Jump to ratings and reviews
Rate this book

Agama Apa yang Pantas bagi Pohon-pohon? dan Kisah-kisah Pilihan

Rate this book
Tiba-tiba kita saling bertanya: benarkah di suatu kota, hujan dan gerimis dapat berubah menjadi logam? Dan hari akan bercadar, dan, kita benar akan sampai?
— Agama Apa yang Pantas bagi Pohon-pohon?

Eko Triono tidak membiarkan pembacanya tenang. Ia bersengaja meninggalkan kegelisahan melalui tulisannya. Kisah-kisah dalam buku ini sebaiknya dinikmati secara utuh. Lalu tak apa jika kemudian kamu melamun. Karena….

Melamun bukan membuang waktu, melainkan menciptakan waktu; menciptakan jeda untuk memeriksa apa yang sudah kita miliki atau apa yang baru saja hilang, baru saja pergi.
—Paradisa Apoda

252 pages, Paperback

First published March 18, 2016

12 people are currently reading
139 people want to read

About the author

Eko Triono

10 books3 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
30 (29%)
4 stars
35 (33%)
3 stars
25 (24%)
2 stars
8 (7%)
1 star
5 (4%)
Displaying 1 - 30 of 35 reviews
Profile Image for Biondy.
Author 9 books234 followers
October 18, 2016
"Agama Apa yang Pantas Bagi Pohon-Pohon?" adalah kumpulan 32 cerita pendek dari Eko Triono. Secara garis besar, cerpen-cerpennya terbilang lucu, nyeleneh, dan berani bereksperimen.

Berhubung jumlah ceritanya banyak banget, saya cuma akan menulis kesan-kesan tentang enam di antaranya.

Antoine Gusteau Ditemukan dalam Mimpi Seorang Baghdad

Apakah kita bermimpi atau kitalah mimpi itu sendiri? Eko Triono menampilkan cerita tentang seorang pria yang bisa mengendalikan mimpinya dan melintasi batas ruang dan waktu.

Dari cerpen ini saya sudah merasakan lucu dan nyeleneh-nya cerita si penulis. Di sini, si tokoh utama bertanya pada seorang pria yang disebut "memberi senyuman Buddha". Setelah menerima jawabannya, Gusteau berkata, "Terima kasih, Master. Kristus memberkati Anda."

Saya tidak tahu bagaimana orang lain menangkap kalimat itu, tapi ucapan itu terasa sangat deadpan buat saya.

Seekor Hiu di Atap Rumah

Ia membuka jendela. Seekor hiu, dengan kulit melembek dan mata mendelik, terkapar di atap rumah tetangganya. Mulutnya menggigit antena televisi. (hal. 89)


Dari pembukaan yang mengejutkan, Eko Triono kemudian menampilkan berbagai gambaran yang terasa seperti mimpi, lalu sebuah kenyataan yang lebih riil.

Sedikit masalah saya dengan cerpen ini ada pada penggunaan frasa 'ikan paus'. Paus itu mamalia, bukan pisces. Jadi, istilah 'ikan paus' tidak tepat dipakai. Setidaknya(?) penggunaan 'ikan paus' ini konsisten di sepanjang buku.

Omong Kosong Tentang Cinta

Seperti apakah cinta yang sebenarnya? Bagaikan hujan, cahaya, ataukah sesuatu yang lain?

Mata Lain

Sebuah kritik akan pendidikan dan konsep patriotisme. Eko Triono menampilkan sosok seorang guru yang tahunya hanya mengajar sesuai panduan, lalu dikontraskan dengan para murid yang sulit menerima sosok pahlawan yang begitu asing bagi mereka.

Ikan Kaleng

Cerpen yang mirip dengan "Mata Lain". Masih berbicara tentang kritik akan pendidikan dan mengambil latar tempat yang sama. Hanya saja, kali ini masih ada sesuatu yang bisa diselamatkan oleh pendidikan itu.

Agama Apa yang Pantas bagi Pohon-Pohon?

Cerpen yang menjadi judul buku ini, sekaligus yang paling saya tunggu-tunggu. Judulnya saja sudah cukup untuk memancing rasa penasaran.

Ceritanya sangat kuat dalam penggambaran suasana. Suasananya ini yang menjadi kelebihan ceritanya dan sedikit mengingatkan pada cerpen "Seribu Kunang-Kunang di Manhattan", cerpen Umar Kayam yang juga terkenal karena penggunaan suasananya.

Saya antara suka dan tidak untuk akhir ceritanya. Rasanya (peringatan bocoran akhir cerita)

Secara keseluruhan, cerpen-cerpennya Eko Triono seru untuk diikuti. Kadang memang rasanya terlalu aneh dan bisa jadi melelahkan, tapi tetap menghibur dan bisa diapresiasi
Profile Image for Teguh.
Author 10 books335 followers
March 31, 2016
Ini adalah kumpulan cerpen terbaik sepanjang 2016 ini. Sampai-sampai saya tak bisa berhenti, nagih.

Dulu Mas Eko (mungkin kalau tidak salah di acara bedah buku kumcer mas Bamby di Pasar Ngasem) pernah bilang bahwa cerpen ya cerita itu sendiri. Jadi tergantun dan terserah yang mau cerita, dia mau cerita cuma semenit, sejam, seharian, pakai bahasa humor, berat, filosofis, ya terserah. Demikian, yang saya pahami. Dan itu juga demikian di buku ini, cerita-ceritanya hidup sendiri tak kaku dan baku pada aturan. (Mungkin cerpen-cerpen yang di muat media massa masih sedikit lunak pada aturan keumumannya). Meskipun demikian, bentuk, temanya war biasah. Saya suka.

Jujur, saya justru lebih menyukai certia yang dibuat (sangat) pendek oleh Mas Eko. Di pembukaan ada kisah Kebahagiaan (entah saya yang sedikit lupa, mungkin ini versi pendek dari cerpennya Mas Eko yang dulu dimuat di Jurnas. Tapi aku lupa-lupa ingat) yang tengil dan kocak.

Kalau kebanyakan orang, menginginkan sebuah ending yang mengejutkan, membikin jantungan, dan tikungan menikuk, Mas Eko santai saja dengan ending. Ya seolah, memang harus di situ cerita di akhiri. Di kisah pembuka ini, kalau mungkin saya akan mengakhiri di si anak bilang bahwa ibunya bukanlah wanita yang difigura diakui sebagai pacar oleh ayahnya, biar ada kejutan. Tapi Mas Eko tidak bernafsu mengakhiri di sana. Ada kelanjutan yang adem.

Cerita-cerita yang pendek lainnya pun demikian. Ya, cerita dan endah aja.

Kalau cerpen yang lebih panjang, saya sangat suka tentu dengan Ikan Kaleng dan Ikan Hiu di Atas Rumah. Waktu cerpen ikan hiu dimuat di Jurnas kala itu, saya berkali-kali membaca untuk mencari maksude opo to iki. Tapi karena tidak mudeng itulah, saya justru menyukainya. Karena kayak, ya sudah dinikmati saja, tanpa harus tahu maksud dan kelogisan cerita. Kayak kita makan di KFC, tanpa pernah kita pengen mengetahui ayamnya itu ayam boiler, ayam kampung, tepungnya pakai segitiga biru, bromo, cakra, atau cap Pak Tani. Asal enak ya sudah kita nikmati.

Kalau dari bentuk ada cerpen-cerpen dengan bentuk 'unik' dna tidak biasa dalam percerpenan Indonesia, apalagi di media massa. Baca Bukan Saya Yang Membunuhnya, Aku ini Ibumu, juga cerpen yang mirip film Inception atau senada dengan cerpen Sukri Membawa Pisau Belati milk Hamsad Rangkuti, yaitu cerpen Dia, Kamu, Feng Menglong, 25 dan 21. Membaca cerita yang berlapis-lapis ini selain kudu tengen siapa yang sedang bercerita, juga kudu menghitung berapa mulut di dalam cerpen itu. Dan endingny, ulala....

Karena buku ini diterbitkan dengan hashtag #sastraperjuangan, maka Mas Eko telah menjadi pendekar dengan buku ini. Keren abis!

Aku suka. Aku suka. Aku memaksakan kedatangan insomnia biar bisa baca habis semalam ini buku.
Profile Image for Nurseto.
42 reviews9 followers
December 8, 2016
ada sedikit rasa senang mengetahui tempat lahir sang pengarang dan saya bisa samaan gitu.
Profile Image for Sevma.
70 reviews14 followers
July 3, 2017
Ini bukan buku religi sarat menye-menye meski saya temu di rak novel religi sepantar Asma Nadia & Habibburahman El Shirazy. Masuk dalam nominasi Kusala Sastra Khatulistiwa Award 2016, membuat saya terlampaui ingin membaca dan akhirnya saya perlu menulis sedikit ulasan (atau komentar(?). Hampir sebagian cerpen di kumcer ini tidak seperti cerpen-cerpen lain yang kental naratif. Eko Triono, si penulis, sepertinya sengaja bermain-main--dalam hal ini, aku berani bilang: ber-eksperimentatif!
Cerpen 'Ikan Kaleng' yang pernah terbit di Harian Kompas adalah terfavorit. Selain itu ada 'Pernikahan Tuan Mensen yang Mengejutkan' yang benar-benar mengejutkan: mana mungkin seorang Tuan menikahi lukisannya sendiri? Ada 'Agama Apa yang Pantas bagi Pohon-pohon' (sama seperti judul buku) yang acap menyindir kita-kita manusia ini. Favorit terakhir saya justru cerpen pertama (hlm.29-30), judulnya 'Kebahagiaan', yang merangsang saya untuk memikirkan tentang anak-dari-masa-depan.
Profile Image for Nurhanifah Tampubolon.
30 reviews
February 5, 2020
Buku ini menarik, memicu kita untuk berpikir dan melihat dunia dari sudut pandang lain
namun tidak semua cerpen bisa saya nikmati, karena membaca cerpen-cerpennya butuh keseriusan
Ada 3 cerpen yang sangat saya sukai dari buku ini, "Aku ini Ibumu", "Ikan Kaleng", dan tentu saja cerpen yang menjadi judul buku ini.
Cerpen berjudul ikan kaleng sudah kubaca lebih dari 3 tahun lalu, (sebelum aku membaca keseluruhan buku ini) dan isinya selalu teringat hampir setiap kali aku melihat ikan kaleng.
Membaca cerpen "Aku ini Ibumu", membuat dadaku sesak dan menangis, tapi ntah kenapa cerpen itu tetap ku ulangi membacanya. Cerpen yang berisi "repetan ibu". Ternyata repetan ibu bisan menjadi 1 cerpen.
"Agama Apa yang Pantas bagi Pohon-pohon" menurutku cerpen ini sangat tepat dipilih menjadi judul bukunya. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dicerpen ini memiliki jawaban diluar dugaan.
Secara umum, buku ini sangat direkomendasikan untuk dibaca.
Profile Image for Utami Pratiwi.
79 reviews7 followers
May 22, 2016
baca kumpulan cerpen ini ada sebal. pertama, karena harus baca lebih dari sekali (semakin diragukan ke-PBSI-an saya neeehhh). maknanya bukan ambigay (baca: ambigu), tapi karena kadar pemahaman saya yang kurang. kedua, ada beberapa cerpen yang manis, bahkan manis banget. ilustrasi yang dibikin AMo kweren keterlaluan. membuat kumcer ini paket komplet.

dalam suatu lomba penulisan cerpen jaman kuliya dolo (jika dilihat dari biodata penulis yang lulus tahun 2013), sepertinya saya pernah menjadi nomor tiga dan penulis ini nomor satu. maaf sih kalau salah.

dan sekarang, penulis sudah terbang tinggi. sedangkan saya terperangkap dengan aktivitas yang begitulah.

baik, ini curhat bukan review. review sebenarnya akan saya bikin secepatnya di blog.
Profile Image for Ariska Anggraini.
50 reviews3 followers
March 26, 2016
Sebenarnya saya sangat ingin memberi bintang lima. Isinya sangat filosofis dan saya menyesal sering membolos saat mata kuliah filsafat dulu karena selalu bangun kesiangan, sehingga ada beberapa bagian yang butuh dua kali membaca untuk memahaminya. Hanya butuh 2 hari saya menamatkan buku ini. Dan paling suka cerpen'Tahun-Tahun Penjara' dimana ada adegan seorang ibu yang tega menelanjangi anaknya, lalu megikatnya pada pohon. Entah kenapa saya selalu suka setiap kisah yang menceritakan betapa kejamnya seorang ibu. Ini selalu memunculkan pertanyaan dalam benak saya "Jika ibumu ternyata seekor serigala, apa kau percaya bahwa surga ada di telapak kakinya?"
Profile Image for Pringadi Abdi.
Author 21 books78 followers
June 24, 2016
Sebagian cerita di dalam buku ini ada di buku KAKEK. Eko Triono adalah penulis cerpen seangkatan yang kuletakkan di nomor 1. Aku mengaguminya.
38 reviews4 followers
Read
December 12, 2021
Terima kasih, Eko.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for ukuklele.
462 reviews18 followers
April 17, 2025
Saya tertarik untuk membaca buku kumpulan cerpen ini karena di judulnya ada kata "pohon", walaupun dari kalimat selengkapnya, tampaknya lebih menyoal pluralisme agama daripada konservasi alam. Dari tulisan-tulisan pengantar, kayaknya cerpen-cerpen dalam buku ini bakal nyastra banget. Sebagian cerpen sebelumnya telah dimuat di media, baik nasional maupun daerah, di antaranya Kompas, Horison, Media Indonesia, Kedaulatan Rakyat,dan Tribun Jabar; ada pula yang mendapatkan penghargaan.

Bagaimanapun, bagi seorang pembaca awam, dalam menemukan cerita yang disukai, tidak mesti melihat riwayat terbit di media ataupun penghargaan yang diraih, tapi menurut perasaan pribadi sahaja. Menurut perasaan pribadi saya yang sukanya yang mudah-mudah saja, sederhana tapi bermakna, mengalir dalam ketulusan(?), dari 31 judul di kumpulan ini, ada beberapa yang oke juga.

Kebahagiaan (2012)

Cerita pembuka ini sangat singkat (flash fiction?) dan seperti hendak memotivasi. Bagaimana jika anakmu di masa depan datang, ingin tahu keadaanmu pada suatu masa--sekarang? Kayak Nobita didatangi Sewase atau siapa itu cucu atau cicitnya. Bedanya, di cerita ini sang keturunan bukan hendak memberikan robot yang dapat memecahkan segala persoalan.

Pagi ini, tidak seperti biasa, aku merasa bahagia dan tak ingin mati muda. Dan di luar, harusnya Tuhan sudah mulai menurunkan hujan. (halaman 30, "Kebahagiaan")


Pledoi Spesies Tikus (2013)

Cerpen ini sepertinya sindiran untuk koruptor, sekalian kampanye cinta hewan, khususnya tikus. Tikus juga berhak hidup, lagi pula mereka hanya memakan sisa. Sejak belum lama ini saya menyaksikan seekor tikus kecil sekarat, belum juga mati sudah dikerubungi semut dan berusaha dengan payahnya menyingkirkan gangguan-gangguan itu, sementara menghadapi efek dari racun yang telah dimakannya (sepertinya sih, karena sebelumnya tebar Kurato), cerpen ini jadi terasa lebih kena.

Aku Ini Ibumu (2013)

Cerpen yang menyuarakan ibu yang lagi marah-marah, serbasalah, susahnya menjadi perempuan: capek-capek melakukan pekerjaan rumah, suami selingkuh dan anak makan hati.

Mata Lain (2012)

Cerita ini mengenai ketidakrelevanan antara pahlawan nasional sebagaimana yang dikenal anak-anak Indonesia wilayah barat ke tengah, dan wawasan yang dimiliki anak-anak Papua (tidak disebutkan "Papua" secara terang, cuma ada "Jayapura", "kitorang", serta petunjuk lain).

Namamu (2015)

Saya menduga tulisan singkat ini ungkapan untuk seseorang yang terkenal, yang telah memberikan pengaruh ke banyak orang, menjadi panutan atau inspirasi bagi si aku yang belum menjadi siapa-siapa.

Mereka Mengokang Senjata (2013)

Cerpen ini saya rasa mengandung pesan kemanusiaan, dalam konteks yang samar-samar. GAM versus TNI kah? Ada perkebunan sawit. Cerita ini saya rasa bagus karena berfokus membangun adegan ketakutan, tidak melincir ke sana kemari sampai-sampai berasa lanturan rambang seperti cerita-cerita sebelumnya.

Babi Mentah pada Batu Vinunung dan Sebagainya (2015)

Tulisan ini merupakan kumpulan cerita lisan rakyat Papua yang dituliskan kembali. Nama-namanya rada memusingkan karena asing, tapi ceritanya cukup membangkitkan nuansa mencekam karena ada sadisme, pembunuhan, sihir, dan sebagainya.

Turi-turi Tobong (2014)

Cerita ini mengisahkan suporter sepak bola yang ingin timnya menang sehingga menggunakan sihir air kencing. Menarik, walau ada syirik. Cuma akhir ceritanya saya kurang menangkap, dan klise (si tokoh mendadak merasa "gelap").

Pernikahan Tuan Mensen yang Mengejutkan (2011)

Cerita ini mengisahkan pelukis besar yang menikahi lukisannya sendiri. Mengingat di dunia nyata ada juga orang-orang yang menikahi karakter 2D, boneka, dan semacamnya, sebetulnya cerita ini tidak ganjil amat.

Ikan Kaleng (2010)

Cerita ini menyindir sistem pendidikan. Sekolah pemerintah "bersaing" dengan sekolah alam warga setempat yang mengajarkan ilmu sesuai dengan kondisi lokal. Cuma memang sekolah lokal tersebut tetap perlu beradaptasi dengan perkembangan teknologi--yang juga kurang disediakan oleh sekolah pemerintah. Cerpen ini sangat kena karena senyatanya sekolah tidak mengajarkan kecakapan hidup kepada setiap orang. Cerpen ini sebelumnya pernah dimuat di Kompas, dan banyak salinannya di internet. Di salah satu blog yang mempublikasikan salinannya, herannya banyak yang memberikan komentar tidak suka terhadap cerpen ini. Soalnya antara isinya menggurui dan ekspektasi yang tinggi terhadap cerpen yang dimuat di Kompas. Yaelah, pengarangnya saja mahasiswa universitas keguruan.

"Bukankah benar masa kecil adalah orang tua bagi manusia dewasa?" (halaman 64, "Paradisa Apoda")


Cerpen-cerpen selebihnya dalam kumpulan ini not my cup of tea, baik dari segi kemasan maupun isi. Kemasannya banyak dihiasi diksi-diksi fancy, barangkali untuk menampakkan keluasan wawasan kosmopolitan dan imajinasi, tapi bagi saya justru mendistraksi, tidak mengenai hati tidak juga menggugah emosi. Isinya, kalau bukan menyentil agama, adalah romance yang kadang-kadang patah hati, seperti merasa perlu untuk menata aneka ragam bunga dalam rangkaian berbelit-belit hanya untuk mengungkapkan kasmaran pada perempuan.

Cerita-cerita dalam buku ini diiringi ilustrasi yang buat saya bagus, sayangnya tidak berwarna.
Profile Image for Agoes.
510 reviews36 followers
May 15, 2018
Kayaknya beberapa cerita dalam buku ini punya konsep yang keren, tapi eksekusi dalam penulisannya kurang oke. Misalnya ada orang yang nemu artikel dari masa lalu bahwa di masa depan akan ada seseorang yang menggugat gagasannya, dan ternyata nama yang ditulis di situ adalah dirinya sendiri. Keren banget kan ya kayaknya? Cuma penyusunan kalimatnya nggak jelas, kadang nggak ngerti juga ini maksudnya sedang bercerita atau meracau. Hal ini bikin konsep awal yang sebenarnya-sih-keren-banget jadi nggak tersampaikan ke pembaca. Pada akhirnya saya selesai juga membaca kumpulan cerita ini, dengan susah payah.

Yang agak saya suka adalah cerita tentang anak Papua yang kebingungan tentang konsep pahlawan dan penjajah, soalnya dari kacamata penduduk Papua, pemerintah Indonesia tidak punya terlalu banyak beda perilaku dengan penjajah kolonial. Mungkin faktor budaya Papua inilah yang bikin cerita tersebut bisa masuk KOMPAS.

Sisanya sih kurang menarik.
Profile Image for Alfa.
57 reviews
July 22, 2017
Ada beberapa cerpen yang sangat saya suka, ada beberapa lagi yang tidak saya pahami sama sekali. Saya pusing dengan apa yang sebenarnya penulis ingin sampaikan dan saya tidak punya kesabaran yang cukup untuk menduga-duga apa maksud dari beberapa cerpen tertentu. Saya tunjukkan beberapa cerpen yang saya bilang saya pahami ke teman saya, lalu teman saya bilang kalau dia tidak paham apa maksudnya. Mungkin begini: saya baru akan paham maksud dari beberapa cerpen tersebut kalau saya berada dalam sepatu yang sama dengan penulis.

Suatu saat nanti, jika umur saya panjang, mungkin saya akan membaca lagi cerpen-cerpen dalam buku ini dan paham apa maksudnya.
Profile Image for Olive Hateem.
Author 1 book259 followers
January 6, 2018
I miss this feeling of finishing a good book in less than a week! Sebetulnya, saya sudah baca beberapa tulisan dari Mas Eko secara acak, tapi karena kedapatan tugas untuk meresensi buku kedua beliau, kok ya rasanya ndak afdol kalo belum menyelesaikan buku pertama secara lengkap. Mungkin kapan-kapan setelah tugas-tugas resensi yang lain selesai, saya bakal resensi buku ini. Tapi untuk sekarang, mau melanjutkan proses membaca (ulang) dan meresensi tuntas Kamu Sedang Membaca Tulisan Ini terlebih dahulu.

Secara keseluruhan lima bintang untuk ide, gaya tutur, dan kepribadian Mas Eko yang sama-sama menyenangkan! :)
34 reviews4 followers
May 1, 2018
Ini buku Eko Triono pertama saja, tapi berkali-kali baca cerpennya di antologi buku lain. Nah benar ternyata semakin mengerti gimana cara berpikir Eko Triono. Awal-awal agak bingung membacanya bahasanya agak susah dicerna, njlimet, filosofis. 1-2 judul lewat baru ke-4 dapat feelnya dan benar saja cuman beberapa kali duduk saja tandas.
Cerpen Eko ini realis, imajinatif, hal-hal yang sama sekali tak terpikirkan, dan sarat kritik sosial, idealisme yang selalu ia jaga lewat cerpen-cerpennya.
Profile Image for Ariyani.
93 reviews5 followers
July 20, 2021
Dari sekian banyak cerpen, hanya sedikit yg aku suka. Sebagian besar cerpen bikin aku bingung dan kurang paham. Banyak yang tak baca ulang agar bisa mengerti maksud si penulis. Butuh waktu yg lama juga buat menyelesaikan buku ini.
Profile Image for Stebby Julionatan.
Author 16 books55 followers
March 26, 2017
Cerpen adalah cerpen itu sendiri. Itulah kata-kata yang paling kuingat dari Eko. Ia tak peduli pada bentuk, pada alur, pada jumlah kata, yang penting bercerita.

Cerpen yang aku sukai Ikan Kaleng dan tentunya Agama Apa yang Pantas bagi Pohon-pohon?
Profile Image for Ellsye Maria.
32 reviews
March 5, 2020
Setelah baca satu judul cerita pendeknya, pasti ada jeda untuk berpikir dan mengumpat.
Profile Image for Ika Pradyasti.
46 reviews
July 22, 2021
"Agama Apa yang Pantas bagi Pohon-pohon?" adalah cerita pendek dengan tema, alur, dan gaya bahasa yang begitu membekas. Andai cerpen ini diujikan, saya yakin akan mendapat nilai sempurna.
Profile Image for Diah.
198 reviews16 followers
June 25, 2025
Kalau enggak dibaca ulang rasanya seperti narasi asbun.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Saufa Moerni.
23 reviews
September 6, 2016
Buku ini berisikan 31 cerita pendek Eko Triono yang telah dimuat di beberapa surat kabar di Indonesia. Dan cerpen berjudul Agama Apa Yang Pantas Bagi Pohon-Pohon adalah salah satunya.

Cerpen-cerpen Eko Triono sangat unik, bahkan cenderung nyeleneh. Tapi itulah yang membuatnya istimewa. Contohnya nyeleneh dari segi ide. Salah satu cerpennya, Pledoi Spesies Tikus, adalah cerpen tentang marahnya para tikus karena sering dijadikan kata ganti untuk koruptor dalam dunia manusia. Selain itu, tema cerpen Eko Triono juga beragam mulai dari masalah sosial, pendidikan, lingkungan, dan tentu saja cinta.

Tokoh-tokohnya kadang tak bernama, hanya sebutan aku, kau atau adik pertama. Kalau bernama, maka nama yang digunakan tak biasa. Contohnya, Pemuda E. . Terkadang, deskripsi tokohnya begitu samar, hingga kita tak tahu siapa tokoh dalam cerita tersebut. Di pertengahan dan akhir cerita, barulah kita mendapatkan apakah tokohnya pria, atau wanita, atau.... sebuah cermin. Ya, penulis sering menokohkan benda-benda mati, dengan alur pikir dan perasaan sama seperti manusia. Benar-benar unik. Seperti dalam cerpen Kau Adalah Gelas, sebuah gelas berkata 'Kita tak pernah dimakamkan' sebagai ucapan ketika temannya sesama gelas pecah. Wah, membuat saya berpikir harus memberikan perlakuan yang layak lain kali jika ada gelas pecah!

Gaya bahasanya unik tapi indah, dan memiliki arti mendalam. Salah satu favorit saya adalah:
Melamun bukan membuang waktu, melainkan menciptakan waktu; menciptakan jeda untuk memeriksa apa yang sudah kita miliki atau apa yang baru saja hilang, baru saja pergi.

Kalimat moral yang sangat mengena seperti 'Telapak yang, jika di bumi inginnya dijilat lidah orang, maka di langit akan dijilat lidah api' berbicara tentang telapak kaki pejabat yang dipijat si tokoh cerita. Atau sindiran sosial pada kalimat 'Beginilah untuk setahap menjadi kota, hai orang desa, simpanlah santun kalian di bawah daun-daun terung'

Meskipun kurator buku ini (dalam pengantar buku) mengatakan cerpen Eko Triono adalah karya sastra untuk sastra dan dapat membingungkan bagi pembaca awam, tapi saya pikir pembaca awam juga dapat menikmatinya, meski mungkin dalam waktu agak lebih lama dan dahi berkerut agak lebih banyak dibandingkan ketika membaca cerpen biasa ☺

Kesimpulannya? Must read.
Profile Image for Rose Gold Unicorn.
Author 1 book143 followers
September 22, 2016
Hm, bagaimana ya. Rasanya kok capek baca cerpen-cerpen ini. Bukan nggak bagus, tapi simply saya memang nggak bisa menikmati. Otak saya belum cukup cerdas :'(

Saya bukan orang kaya, namun sesekali pernah lah mencoba makanan "mewah" seperti steak wagyu atau sashimi yang tak mudah dinikmati banyak orang. Namun, ada makanan yang benar-benar tak bisa saya sukai sekalipun saya berusaha keras untuk menyukainya seperti kebanyakan orang. Apa itu? Durian.

Ya, buku ini seperti durian bagi saya.

Bukan karena buku ini tidak bagus. Sangat bagus sampai-sampai saya yang biasanya baca buku receh jadi tak bisa menikmatinya. Sumpah, ini bukan sarkas. Sekali lagi saya bilang; buku ini bagus namun otak saya yang nggak kuat mencerna kata per kata dalam buku ini.

Banyak majas bertebaran (terutama majas personifikasi) hingga saya harus membuka Google dan mencari apa saja jenis-jenis majas seperti jaman SMA dulu.

Penulis masih muda. Seumuran saya. tak disangka. Namun tulisannya begitu kaya akan bahasa dan kosa kata seperti pujangga kelas atas. Yah, itulah hasil belajar di Fakultas Bahasa dan Seni, saya rasa. Salah satu penulis jenius sih saya bilang.

Bintang dua di Goodreads berarti "It was OK". Bukan tiga bintang yaitu "I like it", sebab jujur saya tak suka. Kalau dari tingkat kesusastraannya (astaga, yah, ini sotoynya saya aja) buku ini boleh jadi dapat rate 5/5. Tapi apalah saya, seorang pembaca yang berharap bisa mendapat hiburan baca cerpen-cerpen yang nampar dan sedikit nyeleweng malah berasa jadi kayak baca buku campuran seni-bahasa-filsafat. Oh ya, di dalam buku ini juga terdapat ilustrasi-ilustrasi yang lumayan memanjakan mata.

Beberapa cerita memang tipikal cerpen-cerpen seperti di kumcer Kompas. Namun, kebanyakan cerita-cerita di dalamnya seakan-akan penulis sedang "pamer" skill berbahasa. Jadinya saya mumet deh. Hahaha. Sepanjang baca, saya merasa kumcer ini beraroma suram, gelap, muram. Tampaknya si penulis orang yang kelam, eh kalem maksudnya.

Judul cerpen-cerpennya rumit, ini bahasa jeleknya. Bahasa bagusnya; judul cerpennya berkelas. Awal-awal baca saya excited karena bahasanya kaya dan juara. Namun lama-lama jadi capek sendiri. 31 cerpen high quality. Saya nggak heran kalau nanti cerpen ini setidaknya masuk 5 besar Kusala Sastra Khatulistiwa.

Semoga selanjutnya saya bisa baca karya penulis ini dengan versi yang lebih light, and shine bright like a diamond ~
Profile Image for hudzaifah .
18 reviews
December 18, 2025
i think eko has some issues with ikan kaleng sarden. he later tried to emulate goethe's weltliteratur. but fell flat.

unlike goethe's cultural bridging "mahomets gesang", eko wrote "papua dalam kaleng jawa" instead! ewwhhhh
Profile Image for Sulhan Habibi.
805 reviews63 followers
October 8, 2016
Jujur aku katakan sebagian besar cerita pendek dalam buku ini tidak begitu bisa aku nikmati. Beberapa cerita kuakui bagus banget. Aku suka. Namun, lebih banyak cerita yang membutuhkan pemahaman yang lebih dalam menikmati ceritanya. Bahasa yang digunakan sastra banget, cenderung berat. Masalah lainnya adalah mungkin aku pun membaca buku ini dalam mood yang tidak benar-benar pas sehingga beberapa cerita aku baca sambil lalu.

Aku pun bukan tipe penikmat buku dengan bahasa yang "berat". Aku suka sastra. Namun, untuk buku yang "sastra banget" aku belum bisa menikmati dengan menyeluruh. Maklum, mungkin ini masalah selera juga.

Mungkin suatu saat nanti ada kesempatan membaca ulang buku ini dan dalam situasi yang pas. Kita lihat saja nanti, apakah cerita-cerita dalam buku ini bisa aku nikmati atau tidak.

Kita lihat saja nanti.
Profile Image for Laras.
160 reviews
August 5, 2016
Ketika namamu adalah hujan yang jatuh menyentuh siapa saja, namaku hanyalah sungai kecil yang tak bisa jika harus mengalir tanpa belaianmu.
--Namamu

Saya hampir memutuskan untuk berhenti hingga tiba di Kamu adalah Gelas. Perlu ruangan senyap dan konsentrasi penuh – bagi saya – untuk dapat menikmati setiap ombak kata yang dituturkan Eko Triono. Imajinasi liarnya merupakan salah satu kekuatan dalam cerita-cerita Agama Apa yang Pantas bagi Pohon-pohon?
Profile Image for Ambar Sulistyowati.
47 reviews3 followers
Read
October 2, 2016
bagi saya ada beberapa buku yang setiap kali ditutup malah terasa sekali kalau masih ada bagian yang belum tuntas dibaca, belum rampung dipahami, belum khatam dihayati.
ternyata buku ini termasuk dalam tipikal yang demikian.
cerpen-cerpen di dalam buku ini "hidup" dan seperti bisa menolak untuk diletakkan di lemari baca.
Displaying 1 - 30 of 35 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.