Jump to ratings and reviews
Rate this book

The Adventures of Detective Brown

Rate this book
Father Brown memiliki kepedulian yang besar untuk detail dari kehidupan dan kemanusiaan. Dia sangat peduli tentang jiwa manusia. Itulah hal yang paling menarik tentang dia sebagai detektif.
(Mark Williams, Aktor Inggris)

Tepat dalam masa keemasan kisah detektif, G.K. Chesterton menuliskan kisah detektif dengan tokoh utama yang jauh dari bayang-bayang detektif fiksi paling terkenal saat itu, (Sherlock Holmes). Sosok kecil dengan topi lebar, jubah hitam, dan menenteng payung ke mana pun dia pergi. Dialah Pastor Brown yang fenomenal. Suatu waktu, Pastor Brown ingin mengungkapkan profesi salah seorang calon menantu dari jemaatnya, dia meminta bantuan Dr. Orion Hood, seorang kriminolog dan mantan detektif. Dengan metode deduktif—seperti Sherlock Holmes—Dr. Orion Hood mengungkapkan suatu fakta mencengangkan. Namun, lebih mencengangkan ketika Pastor Brown mampu membalikkan metode deduktif ini dengan metodenya yang intuitif, bijaksana, dan manusiawi untuk mengungkapkan fakta sesungguhnya.

Lain waktu, Pastor Brown harus duduk sebagai saksi dari pembunuhan di Teater Apollo. Aktris terkenal—Miss Aurora Rome—ditemukan terbunuh dengan luka tikaman. Asistennya, Parkinson, juga ditemukan tewas di kursi duduknya. Lawan main Miss Aurora, Isidore Bruno, menjadi tersangka. Dua saksi lain, Sir Wilson Seymour dan Kapten Cutler, terlibat kisah cinta dengan Miss Aurora. Mampukah Sang Pastor-Detektif mengungkapkan fakta dengan kebijaksanaannya?

Dalam buku ini, hadir 12 kasus yang berhasil dipecahkan Pastor Brown. Kisah-kisah segar memukau ini telah menarik hati Elery Queen dan Agatha Christie, para penulis fiksi detektif fenomenal. Tak heran, kisah Father Brown berulang kali difilmkan dan dijadikan serial televisi Eropa dan Amerika.

334 pages

8 people are currently reading
21 people want to read

About the author

G.K. Chesterton

4,644 books5,756 followers
Gilbert Keith Chesterton was an English writer, philosopher, lay theologian, and literary and art critic.

He was educated at St. Paul’s, and went to art school at University College London. In 1900, he was asked to contribute a few magazine articles on art criticism, and went on to become one of the most prolific writers of all time. He wrote a hundred books, contributions to 200 more, hundreds of poems, including the epic Ballad of the White Horse, five plays, five novels, and some two hundred short stories, including a popular series featuring the priest-detective, Father Brown. In spite of his literary accomplishments, he considered himself primarily a journalist. He wrote over 4000 newspaper essays, including 30 years worth of weekly columns for the Illustrated London News, and 13 years of weekly columns for the Daily News. He also edited his own newspaper, G.K.’s Weekly.

Chesterton was equally at ease with literary and social criticism, history, politics, economics, philosophy, and theology.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
2 (13%)
4 stars
5 (33%)
3 stars
7 (46%)
2 stars
1 (6%)
1 star
0 (0%)
Displaying 1 - 2 of 2 reviews
Profile Image for R-Qie R-Qie.
Author 4 books9 followers
May 31, 2018
"Siapa pun bisa menjadi kejam--sekejam yang mereka mau. Kita bisa mengarahkan kemauan moral kita, tapi pada umumnya kita tak bisa mengubah selera kita secara naluriah dan cara kita melakukan sesuatu." (Brown, hlm. 294)

_ _ _

Father Brown merupakan sosok unik. Ia jauh dari tampilan dan cara berpikir detektif pada umumnya. Seorang pastor kecil, berwajah bulat, dan tampak sangat tidak berbahaya. Ia menggunakan metode intuitif, manusiawi, dan bijaksana dalam memecahkan sebuah kasus. Kadang seakan tidak nyambung dengan hal yang tengah dibahas.

Dalam buku ini terdapat dua belas kasus berbeda. Sebagian mudah dicerna dan gampang ditebak, lainnya rumit bahkan tak jarang kasus terpecahkan sebelum saya memahami apa yang hendak diceritakan. Kegemaran sang penulis memasukkan berbagai majas dan ungkapan umum yang membuatnya dijuluki "prince of paradox", yang mungkin membuat sebagian kisah sulit dipahami. Secara garis besar tema-tema yang diangkat menarik. Saya pikir saya akan jatuh cinta pada kisah-kisahnya setelah membaca cerita pertama yang berjudul Ketiadaan Mr. Glass, tentang lelaki pemilik topi sutra misterius yang diduga telah mencelakakan Mr. Todhunter. Akan tetapi, cerita kedua dan beberapa lainnya memiliki tata bahasa yang agak rumit hingga saya harus membaca berulang beberapa kalimat untuk bisa memahami. Adegan paling membekas dalam benak saya adalah ketika Edward Nutt, seorang editor dalam kisah berjudul Wig Ungu, yang secara otomatis dan akibat kebiasaan, mengedit kata pada naskah yang hendak dilemparnya ke tong sampah. Sudah jelas-jelas mau dibuang masih sempat-sempatnya mengedit ketika menangkap kata yang dirasa kurang pas. :D
Displaying 1 - 2 of 2 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.