"Hati-hati, dia janda, lho," suatu saat saya mendengar ada yang bergunjing di dalam kendaraan umum. Meski saya tak kenal dan saya tahu bukan saya objek pembicaraan mereka, tak tahan saya nyeletuk, "Bu, kenapa harus hati-hati sama janda? Hati-hati tuh sama teroris!." ~ Budiana Indrastuti. Sahabat saya bertanya, ìKok elu berani sih Mi? Jadi freelancer ëkan berat. Jadi single parent juga. Nah, elu jalanin dua-duanya, freelancer/single parent? Nekat!î Memang nekat. Tapi sumpah, saya tidak pernah berencana menjadi freelancer/single parent! ~ Mia Amalia. Ingin kubisikkan keterus-terangan ini kepadanya: Hidup ini memang tidak mudah, Nak. Tapi apakah pantas dia mengetahuinya sedini itu? Bukankah hidup jadi terasa tidak mudah itu karena aku sendiri harus bergelut dengan persoalan-persoalanku sebagai orang dewasa? ~ Rani Rachmani Moediarta. Semua pasangan yang menikah tentu menginginkan kebahagiaan sampai akhir. Namun ada kalanya pernikahan mesti berakhir di tengah jalan dan menjadi ibu tunggal pun tak terelakkan. The Single Moms adalah kisah empat wanita penulis dalam menjalani hidup sebagai ibu tunggal. Bagaimana kesalnya mereka menghadapi stereotipe di masyarakat tentang status janda dan anak ìbroken homeî, betapa mereka harus pintar-pintar mengatur keuangan, berakrobat dalam membagi waktu untuk anak sambil tetap mengaktualisasikan diri, serta berbesar hati mendidik anak tanpa pasangan tapi direcoki banyak orang. Jadi ibu tunggal memang tak mudah; ada banyak tantangan, tekanan, dan pengorbanan. Tapi kegembiraan dan kepuasan saat tanggung jawab istimewa ini berhasil ditunaikan adalah imbalan yang setimpal. The Single Moms merangkum momen-momen yang inspiratif, menyenangkan, dan mengharukan saat keempat ibu tunggal ini meraih happy ending versi mereka sendiri. Menjadi single parent tidak selalu sedih dan merana. Justru setiap pencapaian walaupun kecil terasa sangat berarti karena aku kerjakan sendirian. ~ Ainun Chomsun
Sejatinya, dari buku kita bisa menjelajahi isi kepala orang-orang yang jalan hidupnya tidak sama dengan kita, dan mungkin sampai kapan pun nggak akan sama, ya kan. Kayak buku ini, dari judulnya udah sangat menggambarkan isinya seperti apa, yakni berkisah tentang kehidupan para single mother dengan segala jatuh bangun kehidupan yang mereka jalani.
Ditulis oleh 4 orang (yang tidak dijelaskan apakah mereka ini memang kawan main di kehidupan nyata, atau "hanya" ditemukan di satu komunitas, dsb). Cerita pertama berjudul, "Ya, Saya Janda. Lalu Kenapa?" yang ditulis oleh Budiana Indrastuti sudah hadir dengan kisah hidupnya yang menghentak.
Bagaimana tidak, saat lagi hamil, ia mendapati bahwa ia diselingkuhi. Pasti luar biasa hancur. Walau kemudian ia mengambil langkah tegas dengan bercerai, hidup sebagai single mother jelas saja tantangannya berbeda.
"Suatu ketika, dalam sebuah pembicaraan bersama Paman, tercetus keinginan beliau menjodohkan kakak laki-laki saya dengan kenalannya. 'Tapi.... dia janda. Jadi agak gimana....' lalu beliau melihat saya, dan terperanjat sendiri. 'Maaf.....maaf....nggak bermaksud....'
Saya hanya bisa tersenyum masam. Meski tahu beliau sama sekali tak berniat menyakiti hati saya, tapi kata-kata beliau seperti konfirmasi bahwa memang banyak hal negatif disangkutpautkan dengan status janda. Kalau orang-orang terdekat seperti keluarga saja mendiskreditkan status saya, bagaimana dengan orang-orang lain?" hal.5.
Sebagai single mother, Budiana masih beruntung punya orang tua yang membantu mengurusi anaknya, walapun di satu sisi perbedaan pola didik anak orang lama vs orang tua sekarang juga jadi tantangan tersendiri.
Di cerita kedua "Waktu untuk Anakku" yang ditulis oleh Ainun Chomsun, ia bercerita tentang kegamangannya untuk melepas pekerjaan karena waktu bersama anak sangat terbatas sedangkan di sisi lain ia membutuhkan banyak biaya untuk menjadikan hidup berdua anaknya aman, nyaman dan terpenuhi semua kebutuhan. Kisah anaknya yang jadi korban perundungan juga lumayan deep ketika dibaca.
Nah di cerita ketiga, "Single Fighter and Financially Free" yang ditulis Mia Amalia akunya agak gedeg ketika beliau kena tipu investasi bodong sebanyak 3 kali masing-masing sebanyak 60 juta oleh 3 orang berbeda. Padahal di ceritanya kelihatan banget dia jungkir balik mencari uang, bahkan harus meninggalkan anak dan gak sempat membelikan kue ulang tahun yang diinginkan anaknya.
Walaupun, di sisi lain kejujurannya bercerita tentang ia kena tipu ini harus diacungi jempol dengan harapan semua orang yang baca belajar dari kebodohan dan ketidak hati-hatian yang sudah ia lakukan.
Di cerita penutup, "Terbanglah, Nak" yang ditulis oleh Rani Rahcmani Moediarta, terasa sekali isi hatinya. Dalam teknik menulis rasanya udah paling oke, dan setelah aku cek ternyata Mbak Rani ini memang penulis beberapa buku.
Aku suka buku ini, sayangnya kelewat tipis. Kalau ditulis oleh setidaknya 10 orang akan lebih tebal dan bagus isinya.
Salah satu buku yg bakal cepet abis buat dibaca karna tipis yuhuu!!
Nyeritain 4 penulis perempuan yang ngejalanin hidup sebagai ibu tunggal. btw ga melulu soal perjuangan ngurus anak sendirian, tapi juga ngomongin stigma masyarakat, masalah finansial, dan naik turunnya emosi.
Budiana disini nyentil soal sistem kredit yang masih bias gender, Janda kerap dianggap "rentan" atau " tidak layak kredit" tanpa suami sebagai penjamin, padahal banyak dari mereka jadi penafkah tunggal. Dan Rani yang keren poll berani "mutus tali" biar anaknya bisa terbang mandiri.
eitss... ini bukan buku yg ngajak buat kasihan sama single mom yaa, tp justru ngajak kita ngeliat klo mereka itu tough as hell! bacaan yang cukup membuka mata buat ngeliat realita ibu tunggal di Indonesia 🫂