Jump to ratings and reviews
Rate this book

Kiat Sukses Hancur Lebur

Rate this book
“Percayakah kamu kalau kubilang saat ini pukul empat sore di matahari?”

Pada 2019, seorang kritikus bernama Andi Lukito menerima naskah Kiat Sukses Hancur Lebur. Naskah semacam novel itu karya Anto Labil S.Fil, salah seorang anggota “tujuh pendekar kere”, sebuah persekutuan sastra radikal dekade 90-an yang aktif di Kota Semarang.

Naskah yang ditulis dengan gaya bahasa seorang pemabuk yang hampir pingsan itu membuat Andi merasa tidak pernah cukup meneguk zat asam saat menyuntingnya. Dengan simpati yang meluap-luap kepada pembacanya, Anto Labil membabarkan sekian perkara: apa itu business, kegunaan manajemen bisnis, dasar-dasar akuntansi garda depan, pemrogram komputer sepuluh jari, kisi-kisi ujian masuk CPNS, etika hidup (dan bunuh diri yang baik) di apartemen, dan masih banyak lagi. Di satu bagian, Anto bercerita bagaimana penampakan lele–hewan air sahabat terbaik para perenung–di Sendangmulyo mengilhami lahirnya lagu legendaris “Perdamaian” dari grup kasidah Nasida Ria Safari.

Novel debut Martin Suryajaya yang bakal membuatmu merasa seluruh hidupmu sebelum memegang buku ini baik-baik belaka.

216 pages, Paperback

First published August 1, 2016

32 people are currently reading
349 people want to read

About the author

Martin Suryajaya

21 books154 followers
Martin Suryajaya meraih gelar doktor di bidang filsafat dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara. Sehari-hari ia bekerja sebagai pengajar pada Sekolah Pascasarjana, Institut Kesenian Jakarta dan konsultan kebijakan di Direktorat Jenderal Kebudayaan. Ia juga aktif sebagai youtuber yang menyiarkan pandangan-pandangan tentang filsafat, sastra dan isu-isu kebudayaan dengan penyampaian yang populer.

Beberapa bukunya antara lain Sejarah Estetika (Gang Kabel, 2016) yang memenangkan penghargaan Best Art Publication dari Art Stage 2017 dan novel Kiat Sukses Hancur Lebur (Banana, 2016) yang memenangkan Penghargaan Sastra Badan Bahasa 2018 serta menjadi Novel Pilihan Majalah Tempo 2016. Beberapa karya terbarunya adalah buku puisi Terdepan, Terluar, Tertinggal (Anagram, 2020) dan Principia Logica (Gang Kabel, 2022) dan Penyair sebagai Mesin (Gang Kabel, 2023).

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
40 (24%)
4 stars
53 (32%)
3 stars
46 (28%)
2 stars
17 (10%)
1 star
7 (4%)
Displaying 1 - 30 of 41 reviews
Profile Image for Bernard Batubara.
Author 26 books818 followers
August 12, 2016
"pada akhirnya, mau lele atau ayam atau tempe atau soto, semuanya sama saja: meledak di jamban."

(bab vi: arahan seputar budi daya lele, sub-bab 3. pecel lele: antara kuliner dan mitos, h. 154)

saya tidak ingat sempat mimpi apa sebelum membeli dan membaca buku ini. yang jelas, segalanya tampak baik-baik saja: pohon-pohon terpajang rapi di pinggir-pinggir jalan, angin berembus menenangkan, dan para netizen masih adu jotos di media sosial.

tapi, setelah membaca buku ini, saya seperti tersadar dari halusinasi panjang. jangan-jangan apa yang saya lihat dan pikirkan selama ini tidak seperti apa yang saya lihat dan pikirkan selama ini. tiba-tiba saja semuanya menjadi jelas. seketika, saya merasa tercerahkan. masa depan jadi tampak gemilang dan terungkap sudah jalan panjang yang lapang untuk menyongsongnya.

semenjak membaca #KiatSuksesHancurLebur yang saya rampungkan dalam 2 x 24 jam, saya jadi tahu segala misteri pengetahuan di muka bumi, baik muka depan maupun muka belakangnya. terima kasih, mas Martin Suryajaya untuk buku panduan hidup yang menggugah ini. semoga senantiasa berbahagia dan dihujani lele setiap pagi.

salam c++!
Profile Image for Awanama.
85 reviews6 followers
September 15, 2016
Anto Labil, S.Fil sebagai Potret Cendekiawan Tragis

*bisa juga Anda baca di http://al-ulas.blogspot.co.id/2016/09... *

Bukan Martin Suryajaya yang bercerita dalam buku ini, melainkan Anto Labil, S.Fil. Dengan demikian, untuk mengetahui makna yang dimuatkan Martin dalam buku ini, pertama-tama hal yang perlu diketahui adalah apa hubungan antara Anto Labil dengan segala hal yang ada dalam buku ini, apa konsekuensi pemilihan Anto Labil sebagai penceritanya, dan kenapa orang macam Anto Labil yang dimunculkan oleh Martin?

Selayang Pandang Anto Labil, S.Fil
Anto Labil adalah anggota kelompok Tujuh Pendekar Kere yang, sebagaimana namanya, beranggotakan orang dari latar belakang ekonomi yang susah. Kelompok ini aktif pada senjakala Orde Baru. Dalam keadaan ini, mereka berpandangan bahwa usaha kelompok-kelompok seniman kerakyatan untuk menghidupkan estetika LEKRA adalah sesuatu yang sia-sia karena kenyataan yang ada pada masa itu jauh lebih pelik daripada zaman LEKRA-Manikebu. Perlu ada suatu pendekatan baru dalam mengungkapkan ketertindasan dan perlu ada suatu gugatan atas estetika yang telah mapan di Indonesia, menurut mereka. Pandangan umum kelompok ini berpengaruh pada ucapan, pikiran, dan tindakan Anto Labil.

Anto Labil lulus sarjana filsafat. Dia punya wawasan yang luas tentang filsafat Greko-Roman, ilmu-ilmu alam dan sosial, dan sejarah sastra Nusantara zaman Hindu-Buddha. Dia mengaku sebagai seorang Marxis sporadis (hlm. 185). Dia pernah mengampu mata kuliah logika di dua universitas. Dia adalah satu-satunya anggota Tujuh Pendekar Kere yang pernah mengenyam pendidikan tinggi dan punya kecakapan sastra yang mumpuni. Pada pertemuan termutakhirnya dengan Thomas Tembong, anggota Tujuh Pendekar Kere, dia bekerja sebagai guru SD. Berbulan-bulan setelah naskah Kiat Sukses Hancur Lebur diserahkan pada Thomas Tembong, dia menghilang. Latar belakang pendidikannya, keterlibatan dengan Tujuh Pendekar Kere, dan kabar terakhir Anto Labil adalah petunjuk atas isi Kiat Sukses Hancur Lebur yang sepintas memusingkan.

Konsekuensi Pemilihan Anto Labil sebagai Pencerita

Ada dua pencerita dalam novel ini.

Pencerita pertama dalam buku ini adalah Andi Lukito. Dialah yang bercerita pada bab “Catatan Editor”. Selain sebagai editor, dia bekerja juga sebagai kritikus sastra. Sebagai seorang kritikus sastra, dia menganggap Thomas Tembong, salah satu anggota Tujuh Pendekar Kere, sebagai mentornya. Profesi dan hubungan itulah yang memungkinkan Andi mengakses Kiat Sukses Hancur Lebur dan melancarkan penerbitannya. Kehadiran Andi Lukito memungkinkan Anto Labil hadir ke hadapan pembaca. Sebagai pembanding, Andi Lukito berfungsi seperti pencerita “Saya” dalam bab awal novel Atheis karya Achdiat K. Mihardja.

Selain berisi petunjuk tentang identitas Andi Lukito, bab “Catatan Editor” berisi gambaran umum identitas Anto Labil berdasarkan keterangan yang didapatkan Andi Lukito. Keterangan itu memungkinkan pembaca memandang Anto Labil dari sudut pandang orang ketiga. Dengan demikian, pembaca lebih mudah mengidentifikasi sosok Anto Labil sebagai sosok “jagoan”.

Pencerita kedua tentu saja Anto Labil. Dia adalah pencerita utama dalam Kiat Sukses Hancur Lebur. Dialah yang bercerita pada bab “Menjadi Pribadi Sukses Berkepala Tiga” sampai bab “Cara Gampang Memakai Baju”. Dia bercerita dengan sudut pandang orang pertama. Hal ini ditandai oleh penggunaan kata ‘penulis’ dan kadang ‘aku’ saat dia mengacu pada dirinya sendiri. Karena cerita dituturkan lewat sudut pandang orang pertama, apa-apa yang diceritakan, siapa yang diajak bicara, dan cara bercerita penceritanya menjadi petunjuk atas keadaan pencerita itu sendiri.

Siapa yang Diajak Bicara Anto Labil?

Sepanjang cerita ada sosok yang dibayangkan Anto Labil sebagai pendengarnya. Mereka adalah sosok yang diacu dengan kata ganti “Bapak-Ibu yang blablabla” atau “Blablabla, Bapak-Ibu sekalian”. “Blablabla” ini adalah bagian yang bervariasi dalam tiap kesempatan. Berikut sekadar beberapa contoh: “Bapak-Ibu sekalian yang murung dompetnya” (hlm. 103), “Mari makan rebun, Bapak-Ibu sekalian” (hlm. 73), dst.. Tapi, tepatnya siapakah “Bapak-Ibu” itu?

Marilah berapriori sejenak atas keadaan dagangan di toko-toko buku. Yang membanjiri rak-raknya adalah buku-buku panduan praktis, seperti kiat sukses tes CPNS, budidaya lele, kiat mahir pemrograman, manajemen, dan akuntansi. Bukan hanya di rak-rak reguler, melainkan di seksi diskon pun buku-buku ini menjamur. Bisalah kita anggap bahwa pembeli buku-buku demikian banyak. Lebih jauh lagi, jumlah pembeli buku kiat praktis itu lebih banyak dari pembeli buku, misalnya, sastra, filsafat, atau sejarah.

Seperti yang telah disebutkan, ucapan, pikiran, dan tindakan Anto Labil dipengaruhi oleh Tujuh Pendekar Kere. Seperti yang telah disebutkan juga, mereka menekankan perlunya suatu pendekatan baru dalam mengungkapkan ketertindasan dan perlunya penggugatan atas estetika yang telah mapan. Nah, Anto Labil menyadari kecenderungan pembelian buku itu dan menilai kecenderungan itu sebagai semacam ketertindasan. Bukan hanya para pembeli buku kiat sukses saja, melainkan orang-orang yang berkecimpung di kancah sastra, filsafat, sejarah, dst. pun tertindas. Nanti hal ini dijelaskan. Oleh karena itu, untuk mengungkapkan ketertindasan itu dengan pendekatan yang baru, pertama-tama Anto Labil membayangkan para pembeli buku kiat sukses sebagai pendengarnya.

Struktur Buku Ini

Anto Labil meniatkan Kiat Sukses Hancur Lebur sebagai semacam novel. Tapi, sebagaimana yang disadari juga oleh Andi Lukito (dan pembaca buku ini), wujudnya tidak seperti lazimnya novel yang dipahami orang-orang. Andi Lukito sendiri menilai buku ini lebih sebagai kumpulan tips praktis yang dibumbui dongeng-dongeng kecil. Lantas, kenapa Anto Labil tetap menganggapnya sebagai novel? Untuk menjawabnya, struktur buku ini bisa diandalkan sebagai petunjuk.

Mayoritas bab dan subbab dalam buku ini dijuduli berdasarkan topik-topik buku kiat sukses yang menjamur di toko-toko buku. Misalnya, Dasar-Dasar Akuntansi Avant-Garde, Resep Sukses Tes Calon Pegawai Negeri Sipil, Arahan Seputar Budidaya Lele, dst.. Dalam penyajiannya, ada pola yang sama antarbab. Dalam urutan yang relatif bervariasi, semuanya memiliki unsur-unsur berikut: sejarah dan beragam definisi topik tiap bab, pembahasan inti, dan dongeng-dongeng. Selain topiknya, struktur tiap babnya adalah pijakan Andi Lukito saat menyatakan bahwa Kiat Sukses Hancur Lebur lebih menyerupai buku manual daripada novel.

Meskipun demikian, terselip “keakuan” Anto Labil di antara struktur bab yang berpola demikian.
Secara eksplisit, misalnya, pada beberapa bagian dia mengacu pada dirinya sendiri dengan kata ‘aku’ atau ‘penulis’. Contoh kasus yang ekstrim, misalnya, adalah saat dia bertanya tentang nasib seorang polisi yang ditodongnya pada peristiwa Kudatuli, suatu peristiwa yang dilibatinya saat dia masih aktif berkegiatan bersama Tujuh Pendekar Kere (hlm. 70). Contoh lain adalah saat dia mengakui dirinya adalah seorang Marxis sporadis di tengah-tengah dongengnya tentang Phlebas dan seorang penyair hipotetis (hlm. 185). Keterangan-keterangan penting itu disebutkan di sela-sela rangkaian racauan sehingga sangat mungkin luput.
Lebih banyak lagi adalah “keakuan” Anto Labil yang implisit. Pengetahuan Anto Labil atas filsafat Greko-Roman, sastra, dst. ditunjukkan oleh penyebutan hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut. Tapi, seringkali hal-hal itu disebutkan dalam keadaan-keadaan yang tidak lazim, kalau tidak mau dikatakan tidak tepat. Misalnya, di tengah racauan tentang ilmu mengetik sepuluh jari dia menyebutkan serangkaian istilah keilmuan, dari ironis, epistemologis, kapitalis, sampai fiktif (hlm. 100) atau dia menyebutkan nama-nama termahsyur dalam bidang tersebut, seperti Mary Shelley, Jacques Derrida, dan C.A. van Peursen, sebagai pakar ilmu manajemen (hlm. 28-29). Yang juga sering muncul adalah kecenderungan Anto Labil untuk menuliskan kalimat-kalimat yang mengandung pertentangan intrakalimat. Misalnya, “siapakah pencipta lagu yang belum diciptakan?” (hlm. 41) atau “Anda mesti belajar mengenali sepuluh kata pertama dalam kita-kitab yang tak pernah dikarang” (hlm. 98). Anto Labil juga punya kecenderungan untuk menyimpangkan kalimat secara asosiatif. Misalnya, kita ambil contoh kalimat “Apabila kita pikirkan secara setengah matang, etika sejatinya berurusan dengan hajat hidup orang mules.” (hlm. 165). Klausa pertama kalimat tersebut lazimnya berbunyi “apabila kita pikirkan secara matang”. Tapi, justru “matang” malah diasosiasikan dengan maknanya yang berkaitan dengan makanan, sehingga jadilah kalimat itu “apabila kita pikirkan secara setengah matang”. Klausa kedua kalimat tersebut lazimnya berbunyi “etika sejatinya berurusan dengan hajat hidup orang banyak”. Tapi, kata “hajat” yang dalam kalimat itu bermakna “urusan” malah diasosiasikan dengan maknanya yang lain, yakni “tinja”. Jadilah kalimat itu berbunyi “etika sejatinya berurusan dengan hajat hidup orang mules”.

Terselipnya “keakuan” Anto Labil di antara kiat-kiat yang disarankannya bukan saja menunjukkan bahwa dia adalah penceritanya, melainkan juga menjadikan dia sebagai tokoh, salah satu unsur cerita (dalam hal ini novel) yang lazim kita pahami. Dengan demikian, hal-hal yang ada dalam buku ini secara langsung maupun tidak langsung bercerita juga tentang Anto Labil. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa Kiat Sukses Hancur Lebur adalah semacam novel yang dituturkan oleh pencerita orang pertama yang kuat unsur autobiografisnya.

Struktur buku ini adalah upaya Anto Labil untuk mewujudkan pandangan Tujuh Pendekar Kere tentang pendekatan dalam pengungkapan ketertindasan dan estetika mapan. Dia menggugat estetika novel yang mapan dengan cara memadukan gaya bercerita sudut pandang orang pertama dengan struktur buku kiat sukses. Ini adalah konsekuensi dipilihnya para pembeli buku kiat sukses sebagai pendengar oleh Anto Labil. Untuk berbicara secara efektif dengan kalangan tertentu dia mesti menyesuaikan cara bicaranya dengan cara bicara yang biasa ditemui mereka. Ini adalah pendekatan yang dia anggap relevan untuk mengungkapkan ketertindasan masa kini. Dengan demikian, Anto Labil tetap menilai Kiat Sukses Hancur Lebur sebagai novel walaupun sepintas menyimpang dari kelaziman.

Anto Labil, Sekali Lagi
Jadi sebenarnya orang macam apa sih Anto Labil itu? Untuk menjawabnya, ada beberapa hal yang perlu disebutkan lagi. Pertama, Anto Labil hilang begitu saja beberapa bulan setelah menyerahkan naskah Kiat Sukses Hancur Lebur pada Thomas Tembong. Kedua, apa yang ada dalam benak Anda ketika mendengarkan orang yang pernyataan-pernyataannya mengandung pertentangan intrakalimat dan cenderung menuntaskan kalimat secara menyimpang dari kelaziman, padahal Anda diberi tahu bahwa orang itu adalah seorang ahli filsafat dan pernah jadi dosen mata kuliah Logika?

Konon, karya secara relatif memberikan gambaran tentang penciptanya. Dalam kasus Anto Labil, sebagaimana yang tadi sebutkan, Kiat Sukses Hancur Lebur mengandung unsur autobiografis. Di antara dongeng-dongeng yang tersebar dalam buku ini dongeng pada bab terakhir, “Cara Gampang Memakai Baju”, mengandung unsur autobiografis yang kuat. Pada bab itu Anto Labil menuliskan sebuah dongeng tentang Dudung. Dia adalah lulusan jurusan biologi yang menjadi pengusaha warung bubur kacang ijo. Ia merasa ilmu yang didapatkan dari universitas tidak berguna. Kesia-siaan inilah yang membuatnya tidak waras. Pada bab yang sama disebutkan kisah tentang Resi Garengpung yang berkelana untuk mencari kebenaran bibliografis suatu bait dalam Chandogya Upanishad, suatu kitab Hindu. Tapi, setelah kembali dari pengelanaan yang panjang, dia diberi tahu bahwa Jawa tidak lagi diduduki kerajan Hindu, melainkan sudah diganti oleh Islam. Setelah menyadari kesia-siaan itu, dia mati. Dudung dan Resi Garengpung adalah sosok yang diciptakan Anto Labil untuk menggambarkan keadaannya sendiri. Mereka sama-sama orang yang terpelajar. Tapi, mereka merasakan kesia-siaan ilmu mereka. Kiat Sukses Hancur Lebur adalah upaya putus asa Anto Labil dalam memanfaatkan ilmunya untuk menghadapi kenyataan.

Jadi sebenarnya orang macam apa sih Anto Labil itu? Percayakah kamu kalau kubilang Anto Labil adalah orang yang tidak waras?

Kenapa Harus Orang Macam Anto Labil, Kenapa Harus Begini?
Anto Labil adalah potret cendekiawan. Dia menyadari kemandulan ilmu-ilmu dalam mengatasi kenyataan. Dia terpukul oleh kenyataan itu. Dalam keputusasaannya, dia tetap berupaya untuk membuat ilmu tetap subur dalam mengatasi kenyataan. Upaya ini dilakukannya bersamaan dengan usahanya untuk menemukan pendekatan baru dalam pengungkapan ketertindasan cendekiawan dan orang banyak, dan penggugatan estetika novel yang telah mapan. Praktiknya, dia menulis tentang topik-topik yang menjamur di toko buku. Tapi, sebelum sempat menyaksikan upayanya berhasil membuka jalan dalam pengejawantahan visinya, dia keburu kehilangan kewarasan. Di sinilah letak tragisnya.

Sebagai tokoh rekaan, Anto Labil memiliki kesamaan dengan penciptanya, Martin Suryajaya. Mereka sama-sama seorang cendekiawan. Mereka sama-sama menyadari kemandulan ilmu-ilmu dalam mengatasi kenyataan. Mereka sama-sama membayangkan pendekatan baru dalam pengungkapan ketertindasan dan merasa perlu menggugat estetika yang mapan di Indonesia. Martin sudah menuliskan visinya itu dalam bentuk esai. Dia menyebut visinya estetika partisipatoris[1]. Dalam taraf tertentu, Kiat Sukses Hancur Lebur beserta Anto Labil adalah pengejawantahan visi tersebut dalam bentuk novel.

Meskipun demikian, ada perbedaan antara Anto Labil dan Martin Suryajaya. Perbedaan itu adalah kalangan yang ditargetnya. Anto Labil menyasar kalangan pembaca buku kiat sukses, sedangkan Martin menyasar kalangan cendekiawan itu sendiri. Kalangan yang disasar Anto Labil kemungkinan akan kesulitan memahami isi buku ini, sebagaimana beberapa orang di internet yang menyatakan bahwa Kiat Sukses Hancur Lebur keterlaluan gak jelas sampai-sampai mereka tidak melanjutkan membacanya. Sementara itu, kalangan yang disasar Martin setidaknya bisa menganggap buku ini lucu berdasarkan plesetan-plesetan yang ada di dalamnya kalaupun mereka tidak bisa memahami maksudnya. Martin menulis Kiat Sukses Hancur Lebur agar kalangan cendekiawan merenungkan kembali kemandulan-kemandulan ilmu dalam menghadapi kenyataan agar terdorong untuk melakukan percobaan-percobaan baru yang lebih subur dalam menghadapi kenyataan, bahkan kalau perlu, mendobrak yang mapan sekalian.

Tentang maksud Martin, ada satu pertanyaan yang mungkin diajukan: Kalau Martin berniat demikian, kenapa dia mesti menempuh jalan yang merepotkan? Kenapa dia tidak menggunakan sarana sastra yang lebih mudah dipahami orang banyak? Jatuh bangun Anto Labil kan bisa saja dinyatakan lewat sudut pandang orang ketiga, sudut pandang Andi Lukito, misalnya. Toh, jauh sebelum buku ini terbit, cuplikan bab “Catatan Editor” digunakan oleh Yusi Avianto Pareanom, penyunting buku ini sebagai bahan promosi untuk disebarkan di Facebook. Itu saja sudah cukup mengait minat orang-orang untuk menantikan penerbitan buku ini. Bayangkan kalau sarana sastra macam itu digunakan untuk keseluruhan buku ini. Tapi, kalau buku ini tidak ditulis dengan cara yang merepotkan ini, ada hal penting yang hilang. Dengan cara inilah potensi teknik sudut pandang orang pertama dimanfaatkan sebaik-baiknya. Sebagaimana kalau sedang ngobrol, kadang di dalamnya seseorang melantur atau curcol. Ditambah secuil informasi tentang latar belakang pencerita yang dijelaskan pada bab “Catatan Editor”, pembaca dituntut untuk mengamati dan menyimpulkan cara kerja pikiran, dan merasakan kegelisahan dan frustrasi pencerita lewat caranya bercerita. Dalam kasus ini, kerja pembaca mesti lebih ekstra karena dihadapkan dengan orang pintar yang gila, tapi sebelumnya tidak diberi tahu bahwa pencerita itu gila. Wajar kalau ada sebagian pembaca yang bingung atau jengkel karena sulit memahami cerita Anto Labil. Silakan bayangkan, apa yang bakal Anda rasakan kalau Anda disuruh untuk mengobrol panjang lebar dengan orang gila?

Satu lagi maksud Martin menunjukkan orang macam Anto Labil: Martin ingin menunjukkan sebuah model cara kerja kalangan penerbit sehingga sebuah buku diterbitkan dan, dengan demikian, penyebaran gagasan. Andi Lukito tidak mungkin menjadi editor Kiat Sukses Hancur Lebur kalau dia tidak menjumpai naskahnya dulu. Dia tidak mungkin menjumpai naskahnya kalau tidak kenal dengan Thomas Tembong. Kalau Thomas Tembong bukan orang yang dihormati Andi Lukito, barangkali Andi tidak akan mempedulikan omongan Thomas Tembong tentang Tujuh Pendekar Kere, dan dengan demikian, Anto Labil. Hal ini menunjukkan bahwa kalau tidak ada relasi tertentu yang bekerja dalam penyebaran gagasan, mustahil gagasan itu menyebar, apalagi menjadi ikonik. Sebagai pembanding, kita bisa menyandingan Soe Hok Gie dengan Anto Labil. Soe Hok Gie tidak pernah menulis buku. Dia hanya menulis diari, tugas kuliah, dan esai-esai lepas di koran[2]. Tapi, karena relasi tertentu, kita mengenalnya sebagai penulis buku Catatan Seorang Demonstran.

Penutup
Kiat Sukses Hancur Lebur adalah novel yang berisi keputusasaan cendekiawan antahberantah yang menyadari kemandulan ilmu-ilmu dalam menghadapi kenyataan. Keputusasaan ini dinyatakannya kepada kalangan pembaca mayoritas lewat sudut pandang orang pertama, cara yang justru menambah ketragisannya karena membuat keputusasaannya makin tidak bisa dipahami oleh orang banyak. Meskipun demikian, nasib cendekiawan ini dijadikan pijakan oleh Martin untuk berseru pada para cendekiawan lain agar mencari pendekatan-pendekatan baru yang relevan dengan kenyataan masa kini agar ilmu bisa berguna. Sebagaimana yang pernah dinyatakannya, kesadaran akan kemubaziran segala sesuatu adalah awal dari perlawanan[3].

Catatan Kaki
[1] Martin Suryajaya. 17 Februari 2016. “Dorongan Ke Arah Estetika Partisipatoris”. Diakses dari indoprogress.com: http://indoprogress.com/2016/02/doron...
[2] Adhe. 16 Juni 2016. “Koki-Koki Gie (1)”. Diakses dari teks, konteks, kultur buku: https://adheoctopus.wordpress.com/201...
[3] Martin Suryajaya. 21 November 2015. “The Very Best of Fluxcup”. Diakses dari http://indoprogress.com/2015/11/the-v...
Profile Image for Dedi Setiadi.
290 reviews24 followers
August 13, 2016
DNF. WTF did I just read. Berhenti di bab kedua. Ga ngerti maunya apa ini buku. Ngelantur ga jelas (in a bad and messy way). Yang kaya gini cocoknya di twitter aja 140 karakter, nge-post jam 1 malem. Mirip2 sama captionnya geboymujaer di instagram, tapi lebih mending sih video nya menghibur.
Profile Image for Kristoporus Primeloka.
116 reviews6 followers
August 26, 2016
Bapak-Ibu sekalian yang takut mati,
Kalau Bapak-Ibu sekalian sering mampir ke toko buku, deratan buku apa yang sering diletakkan di bagian paling terlihat mata kita begitu masuk toko buku? Yak, betul. Bukan buku buku berat semacam buku yang memuat kapal tanker, pesawat hercules, gedung-gedung tinggi ataupun buku yang memuat alam semesta, bukan juga buku-buku berbagai teori filsuf-filsuf yang niscaya akan menyesatkan hidup kita. Buku yang sering diletakkan di tempat paling terhormat di toko-toko buku tidak lain adalah beragam buku kiat-kiat sukses. Betul? Kalau tidak betul artinya saya yang salah. Saya perlu mengucapkan Selamat Lebaran.

Sulit menyebut Kiat Sukses Hancur Lebur ini buku jenis apa. Mungkin sejenis lele dumbo yang bisa terbang dan mendarat di depan kelas, nemplok di antara yang mulia presiden dan wakil presiden. Buku yang ngelanturnya sungguh keterlaluan. Membuat saya berpikir lagi tentang kesia-siaan membaca berbagai macam buku yang menawarkan ilmu pengetahuan. Seperti sindiran bagi pembaca yang menelan mentah-mentah apa yang ia baca tanpa perlu mengunyah atau mencari petunjuk informasi lebih lanjut. Melakukan apa yang ia baca tanpa berpikir, berjalan saja seperti primata gagal berevolusi menjadi manusia. Mengutip pendapat-pendapat orang orang penting agar dianggap penting tanpa menelusuri kenapa orang-orang itu menjadi penting dan pantas dikutip.

Membaca buku ini kita seperti berjalan di ruang yang lantainya baru dipel. Awas lantai licin! Perlu kehati-hatian untuk bisa mencapai ujung ruangan dengan selamat dunia akherat. Penuh dengan plesetan dari pengantar hingga bibliografi. Misal saja, nama filsuf-filsuf ternama semacam Martin Heidegger diplesetkan menjadi Heinrich Himmler yang mengarang Sein un Shit (1927), pendiri fenomenologi Edmund Husserl menjadi Edmund Buser, Emmanuel Levinas menjadi Emmanuel Leviathan, Gianni Vatimo menjadi Gianni Vatican, Friedrich Nietzsche berubah menjadi Friedrich Nazi. Bahkan nama-nama sastrawan kita juga tidak luput dari plesetan. Ambil contoh Pramoedyawardhani penulis novel Bukan Pasar Maling itu merujuk kepada siapa? W.S Rendra diplesetkan menjadi WC Rendra, Salah Asuhan Abdul Muis menjadi Salah Panti Asuhan dan nama pengarangnya menjadi Abdoel Moechlis, nama nama lain yang pasti tak asing lagi seperti Sitor Situgintung, Hotman Watugunung, Heru Tremor, Taufik Rendang, Ahmad Sobary, Motinggo Busyet, Dami & Toba, Danarto Jatman, Putu Sutawijaya, Arswendo Atmajaya, Abdul hadi WNI, Remisi Lado, Kuntogendeng, Sinus Suryadi, Umar kayang, bahkan Goenawan Mucikari.

Semua gado-gado referensi plesetan itu diracik sedemikian bajirut hingga akhir, di bagian daftar pustaka. Kita bisa menemui berbagai referensi menggelikan semisal :
Harmoko, 1988. Pikiran, Ucapan, Tindakan, Pikiran, Ucapan, Tindakan, Pikiran, Ucapan, Tindakan, Pikiran, Ucapan, Tindakan, Pikiran, Ucapan, Tindakan, Pikiran, Ucapan, Tindakan, Pikiran, Ucapan, Tindakan, Pikiran, Ucapan, Tindakan, Pikiran, Ucapan, Tindakan, Pikiran, Ucapan, Tindakan, Pikiran, Ucapan, Tindakan, Pikiran, Ucapan, Tindakan, Pikiran, Ucapan, Tindakan, Jakarta : Kementrian Omong Kosong Republik Indonesia.
atau ada lagi seperti ini:
Tuhan YME. 2004. Bagaimana Kata-kata Saya Berulangkali Disalahpahami, Bagaimana Saya Sibuk Mengklarifikasi, Dan Bagaimana Saya Akhirnya Mengikhlaskannya, Penerbit Tuhan YME.

Bagaimana? Tertarik membaca buku ini untuk kemudian bunuh diri?
Tidak ada gunanya. Itulah intinya. Tidak ada gunanya. (hlm.73)

Akhir kata,
Salam sepet, Semoga Tuhan tidak nyerimpet Bapak-Ibu sekalian.
Profile Image for Wawan.
69 reviews6 followers
November 1, 2016
Novel ini berbentuk tidak berbeda banyak novel klasik yang seolah-olah hasil tulisan seorang manusia (fiktif) yang dihantarkan kepada pembaca oleh seorang manusia (fiktif) lain. Silakan diingat-ingat kembali struktur cerita berbingkai dalam Don Quixote (Miguel de Cervantes), The Island of Dr. Moreau (H.G. Wells), Penderitaan Pemuda Werther (Goethe), dan lainnya. Dan seperti halnya banyak novel klasik, novel ini juga tidak bisa dengan pasti dipatok polanya. Yang pasti, novel ini merayakan tokoh yang bukan manusia sempurna adiluhung bla-bla-bla dan tidak adanya kesatuan "suara," yang menjadi ciri bentuk "novel" sebagaimana diteorikan M. M. Bakhtin (beliau membandingkan "novel" dengan "epik," yang dicirikan dengan kesatuan "suara" yang mengagung-agungkan sesuatu, seperti misalnya tokoh utama yang adiluhung warbyasa bla-bla-bla).

Tentu Anda akan menguap hingga berlinangan airmata kalau saya meneruskan menulis seperti paragraf di atas, yang, meskipun berdasar, seolah-olah seperti orang nggladrah dan sok tahu dan membosankan. Baiklah saya simpulkan biasa saja.

Novel Kiat Sukses Hancur Lebur ini sekilas terlihat liar, semrawut, tapi kerap kali lucu dan membuat cekikikan. Tapi, menurut saya, itu semua adalah bagian dari sesuatu yang oleh Jameson disebut sebagai estetika "pemetaan kognitif." Untuk lebih jelasnya, saya akan buat resensi yang lebih bisa memberi penjelasan singkat bagaimana Kiat Sukses Hancur Lebur ini sebenarnya bisa dipandang sebagai manifestasi estetika "pemetaan kognitif." Pendeknya, novel ini membuat pembaca mengalami kehidupan yang serba tidak jelas, seringkali penuh omong kosong, dan juga kemunafikan. Dan kita, pembaca (yang kadang budiman, kadang saling membenci, kadang suka mendengar cerita, kadang disayang penyakit dan sebagainya) hanya bisa menikmati sambil terkekeh-kekeh, menertawakan kebuntungan kita sendiri...

Saya sangat menganjurkan membaca buku ini. Ada beberapa kata kunci yg perlu Anda sadari saat membaca buku ini: "omong kosong," "orde baru," "kemunafikan," dan lain-lain...
Profile Image for Happy Dwi Wardhana.
244 reviews38 followers
August 23, 2019
Saya dengar ada dua kubu untuk novel ini: tim pemuja dan tim penghardik. Saya memilih di tengah-tengahnya. Alasannya, saya dibuat terpingkal-pingkal dengan kalimat-kalimatnya yang mabuk dan amburadul. Di sisi lain, saya benar-benar tak paham apa yang dimaksud Martin lewat tokohnya Anto Labil.

Sebenarnya saya masih penasaran hubungannya novel ini dengan rezim Orde Baru. Saya mengira nama Soeharto yang dicatut hanya bagian dari racauan Anto Labil saja tanpa ada maksud tertentu. Pada saat mengikuti sesi SGA di Patjar Merah Malang, beliau sangat memuji novel ini dan mengkaitkannya dengan bubarnya masa Orde Baru. Saya mencoba merenung, mengulangi, dan mencocok-cocokkan racauan Anto Labil dengan pengetahuan saya tentang Orba, tetap saja tidak paham. Jadi, saya memilih membaca dengan cara skimming dan menertawakan begitu saja kalimat demi kalimatnya.
Profile Image for Mochammad Yusni.
78 reviews5 followers
October 18, 2016
Buku yang cocok untuk saya pecinta sesuatu yang aneh dan absurd. Kiat sukses hancur lebur berhasil membuat saya penasaran, karena menyelaminya seperti berenang di dalam kubangan lumpur yang penuh dengan berlian jika saya mau membuka mata dan pikiran. Jujur saja, jika tidak ada nama besar Martin Suryajaya, saya tidak akan sepenasaran itu. Karena gaya penulisannya benar-benar seperti orang mabuk, penuh kosakata yang tidak teratur, saya bisa saja berhenti setelah bab pertama dan menilai apa yang salah dengan otak orang ini.

Buku ini berhasil membuat saya terkekeh berkali-kali. Kejutan-kejutan kecil hasil dari penulisan yang melantur menghasilkan banyak candaan-candaan segar. Apa yang menarik adalah tentu banyaknya kritik yang terselip di dalam mondar-mandirnya tulisan. Seperti kritik pada buku tips trik sukses dalam bisnis, buku-buku motivasi ala mario teguh, eksistensi negara, politisasi agama, dan sebagainya. Dan itu semua tentu disampaikan dengan cara yang kacau, tetapi menjadikannya lebih halus karena penulis menjadikan semua seperti sebuah parodi.

Pada akhirnya, saat membaca ada bagian yang saya skim begitu saja karena mungkin sudah capai dengan putar-putarnya pembicaraan. Saya sendiri sangat menanti diadakannya diskusi bersama martin perihal buku ini, sehingga setidaknya saya tahu apa maksud di balik, teknik penyajian dan keinginan sang penulis. Buku ini, bagi saya, masih belum selesai.
Profile Image for Wawan Kurn.
Author 20 books36 followers
September 3, 2016
Martin Suryaja sebenarnya masih bermain-main dengan dunia filsafatnya. Gaya bahasa seorang pemabuk, ini benar-benar mabuk. Tidak mudah untuk menulis dengan gaya mabuk itu secara konsisten. Di mana-mana ada pesan tersirat yang dipasang dan diwarnai dengan gaya yang benar-benar mabuk.

Jika di halaman awal anda merasa kelelahan dengan gaya itu, saya sarankan anda berhenti sejenak. Lalu melanjutkannya setelah anda cukup sadar untuk menerima ketidaksaran seorang pemabuk yang disadarkan oleh Martin Suryajaya.
8 reviews
June 7, 2018
rReview menyusul, segera.. namun, ini adalah salah satu karya literatur kontemporer terbaik.
Profile Image for Hanifati.
99 reviews47 followers
November 17, 2022
Buku ini mungkin akan menjadi buku yang tidak pernah saya selesaikan. Hanya 30 halaman sudah membuat saya menyerah. Bahasannya yang kelewat ngelantur seperti orang mabuk benar-benar menghilangkan rasa pernasaran saya untuk terus membaca dan membuat saya berpikir mungkin buku ini memang bukan untuk dibaca. Mungkin itu juga kritik yang mau disampaikan dari penulisnya. Saya acungkan jempol buat kawan-kawan yang berhasil menyelesaikan buku ini!
Profile Image for Indah Threez Lestari.
13.4k reviews270 followers
September 22, 2016
675 - 2016

Sukses dibikin lieur sama orang lieur ini mah.

Meskipun kalau bukunya dibuka-buka sekilas kelihatan seperti buku nonfiksi serius, sangat disarankan untuk tidak serius membaca buku yang sangat melantur ini. Dari halaman-halaman awal sampai daftar pustakanya benar-benar konsisten ngawur seperti benar-benar ditulis oleh filsuf stress.

Banyak plesetan yang bisa membuat pembaca yang kurang persiapan bakal benar-benar kepleset.

Bapak-Ibu yang kurang asupan gizi, waspadalah. Waspadalah.
Profile Image for Mohammed.
18 reviews8 followers
September 7, 2016
Dibalik isinya yang merayakan omong kosong, tersimpan berlian-berlian ilmu bagi ahli kitab. Memang sulit awalnya karena ditulis tanpa alur yang jelas. Penasaran, Martin Suryajaya habis disantet dukun mana sampai nulis beginian. Namun saya rasa buku ini menjadi shock therapy bagi kita yang terbiasa dimanjakan oleh buku-buku yang mudah dibaca.
Profile Image for Muhammad Rifa'i.
9 reviews2 followers
October 14, 2016
Mungkin isinya terlihat omong kosong, tapi setelah melihat daftar pustakanya yang banyak, kukira penulis melakukan riset yang mendalam untuk benar benar menjadi hancur lebur.
Profile Image for Trian Lesmana.
77 reviews1 follower
September 7, 2023
Aku penasaran dengan buku ini karena sering disebut sebagai novel yang amat berbeda gaya penulisannya. Maka novel ini sudah lama masuk wishlist-ku. Saat mengunjungi Festival Buku Asia di Pos Bloc, kulihat buku ini dan kubeli sehingga tercoretlah buku ini dari wishlist-ku.

Membaca pengantar Andi Lukito membuatku semakin tertarik. Diceritakan oleh Andi proses dan asal-usul naskah hingga sampai diterbitkan. Cerita itu menguatkan rasa penasaran.

Namun semenjak itu, sejak bab pertama, aku harus berpikir keras ide apa yang hendak disampaikan penulis, konsep seperti apa yang ingin dibangun, kisah apa yang hendak diceritakan. Aku coba meneruskan hingga beberapa puluh halaman selanjutnya. Lalu mulai melompat-lompati halaman setelahnya, lalu membaca di bagian-bagian pamungkas noelnya. Dan aku masih tidak tahu apa yang telah kubaca.

Barangkali ini sebuah bentuk penulisan baru, tapi biarlah itu menjadi urusan para kritikus sastra atau semacamnya. Sebagai pembaca, aku berharap mendapat kesenangan atau kesedihan atau rasa emosi yang kudapat saat membaca novel, dan itu tidak kudapatkan di sini. Novel ini benar-benar membuat hancur lebur, sehingga tepatlah seperti judulnya.
Profile Image for Adrian Surya.
68 reviews
Read
May 17, 2025
Mengetahui tentang eksistensi buku ini hanya membawa saya kepada sebuah misi suci yang mungkin akan gagal diemban dengan paripurna oleh makhluk astral sekelas Kera Sakti, yakni menemukan diri saya sendiri di dalamnya.

Isinya, sesuai dugaan, semuanya hancur lebur, luluh lantak, ajur mumur. Berparagraf-paragraf huruf itu hanya terlahir kembali ke dalam asal muasalnya: abjad-abjad tak bermakna, sebab apa itu makna? Apakah ada hal yang bermakna, Bapak-Ibu Sekalian?

Seorang waras akan menganggap buku ini gila, ketinggian, dan kelewat asal bunyi hingga akhirnya menganggap buku ini hanya usaha-usaha gagal sang penulis untuk melucu dengan sedikit-sedikit menyelipkan guyonan selangkangan.

Namun, seorang gila akan menganggap buku ini waras, membumi, dan terstruktur hingga akhirnya menganggap buku ini sebuah panduan untuk hidup yang sebenar-benarnya, hidup bermartabat, hidup bermartabak, dan hidup bertabrakan.

Oleh karena itu, saya, selaiknya, seorang yang senantiasa edan, tak eling, dan kelebihan energi kaotis dapat menerima buku ini sebagai satu-satunya tujuan paling masuk akal yang bisa dikokop sembari mampir minum.
Profile Image for Isma.
43 reviews2 followers
April 11, 2022
Bapak ibu sekalian yang dilelahkan Tuhan juga Yth. Bapak Presiden Motivator Hancur Lebur, terima kasih telah membuat kitab yang tak pernah dikarang ini. Ibarat kata, buku panjenengan tempat isi ulang otak-otak dan imajinasi-imajinase yang tak dijual di POM bensin. Inilah buku genial yang bisa membakar semak-semak dan dedalu-dedalu tempat persembunyian Tom Sawer. Buku yang akan menghadiahi pembaca mukjizat kemalangan yang terintegrasi dan terdekonstruksi di bawah singgasana lidah buaya. Berkat buku ini saya jadi memikirkan makna hidup tinja. Dibuat dengan sistem algoritma madesu tanpa kesucian dan tata krama yang merepotkan. Penuli(s) bukan orang manja, dia hanya membuat secangkir novel yang dicampur ketan gusi biar ahoy. Tak ada penodaan agama gorengan, ayat suci tahu bacem, juga catatan kredit KPR di Simpang Lima. Saya sebagai pembaca memberikan klepak-klepok--versi kampungan dari diksi intelektuil tepuk tangan--usai menamatkan buku ini tanpa harus mendaki awan-awan gelap penulisan novel mooi indie dan keindahan alam kapitalisme. Cihuy, Pak.
Profile Image for melancholinary.
447 reviews37 followers
May 23, 2024
The basic idea is interesting, as if subverting early capitalism publications entering Indonesia, manifested by publishers like Magic Centre with books containing guides, tutorials, and ways to get rich quickly, with the slogan "Batja Untuk Madju," written by unknown people using the name Herbert N. Casson. Unfortunately, I find it quite boring to read; somehow, it's not that engaging. Some parts are quite interesting to read, such as notes about computers and programming languages and tutorials for suicide. But actually, it's far more interesting to read Kenji Siratori with his language that seems to be generated by AI in the 90s.
Profile Image for HF Jaladri.
56 reviews
April 10, 2019
Saya akan memberi 5 bintang untuk buku ini jika saya penyuka bacaan absurd.

Entah substansi apa yang dikonsumsi oleh Martin Suryajaya, tapi isi buku ini lebih mirip ceracau orang mabuk.

Sebagai seorang yang memandang sebelah mata pada absurditas, saya seharusnya memberi 3 bintang saja pada buku ini. Tapi melihat buku seperti ini bisa dijual dan memiliki pasarnya sendiri, bonus satu bintang saya beri pada buku ini.
Profile Image for Taufan Sopian Riyadi.
29 reviews1 follower
June 4, 2020
Banyak gaya dalam menukis novel. Pun begitu dalam membaca. Jika anda kembacanya dalam kesadaran penuh, maka besar kemungkinan menganggap novel ini disusun dengan gaya bahasa seorang pemabuk, seperti yang dikatakan Andi Lukito. Tapi, hal itu tidak akan anda temukan, jika sebelum membacanya anda meracik ciu yang dicampur lotion. Kemudian meminumnya, tapi jangan mati dulu. Karena masih ada tugas membaca naskah ini.
Profile Image for Ramdani Tonga.
43 reviews4 followers
February 14, 2018
Selalu akan ada 2 cara menilai sebuah 'kegilaan' dan cara yang tidak biasa: membenci dan mendukung sepenuh hati. Novel ini bicara seenaknya, dan hal hal baku dilanggar. Cara menikmatnya adaah dengan cara yang juga seenaknya, tidak perlu sampai seluruh bukunya. Saya, sih, sangat mendukung yang tidak lazim seperti ini.
Profile Image for Sevma.
70 reviews14 followers
August 7, 2018
Kepada Bapak dan Ibu sekalian, mungkin Anda-Anda bosan membaca buku pengembangan diri dan kepengin membaca buku fiksi yang mirip-mirip pengembangan diri. Maka, saya sarankan, baca buku ini. Tidak ada jaminan sukses setelah membacanya, meski judulnya memuat kata "Kiat Sukses"; pun tidak serta-merta Anda akan hancur danl ebur mesti judulnya memuat kata "Hancur Lebur".
Profile Image for Rafi abiyyu.
13 reviews4 followers
June 10, 2022
Waktu pertama beli dan coba baca, sekitar semester tiga kuliah, sulit sekali memasuki buku ini. Sekarang, di semester akhir, ketika sedang ingin lulus tapi malas mengerjakan skripsi, entah kenapa buku ini jadi begitu seru dibaca dan terasa lucunya. Ada satu persamaan antara kuliah dan mendaki gunung, yakni tersesat, ujar Soe Hok Ben.
Profile Image for Djinn.
14 reviews
June 28, 2025
sekali lagi bukan buku self improvment. buku yang menarik menurutku, dan dari segi bahasa temen-temen jangan kaget karena eksplisit untuk sebagian orang.

dari kesemua halaman itu, yang mengena bagiku cuma, 54, 58, 66-68, 77, 137 dan 143.

sekurang-kurangnya jika membaca buku ini, menambah pembendaharaan kata baru. kalian pasti menemukan sesuatu yang lebih dari itu bukan ?
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Gerhanala.
15 reviews
October 11, 2021
kitab kemitab untuk menstaples kepala ke dinding juga pohon mangga dan pohon ciremai serta apapun yang dijual via online. masukan dalam plastik antikarat, serahkan turun temurun pada generasi X Æ A-VDCLXXVIII
Profile Image for Eduard Lazarus.
13 reviews2 followers
June 3, 2017
"Sudah, sudah, Bapak-Ibu sekalian, tak perlu berebut eceng gondok."

Saya akhirnya mengerti makna dan tujuan hidup. Terima kasih.
Displaying 1 - 30 of 41 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.