What do you think?
Rate this book


304 pages, Paperback
First published June 14, 2016

Bagi seorang penulis, buku yang dia hasilkan ibarat anak, yang akhirnya lahir setelah proses "mengandung"-menulis-yang penuh perjuangan, tidak mudah, dan tidak sebentar. Dan menyerahkan karya kepada produser untuk diadaptasi menjadi film ibarat menyerahkan anak kepada orang lain untuk "diutak-atik". Butuh kepercayaan dan mungkin sedikit kepasrahan, walaupun tetap digelayuti ekspektasi.
Writing is one of the loneliest professions in the world. Ketika sedang menulis, hanya ada sang penulis dengan kertas atau mesin tik atau laptop di depannya, hubungan yang tidak pernah menerima orang ketiga.
Architecture is sort of a combination of love, mind, and reason. Merancang bangunan itu nggak sekadar urusan teknis, nggak sekadar bikin bangunan yang aman dan nyaman, tapi juga mengakomodasi sentimental values pemiliknya.
Arsitektur bukan sekadar tentang matematika, seni, dan konstruksi. Arsitektur juga perkara perasaan. Bagi River, keberhasilannya tidak dinilai dari desain dan estetika bangunan. A structure also has to invoke a certain kind of feelings.
"Tahu masalah utama perempuan? Bukan berat badan, bukan makeup, bukan jerawat, fuck any of those shit, semua ada obatnya. Tapi tahu yang nggak ada obatnya? Semua perempuan selalu jadi gampangan di depan laki-laki yang sudah terlanjur dia sayang. Bukan gampangan dalam hal seks ya maksud gue, tapi jadi gampang memaafkan, gampang menerima, gampang menerima ajakan, bahkan kadang jadi gampang percaya."
Mungkin ini satu lagi kutukan perempuan. Tetap melakukan sesuatu yang dia tahu dan sadar akan berujung menyakiti, hanya karena itulah yang diinginkan seseorang yang disayanginya.
"You know what is wrong about always searching for answers about something that happened in your past? It keeps you from looking forward. It distracts you from what's in front of you, Ya. Your future."
Laughing is always liberating. And laughing with someone is always healing, somehow.
Banyak masalah hidup, terlalu banyak malah, yang tidak dapat diselesaikan secepat membuat mi instan, sama seperti banyak kebahagiaan yang mustahil dikejar seringkas memasak mi seharga dua ribuan rupiah ini.
Kata orang, di saat yang tidak kita duga-duga, terkadang muncul seseorang dalam hidup kita lewat pertemuan acak, mungkin di jalan, di acara, di restoran, stasiun, kereta, dan entah bagaimana, orang ini lantas menjadi orang yang kita rasakan paling dekat, paling membuat kita nyaman, lebih dari orang-orang yang selama ini kita kenal lebih lama dan lebih dalam.
Orang-orang bilang, siapa pun yang kita ingat pertama kali ketika ingin berbagi berita bahagia, bisa jadi sesungguhnya adalah orang yang paling penting dalam hidup kita tanpa kita sadari.
Kita memang tak pernah bisa memastikan kapan kita bisa menerima masa lalu, seberapa jauh pun kita sudah mencoba melangkah ke masa depan.
- Halaman 60
Kejujuran memang terkadang tak gampang ditelan karena tidak seperti kebohongan, kebenaran tidak pernah bersalut gula.
- Halaman 237
'Now ask me' pinta River.
Raia memandangnya bingung, 'Ask you what?'
'Pertanyaan yang dulu pernah kamu tanyakan sewaktu kita bertemu terakhir kali di Dharmawangsa.'
Raia ingat hanya ada satu pertanyaan yang dia ungkapkan waktu itu.
'Kamu mau apa, Riv?'
River menatapnya lekat-lekat. Maju selangkah. 'Aku mau kamu.'

“Because you're as lost as I am, Raia. And in a city this big, it hurts less when you're not lost alone.” - halaman 96

