gaya Dee yang saya suka. Tapi… kenapa tokoh ini harus ada di Supernova dan mencuri banyak spotlight di IEP? Not to mention, spotlight that he doesn’t deserve dan membuat tokoh-tokoh utama lain yang sudah dibangun sedemikian rupa kayak Bodhi, Elektra, DAN DIVA cuma jadi tokoh utama tambahan?

Di IEP, yang jadi leader para peretas adalah Alfa, yang jadi the tragical hero adalah Alfa, yang jadi the tragical lover bersama sang Omega adalah Alfa. Dan tiga komponen itu memakan cukup banyak spotlight di IEP. And I was like, dude, why Alfa? Ada empat tokoh utama yang masing-masing punya bukunya sendiri dan jadi peretas. Tapi saya merasa ceritanya ya… intinya tentang Alfa dan Omega. Jadi jelas lah ya, the tragical lover itu makan cukup banyak spotlight. So, again, why Alfa? Padahal ada Bodhi dan Elektra. Kalau Zarah saya rasa cukup spotlight-nya. Tapi Bodhi dan Elektra… kenapa tidak diberi kesempatan untuk bersinar sebagai tokoh utama? Saya merasa mereka di IEP cuma sebagai tokoh utama tambahan yang diciptakan untuk mendukung aksi “the tragical hero”nya Alfa. Just… ah, sudala.

Lain Alfa, lain lagi di Gio. Gio… out of the blue jadi tokoh utama. Not that I mind it, though. Saya lumayan suka tokoh Gio. Tapi saya merasa Gio yang mendadak jadi tokoh utama di IEP ini nggak smooth jalannya, soalnya dari awal nggak ada foreshadowing. Kalo si Ishtar yang di IEP jadi bos para Penjaga kan jelas, soalnya ada foreshadowing-nya di Akar dan di Gelombang. Jadi pas tau Ishtar itu somekind of a queen of Sarvara, saya kayak, “OHH, jadi dia big boss-nya!”. Sementara Gio yang mendadak jadi tokoh utama, saya merasa jika dalam teater, maka Gio bagaikan tokoh yang sudah mati, lalu hidup lagi dan mendadak di sepanjang cerita dia adalah salah satu tokoh utama yang dapat spotlight strategis, dan mau tak mau, para penonton dipaksa untuk memerhatikan tokoh ini hingga akhir cerita. Intinya, kalo Gio jadi tokoh utama, berhubung nggak ada foreshadowing-nya kayak si Ishtar makanya jadi kayak out of the blue muncul (even though I don’t mind him being the one of the main characters, still).

Sementara itu, saya dapat fanservice tokoh-tokoh di KPBJ di IEP. It’s good, but not quite good berhubung Diva entah gimana nasib dan kisahnya. Kupikir berhubung seri ini judulnya Supernova, maka kisahnya akan dituntaskan dengan Diva sebagai pencetus ide menjadi “supernova” yang sampai melawan aturan Gugus demi “kesadaran” manusia.

Overall, Supernova is merely just a fiction after Gelombang. Saya tidak lagi merasakan manipulasi realita di Gelombang dan IEP. Kalau dulu saya bisa book hangover berbulan-bulan dan merasa Supernova itu sebenernya nyata, sekarang setelah baca Gelombang saya justru merasa, “Oh, ini fiksi.” Cuma yasuda. Penulisan dan diksinya wow lah nggak usah ditanya skill Dee untuk mengolah kata. But perhaps, Dee mengubah gaya nulisnya menjadi “ordinary” karena sudah lelah dianggap superhuman, sehingga dia memilih untuk jadi “ordinary” aja.

Tapi hingga di akhir IEP, ada satu pertanyaan yang masih menggantungi benak saya.
Tujuan para Infiltran adalah “kesadaran” manusia. Namun apabila seandainya semua manusia sudah “sadar”, sudah memilih untuk tidak amnesia, lantas faedahnya bikin manusia yang “sadar” itu untuk apa?

Yak. Sekian review dari saya. Terima kasih atas perjalanan panjang yang warbyasah di seri Supernova, Dee.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for alodiaga.
73 reviews11 followers
March 11, 2016
"buat apa bejibun footnotes di buku pertama kalau ujung-ujungnya tak lebih dari kisah cinta para dewa?"

oke. satu kata yang dapat menggambarkan seluruh luapan emosi saya setelah sakit kepala sekitar seminggu akibat ga bisa melahap buku terakhir senikmat lahapan-lahapan sebelumnya: KZL.

iya, KZL. kekinian, cem gaya menulis mba dee akhir" ini. kalo kata calvin, pasca perahu kertas.

hingga halaman ke-400, ritme baca saya lambat sekali. sebagai pembaca yang sok-sok pengen detail (oh, ini kan si itu! eh, ini muncul di mana ya?), saya berusaha setengah mati menikmati plot loncat-loncat, yang memang biasanya sih saya nikmati entah di layar lebar atau di lembaran-lembaran kertas. tapi.... ini kenapa loncat-loncatnya rusuh ga karuan ya?

oh, mungkin saya aja yang udah lama ga baca buku "serius." mungkin kekuatan saya melemah.

terbukti di akhir halaman 400an, di mana jalur cerita mulai linier, saya pun mulai menikmati segala pertalian yang ada. dari pak kas yang ternyata guru fotografinya zarah (gw bahkan ga sadar pak kas pernah muncul sebelumnya), bong yang ternyata sodaraan sama mpret (dan yah, sempet jadi peretas juga), dan hebohnya ompu ronggur saat alfa bilang kalau dia cerita ke mamaknya kalau dia sedang menuju medan ("mamak kau, chon? MAMAK KAU?!") namun segala ekspektasi itu dihancur-leburkan di..... sekitar 500an akhir atau awal 600an.

INI KENAPA JADI MENYE-MENYE, SIH?! BUKANNYA MEREKA ITU SEJENIS ALIEN, ATAU SETIDAKNYA MANUSIA SUPER, YAH?! TERUS TERNYATA ISHTAR YANG JAHAT NAN PERKASA ITU BISA JATUH LUNGLAI HANYA AKIBAT ALFA "MATI?!"

mba dee, come on.

saya yang menyerahkan sepenuhnya masa pubertas saya kepada supernova hanya bisa garuk-garuk tanah. angan kesempurnaan akhir, fulfilness selepas mengakhiri segala yang ada selama lima belas tahun ini, penantian akan buku ke-6 atas ikrar "gue ga mau beli supernova sampek bukunya lengkap semua! biar satu set seragam!," luluh lantah hancur lebur di halaman akhir.

mungkin itu pesan yang mau mbak dee sampaikan. bahwa, dewa sekalipun, alien sekalipun, HEB or whatever it is, ujung-ujungnya hanya butuh cinta.

ps: saya kasih dua bintang karena saya akui saya sempat trance di kisaran 400-600, seperti yang saya katakan barusan. however, thanks for completing my puberty phase. makasih udah bikin saya setia sampai akhir saat saya menghentikan perjalanan saya dengan harry potter di buku ke-5 yang hyper boring. selamat berkarya lagi, mba dee :)
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Happy Dwi Wardhana.
244 reviews38 followers
March 20, 2016
Buku paling random yang pernah saya baca!

Dari lima puluh halaman pertama membaca, saya sudah tak tahan untuk memberikan komentar dan segera menamatkannya agar review saya obyektif.

Pertama, sebagai orang yang membaca Supernova sejak kelas 1 SMA bertahun-tahun silam, membangkitkan memori akan tokoh2 dan cerita dari masa lalu sungguh sulit, terlebih, cerita2 Supernova bukanlah cerita2 yang melekat di ingatan seperti Harry Potter, jadi saya membutuhkan waktu mengingat dan tidak jarang membuat saya mengerutkan dahi memahami cerita yang kebanyakan adalah sambungan dari cerita di serial Supernova yang dulu. Dee tanpa sedikit pun petunjuk mengembangkan cerita yang membuat orang mau tidak mau harus menilik kembali serial yang terdahulu (atau ini mungkin strategi pasar?). Sebagai contoh, sewaktu Elektra menelpon Watti, kakaknya, setelah pertemuannya dengan almarhum Dedi di alam mimpi. Watti bilang 'jadi Tuhan mana yang benar?'. Saya tertawa membaca kata-kata ini karena (untungnya) saya ingat dalam 'Petir' Watti yang pindah agama mengikuti agama suaminya di Papua bilang ' Dosa yang didapat seseorang meninggalkan agama lamanya akan menjadi pahala bagi agama barunya'. Dan di IEP Dee tanpa ampun menghajar pembaca dengan informasi-informasi lanjutan tanpa background cerita sedikit pun.

Kedua, setiap episode Supernova, selalu ada tokoh yang saya sakralkan dan saya mempunyai ekspektasi tinggi keterlibatan mereka dalam IEP akan berbuah masterpiece. Singkatnya, dalam 'Partikel' saya sangat mengidolakan Firas. Ketika Dee mengakhiri cerita di Partikel dengan open ending, saya sangat bersyukur dan memuja jalan ceritanya. Saya berharap pencarian Zarah tidak hanya berakhir pada penemuan liang kubur. Saya ingin penemuan itu lebih dramatis dan lebih, katakanlah, scientific. Tapi kenyataannya, jalan cerita dapat ditebak. Kerangka manusia ditemukan di Bukit Jambul begitu saja dengan identitas sang mayat yang dengan mudahnya terkuak. Lantas, apa tujuan pencarian ke London hingga alam bawah sadar jika hanya ditemukan di bukit dekat rumah?

Ketiga, genre Supernova yang dulunya sci-fi bergeser menjadi fantasi. Saya sangat suka dengan tokoh pasangan gay Dimas dan Reuben selalu bernalar ilmiah di KPBJ. Di IEP, mereka tetap bermental ilmuwan, tapi sumbangan pikiran mereka tidak berkontribusi apa-apa dalam ending sihir-sihiran di Dolok Simaung-maung (lagi2 suatu bukit di tanah kelahiran Alfa). Saya curiga Dee sudah tidak sanggup mengkorelasikan fakta ilmiah dengan fiksi yang dibangunnya. Kecurigaan awal bahwa Supernova pindah agama menjadi fantasi adalah pada seri 'Gelombang'. Ada adegan Ompu Ronggur sihir2 an di tengah danau Toba. Saya melongo membacanya. Ini betulan Supernova? Dalam IEP, adegan sihir-menyihir semakin kental dan untuk menangkis kesan cerita murahan, penulis membuat sebuah dialog bahwa hal2 aneh yang dilakukan makhluk bernama Infiltran dan Sarvara itu 'cuma' teknologi di dalam strata mereka. Manusia menyebutnya sihir.

Awalnya, saya ingin memberikan bintang satu pada buku ini, namun setelah dipertimbangkan lagi, saya bermurah hati untuk menambahkan satu bintang lagi. Alasannya, saya adalah pembaca Supernova dari awal terbit. Tak bisa dielak, saya juga bernostalgia di masa2 remaja saya dengan tokoh Bodhi, Diva, dan Elektra. Kedua, menurut saya, dari semua episode, hanya 'Partikel' lah yang alur ceritanya sangat manusiawi dan memiliki ending yang emosional. Dan itulah alasan utama saya membaca IEP. Meski kecewa juga karena menjadi penutup yang kurang sempurna.

Ah, saya seharusnya bisa menghabiskan 2 buku dalam 20 hari. Sorry, Dee.
Profile Image for Kevin Fernando Horas.
4 reviews3 followers
March 11, 2016
*may contain ambiguous spoiler*

If this was not Supernova, I would have given it 5 stars. But I lost the Supernova in here. I miss Diva. And strange but I miss Zarah, Bodhi, and Elektra too. It is very different. Too different. It feels like you had taken many wisdoms in Sati, Firas, Diva, Simon... Here, everything changes. Like they weren't supposed to be like that in the first place. They were so genuine. The ambitions were so genuine. I still can't see how they were wrong. But IEP proves them as obstacles. I feel strongly because Supernova have had strong influence since my childhood. I can't help feeling that something is missing in this.

Maybe it's all my idealism, anyway. My expectations to find "somethinflg". Maybe answers. It's too abstract to explain. I wanted to connect all the dots and to fill the gaps.

Anyhow, I respect Dee for bringing the story to this life. I can understand, this wasn't mere fiction. It's a process of questioning and answering about life. Not the story. The writing of the story is. View changes. Or evolves. And you can't force a life-searching story to fit some old views. Attention span for the evolution of our philosophy can be short. Especially when you're not looking from inside of the box. And in my honest opinion, it would reap most of its benefits in the form of non-serial books. A series can't pertain such dynamic evolution, the longer time it takes, the harder. Because it's not final.

Thank you for Supernova. You've made me question so many things. And I want to keep looking for answers. Bye to all the candidates, especially Zarah.
Profile Image for Alien.
254 reviews31 followers
March 7, 2016
Lebih seru daripada buku sebelumnya. Sangat gampang untuk dibaca, jadi enak - kalimat-kalimatnya langsung jadi gambaran di pikiran pembaca yang membuat imajinasi pembaca berjalan sendiri-sendiri. Selain itu 'kegampangan' buku ini untuk dibaca juga terbukti dengan cepatnya saya membaca buku ini. Saya baca buku ini hanya selama 7-8 jam yang kira-kira dibagi 1 jam dalam seharinya (karena saya gak punya bukunya, jadi harus numpang baca di berbagai tempat dengan berbagai cara, misalnya dengan duduk di lantai Gramedia). Tampaknya hal ini juga dialami oleh teman-teman saya yang sudah selesai membaca dan waktu bacanya hanya beberapa jam saja, mungkin malah hanya dengan sekali duduk. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh rasa penasaran pembaca untuk mengetahui akhir dari serial ini.

Sewaktu saya sampai di halaman 300+, saya memberikan penilaian 3 bintang. Namun, setelah selesai membaca keseluruhan buku, saya merasa harus menurunkan penilaian saya ini menjadi 2 bintang. Alasannya tentu saja karena akhir dari cerita serial ini yang sungguh sangat aneh.
1. Ujung-ujungnya jadi cerita remaja romantis-romantisan? Kok hampir semua tokoh utama jadi berakhir berpasang-pasangan? Ada yang jatuh cinta segala lagi. Apa sih?
Akhir cerita yang seperti ini mengingatkan saya akan kebencian saya pada novel 5 CM. Jika dilihat secara umum, sebagian besar cerita di IEP ini sungguh sangat mirip dengan 5 CM: tokoh-tokohnya naik-naik gunung, ketika lagi susah-susahnya naik gunung (bahkan hampir pada mati), mereka bukannya konsentrasi sama si kegiatan naik gunung, malah berdiskusi tentang cinta, mimpi, opini, perasaan, dan tetek-bengek sok filosofis lainnya. Saya sih cuma bisa geleng-geleng kepala.
Menurut saya, akhir cerita yang cinta-cintaan ini jadi bikin IEP mirip novel remaja, yang setiap tokohnya seperti diharuskan punya pasangan. Bahkan Bodhi pun dipasangkan sama Kell. APAAAA???
Saya sih rindu sama Supernova #1 yang menceritakan kisah cinta antara Diva dan Re yang malu-malu tapi mau, semua rasa diantara mereka tersirat, gak ada yang tersurat.
2. Terlalu banyak pertanyaan yang tidak terjawab. Terlalu banyak cerita baru.
Apa itu Bong juga Peretas? Terus Firas ternyata anaknya Simon? Alfa itu sama dengan dewa yang super jagoan dan dihormati seluruh dunia? Lalu ternyata Supernova yang sebenarnya itu gak ada karena gugusnya hancur? Harusnya judul seri-nya Asko nih, bukan Supernova! Huh? Coba tolong itu bagaimana ya?
Apakah mungkin ini trik Dee Lestari ya? Saya baca sebuah berita di Kompas.com bahwa Dee bilang serial Supernova sudah berakhir, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa Dee akan menulis cerita lanjutan, yang bukan dalam rangkaian Supernova. Di Catatan Penulis pada akhir buku, Dee juga menuliskan bahwa "untuk saat ini Supernova selesai", tapi tidak menutup kemungkinan bahwa Dee berubah pikiran besok atau di lain hari. Tanggapan saya setelah baca dua hal itu hanyalah, "EAAA". Dee Lestari ini sungguh pintar dan jagoan meniru para filmmakers Hollywood: mengakhiri karyanya dengan misteri, siapa tahu di masa yang akan datang butuh uang lagi, jadi bikin sekuelnya gampang.

Sebagai penutup, secara umum saya menyimpulkan bahwa cerita IEP ini lumayan menyenangkan untuk dibaca hingga halaman 300an. Hingga pada halaman tersebut, terasa bahwa sedikit demi sedikit misteri-misteri yang ada dalam serial Supernova ini terjawab. Sayangnya setelah itu malah muncul berbagai macam misteri baru yang bikin bingung. Maksudnya bikin "twist" cerita mungkin ya, tapi menurut saya sih malah bikin tambah bingung.
Yang jelas, berdasarkan pengalaman saya membaca serial Supernova ini, saya menyimpulkan 2 hal:
1. Untungnya saya selalu numpang baca dan tidak pernah beli bukunya sendiri, dengan begitu saya tidak pernah menghamburkan uang saya untuk Supernova-nya Dee Lestari.
2. Saya jadi ingin baca Supernova #1 lagi. Sedih rasanya pandangan saya tentang tulisan-tulisan Dee Lestari saat ini cukup negatif. Saya harus mengingatkan diri saya sendiri akan kemampuan Dee Lestari dalam menulis dengan cara membaca Supernova #1 lagi.
Profile Image for Anastasia Cynthia.
286 reviews
March 13, 2016
“Kejahatan yang paling mengerikan tidak akan muncul dengan api dan tanduk, tetapi jubah malaikat. Ia membius dengan kebajikan. Mereka yang terbius akan rela mempertaruhkan nyawa untuk membela apa yang mereka kira kebajikan.” –Inteligensi Embun Pagi, hlm. 459



Setelah mendapatkan klu terakhir dari sebuah upcara di Lembah Suci Urubamba, Gio memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Pertemuannya dengan Dimas dan Reuben bukan semata-mata sebuah pergerakan acak. Bersama keduanya, Gio berusaha mengungkap identitas di balik Supernova lewat keponakan Dimas—Toni.

Toni ‘Mpret’ tahu, jika ia tak bisa selamanya bungkam tentang rahasia keberhasilannya meretas situs paling fenomenal itu. Toni mengatakan jika identitas Supernova sesungguhnya dimiliki oleh Ferre, yaitu Re, yang membuat Dimas Reuben terkejut lantaran tokoh fiksional mereka serta-merta menjadi wujud nyata.

Sementara Bodhi dan Etra mencoba memicu ingatan mereka mengenai Asko. Laki-laki itu tak ayal membuat Etra kehilangan kekuatannya. Sedangkan Zarah, yang baru saja pulang ke Desa Batu Luhur, akhirnya mendapatkan lungsuran rumah tua milik Firas, ayahnya. Zarah tahu, hatinya masih belum siap memasuki rumah itu. Sedemikian keras ia menutupinya, Zarah selalu ingin menemukan Firas lewat berkas-berkas di kamar tuanya.

Begitu juga dengan Alfa yang rela terbang puluhan jam dari New York ke Jakarta. Ditemani Kell sebagai teman seperjalanan. Laki-laki itu nyatanya bukan sekadar tabib yang menyembuhkan penyakit susah tidurnya. Melalui Kell, Alfa tahu hal yang begitu mengejutkan. Istilah-istilah aneh yang semakin jelas adanya. Dan melalui berbagai keterhubungan, akhirnya mereka mengerti jika misi hidup mereka bukan sebuah kehidupan yang penuh tanda tanya, melainkan sudah diatur sedari mula.




Setelah ditunggu dua tahun lamanya, akhirnya “Inteligensi Embun Pagi” muncul sebagai penutup dari seri Supernova karya Dee Lestari. Sesuai dengan deskripsinya pada blurb, saya pribadi menyimpulkan “Inteligensi Embun Pagi” sebagai ajang buka kartu bagi setiap karakter yang terlibat di dalamnya. Jika dulu pembaca dikenalkan pada sosok Elektra yang tukang setrum, Toni yang sembrono tapi jenius, Bodhi si Juru Tato, dan sepasang laki-laki, Reuben dan Dimas sebagai si penggagas cerita. Nyatanya dalam “Inteligensi Embun Pagi”, mereka bukanlah karakter-karakter yang diciptakan secara terpisah, ditulis dari buku satu ke buku yang berbeda, namun karakter-karakter tersebut diletakkan ibarat bidak catur, yang memang sudah direncanakan untuk diletakkan di sana. Bersama-sama mereka akan terlibat, membantu satu sama lain lewat kekuatan unik mereka untuk mencapai satu misi yang terlihat diungkap sedikit demi sedikit dari seri Gelombang.

Pada “Inteligensi Embun Pagi”, terlihat pembawaan cerita Dee Lestari yang begitu kontras dibanding seri sebelumnya. Jika pada “Gelombang”, masih ada plot perkenalan tokoh Alfa yang berangkat dari Pulau Samosir menuju New York dan bersifat dramatis. Dalam “Inteligensi Embun Pagi”, Dee Lestari sama sekali tidak menyinggung babak perkenalan, alih-alih lebih berfokus pada hukum-hukum sains dan metafisika yang mejadi basis pertemuan keenam tokohnya.


Baca selengkapnya: https://janebookienary.wordpress.com/...
Profile Image for Ursula.
301 reviews19 followers
February 29, 2016
Satu-satunya buku yang saya baca cepat karena, cukup dengan membaca bagian akhirnya saja saya tahu gak bakal baca lagi. Belum seperempat buku habis, saya sudah langsung nawarin Intelegensi Embun Pagi ke orang-orang, setengah harga. Karena kalau saya minta harga full, terlalu mahal. Kemahalan banget untuk karya ini.

Intelegensi Embun Pagi mungkin adalah penutup kekecewaan saya atas karya Dee (atau Dewi Lestari) yang bermula sejak kemunculan Perahu Kertas. Entah mengapa, saya melihat ada tendensi Dee mengubah gaya penceritaannya.

Saya ingat ketika pertama kali membaca Supernova. KPBJ tak meninggalkan kesan mendalam. Tapi saya mengakui, pada zamannya, karya tersebut sangat baik dan seri lanjutannya layak untuk dibaca.

Ternyata, saya jatuh cinta pada Akar. Juga Petir. Berbeda dengan KPBJ, keduanya menawarkan karakter yang mendalam. Peristiwa dan kehidupan yang mereka alami dan jalani merefleksikan masalah krisis identitas dan spiritualisme kebanyakan orang. Saya kira, itulah kekuatan seri Supernova ini. Kemampuan Dee untuk meramukan kegalauan dan keresahan batin seseorang yang berbakat lebih dalam menantang dunia, dengan kata-kata yang indah.

Tapi semua itu, rasanya hilang sejak Partikel (reminder: Partikel adalah karya yang muncul pasca Perahu Kertas). Bagian awal Partikel masih membuat saya menahan napas karena kepiawaian Dee memainkan emosi. Tapi selanjutnya jadi lempeng, terutama setelah Dee memasukkan drama percintaan (yang sebenarnya tak perlu).

Di Gelombang, kisah percintaan yang tak perlu ini malah justru menjadi daging terbesarnya. Mungkin, inilah seri Supernova yang saya baca tercepat, tanpa ada tekanan apapun (berbeda dengan IEP, yang saya baca cepat karena sudah ada yang mau beli lagi). Dari situ, harapan saya terhadap Dee, sudah luluh lantak. Hilang.

Di lubuk hati, saya masih berharap Dee akan mengembalikan kecintaan saya pada karyanya lewat IEP, finale Supernova. Tapi justru buku ini malah jadi hadiah perpisahan. Harapan saya sudah kandas, hancur. Buku ini menjadi pertanda nyata transformasi seorang Dee, dari penulis dengan kedalaman dan keindahan; menjadi sekedar keindahan saja.

Di buku ini, saya tidak bisa lagi melihat Bodhi, Elektra, Kell, Diva, dan Ishtar sebagai karakter yang kuat. Semua kehilangan daya magisnya. Entah karena mereka harus berbagi porsi dengan karakter lainnya atau bagaimana. Tapi ya begitulah. Belum lagi dengan motif dan penghidupan karakternya. Terlalu dangkal. Saya tak bisa ikut terenyuh, berbeda dengan ketika membaca Petir dan Akar. Padahal ini finale, puncak peristiwa. Tapi ya...dangkal. Terlalu dangkal, sampai saya bisa mengetahui isi satu fragmen cerita cuma dengan membaca kalimat awal dan akhirnya.

Ketika mencapai bagian akhir, cuma satu yang saya rasakan: kecewa. Sekaligus lega, karena saya sudah menuntaskan satu siklus penasaran, dan bisa dengan lega meninggalkan Dee sebagai seorang penulis.

Selamat atas perjalanan Supernova selama 15 tahun. Senang pernah menjadi bagiannya.

Selamat tinggal, Dee.
Profile Image for Nabila Budayana.
Author 7 books80 followers
March 2, 2016
"Mungkin akan jadi Power Rangers?"
Itu ucapan seorang teman beberapa tahun lalu ketika kami mengobrol tentang Supernova.

***

Saya terpikat Rectoverso. Meski bukan penikmat fanatik seri Supernova, namun saya sempat membaca keseluruhan serinya. Saya tak merasa dikejar momen untuk membaca cepat, atau dikejar kebutuhan untuk menuntaskan rasa penasaran episode terakhir dari kisah belasan tahun ini. Namun nyatanya, sedikit-banyak saya terseret euforia cover putih IEP yang terpajang di mana-mana.

Di antara semua kisah Supernova, saya mungkin menaruh perhatian lebih pada Akar dan Partikel. Secara keseluruhan, sesungguhnya menarik bagaimana Dee menggabungkan 'dunia awang-awang' dan kehidupan tokoh yang 'menjejak bumi'. Saya kira, itu poin terkuat yang membuat Supernova menarik. Namun bagaimana dengan lebih dari enam ratus halaman Inteligensi Embun Pagi?

Proses pembacaan ini bagai sebuah ajang gerak jalan. Kadang saya berjalan lambat karena mesti mencerna plot dan berbagai istilah. Di waktu lain, saya berjalan agak santai, mengikuti bagaimana Dee melantunkan kisah. Menjanjikan, menjawab, dan menyampaikan begitu banyak hal, bukan perkara mudah. Dee menanggung "beban" itu pada episode terakhir Supernova ini. Nyaris tujuh ratus halaman itu dituntut untuk menjawab begitu banyak pertanyaan yang disusun di seri-seri sebelumnya. Saya rasa itu yang menjadikan IEP kurang begitu menggembirakan di kepala saya. Seakan setiap gerak mengajak pembaca untuk menemukan jawaban, sebagai prioritas. Menikmati kisah, terkesan berada di nomor dua. Menjelang halaman lima ratus, saya terengah-engah, butuh istirahat. Ini konsekuensi sebagai pembaca yang tak cukup cerdas menerima banyak istilah baru, sekaligus mencerna logika cerita. Namun tokoh-tokoh di dalam IEP tak tega saya biarkan lama untuk hidup tanpa kisah lanjutan dalam kepala.

Meski begitu, Dee tetap apik dalam gaya penyampaian. Itu yang membuat saya bertahan. Ia bersikap tenang dalam mengurai kisah yang padat. Trik Dee menjadikan IEP page turner berhasil, dengan meninggalkan kalimat-kalimat pemicu di tiap akhir bagian. Tokoh-tokoh yang sedemikian banyak melesak, meminta ruang. Di antara plot yang ada, menjadikan semua menjadi satu kesinambungan, Dee cukup berhasil. Namun, ruang ini terkesan terlalu sesak untuk sebuah akhir. Sesak karena banjir informasi, juga gelap dan kesakitan yang ditaburkan.

Meski saya mesti agak terseok membacanya, karya Dee kali ini tak membuat saya kecewa terlalu banyak. Saya masih menanti karya Dee yang lain. Yang lebih lapang dan dalam.

Profile Image for Lona Yulianni.
237 reviews16 followers
February 29, 2016
Tbh saya juga gak nyangka kalau ternyata saya "cuma" kasih 3 bintang untuk buku yang saya sudah lama-lama tungguin ini dan jujur saja, dengan ekspektasi yang cukup tinggi.
Saya hanya merasa banyak yang "hilang" dari akhir kisah Supernova ini. tapi gak dipungkiri juga banyak kejutan yang dihadirkan juga dalam kisah final ini.
Banyak yang hilang, karena menurut saya beberapa tokoh sentral yang membuat pondasi Supernova ini, kasarnya tidak terurus dengan baik. Dimas dan Reuben, Ferre, Diva Anastasia, seperti cuma selingan oleh seorang Gio di IEP ini, yang saya rasa kalo gak ada mereka-pun novel ini tetap akan jalan. Dan pada akhirnya, berbagai pertanyaan yang ada dihidup saya selama mengikuti seri Supernova ini tetap tak terjawab.
Anyway, terlepas dari semua kekecewaan yang saya rasakan tersebut, saya tetap dibuat "kacau" dengan kisah IEP yang lumayan buat saya meradang dan sempet mau nangis di pojokan.
Tapi tetap, saya berterima kasih dan salut kepada teteh Dee Lestari yang sudah menciptakan dunia Supernova yang jelas saya kagumi dan saya puja ini. 3 bintang bukan berarti tidak bagus kan, saya tetap suka walaupun tidak sepuas yang saya bayangkan sebelumnya.
Profile Image for Andriana Ari.
2 reviews1 follower
February 27, 2016
Sempat ragu kalau2 IEP akan lahir prematur ternyata tidak sama sekali,plot yang rapi,pemiihan kata2 yang enak serta keluesan dee membangun semua karakter bisa dibilang luar biasa,semua amunisi yang di persiapkan dari serial pertama seakan meledak semua di buku ini.dari semua karakter sentral sampai figuran yang muncul dari KPBJ sampai Gelombang bahu membahu membangun jejaring supernova sampai jadi satu kesatuan cerita yang utuh.
Profile Image for Nisa Rahmah.
Author 3 books105 followers
March 10, 2016
Dewi Lestari adalah satu dari sekian penulis yang saya kagumi. Saya mengikuti semua cerita Dee, mulai dari serial Supernova, lalu Perahu Kertas, kumpulan cerita di Filosofi Kopi, Madre, dan Rectoverso. Memang tajuk tulisan ini adalah tentang Inteligensi Embun Pagi, si bungsu Supernova yang lagi hits karena penjualannya via pre-order yang super fantastis. Tapi, berbicara tentang IEP, tentu tidak bisa tidak menceritakan serial yang lain dan bahkan menyandingkannya dengan karya Dee lainnya.

Sepertinya ini akan panjang dan personal sekali =))) #ceilah

Saya mengenal seri Supernova saat sedang ramai peluncuran Partikel, delapan tahun setelah vakum lama dari terbitnya Petir. Dulu, barangkali karena faktor masih belum punya uang sendiri untuk beli buku, kebiasaan membaca saya belum terfasilitasi. Tapi setelah kerja, seolah rasa haus saya tentang buku-buku berkualitas langsung terobati. Jadi, saya mulai menjadi pembaca Dee. Pertemuan pertama adalah dengan novel Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh.

Jujur saya akui, menikmati KPBJ saat membacanya pertama kali, terasa berbeda sensasinya ketika saya membacanya ulang. Dulu saya termasuk orang yang saklek terhadap bacaan. Sesuatu yang tidak sesuai dengan kerangka baik-tidak baik, benar-tidak benar, (versi yang saya yakini) masih mengungkung saya. Dan begitu membaca KPBJ yang notabene menyinggung soal perilaku gay dan pelacuran, saya kaget. Di satu sisi, pengin segera menutup buku itu namun di sisi lain, rasa penasaran dan suguhan napas intelektual yang diberikan penulis membuat ruang imajinasi saya serta ruang ilmu pengetahuan dipuaskan dalam sekali duduk. Saya pun berkenalan dengan endorfin, serotonin, kucing Schrödinger, titik bifurkasi, dan ilmu tentang fisika modern lainnya. Apalagi, plot dan penyajian cerita yang membuat penasaran, mengikat saya untuk terus membacanya dan mencari jawaban-jawaban atas pertanyaan yang disajikan begitu ilmiah.

Setelah selesai membacanya, saya langsung mengelompokkan novel ini ke rak bagian "novel yang tidak hanya memberikan ruang pada cerita fiksi saja, tapi juga menyuguhkan informasi". Kalau orang-orang menganggap KPBJ adalah masterpiece, saya menganggapnya sebagai awal yang manis.

Lalu ke Akar. Bisa dibilang lagi-lagi saya tidak sepaham dengan banyak orang yang menganggap Akar penuh dengan muatan spiritual. Lagi-lagi mungkin karena proses spiritual saya melalui jalur yang berbeda, sehingga saya tidak menemukannya pada tato, ladang ranjau, ladang ganja, maupun kehidupan anak punk. Jadi, saya hanya menikmatinya sebagai bagian dari Supernova secara keseluruhan. Perkenalan saya dengan Bodhi tidak seintim seperti ketika saya bersinggungan dengan Elektra ataupun Zarah (bahkan Diva). Namun cerita tentang Khmer Merah, Kell (oh saya lebih suka Kell daripada Bodhi!) dan ratusan tato yang terajah di badannya, bahkan Epona lebih memikat hati saya. Apalagi Ishtar yang kemunculannya begitu memesona. Saya yakin Ishtar akan menempati posisi penting dalam jalan cerita ini, karakternya begitu kuat.

Sebelum ke Petir, saya iseng mengintip ulasan yang membahas buku ini. Yang saya ingat, ada tulisan yang membahas kalau buku ini kuat unsur komedinya, tapi jenis komedi yang berbeda dengan serial Lupus. Oke, saya penasaran. Ketika membaca buku ini, benar sekali bahwa kisahnya kocak. Lagi-lagi Dewi Lestari berhasil menampilkan sosok Elektra yang renyah, hidup, dan... lucu. Miris tapi lucu, bego tapi nggak bodoh, nah lho, bingung kan? Yang jelas, saya sudah jatuh hati dengan karakter Elektra yang konsisten, beda dengan karakter serius yang muncul sebelumnya. Kisah Etra-Mpret membuat novel ini renyah, seru. Seru khas Elektra. Dee pun tak ketinggalan dengan sisipan tema yang lagi-lagi diangkatnya; yang pertama adalah tentang pengobatan alternatif menggunakan listrik (ayah saya sempat mempelajari tentang ini jadi saya cukup familiar dengannya), dan yang kedua tentang industri warnet yang mulai menanjak dan berada dalam fase kejayaannya.

Jika tiga serial sebelumnya digolongkan sebagai Supernova pra vakum, maka tiga selanjutnya adalah Supernova pasca vakum. Memang ada perbedaan yang terasa karena gap yang begitu lama. Sebagai pembaca Supernova golongan pasca hiatus lama, tentu berbeda rasanya dengan yang mengikuti dari awal. Tapi, Partikel berhasil mencuri hati saya hingga membuat saya blending berkepanjangan setelah membacanya. Alasan yang membuat Partikel begitu melekat di hati yaitu: 1) Karakter Zarah yang keturunan Arab (ini alasan pribadi). 2) Cerita yang mengambil tema ayah-anak selalu punya tempat spesial di hati saya. 3) Tentang cara Firas mendidik Zarah, menginspirasi saya. 4) Teori konspirasi alien selalu menarik perhatian saya. Dan masih banyak lagi... itulah yang membuat saya menempatkan Partikel di atas serial yang lainnya, begitu pun Zarah. Dan kisah kemunculan kamera di ulang tahun ketujuh belas Zarah, dieksekusi dengan penjelasan serasional mungkin oleh Dee. Besar harapan saya hilangnya Firas pun memiliki penjelasan yang rasional pula (entah benar teori tentang alien itu, atau apakah sosok Firas akan muncul dari dunia-entah-mana yang berhubungan dengan jejamurannya).

Lalu muncullah Gelombang menyerang.

Separuh buku ini, saya masih percaya bahwa Gelombang bukan kisah fiksi-fantasi. Menyuguhkan cerita tentang perjuangan seorang anak negeri yang berjuang meraih mimpi di luar negeri. Di sisi lain, Alfa, si tokoh utama yang merepresentasikan Gelombang, memiliki permasalahan dengan tidurnya. Petualangannya membawa Alfa ke Tibet untuk bertemu dengan seseorang yang bisa membantu masalahnya. Lalu muncullah infiltran, sarvara, peretas... membuat kabut fantasi yang selama ini masih diumpetin sama Dee tersingkap sudah. Kecewa? Sedikit. Saya tidak alergi dengan novel fiksi-fantasi (lirik status sebagai Potterhead), namun kesan fantasi yang ditutup-tutupi dengan bingkai science-fiction, jadi membuat saya kecewa, sedikit. Karena, saya harus membanting setir persepsi awal serial ini. Tapi karena saya terlanjur jatuh hati dengan tulisan Dewi Lestari, istilah you jump i jump akhirnya membuat saya kecemplung dalam dunia fantasi Supernova dan melupakan unsur sains yang selalu diselipkan dalan serial sebelumnya, dan juga antusias meununggu-nunggu si Embun yang menjadi puncak Supernova.

Panjang ya, dan Embun belum terbahas =))

Saya mengikuti berita dan tulisan orang-orang tentang Supernova. Dan ini menyadarkan saya sesuatu: Dee menulis tentang tema-tema yang melampaui zamannya. Di KPBJ, isu LGBT tidaklah sesemarak sekarang, namun tokoh Dee sudah tampil di depan. Di novel yang sama juga mengangkat tema sains fiksi, di mana (sepertinya) adalah tema yang jarang diangkat pada saat itu. Lalu Akar, di mana saat itu belum marak menyentuh cerita travelling, backpacker, Bodhi sudah memunculkan diri dengan pengalaman itu meskipun memang tema besar yang diusung Akar tidak tentang itu. Di Petir, konsep Elektra Pop muncul di tengah booming-nya internet di Indonesia. Dan untungnya, di Partikel, kesan melampaui zaman itu masih terasa dengan cerita-cerita seputar alien dan jamurnya. Sayang sekali, bagi saya, Gelombang terseok-seok berperang antara mengikuti timeline jauh sebelum Supernova hiatus dengan waktu sekarang. Jadinya, buku Dee yang biasanya melampaui zaman sudah tidak lagi terasa di buku ini, bahkan Dee mengikuti arus tren buku populer Indonesia yang mengangkat tema from nothing to something. (Kita ambil contoh tertralogi Laskar Pelangi-nya Andrea Hirata atau Mimpi Sejuta Dolar karya Merry Riana.)

Jadi, sebelum ke Inteligensi Embun Pagi, mari kita sama-sama menerima konsep peretas-infiltran-sarvara agar bisa mengikuti novelnya dengan hati yang lapang, hahaha. Jujur, sejak awal saya termasuk satu dari ribuan orang yang excited dengan kehadiran si bungsu. Saya ikut pre-order bahkan ketar-ketir saat yang lain dapat novelnya dan punya saya belum datang. Saya juga menahan diri untuk tidak membaca resensi orang supaya bisa objektif. Setelah beberapa hari, akhirnya selesai juga. (Ini live tweet saya beserta ekspresinya https://twitter.com/niesya_bilqis/sta... hahaha).

Jadi kesimpulannya... bingung saya menyimpulkannya.

Dari kekurangannya dulu kali ya:

1. Karena bertemunya semua karakter utama di buku ini, jadi susah untuk menentukan siapa yang dominan dimainkan di laga pamungkas ini. Apalagi, masing-masing pembaca punya karakter favoritnya.

2. Contohnya, Bodhi, Zarah. Justru Alfa yang baru muncul belakangan mendapat porsi besar di sini.

3. Diva di sini hanya jadi figuran, padahal di awal kemunculan seolah dialah sang Supernova dan pembuat jejaring yang memunculkan semuanya.

4. Saya tahu kekuatan Dee dalam membuat karakternya. Di IEP, saya rasa yang karakternya konstan adalah Elektra. Zarah, kesan petualangnya tereduksi jauh. Saya tidak mengenal gadis petualang yang cantik dan tegar di sini. Lalu Bodhi, yang merupakan tokoh dengan karakter (dan fans yang banyak) kuat, saya kira akan mempunyai porsi besar, namun ternyata karakternya tidak terlalu signifikan.

5. Kemunculan Gio saya sudah prediksi karena Dee sudah mulai memunculkan Gio di antara plot utama di sebaran serial Supernova. Tapi Mpret, ini benar-benar di luar prediksi. Apakah ini jelek? Hmmm, tidak juga, saya suka Mpret. Tapi kemunculan dia yang tiba-tiba seolah tidak ada petunjuk sebelumnya kalau dia akan mendapatkan posisi yang strategis. Tentu saja bikin kaget.

6. Ekspresi saya di halaman 498: T-T T-T T-T T-T T-T T-T Apalagi di sini ceritanya tentang Zarah dan Firas. Terus, ternyata, saya baca buku ini sampai habis, tidak ada impact apa-apa plot di halaman ini dengan kelanjutan cerita. Saya langsung yang... waduh, kemarin blending percuma dong. Jadi, bagaimana nasib Firas? Bagaimana pula cerita Bong? Diva? Rana?

7. Apakah Dee sedang memperkenalkan ajaran Buddha dalam bentuk novelnya, hmmm? Bagi saya ini bukan masalah besar, tapi apa ya....

8. Jadi menurut saya, IEP yang setebal ini kurang bisa mendeskripsikan plotnya. Mungkin karena perubahan plot dari tengah menuju akhir yang begitu cepat membuat saya agak kelimpungan. Seperti menikmati Harry Potter sebelum membaca bukunya, banyak hole yang tidak terjawab di sana.

Jadi soal kentalnya unsur Buddhist dalam novel ini, saya rasa tersebar sepenjuru halaman. Apalagi konsep reinkarnasinya. Saya tidak paham tentang reinkarnasi dalam ajaran Buddha, namun di halaman 469 kesan itu terlalu kuat terekam dalam indera saya. Tentang dialog semut mati, dan ada kata "daur ulang" di sana. Benar kan itu yang dimaksudkan adalah reinkarnasi? Saya setuju tentang energi yang tidak musnah saat tubuh mati, karena yang mengalami kematian adalah jasadnya saja, sementara energi manusia tersebut (roh) akan tetap ada. Saya percaya energi tersebut tidak mengalami proses reinkarnasi melainkan berada di alam lain yang berbeda dimensi dengan manusia. Semua manusia yang meninggal akan menunggu dan menerima balasan perbuatan mereka selama di dunia. Oke, ini balik ke keyakinan masing-masing dan tidak ada perdebatan sampai di sini :)) saya hanya mengungkapkan persepsi saya tentang ini. Perkara benar atau salah, well, bukankah kita semua sama-sama menunggu? Tapi meskipun tidak meyakini reinkarnasi atau konsep surga-neraka dalam keyakinan lain (selain Islam), saya sih senang saja baca-baca tentang itu.

Tapi... dari semua alasan itu mengapa saya bertahan di tiga bintang? Saya menyukai Dee dan kekayaan intelektualnya. Saya suka Dee mengangkat cerita yang tidak biasa menjadi luar biasa. Lihat saja seri Supernova sebelum Gelombang. Jangan lupa juga Madre (yang inspirasinya dari biang roti), atau tentang seorang ABK dan kisah cintanya dalam Rectoverso (yang juga diangkat jadi lagu Malaikat Juga Tahu). Yeah, memang ini tentang si Embun, tapi membahas Embun, saya jadi mengaitkan dengan Dee dan karyanya secara keseluruhan.

Selain itu, saya selalu tertarik untuk mengintip dapur di balik novel-novel Dee. Kalau saja Dee mau membocorkan sumber literasi novel-novelnya ya... hahaha. Dan yang menarik dari si Embun adalah, tentang Foniks. Oh ternyata di balik Mpret ada nama seorang Hacker ternama di Indonesia yang namanya mendunia. Kerja seorang Dee tidak bisa dipandang sebelah mata, ia selalu total dalam melahirkan anak-anaknya. Di Supernova sebelumnya juga saya senang mencari informasi yang berkaitan dengan tema besar yang lagi diangkat, misalnya saat di Partikel dijelaskan tentang konsep Adam-Hawa dari berbagai sumber, saya ikut mencari literatur serupa menurut Islam. Jadi, yaaah, buku yang menambah pengetahuan dan membuat pembacanya berpikir adalah buku yang bagus dan berkesan bagi saya. (Tuh kan nggak fokus ke IEP lagi kan.)

Karena Supernova sudah membuka selendang yang menutupi bahwa ia adalah sebuah buku fantasi, jadi saya mau menyinggung soal genre fantasi dan segala macam yang membangunnya. Saya acungi jempol untuk upaya Dee dalam membuat sebuah novel fantasi. Unsur pertama yang menjadi perhatian khusus bagi novel fantasi adalah universe-nya; bisa dikatakan ini bagian yang sulit. Harry Potter tentang dunia sihirnya, A Game of Thrones atau Lord of The Rings yang mengambil setting di dunia antah berantah yang jauh dari jangkauan manusia modern. Atau justru The Hunger Games yang mengambil cerita jauh dari masa depan. Membangun universe tidaklah mudah, apalagi jika setting cerita ada di masa kini dan di negeri sendiri. Kalau Harry Potter bisa diterima karena jauh dari jangkauan geografis dengan pembaca Indonesia (eh tapi bahkan di Inggris pun novel ini amat sangat diterima ya), menurut saya pribadi, kalau kisahnya dekat dengan kita, rasanya susah untuk menerima realitas antara batas fantasi dan nyata, meskipun keduanya dibungkus dalam bingkai cerita fiksi. Jadi saya sepertinya bisa paham jika ada pembaca yang menolak menerima kalau ini adalah novel fantasi. Nah, balik ke persoalan universe itu tadi, saya rasa Dee sudah mengemas cerita ini dengan baik. Ada banyak remah roti yang disebarkan dari cerita pertama hingga puncaknya. Entah mungkin pembaca tidak menyadarinya karena masih denial dan menolak percaya. Saya awalnya termasuk yang menolak percaya ini, hehehehe. Jadi, apakah Dee sudah berhasil menciptakan universe-nya sendiri dalam Supernova? Jawaban saya, ya. Ini menjadi angin segar yang bagus untuk perkembangan fiksi-fantasi di Indonesia, menurut saya.

Apapun itu, saya sangat mengapresiasi kerja Dee selama lima belas tahun untuk merampungkan novelnya ini. Saya tidak berkeberatan untuk menunggu kehadiran Permata dalam bingkainya yang lain. (Dan mengetahui nasib karakter lain yang belum selesai dan belum "tamat" di sini.)
Profile Image for cindy.
1,981 reviews156 followers
March 10, 2018
Oke, sebenarnya lebih ke 2*, cerita seru sepanjang jalan tapi tidak menggigit. Sementara ekspektasi saya berharap ke arah lain, seri pamungkas supernova ini malah berpaling ke arah lain, mendaratkannya di ranah cerita fantasi biasa. Asal muasal eksistensi manusia, superior beings as aliens yg kmd mewujud sebagai sarvara, infiltran dan peretas, samsara dan reinkarnasi, serta karma. Menarik, tapi seperti yg tertulis di atas, punya dinamika alur yang seru tapi tidak meninggalkan apa-apa. *mungkin saya perlu peretas memori untuk mengingat, atau peretas kisi untuk melihat?*

Membaca seri ini tentu tidak dapat putus dari buku yg mengawali semuanya, Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh. Jika dibilang KPBJ adalah prekuel seri supernova, maka bagi saya, KPBJ malah adalah motor yang menggerakkan seluruh sekuensnya, energi KPBJ-lah yg membuat saya dapat menyusuri Akar, Petir, Partikel, Gelombang dan akhirnya menamatkan IEP. KPBJ berada di kelasnya sendiri, dan imho, jauh di atas IEP. Akar dan Petir masih membawa nuansa kesederhanaan cerita yang dalam dan berisi. Partikel mempertanyakan banyak hal. Sedangkan Gelombang... yah Gelombang mulai menjual kegundahan mimpi. Dalam IEP semuanya bertemu, berebut porsi, melebar sekaligus dimampatkan padat, meledak dalam klimaks penuh kejutan, lalu berlalu begitu saja. Tamat. Selesai. Kegilaan para peretas untuk membuat sekuens hidup yang rumit, karena sampai setelah selesai, saya sebagai manusia, masih tidak paham arti percepatan samsara atau punya pilihan dalam penjara evolusi yang stabil (what's wrong with it? For being human?)

Ohya, menyambung dari atas, satu faktor yg membuat saya kemudian memberi 1* tambahan lagi, adalah kisah Dimas-Reuben, yg masih saja sweet as ever. Gutlak deh buat kalean be2, di saat situasi negeri ini yg sdg dilanda krisis over-morality.

Syukurlah seri ini tamat di sini, karena saya tidak akan kuat jika harus menunggu 17 tahun lagi untuk memulai sekuens Permata. :))

Nb. Kenapa buku ini dijuduli Intelegensi Embun Pagi? *serius nanya*

NovelBantal-2018/02
Profile Image for Retno Wicaksono.
2 reviews1 follower
March 9, 2016
Intelegensi Embun Pagi (IEP), series Supernova yang keenam (entah yang terakhir atau bukan, kalau dari intuisi saya sih bakal ada kelanjutannya) berhasil menghipnotis seluruh pemerhati karya mbak Dee Lestari dengan "iming-iming" "Seri Terakhir Supernova" dan menjadi novel yang paling ditunggu perilisannya. Saya adalah salah satu dari sekian banyak orang yang menanti lahirnya IEP, penasaran seperti apa ending Supernova dan berharap beragam pertanyaan yang muncul di benak saya akan terjawab di episode ini.

Saya sebenarnya lupa-lupa ingat dengan plot cerita Supernova terdahulu (terutama yang KPBJ). Yang saya ingat adalah bagaimana antusiasme saya terhadap setiap seri Supernova, mulai dari KPBJ, Akar, Petir, Partikel, dan Gelombang. Well, saya penyuka novel yang adventurous, atau plot yang tidak bisa ditebak. Supernova adalah salah satu favorite saya, dimana di hampir semua seriesnya saya terpukau dengan akhir plotnya. Yang membuat saya terpukau adalah KPBJ, benar-benar membuat penasaran seperti apa jalan cerita series ini. Setelah satu per satu seriesnya rilis, saya semakin penasaran dengan akhir cerita Supernova ini. Pertanyaan terbesar saya sampai IEP ini rilis adalah apa maksud "Supernova" sebenarnya.

Mungkin saya yang masih kurang paham atau bagaimana, setelah saya membaca IEP, well, pertanyaan itu masih menggantung. Apa itu "Supernova"? Ledakan bintang? Bintang mana yang meledak? Mana bintangnya? Apa gugus itu maksud dari bintangnya? Apa "Supernova" itu sebenarnya nama gangster dari gugus Asko itu? Atau.... apa?

Kalau ini memang seri terakhir, seharusnya sudah ketemu jawabannya. Nyatanya, saya masih gamang.

Dari segi cerita, oke cukup bagus. Adventurous. Tapi lebih sedikit bisa ketebak dibanding seri-seri sebelumnya. Membaca KPBJ, saya merasa ada sesuatu yang misterius, seperti Diva yang tiba-tiba menghilang. Saya setuju dengan review sebelumnya yang saya baca. Saya pikir Diva akan menjadi centre of the story. Nyatanya, Diva benar-benar hanya menjadi figuran di sini. Untuk pemilihan karakter dalam novel ini, saya cukup kecewa.

Selain itu, saya lebih suka cerita perjalanan ke Asko saat di novel Gelombang daripada di sini. Menurut saya, penggambarannya kurang pas. Saya tidak bisa berimajinasi sejelas di seri Gelombang. Di novel ini, saya hanya bisa membayangkan lelahnya lari kesana kemari demi menemukan Peretas lain, bertemu Infiltran lain, kejar-kejaran Peretas-Infiltran-Sarvara, menemukan portal. Just that. Saya lebih suka penggambaran adventure di seri Akar, Petir, Partikel, dan Gelombang daripada ini.

Dan kenapa saya memberikan 3 bintang padahal dari komentar saya mungkin banyak kekecewaannya? Pertama, saya apresiasi dengan epic-nya karena kalau cerita ini tidak dibuat epic, well, plot akan semakin berantakan karena penulis tentu akan banyak menyingkat cerita dan membuat cerita menjadi semakin tidak jelas. Kedua, cukup menghibur meskipun kalau dirunut dari Supernova 1-6, this is the most-failed for me. Ketiga, saya selalu suka dengan pemilihan kata Mbak Dee yang selalu bisa menyihir pembaca. Keempat, saya cukup amaze dengan riset yang dilakukan dalam menulis buku ini. Well, banyak hal menarik yang saya yakin Mbak Dee sudah belajar dan membaca banyak. Yang paling saya amaze selalu dan tetap saja ada di seri KPBJ. Kelima, saya suka ide kreatif dari Supernova ini MESKI sampai novel keenam ini saya masih gamang dan tidak percaya hubungan dari Supernova 1-5 berakhir seperti ini (saja) di novel IEP. Lebih ke arah plot yang saya kira akan wow seperti KPBJ, ternyata IEP hanya menyuguhkan plot yang... oh, is that it? So, where's the point of "Supernova"? Am I missed it? Or it hasn't ended yet?

This review is more like subjective, my own point of view. Jika ada yang ingin mengkritik, mengomentari atau semacamnya, dipersilahkan. Am still newbie, btw :)
Profile Image for Askell.
81 reviews68 followers
May 4, 2018
Fyi, you'll hardly enjoy reading this book if you haven't read the previous books.

Terlepas dari berapa bintang yang saya beri, mau bilang dulu congratulation buat Dee, akhirnya setelah 15 tahun rampung juga seri Supernova ini. Sebagai pembaca saja, saya serasa diikutkan dalam proses berpikir Dee yang panjang tentang kehidupan, dan berbagai concern-nya. Panjang, ribet, luas, dalam. Begitu kira-kira ungkapan kata yang pas buat seri Supernova ini, dari pertama hingga yang terakhir. Dan di Intelegensi Embun pagi ini, puzzle teka-teki harus pula disusun dan dirampungkan.

Intelegensi Embun Pagi (disingkat IEP) adalah keeping-keping dalam Seri Supernova yang kini bersinggungan. Karakter-karakternya bertemu dan mulai menarik benang merah atas anomali-anomali yang terjadi dalam hidup mereka.

Sebagai buku penutup seri Supernova, ekspestasi sebagai pembaca pun mencuat. Bisa dibilang IEP ini adalah puncak ekspektasi saya terhadap pemikiran-pemikiran Dee dalam buku-buku Supernova sebelumnya. Saya ingin lihat bagaimana Dee menghubungkan semua kejadian dan buah pikirannya di IEP ini. Tugas yang berat, saya tahu.

Beribu sayang, ekspektasi pembaca dan penulis memang terlalu sering berbeda. Di mata saya, penulis gagal merangkai keseluruhan cerita dengan apik. Topik-topik yang dibicarakan di buku sebelumnya terkesan ditinggal begitu saja mengawang-awang, tak ada penjelasan.

Oke oke, saya paham tak semua hal dalam kehidupan ini perlu atau punya penjelasan. Saya pribadi, gak mempersoal bagaimana pandangan penulis, benar atau salah tak masalah, bagi saya itu subyektif. Tapi kowe angkat sebuah topik dan gak berani kasih pandangan, lah gimana! Semua ditulis gak ada jujur-jujurnya.

Ini yang dibilang penulis di akhir bukunya; Jawaban mati adalah yang paling berbahaya. Kira-kira menjelaskan intensi penulis yang bilang kebenaran tertinggi tak akan pernah dicapai, yang bisa kita lakukan adalah mencari satu kebenaran yang kemudian membawa kita menemukan kebenaran lain lagi. Hidup adalah pencarian kebenaran, bukan kebenaran itu sendiri. Makanya penulis banyak bertanya dan bertanya, tapi gak mau kasih pandangan. Ah dia mau berfilsafat rupanya. Gak mau kasih fixed answers, dan ngajak pembaca-pembacanya buat ikut berpikir dan menemukan jawaban sendiri.

Jangan heran kalau bahkan sampai akhir kata, banyak pertanyaan yang gak kejawab. Seperti satu hal ini yang bikin ambigu;

Hal 460; Bong ketemu sama seseorang, dibuku disebut dengan S. Saya anggap ini Diva, dan S adalah Supernova. Singkatnya, di sini Diva mengatakan dia adalah Penjaga (Hal 461), dengan kata lain dia adalah Sarvara. Pertanyaannya, lantas ngapain dia ada di gugus Asko (saya tahu karena Alfa yang membiarkan tapi..) dan dibuat seakan-akan dialah justru yang menghendaki manusia memiliki kesadaran penuh, tentunya dengan cara ekstrem dia nyebarin dengan luas kepada orang banyak dan bertentangan dengan jalan Infiltran dan Peretas yang sudah mereka susun sebelumnya, membuat Diva dianggap sudah membelot. Gak jelas.

Banyak ketergesahan dalan IEP ini kalau menurut saya, seperti sekadar mengabulkan tuntutan pembaca saja. Asal jadi, asal selesai. Aman.
Profile Image for Aqmarina Andira.
Author 3 books10 followers
March 19, 2016
Note: saya akan menulis ulasan buku ini dalam dua versi.

Versi #1: Santun dan Apresiatif
Ambisius. Menurut saya itu adalah kata yang tepat untuk mendefinisikan kisah penutup seri legendaris Supernova ini. Semacam menggabungkan cerita fantasi dan science fiction, genre seperti ini masih sangat jarang di Indonesia. Salut untuk keberanian dan kreativitas Dee Lestari. Dan setelah menghadiri acara penutupan Supernova beberapa waktu yang lalu, saya memutuskan untuk memaafkan Dee, setelah mengecewakan saya di Partikel dan Gelombang, karena harus diakui karya-karya Dee bagi sebagian besar orang adalah sejenis jembatan untuk menyebrang dari karya komersial yang mendistraksi seseorang dari realita ke karya sastra yang justru membukakan mata dan mengusik nurani atas realita yang terjadi. Selamat untuk Dee. Dan saya BAHAGIA seri ini akhirnya selesai.

Versi #2: Jujur apa adanya
MEEEEN AKHIRNYA SELESAI JUGA BACA BUKU INI! 50 halaman pertama, yang ada di kepala gue, "Ini orang ngomongin apa sih? Meracau!" Dan tidak membaik di 600 halaman selanjutnya. 100 halaman terakhir mulai seru, tapi ending dan adegan pamitan satu-satunya kepanjangan meeen. Baca buku ini tuh kayak lo dilepas ke hutan buat nyari sesuatu, tapi nggak dikasih tau 'sesuatu' nya itu apa. Jadi bukannya penasaran, malah bingung. Uda gitu tokohnya BANYAK BANGET dan semuanya level nya sama. Mungkin maksudnya mau bikin saga macam Harry Potter gitu ya, tapi rasanya hirarki tingkat kepentingan tokoh tetep dibutuhkan ya. Biar bisa fokus. Terus usaha ngehubungin semua tokohnya itu kayak maksa gitu. Semua tokoh yang keluar di semua buku sebelumnya dipaksakan harus punya role di buku terakhir, tapi ujung2nya perannya jadi kayak remah-remah gak punya esensi. Tokoh yang bikin penasaran malah gak dijelaskan dengan memuaskan. Adegan romantisnya instan dan klise banget. C'mon Dee, I read your short stories, 'Peluk' and 'Menunggu Layang-Layang' is soo deep. I know you understand love better than this. Dan satu hal paling krusial yang nggak dibangun dengan apik dalam seri ini adalah setting tempat dan waktu. Kalo 'dunia lain' tempat asal si makhluk-makhluk ini bisa dijelaskan dengan apik macam Hogwarts atau Panem dan sequence waktu dari awal cerita mulai sampai akhir bisa dirunut, mungkin ceritanya jadi lebih believable. Seengganya logis dan teratur. Kalo ini yang gue dapet hanya karakter-karakter lalu lalang memamah biak sesuka hati tanpa scope dan tujuan yang jelas. Jadinya ya, meracau. Sorry, Dee ~

10th book in my 2016 Reading Challenge: A Science Fiction Novel
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Harumichi Mizuki.
2,428 reviews72 followers
April 23, 2021
Akhirnya tuntas sudah rasa penasaranku terhadap edisi pamungkas Supernova generasi pertama. Kenapa generasi pertama? Karena aku sudah mencium wangi-wangi sekuel dari ending novel ini XD

Banyak pertanyaan yang masih tak terjawab dalam IEP. Kita tahu bahwa Dee bisa dibilang tidak menyorot tentang reinkarnasi dan teori-teori ajaibnya di seri-seri sebelumnya. Semua misteri itu baru dikuak sedikit di Gelombang. Dan di IEP Dee langsung membanjiri kita dengan berbagai informasi yang bikin pusing.

Ya, rasanya seperti menjadi para Peretas yang langsung dilanda migrain begitu dibanjiri informasi di saat-saat terakhir.

Uniknya Dee bisa meramu novel fantasi yang menegangkan tanpa melibatkan banyak adegan pertarungan langsung ala RPG. Pergulatan Peretas vs Sarvara di Dolok Simaung-maung memang menegangkan. Namun, pada adegan-adegan lain, hampir semuanya ditampilkan dengan teknologi "green screen". Yep. Ini seperti menonton film green screen tapi dalam bentuk novel XD

Sayangnya Alfa mendapatkan ending yang menyesakkan meskipun di saat-saat terakhir dia sempat memberikan sentuhan komedi yang bikin sakit perut: janjinya untuk membawa Miranda kepada ibunya dan imajinasinya untuk mendandani Bodhi sebagai "boru Amerika" XD

Dee masih berutang banyak penjelasan kepada kita. Soal Permata yang belum turun dan diramalkan akan bangkit dari rahim Zarah dan Gio. Soal masa lalu para Sarvara dan Infiltran. Soal kemunculan Firas dalam wujud lain yang masih belum diperlihatkan. Dee berutang banyak pada kita untuk merangkai Supernova generasi kedua. Dan semoga ia masih hidup sebelum menuntaskan universe Supernova.

Overall aku puas, karena tujuanku untuk merasa puas dan menikmati buku ini tercapai.
Displaying 1 - 30 of 589 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.