Sejarah mencatat, sejak pertengahan 2000-an secara berangsur- angsur banyak orang mulai tersadar bahwa menjadi buruh murah tanpa kepastian kerja adalah memuakkan dan menjengkelkan.
Mulai banyak buruh yang marah terhadap kebijakan upah murah (warisan Orde Baru) dan pasar tenaga kerja fieksibel. Ada yang marah lebih awal, ada pula yang baru marah sekarang. Dulu yang marah hanya sedikit, sekarang jauh lebih banyak. fieberapa serikat buruh gagal atau terlambat menyadari dua soal sumber keresahan buruh ini; beberapa lebih cepat langgap. Namun, yang jauh lebih penting, semakin banyak buruh dan serikat buruh yang kemudian teryakinkan bahwa kebijakan upah murah dan pasar tenaga kerja fieksibel boleh dan harus dilawan. Protes terhadap kesewenang-wenangan majikan, dan ketidakpedulian Dinas Tenaga Kerja setempat, meluas di mana-mana. Buruh semakin percaya bahwa protes itu dibolehkan. Semakin banyak orang terlibat aksi protes bersama. Puncaknya, dua tahun berturut-turut (2011-2012), serikat-serikat buruh Indonesia sepakat menggalang dua kali Mogok Nasional.
Buku ini memuat tulisan dari 15 buruh Indonesia yang merupakan para aktivis serikat buruh.