Jump to ratings and reviews
Rate this book

Angel in the Rain

Rate this book
Ini kisah tentang keajaiban cinta.

Tentang dua orang yang dipertemukan oleh hujan. Seorang pemuda lucu dan seorang gadis gila buku yang tidak percaya pada keajaiban.
Di Charlotte Street London, mereka bertemu, tetapi kemudian berpisah jalan.
Ketika jalan keduanya kembali bersilangan, sayangnya luka yang mereka simpan mengaburkan harapan. Ketika salah seorang percaya akan keajaiban cinta, bahwa luka dapat disembuhkan, salah seorang lainnya menolak untuk percaya.
Apakah keajaiban akan tetap ada jika hati kehilangan harapan? Apakah mereka memang diciptakan untuk bersama meski perpisahan adalah jalan yang nyata?

468 pages, Paperback

First published October 5, 2016

17 people are currently reading
259 people want to read

About the author

Windry Ramadhina

12 books824 followers
young woman with lots of interests, ambitions and dreams, which shattered into pieces, each surfaced as different face and waiting for itself to become whole once more time. her world came to architecture, illustration, photography, literature, business, and japan. used to known as miss worm in cyber world. shattering her pieces at kemudian.com and deviantart.com

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
149 (38%)
4 stars
170 (43%)
3 stars
67 (17%)
2 stars
5 (1%)
1 star
1 (<1%)
Displaying 1 - 30 of 119 reviews
Profile Image for ijul (yuliyono).
811 reviews970 followers
January 30, 2017
First line:
Di salah satu sisi Charlotte Street yang basah, dia berdiri memanggul tas besar.
---pg.8, Chapter: LONDON: Pertemuan di Tengah Hujan

Saya begitu terbuai oleh LONDON: Angel dan benar-benar terhanyut bersama Walking After You, maka ketika terdengar kabar Windry akan menuliskan penggalan kisah lanjutan LONDON: Angel saya girang bukan main. Apalagi tokoh yang akan dihidupkan adalah Ayu dan Gilang. Saya sendiri begitu terpikat pada karakter Ayu di LONDON: Angel.

Namun demikian, saya baru saja kecewa pada pembacaan karya Windry terakhir, Last Forever. Oleh karenanya saya kelewat banyak berpikir untuk jadi membeli-baca atau tidak ketika Angel in the Rain, si kisah lanjutan itu, akhirnya benar-benar terbit. Maju-mundur-cantik-cantik setiap mau mencomot dari toko buku. Lalu saya pun memutuskan: 1) pinjam teman, kalau suka baru beli; atau 2) nunggu diskonan harga obral.

Ternyata pilihan kedua yang datang terlebih dulu, meskipun tak benar-benar sama, karena yang diskon justru berformat digital di Playstore. Gambling (karena enggak yakin bisa kelar baca di handphone), akhirnya saya beli juga versi digital yang diobral itu. Dan, Angel in the Rain menjadi buku panjang pertama yang selesai saya baca di handphone! Woo-hoo, rekor. Sebenarnya saya juga pembaca e-book, tapi lebih seringnya saya baca di iPad. Sedangkan di handphone saya hanya menyimpan beberapa judul novel saja, dan belum ada satu pun yang terbaca.

Angel in the Rain ditulis dengan alur maju-mundur. Sebagian besar ber-setting di Jakarta dengan kilasan ingatan ber-setting di London. Kisahnya sendiri dimulai dari bagian akhir kisah LONDON: Angel, ketika Gilang dan Ayu kembali ke Jakarta. Rancangan pertemuan sudah bermula sejak mereka secara tak terduga bertemu di London. Namun, di Jakarta-lah silang kehidupan mereka akhirnya dipertemukan. Dengan segenap kerumitan yang diracik Windry.

Masih tampil dengan diksi menawan, kalimat efektif, dan narasi yang mendetail, saya begitu betah menekuni lembar demi lembar (versi digital) novel kesembilan Windry ini. Gairah saya yang memudar ketika membaca Last Forever, secara drastis meningkat puluhan kali. Didukung pula dengan semangat baca saya yang entah bagaimana cukup bagus di awal tahun 2017 ini.

Buat yang sudah baca LONDON: Angel pasti tahu dong kenapa Gilang pergi ke kota Big Ben itu? Belum tahu? Hmm, baca lagi kalau begitu... dan buat yang belum baca, saya sarankan baca dulu, deh. Hehehe. Kecuali kamu enggak begitu ingin tahu apa saja yang dialami Gilang selama di London, oke-oke saja sih kalau tetap mutusin baca Angel in the Rain tanpa membaca LONDON: Angel dulu. Toh, sebenarnya ada beberapa bagian di sini yang menjembatani bolong informasi itu. Tapi, ada baiknya kamu baca dulu LONDON: Angel, ya.

Di sini Ayu dikenalkan .....resensi lengkap di: http://www.fiksimetropop.com/2017/01/...
Profile Image for Wardah.
926 reviews171 followers
September 13, 2017
Review lengkap bisa dibaca di sini.

Skor final 3.5. Nggak bisa kasih 4 karena 1) entah kenapa saya merasa novel ini terlalu panjang, ada banyak hal dari London: Angel yang diulang di novel ini dan saya merasa terganggu, 2) saya nggak suka narasi dari sudut Goldilock menyapa pembaca, dan 3) AKHIRNYA KURAAAAAANG!

Angel in The Rain kurang lebih adalah bacaan yang menyenangkan. Sepertinya bakal lebih asik kalau saya nggak pernah baca London: Angel kali ya, karena banyak pengulangan adegan. Bikin naksir sama Gilang, juga teman-temannya. Berharap lebih banyak cerita tentang Gilang juga ketika itu .

Kisah cintanya nggak mengecewakan, manis. Dan tentu saja menjawab kondisi Ayu yang muncul di Walking After You. Cocok dibaca di kala hujan sambil minum minuman hangat. (Meski tebal.) :)

Pengen mengulas lebih banyak, semoga bisa nanti.
Profile Image for Lelita P..
628 reviews60 followers
January 8, 2017


... susah beranjak dari buku ini. Jarang banget baca cerita romansa dalam negeri yang chemistry tokoh-tokohnya nampol banget, susah dilupakan. Bahkan setelah beberapa hari berlalu sejak tiba di halaman terakhir.

Novel Angel in the Rain ini adalah spin-off--kalau tidak mau dibilang kelanjutan--dari novel Mbak Windry Ramadhina berjudul London: Angel (review saya: https://www.goodreads.com/review/show...). Begitu banyak yang mau saya sampaikan tentang novel ini, jadi, let the rambling begins without further ado.

***

1. Novel ini ditulis dari sudut pandang orang pertama, Goldilocks alias si malaikat hujan, yang muncul secara misterius di London: Angel. Tapi POV tersebut tidak terlalu kentara karena secara cerita lebih menceritakan orang ketiga serbatahu, yaitu Gilang dan Ayu--tokoh utama kita. Goldilocks bercerita seolah langsung bicara pada pembaca, memanggil kita "Sayang". Buat saya POV ini tidak ada masalah--bagaimana dia muncul kadang-kadang, membuat kita kembali tersadar bahwa cerita yang sedang dibaca ini adalah cerita yang sedang dikisahkan, dituturkan. Namun bisa jadi ada yang menganggap POV Goldilocks ini mengganggu.

2. Yang paling luar biasa dari novel ini adalah, sekali lagi, chemistry. Mbak Windry hebat sekali membangun chemistry antara Gilang dan Ayu, dengan berbagai adegan, perlahan-lahan, pelan-pelan. Kuat sekali chemistry itu sampai kita, pembaca, meleleh dibuatnya. Bagian tersulit dari menulis novel romansa adalah pembangunan chemistry, dan jika hal itu berhasil dilakukan dengan benar, sukseslah novel romansa Anda.
Hubungan Gilang dan Ayu itu... duh. Naik turun seiring pembangunan chemistry-nya. Kadang bikin senyum, bikin meleleh, bikin gregetan. Tapi tetap manis.

Untuk waktu yang cukup lama, mereka tetap seperti itu. Duduk bersama tanpa suara di ceruk. Tidak melakukan apa-apa. Hanya membaca. Sibuk dengan buku masing-masing. Ditemani cerita hujan yang seakan-akan tidak berkesudahan. Sementara bayangan tubuh mereka membentuk sepasang siluet di kaca jendela yang basah. (halaman 166-167)


3. Kutipan di atas mengantarkan pada poin ketiga ini: betapa mereka pasangan yang... secara latar belakang adalah sesuatu yang selama ini saya cari di novel-novel fiksi (kalau tidak di dunia nyata sungguhan, haha). Gilang editor sastra di penerbit KPG yang memang khusus menerbitkan karya sastra, Ayu penulis novel romansa di penerbit GagasMedia yang fokus pada novel-novel populer. Semua orang yang mengerti dunia perbukuan tahu bagaimana karya sastra dan novel populer kadang sulit bersahabat. Dari hal tersebut saja telah tercipta alasan jatuh cinta yang menarik--karena sesuatu yang berbeda kerap tarik-menarik, benar? Mereka ini pasangan ideal ala kepala saya: berdiskusi tentang buku, dan bisa duduk berdampingan berjam-jam tanpa bicara--hanya membaca. Sangat bias; mana kuat saya melawan chemistry kayak gitu?!

4. Dan poin ketiga mengantarkan pada poin keempat: saya suka segala tentang dunia perbukuan yang Mbak Windry masukkan di novel ini. Tentang sastra vs novel populer, seperti yang telah saya tulis di atas. Tentang pameran buku dan repot-repotnya. Tentang editor-editor di dunia perbukuan yang saling kenal tapi belum tentu saling menyukai. Tentang idealisme vs pasar buku. Tentang KLA. Tentang Ubud & Writers Festival. Segalanya. Saya suka. Karena dunia perbukuan adalah sesuatu yang kerap saya perhatikan, meski belum berjodoh untuk berkecimpung langsung di dalamnya.

5. Kita bergeser ke karakter. Gilang yang romantis, naif, dan percaya pada keajaiban, vs Ayu yang realistis, skeptis, dan tak percaya keajaiban. Sesungguhnya karakter kontradiktif ini begitu menarik, mengingat Gilang merepresentasikan sastra sementara Ayu mewakili novel populer. Harusnya yang terjadi adalah sebaliknya, kan? Karena sastra cenderung kelam, dan novel populer cenderung cerah. Tapi ternyata tidak demikian. Dan perbedaan ini membuat dinamika hubungan keduanya semakin dan semakin menarik saja tiap halamannya.

6. Ngomong-ngomong soal karakter, saya paling suka dengan Ambu. "Kecil, kacamata, tidak suka menyapa". Ambu yang dimaksud tentu bukan Ambu Dian @ambudaff, ibu-ibu paling gahoelz teman baik saya di dunia maya. Ambu yang ini editor Ayu. Dia punya insting yang kuat soal buku bagus, nggak suka basa-basi sama sekali, kalau ngomong suka nge-jleb, tapi sebetulnya baik hati. Bagi saya, karakter Ambu ini wins bangetlah. Jadi bertanya-tanya, siapa ya modelnya....

7. Sementara karakter paling menyebalkan, tentu saja, Luh. Paling kzl sama orang nggak peka kayak gitu, apalagi ini nggak pekanya keterlaluan. Lebih pantas Ayu yang jadi kakaknya. Dan bagi saya, orang tua mereka juga seperti nggak punya hati Saya juga nggak suka sama Em, meskipun di belakang-belakang akhirnya kita sadar bahwa ini semua bukan sepenuhnya kesalahannya.

8. Gaya bahasanya indah. Persis seperti London: Angel, menggunakan dialog baku yang membuat kita merasa seperti membaca novel terjemahan, tapi nggak bikin merasa aneh. Malah rasanya pas sekali. Segalanya jadi terkesan lebih ngena. Diksinya pun khas Mbak Windry: nggak biasa, tapi mudah dicerna. Beautiful.

9. Sebal sama kemunculan Ning di sini. Inilah salah satu faktor kenapa saya menurunkan jadi 4 bintang saja, padahal aslinya saya kasih 4.5 dan bisa dibulatkan ke atas andai saja

10. Satu lagi alasan penurunan bintang: karena saya agak sebal dengan


***

Bagaimanapun juga, ini salah satu novel romansa dalam negeri yang saya apresiasi maksimal, meskipun saya orang praktis yang tidak menyukai hujan dan selalu sweatdrop dengan latar hujan pada setiap pertemuan Gilang dan Ayu di sini. Sampai sekarang pun saya masih membuka-buka ulang halaman-halamannya untuk berusaha menyesap kembali sensasi menyenangkan yang saya rasakan kala membacanya.

Craving for more, honestly... but on the other sides, reading something as sweet as this too much isn't healthy for my mental's health. Haha. Sekali-sekali sih nggak apa-apa.

Terima kasih Mbak Windry akhirnya telah menuntaskan menuliskan kisah utuh Gilang dan Ayu, setelah dibuat penasaran di London: Angel dan Walking After You. Semoga kelak bisa bertemu mereka lagi. :)
Profile Image for Afy Zia.
Author 1 book116 followers
July 8, 2019
2,9 bintang.

[Ulasan ini bersifat subjektif dan mengandung spoiler. Kalian telah diperingatkan.]


Ngg, sejujurnya agak dilema dengan rating untuk buku ini. Saya antara suka (3 bintang) dan kurang suka (2 bintang) dengan Angel in The Rain.

Oke, begini. Saya suka sama cara bertutur penulis. Benar-benar puitis tetapi juga page-turner. Kalimat-kalimatnya kayak punya daya magis tersendiri gitu #asheeek.

Saya pun suka sama Gilang yang agak-agak quirky. Sayangnya, saya justru malah nggak begitu suka dengan karakter Ayu alias tokoh utama perempuannya. Hmm, gimana ya. Ayu ini digambarkan sebagai wanita yang nggak gampang percaya (terutama sama laki-laki) karena pernah disakitin seorang laki-laki di masa lalunya. Dan seseorang di masa lalunya itu adalah Em--kakak iparnya sendiri. Akibatnya, sikap dia ke kakak perempuannya jadi alot. Okay, I get it.

Kemudian, Gilang datang. Laki-laki itu membuat Ayu kembali membuka hati. Setelah saling suka, saya kira sikap Ayu ke kakaknya bakal membaik. Namun nyatanya, Ayu tetap bersikap alot ke Luh--kakak perempuannya--setidaknya hingga menjelang akhir cerita.

Entahlah, di sini saya merasa agak janggal aja. Ayu kan posisinya suka sama Gilang. Artinya dia udah nggak suka sama Em lagi dong? Tapi kenapa dia masih musuhin kakaknya karena cinta di masa lalunya...? Dan saya kurang suka sama ucapan-ucapan nyelekit Ayu ke kakaknya. Rasanya kayak kurang patut aja ngomong hal-hal semacam "aku tidak peduli dengan kau" blabla dsb. Padahal, Luh juga udah minta maaf kan.

Lalu, latar tempatnya. Angel in The Rain sebagian besar berkisah di Jakarta. Ngg... tapi saya merasa latar tempatnya rada unbelievable aja gitu. Dialognya yang rada terlalu kaku (aku-kau) untuk tempat di Jakarta malah membuat saya mengerutkan kening. Okelah, semisal memang tidak ingin menggunakan gue-lo (lagi pula, nggak semua orang Jakarta pake panggilan begitu kan), seenggaknya bisa pake aku-kamu. Menurut saya, aku-kau itu terlalu terjemahan. 😅 Bukan hanya perihal aku-kau, tetapi juga bahasa di dialog yang emang bener-bener kaku.

Dan bukan cuma antartokoh utamanya aja, tapi juga semua tokoh lainnya di dalam cerita ini pake bahasa baku di dialog.

Lain halnya jika sedari awal latar tempat cerita ini ada di luar negeri atau justru di tempat fiksi yang pengarang buat sendiri. Saya nggak bakal terlalu bermasalah sama penggunaan dialog aku-kau itu. Tapi ya udahlah, saya memaklumi meskipun rada ganjel di hati. :")

Dan masih menyangkut latar tempat, lama-lama saya heran. Ini di Jakarta tapi kok ujan mulu ya? Wkwk ya memang sih, ujannya tiap ada Gilang doang. Tetapi lagi-lagi saya jadi merasa latar tempatnya rada unbelievable. Soalnya sebagai orang yang tinggal di pinggiran Jakarta, saya sedikit-banyak paham kalo Jakarta itu bukan kota hujan.

Tapi yha berhubung cerita ini punya nuansa magis alias mejik, masih kumaklumi deh tentang hujan itu. Dan lagian, ini cerita fiksi.

Lalu, saya merasa alurnya cukup lambat. Hal ini juga bikin saya mandeg berbulan-bulan alias nggak kunjung selesai baca Angel in The Rain. Ini subjektif sih, tapi saya kurang suka sama cerita beralur lambat.

Dan alur lambat tersebut kemungkinan besar karena buku ini memiliki 460 halaman. Terus yaaa berhubung buku ini bergenre romance, konfliknya pun sudah pasti nggak jauh-jauh dari masalah percintaan. Tapi karena hal tersebut juga, saya jadi kurang klik. Ini sih masalahnya emang ada di saya, bukan di bukunya wkwkwk. Pas baca buku ini, beberapa kali otak saya bergumam (wtf otak bergumam?!), "Kayaknya buku ini bukan selera saya."

Bukan berarti saya nggak suka genre tersebut ya. Ada kok buku-buku romance yang klik di saya. Yang bikin saya kurang klik sama Angel in The Rain mungkin karena konfliknya. Not my cup of tea.

Dulu banget (kayaknya pas SMP), pernah baca juga bukunya Mbak Windry yang berjudul Montase. Buku itu pun saya kasih 3 bintang. Saya lupa sih tepatnya kenapa (saya bahkan udah lupa buku itu tentang apa 😂), tapi setelah baca buku ini jadi sadar... mungkin saya nggak begitu cocok dengan buku-bukunya Mbak Windry. Tapi nggak menutup kemungkinan kalo suatu saat nanti saya baca buku-bukunya beliau lagi, hehe.

Buku ini nggak buruk. Hanya saja, nggak begitu sesuai sama selera saya.
Profile Image for Titi Sanaria.
202 reviews37 followers
Read
October 19, 2016
Mungkin karena sudah nunggu Gilang dari 'London' dan penasaran sama Ayu sejak baca 'Walking After You', buku ini aku tunggu banget. Sudah tahu sih kalau mereka akan menemukan kebahagian di sini, tapi tetap ingin tahu prosesnya gimana.

Dan... ternyata memang tidak mudah "mempertemukan" apalagi membuat mereka jatuh cinta. Tak mengapa, bagi sebagian orang, move on dan pindah ke lain hati memang bukan perkara mudah.

Mungkin karena aku juga pencinta buku, kedua karakter ini gampang sekali mendapatkan hatiku. Great Job, Mbak Windry Ramadhina. Di antara ke-9, anaknya, ini favoritku setelah sebelumnya suka sama 'Montase'
Profile Image for Pauline Destinugrainy.
Author 1 book265 followers
May 20, 2020
Ayu adalah seorang pencinta buku yang melakukan perjalanan ke London untuk menghindari pertunangan kakaknya, Luh dengan pria yang pernah dicintainya, Em. Di London, dia bertemu dengan seorang pemuda yang juga menyukai buku, bernama Gilang. Gilang berkunjung ke London untuk mengejar seorang wanita yang dicintainya. Ning, nama gadis itu, adalah sahabatnya. Sayang cinta Gilang tidak berbalas. Ning hanya menganggapnya sebagai sahabat dan Ning mencintai pria lainnya.

Ayu dan Gilang beberapa kali bertemu secara kebetulan, dan setiap kali mereka bertemu selalu ada hujan yang menyertai. Saat kembali ke Indonesia, Ayu menawarkan buku Burmese Days cetakan pertama karya George Orwell yang sudah lama dicari oleh Gilang. Sayangnya, sampai tiba di bandara Soekarno-Hatta buku itu tidak juga berpindah tangan. Buku itulah yang kemudian akan mengawali pertemuan kembali antara Ayu dan Gilang.

Profesi Ayu sebenarnya adalah penulis novel. Novel kelimanya sudah dinantikan oleh editornya, namun tertunda karena kepergian Ayu ke London. Ayu kemudian menulis sebuah novel dengan judul Angel in The Rain. Gilang pernah mengatakan bahwa ada malaikat yang ikut turun bersama hujan dan membawa keajaiban. Ayu tidak percaya dengan perkataan itu, tapi kemudian menjadi inspirasinya dalam menulis novel yang laris manis.

Sementara itu, Gilang berusaha melupakan cintanya yang kandas. Pertemuannya kembali dengan Ayu di Indonesia membawa sesuatu yang baru di hatinya. Ketika perasaannya pada Ayu mulai bertumbuh, Ning kembali ke Indonesia. Gilang merasa ada yang berbeda dengan sahabatnya, dan berusaha menghibur sahabatnya. Usaha yang membuat Ayu menjadi tidak percaya pada Gilang.

Novel ini unik, karena yang bercerita bukan Ayu atau Gilang sebagai tokoh utama. Yang bercerita adalah Goldilocks, sosok malaikat yang membawa payung merah untuk sepasang kekasih. Goldilocks menampakkan diri kepada Gilang di London, yang membuat Gilang sangat penasaran.

Selain legenda di London dan beberapa tempat-tempat menarik tentang London, novel ini juga banyak bercerita tentang novel dan penulis klasik. Sebut saja Wuthering Heights, novel yang "dikejar" oleh Ayu, atau The Gatsby yang menjadi inspirasi Gilang dalam membuat blog. Keberadaan novel klasik dan beberapa novel lainnya membuat karakter Ayu sebagai pencinta buku (saya tidak ingin menyebutnya gila buku) lebih kuat. Bahkan Gilang yang disebut-sebut sebagai pemuda lucu oleh Goldilocks juga terimbas karakter pencinta buku. Saya malah tidak merasakan lucunya Gilang. Menariknya lagi, seperti Ayu yang menulis novel berjudul sama dengan novel ini, Gilang juga akhirnya menulis novel dengan judul London : Angel.

Selain kisah cinta segitiga, satu topik yang juga diangkat dalam novel ini adalah soal kepercayaan. Ayu memiliki masalah tidak bisa percaya pada lelaki, karena lelaki yang disukainya punya masa lalu dengan wanita lain. Karena pengalamannya dalam cinta segitiga antara dirinya, Luh dan Em, Ayu menolak mempercayai Gilang ketika Ning kembali hadir di tengah mereka. Butuh waktu lama bagi Ayu untuk menemukan rasa percaya itu.

Seperti Ayu yang mengoleksi buku cetakan pertama karya penulis favoritnya, saya juga berusaha mendapatkan cetakan pertama karya Windry Ramadhina. Karena novel ini adalah sekuel dari London: Angel, saya tentunya segera memesan ketika novel ini diterbitkan pertama kali lengkap dengan bonus postcard-nya. Saya penasaran dengan kelanjutan kisah Gilang dan Goldilock di novel London : Angel. Sayangnya, kesibukan membuat saya menunda-nunda membaca novel ini, sampai akhirnya hampir empat tahun tersimpan di rak buku. Bukunya sampai menguning dan penuh bercak cokelat. Sepertinya Angel In The Rain ini adalah buku terakhir Windry dengan penerbit Gagas Media. Masih ada dua buku karya Windry di rak saya yang menunggu waktu tepat untuk dibaca :)
Profile Image for MAILA.
481 reviews121 followers
September 14, 2017
ada 3 laki-laki yang telrintas di kepala saya saat membaca buku ini,
mas dea anugerah, mas sabda armandio dan mas abduraafi andrian. kebetulan saya pernah main sebentar dengan 3 orang itu, dan karakternya hampir2 mirip.

tapi ketika terus sampai akhir jadinya malah mixed feeling.
kayak misal gini,
kerja di penerbitan (mas dio dulu pernah kerja disana). tukang mabuk, mengejar buku cetakan pertamanya orwell dan mengejar ''teman'' sampai ke luar negeri (dalam kasus ini luar kota) (mirip mas dea anugerah), trus dibagian gilang dan ayu yang main2 ke toko buku (mirip dengan mas raafi). nah pas feeling antara gilang dan ayu sudah terbentuk, yang saya bayangin justru malah mantan pacar saya wqwq

tapi dari semua itu, saya lebih merasa kalau gilang ini mirip mas Dea wqwqwq

***

ceritanya menarik!

awal2nya saya akui sempat bosan. semacam kayak, gak suka aja gitu bahasa dongengnya hehehehe. penggunaan percakapan bakunya juga agak bikin mumet walaupun ya kadang kalau saya ngobrol sama 2 dari 3 laki-laki yang saya sebutkan diatas juga pakai bahasa baku.

lalu, gak banyak buku2 dan penulis yang saya kenal dari referensi bukunya mbak windry disini wqwq. siapalah saya ini bacaannya komik doang hh.

agak sedikit salut juga sih, ternyata seorang kolektor buku itu beneran ada ya. saya gak pernah benar2 serius dalam mengoleksi atau menyukai sesuatu sih. jadi kalau saya suka sama sesuatu, bisa nemu aja syukur. gak perlu sampai harus cetakan pertama atau yg punya nilai sejarah dsb dst dll nya gitu.

kesukaan dan keterikatanmu pada benda mati hanya akan membawa susah saja hhe.

endingnya ambyar.
kurang suka aja padahal lagi klimaks banget heu.

tapi ya cukup mengesankan.

oh, saya jadi pengen rutin membuat cerita2 pendek lagi juga di blog. dulu pernah punya trus tak tutup dan bikin blog baru yang isinya review produk doang.
apa tak hidupin lagi aja kali ya, hmm

oiya, pada beberapa bagian, saya merasa mirip ayu. memutuskan seenaknya bahwa sebuah hubungan tidak berhasil padahal belum sempat dimulai. saya nangis di bagian percakapan Em dan Ayu,

-kau datang kepadaku untuk mengobati rasa kehilangan karena Luh pergi, aku cuma pelarian . pengganti. begitu luh kembali, kau meninggalkanku.
-aku meninggalkanmu karena kau memaksaku menjauh
-oh, pengecut. bisa2nya kau menyalahkanku
-itu kenyatannya. kau meragukanku. kau berhenti percaya padaku
-aku tidak--
-ayu, kau yang berkata kita tidak akan berhasil. aku mencintaimu, tapi kau mendorongku sekuat tenaga.

BANGSAAAAAATTTTTTT
yaudahlah, gak baik menyesal lama2 :'(

persamaan saya dengan ayu disitu aja sih. yang lainnya nggak. seperti misal, ayu adalah orang yang tidak pernah mengambil langkah dan selalu takut jatuh dan tidak berani mengejar. kalau saya tidak begitu, saya adalah tipe orang yang selalu lebih sering bergerak lebih dulu baru mikir. makanya sakitnya dobel. sakit sendiri + sakit karena digoblok2in sama temen ''u mikir dulu napa sih'' wqwq. tp gpp, bertindak seperti itu meski tidak selalu berakhir baik tapi cukup menyenangkan hhe.

beberapa kutipan kesukaan

''kehidupanmu memang muram atau kau pintar berpura-pura lewat tulisan?'' (ini pernah tak tanyain juga btw ke mas dea dan mas dio)

''apa yang lebih menyakitkan? tidak bisa melihatmu lagi. atau menyadari bahwa aku kehilangan dirimu karena kebodohanku sendiri'' HADEEEEEHHHHHHHHHHHHHH

''manusia mempercayai apa yang mereka ingin percayai. seringnya mereka hanya membohongi diri mereka sendiri''

satu kutipan terakhir, percakapan antara gilang dan ayu yang kebetulan pernah saya lakukan juga dengan salah satu dari 3 pria yang saya sebutkan di atas.

''kenapa ya kok tiap kita ketemuan selalu hujan?''

tebak, itu terjadi pas saya lagi sama sapa

suka!
rekumen!

Profile Image for Ayu Eddy.
58 reviews11 followers
October 13, 2016
Ahhhh akhirnya mbak Windry dengan baik hatinya kembali menghadirkan Gilang dan Ayu setelah cukup lama menunggu bersama banyak pertanyaan yang sengaja dia tinggalkan.Saya kira saya akan kembali bertemu Galdilocks dengan payung merah dan hujannya lagi disini tapi ternyata dia menemui saya dalam bentuk lain. Saya suka kehadiran Galdilocks kali ini di novelnya, membuat saya merasa seperti tidak sedang membaca tapi sedang mendengarkan dongeng dari seorang peri hehehe

#Warning review saya kali ini mungkin akan terasa sangat lebay, tapi percaya atau tidak sepanjang saya membaca dari malam kemarin hingga tadi siang, hujan tidak henti-hentinya turun seolah menemani saya sampai buku itu habis ke halaman terakhir. Magis kan??? atau memang sudah musimnya begitu, anggap saja saya cuma melebih-lebihkan.

Saya suka keseluruhan yang ada di novel ini, dari mulai cover yang sangat "Galdilocks" sekali, lalu ada beberapa alurnya yang sengaja dibuat flashback untuk sedikit membantu mengingatkan kita pada moment di dua novel sebelumnya. Saya suka naratornya setiap kali memanggil "sayang" dan menyebut kedua tokohnya Pemuda lucu dan Gadis gila buku. Saya suka Gilang yang dengan enteng dan usilnya selalu memanggil "Bronte" ke Ayu lalu membuat Ayu kesal. Saya suka karakter Ayu yang kadang mengingatkan saya pada Julian, apalagi saat Ayu malu, pipinya merona, salah tingkah dan juga Ayu yang ketus, Ayu buat saya, mungkin bisa jadi adalah Julian versi Cewek. Saya suka hubungan diantara Gilang dan Ning, dan tentu saja saya suka penyelesaian yang diberikan penulis kepada Ayu, Luh dan Em dengan tepat dan manis tanpa membuatnya terlalu drama.

Sepanjang membaca rasanya campur aduk tentu saja, Mbak windry sukses memberikan bumbu secara bersamaan, bahagia, sedih, kasihan, kasmaran, miris juga. Saya seolah bisa seperti orang yang jatuh cinta karena Gilang lalu saya berubah jadi orang depresi karena Ayu, semuanya saya rasakan. Novel ini pun buat saya adalah jawaban yang sempurna dari perjalanan dan pertanyaan di novel sebelumnya. Bisa jadi karenanya saya sekarang mulai percaya pada keajaiban. Actually score 4,5 karena saya sangaaat cinta novel ini. Hingga saya memutuskan Angel in the rain adalah novel favorit saya selanjutnya dari karya mbak Windry.

ps: Saya harap Rayyi juga bisa diberikan kesempatan memiliki happy endingnya sendiri sama seperti Gilang.
Profile Image for Adara Kirana.
Author 2 books207 followers
October 15, 2016
4 dari 5 bintang : )

--

Cuplikan review:

Kalau ceritanya sendiri, novel ini heart warming menurut saya. Enggak bikin nangis, tapi justru bikin senyum (ini saya gatau saya yang aneh apa gimana...).

Saya suka penempatan Goldilocks di cerita ini yang mendapat peran jadi narator. Apalagi, si Goldilocks suka pakai kata 'Sayang' di narasi. Jadi berasa disayang didongengin hehe. Oh ya, saya juga suka sama julukan 'si pemuda lucu' untuk Gilang, dan 'gadis gila buku' untuk Ayu dari si Goldilocks.

Dan seperti biasa, saya suka banget penuturan ceritanya Windry Ramadhina! Saya puas banget. Sebenernya, saya agak enggak rela nyelesaiin buku ini. Kayak nahan-nahan baca biar enggak cepet-cepet selesai. Tapi masalahnya, ceritanya juga bikin saya penasaran. Tahu-tahu, udah selesai aja. Wkwkwk.

Review lengkap bisa dibaca di: http://expellianmus.blogspot.co.id/20...
Profile Image for Dini Afiandri.
Author 4 books17 followers
February 7, 2017
Review menyusul. Segera.

===== Edited 11 Januari 2017 =====

Angel in the Rain adalah sekuel yang menutup cerita dari dua novel sebelumnya, London: Angel dan Walking After You. Memang tidak harus membaca dua novel itu dulu sebelum membaca buku ini, namun sebagai pembaca yang membaca ketiga-tiganya, ada kepuasan dan juga ketidakpuasan saat saya membaca Angel in the Rain.

Pertama-tama, saya akan bilang bahwa secara jalan cerita dan penulisan, buku ini jelas lebih baik dibandingkan Last Forever. Oleh karena itu, saya menambahkan satu bintang lagi dari yang semula hanya tiga bintang. Tapi, saya lebih suka Walking After You dibanding novel ini. Mengapa? Akan saya jelaskan.

Angel in the Rain menggunakan teknik narasi dengan Goldilocks sebagai narator. Pilihan kata yang digunakan membuat saya mengernyitkan dahi, dan terasa kurang nyaman. Untuk kisah cinta Gilang dan Ayu, saya suka. Keduanya punya karakter yang kuat dan khas, sedangkan para karakter sampingannya, meski tidak semuanya berkarakter kuat, masih tetap cukup tereksplorasi dengan baik dan memiliki emosi.

Saya akan menambahkan sedikit pendapat dari teman baik saya, bahwa Gilang, dengan topi fedora, cara berbicara, dan juga panggilannya untuk Ayu, terkesan seperti pria di film-film tahun 80-an. Saya sendiri tidak keberatan dengan penggambaran ini, karena Gilang dan juga Ayu terasa lebih tiga dimensi dibanding karakter di novel Last Forever. Kisah cinta Gilang dan Ayu sendiri manis, dengan adegan-adegan romantis khas mbak Windry, misalnya pertemuan di halte kala hujan. Romansa kontak fisiknya cukup intens, tetapi hangat dan penuh emosi. Konflik utama dan konflik sampingan tersusun dan terselesaikan dengan baik. Dunia kerja sebagai penulis dan editor pun berhasil diangkat dan dibahas dengan tetap memiliki daya tarik.

Akhir ceritanya sendiri, menurut saya terasa agak kurang nendang. Bagaimana ya, rasanya sama seperti akhir cerita London, tidak meninggalkan perasaan hangat dan puas setelah membacanya. Justru hal ini saya dapatkan ketika membaca karya-karya mbak Windry dari Walking After You ke belakang, yang sebelum-sebelumnya.

Oke, rasanya sudah cukup banyak yang saya ungkapkan mengenai buku ini. Sebagai sebuah buku yang tebal dan padat, Angel in the Rain cukup recommended . Kendati demikian, saya mengharapkan suatu saat bisa membaca karya baru mbak Windry yang tidak hanya terasa manis, seru dan menarik, namun meninggalkan rasa puas ketika menutup bukunya.
Akhir kata, semoga sukses untuk tulisan-tulisan mbak Windry berikutnya, saya akan selalu setia menunggu dan membaca karya mbak.

3,5 bintang untuk Angel in the Rain, dibulatkan ke atas.
Profile Image for Amaya.
743 reviews57 followers
March 11, 2024
Oh Gilang, Oh Ayu. Cinta kalian rumit. Yash, setelah sekian lama akhirnya akhirnya akhirnya. Lewah banget sampe 3 kali, tapi serius aku lega banget sama cerita ini. Buku ini jadi karya favoritku dari penulis sejauh ini. Aku suka sama karakterisasi Gilang, Ayu, dan semua pemeran pendukungnya. Kompleks. Oh, ungkapan yang menyatakan hujan itu romantis kayaknya pas kalau ditempatkan di sini. Memang, rasanya kayak mengherankan, kalau romantis nggak mungkin sampe bikin orang kabur kalau dia dateng, dong? Tapi, percayalah, Gilang dan Ayu bikin kesan hujan itu merepotkan langsung hilang. Yah, walaupun kalau dipikir-pikir agak aneh juga mereka nggak gampang masuk angin setelah kena hujan rintik maupun deras.

Soal karakterisasinya, kuakui sampai akhir konsisten. Ayu dan masa lalunya, cara dia berdamai juga jadi sorotan. Kayak apa ya, dia keselnya konsisten sampai akhir kesel terus. Gilang juga dari cara dia terpuruk terus bangkit terus terpuruk lagi, nggak ada yang lepas dari caranya menghadapi keterpurukan.

Pembahasan soal dunia penerbitan, sastra vs fiksi populer, dan kecintaan keduanya pada buku klasik cetakan pertama bikin makin betah baca sampai akhir. Dan terakhir, magic-nya ada di story-telling penulis yang memakai sudut pandang orang ketiga. Well, nggak lewah, nggak sampai bocor, nggak lompat kepala, nggak terburu-buru harus di-spill di akhir, dan diksinya tepat. Penggunaan metafora yang nggak berlebih atau walaupun banyak tetap nggak mengaburkan makna dari kalimat. Sangat menyenangkan pembaca.

What a good read. Romansanya nempel sampai akhir. Manis dan hangat. Perfect!
Profile Image for Nindya Chitra.
Author 1 book21 followers
July 23, 2018
3 bintang.
Sejujurnya, aku nggak pernah begitu tertarik sama karyanya Mbak Windry. Dulu Memori memang pernah memukauku, sudah lama sekali, tapi nama Windry sendiri nggak begitu lekat di ingatan. Tapi udah jadi pengetahuan umum kalo Mbak Windry ini memang jago nulis romance. Pujian para pembacanya pun sering hilir-mudik di medsosku. Lama-lama penasaran juga dan nyoba baca Montase, nggak sesuai ekspektasiku.

Aku nekat baca ini karena tema hujan yang diangkat buat nambah bahan riset tulisan. 100 halaman pertama hampir nyerah, 200 ke tengah sudah lumayan nyaman, tapi sampe halaman 400 aku bener-bener angkat tangan dan gak bisa maksa lanjut baca. Langsung liat endingnya. Mungkin beda selera.

Apa yaa. Ada yang kurang klik gitu kalo baca novel beliau. Tapi susah juga dikata-kata. Indah iya. Ngalir iya. Bagus iya. Tokohnya kompleks iya. Tapi dari masing-masing aspek kadar 1-10 masih ada di angka 6 atau 7. Sedikit kurang maksimal dan mungkin beda jalur selera.
Profile Image for Uthie.
326 reviews76 followers
February 6, 2017
"Tahukah kau apa yang turun bersama hujan?" Tiba-tiba, Gilang bertanya.

versi Angel in the Rain :

Ayu menggeleng. "Apa yang turun bersama hujan?"
"Malaikat."


versi reviewer galau aka. diriku :

Aku mengangguk. "Kenangan. Khususnya kenangan tentang mantan."


proyek baca bareng BBI Medan

Profile Image for Oktabri.
147 reviews4 followers
October 17, 2016
Puas banget bagaimana Goldilocks ikut ambil bagian di buku ini. Dengan si gadis gila buku dan pemuda lucu. Bahkan dengan Ambu! Seperti menemukan kepingan puzzle yang hilang, menggenapi apa yang tersisa di London:Angel dan menimbulkan tanda tanya besar di Walking After You.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Sofi Meloni.
Author 8 books92 followers
December 26, 2016
Suka banget dengan cara Windry pelan-pelan membangun suasana hingga dua tokoh utama jatuh cinta.
Simple but sweet!

Certain scenes bring back the memories from "Walking After You".

Sukaa lah intinya :D
Profile Image for Andry Setiawan.
Author 31 books144 followers
January 10, 2017
Magical, tapi realistis. Lembab karena hujan dan air mata di sana-sini.
Bahasa baku seperti naskah terjemahan tapi dengan rasa Indonesia, dan aku SUKA!
Profile Image for Haifa Chairania.
158 reviews8 followers
July 4, 2025
Selaku pembaca yang miskin bacaan romansa lokal, London: Angel boleh jadi judul paling membekas di ingatanku. Rasanya masih terbayang bagaimana aku terjerat Goldilocks si malaikat hujan juga para tokohnya yang menemukan takdir cinta. Oh dan tentu, aku jadi bertanya-tanya kelanjutan pertemuan di bawah rintik hujan malu-malu pada akhir cerita.

Jawabannya kutemukan di Angel in the Rain yang justru baru kubaca hampir satu dekade sejak terbit tahun 2016. Walau lelet dan sering error, aku perlu berterima kasih ke iPusnas yang akhirnya memberi kesempatan cuma-cuma menyambangi cerita belum usai antara Gilang dan Ayu. Atau mungkin, sebagaimana Goldilocks menjuluki keduanya, bisa kusebut mereka si pemuda lucu dan gadis gila buku?

Goldilocks memang jadi inti magis cerita, dan di buku ini kehadirannya sebagai narator (yang mendayu-dayu dan suka pakai panggilan ‘sayang’) justru bikin aku mendengkus geli. Yah, kalau si malaikat sendiri yang menuturkan, aku bisa apa selain percaya bahwa romansa di sini bakal ada campur tangan keajaiban?

Sekuel ini menyajikan apa yang benar-benar kuekspektasikan dari selorohan menghibur Gilang dan Ayu di London. Sesama pembaca yang terobsesi dengan karya klasik, kencan di toko buku, debat sastra vs fiksi populer, pertemuan di acara literasi. Cepat atau lambat, aku perlu membaca Wuthering Heights dan Great Gatsby juga untuk mencari tahu kenapa dua karya tragis ini jadi favorit mereka. Kalau pakai istilah pembaca jaman sekarang, Gilang dan Ayu bakal dapat label Grumpy x Sunshine versi mas-mas editor slengean dan mbak penulis sinis—sialnya, ini trope yang ternyata bikin aku susah berhenti cengar-cengir. Plus aku sangat suka eksplorasi dunia perbukuan dan penerbitan melalui profesi mereka (ikut mengamini reviewer yang bilang Gilang itu editor KPG dan Ayu penulis Gagasmedia).

Setelah kupikir ulang, diksi-diksi Mbak Windry, walau cukup sederhana, juga jadi 'sihir' untuk membangkitkan nuansa gemerlap dan halus pada penggambaran setting dan interaksi antar tokohnya. Bahkan Jakarta yang semrawut bisa dideskripsikan secara elegan lewat sudut-sudut seperti toko buku antik Boekoe Oesang dan kedai Afternoon Tea, maupun hujan-hujanan romantis yang mengesampingkan kesan, “Ini hujan mulu kok gak banjir ya?”

Hampir mungkin aku bakal sangat menyukai Angel in the Rain, termasuk para pemeran figuran atraktif seperti Ambu, Jo, Ungkung, dan empat sekawan tukang mabuk teman Gilang. Kemunculan Ning, sahabat-mantan gebetan, juga alih-alih bikin aku mengerang gemas justru jadi poin penting dalam memperlihatkan Gilang yang sepenuhnya berhasil berdamai dengan masa lalu dan memaknai hubungan mereka sebagai platonic relationship.

Masalah terbesarku justru adalah Ayu dan jalinan ruwet konfliknya dengan Luh serta Em. Sebagai karya fiksi, mungkin aku tidak bisa mengharapkan tokoh-tokoh di sini mengenal good communication semacam, “Aku punya trust issue, ayo kita bicarakan”. Di tahap paling menjengkelkan, wajar kalau aku kepengin menimpuk Ayu, Luh, dan Em atas ketidakpekaan mereka. Dan aku agaknya menyayangkan Gilang, yang di situasi kritis, lebih banyak berceloteh tentang keajaiban alih-alih membujuk Ayu terbuka atas masa lalunya. Pujangga, tolong, kamu tidak bisa cuma mengharapkan mukjizat untuk mempertahankan hubungan. Alur yang awalnya dibangun secara perlahan agaknya jadi terburai, berakhir diulur-ulur dengan cara menyebalkan, dan aku kadung antipati dengan eksekusi “nanggung” karakter Ayu serta konfliknya yang sejatinya adalah plot krusial.

Perpaduan perasaan tergugah dan tersulut setidaknya jadi bensin yang mendorongku menamatkan buku 470 halaman ini dalam waktu sehari. Sama seperti Gilang, aku sedikit kaget masih bisa menikmati fiksi romance populer–dan mungkin ini pertanda aku memang butuh variasi bacaan selain "sastra realistis kelam".
Profile Image for Anindyta.
168 reviews20 followers
December 26, 2017
Tolong, jangan salah sangka. Saya memang tidak biasa membaca buku roman fiksi populer. Tapi penulis ini begitu banyak direkomendasikan oleh teman-teman, sehingga saya penasaran. Walaupun bertahun - tahun kemudian baru saya baca novelnya.

Saya sendiri tidak punya masalah dengan fiksi populer apalagi yang mengandung cinta. Saya suka kok dengan sastra roman namun biasanya saya lebih menyukai buku yang lebih serius mulai dari bahasanya sampai ke masalahnya. Saya paling jarang bertahan membaca buku tentang percintaan muda mudi semata. Seperti di buku ini misalnya, dua orang yang kesulitan melupakan mantan cinta dan akhirnya bertemu.

Namun saya selesai membaca buku ini dan saya suka. Saya suka dengan gaya menulis Windry yang elegan dan indah untuk ukuran cerita populer seperti ini. Jarang sekali saya menemukan penulis seperti ini di genrenya, mungkin satu dua (sebagian karena saya terlalu skeptis terhadap genre ini). Pokoknya saya suka, suka sekali dengan gaya menulis Windry sampai rasanya saya mau memeluk penulisnya.

Selain itu mungkin daya tarik dari buku ini terhadap saya adalah Gilang. Saya suka dengan salah satu pemeran utama ini. Bukan karena suka ngefans seperti itu, hanya saja Gilang itu...seperti saya. Saya suka dengan seleranya dan apa yang dia tulis. Saya suka sastra lama dan Gilang juga. Gilang juga menyukai sastra modern. Jadi membuat buku ini menarik hati saya, karena begitu banyak referensi yang disebutkan di dalam buku ini yang saya kenali, walaupun belum semuanya saya baca tapi setidaknya saya tahu dan saya kagum dengan Gilang.

Sayangnya, ada juga yang saya kurang sukai di buku ini. Walaupun saya ingin sekali menyukai keseluruhan buku ini karena penulisannya yang indah, tapi tetap ada saja yang mengganjal. Dan hal ini terus mengganjal sampai ke akhir buku, karena yang saya kurang sukai adalah tokoh utamanya, Ayu. Ayu orangnya sangat sendu, malah bisa dibilang agak kelewatan menurut saya. Ya okelah kalau dia menyukai Bronte, dia patah hati karena masa lalunya, tapi halo... itu tidak membenarkan sikapnya yang begitu kasar kepada keluarga. Dan dia begitu sampai di akhir buku! Ayolah Ayu, kehidupan ini tidak melulu masalah cinta.

Saya rasa saya menyukai Windry dan penasaran ingin membaca karyanya yang lain. Bagi penyuka sastra klasik yang mungkin mau iseng-iseng membaca tentang percintaan dua orang penggemar klasik, buku ini cocok sekali. Dan saya harap orang - orang yang membaca buku ini jadi kepengen sendiri mencicipi apa yang saya, Ayu, dan Gilang sukai dari sastra klasik
Profile Image for Yusda Annie.
221 reviews32 followers
May 29, 2020
"Manusia memercayai apa yg ingin mereka percayai. Seringnya, mereka hanya membohongi diri sendiri." #quotes 🌧️
.
.
Meski setidaknya ada 2 frasa yg bagiku cukup mengganggu, tetapi #AngelInTheRain berhasil mengeluarkanku dari reading slump.. akhirnya huhuu.. 🤧🙌🙌
Thanks to Windry Ramadhina, aku suka kisah dalam novel ini. Walau tidak semua karakter kusukai, termasuk Ayu yg bukan favoritku diantara semua karakter perempuan ciptaan Windry di buku-bukunya, tapi keberadaannya di sini pas pas saja. Melengkapi Gilang yg rada melankolis, menurutku

Seperti yg pernah kubilang, aku mmg lebih menyukai gaya tulisan Windry yang lama.. 😬✌️, buku buku sebelum Glaze dan Song for Alice. Dan Angel in the Rain mengobati rasa kangenku pada tulisan Windry

Next. #AitR merupakan kelanjutan kisah hidup Gilang di novel London: Angel dan sekelumit cerita ttg Ayu di Walking After You. Meski begitu, teman² tidak harus baca 2 buku sebelumnya untuk menikmati Angel in the Rain. Tetapi, baca dua judul tersebut sblmnya mmg lebih baik sih, hehehe

Rate: 4 🌧️. Suka dg detail yg digambarkan Windry, as always. Suka suasana sendu dan magis saat hujan turun yg ditawarkan. Suka segala emosi yg diberikan di buku ini, dan kemistri yg dibangun apik oleh Windry. Ah, ya satu lagi. Aku senang Windry menyertakan judul² sastra klasik yg jadi bikin penasaran. Seperti Burmese Days dan Empire of the Sun

Eniwei, aku akan menunggu dg sabar novel terbaru Windry Ramadhina.. semoga tahun ini ada yg baru bcz tahun kemarin seingatku tdk ada.. 🌞🌞🙌
Profile Image for Dion Sagirang.
Author 5 books56 followers
February 6, 2017
Biasanya saya tidak peduli apa yang Windry tulis, kisah seperti apa yang dia hadirkan, karena yang selama ini dia lakukan ke pembaca (saya) adalah menghipnotis lewat kata-kata. Kita sama-sama tahu kalau cerita, seperti apa pun rupanya, tidak lagi orsinil. Tetapi kali ini saya tertarik dengan kisah Gilang dan Ayu. Interaksi mereka benar-benar menarik. Malah, cara penyampaian penulis di sini sedikit lebih bertele-tele. Tidak separah di buku sebelumnya, tapi indahnya nyaris menyerupai Memori (buku terbaik penulis).

Bagian yang saya sayangkan adalah, ada satu dua kata atau istilah yang di-italic. Memang sebelumnya penulis memberikan klarifikasi lewat jejaring sosialnya. Hanya, tetap saja, saya menyayangkan karena semua kata di sana nyaris semuanya berbahasa Indonesia. Bahkan, penulis mulai mengenalkan "penatu" ke pembaca, alih-alih laundry yang sudah kadung populer meski tidak (atau belum) diserap. Padahal, seandainya "jazz" juga diganti dengan "jaz", "jeans" diganti dengan "jin", dan kata seru "hem" yang masih saya pertanyakan, kenapa harus mereka italic, buku ini akan terlihat sempurna di mata saya.

Sisanya, saya benar-benar menikmati meskipun buku ini terlalu tebal (mungkin gara-gara jenis font atau tata letak), menjadikan harganya sangat mahal. Tapi saya rela nggak makan siang demi buku ini.
Profile Image for Naza N.
359 reviews10 followers
February 14, 2021
Rekor baru di hari kasih sayang: 460 halaman dibabat habis kurang dari 24 jam! Awal tahun ini kecepatan membacaku meningkat pesat 😂

Oke, jadi ini semacam lanjutan dari London: Angel. Di sini, Gilang tidak lagi diceritakan mengejar cinta Ning, tapi memulai kisah baru yang bisa dibilang cukup alot dengan Ayu, gadis yang ditemuinya di London. Gilang yang penuh harapan dan Ayu yang pesimis, bisakah mereka bersatu pada akhirnya?

Buku ini lebih tebal dari London, hampir 500 halaman. Alurnya bergulir agak lambat, tapi gaya tulisan yang rada-rada puitis bikin betah bacanya. Aku sama sekali nggak terganggu dengan penggunaan 'aku-kau' di sini, menurutku enak saja dibaca. Meski katanya kurang nyambung dengan latar Jakarta-nya yang serbagaul, buatku itu sama sekali bukan masalah, justru memberikan kesan yang lebih dewasa dan serius kepada baik cerita maupun tokohnya.

Satu saja kekurangan yang aku temukan di sini... ending-nya seharusnya bisa lebih 'wah' daripada ini.
Profile Image for Afifah.
409 reviews17 followers
July 25, 2018
Manis dan menyenangkan untuk dibaca. Tidak seperti Memori yang rasa sakit hati-nya bisa ikut kurasakan, tapi sangat mudah untuk berempati pada tokoh Ayu dan Gilang di buku ini.

Dan ada cerita tentang Afternoon Tea juga :D

4.5 bintang
Profile Image for April Silalahi.
227 reviews213 followers
April 7, 2018
Ending menyebalkan Gilang.
semoga Ada buku selanjutnya yang menceritakan mu dengan si Gadis Penggila buku.
Bagaimana hidup kalian dengan hujan?

Ah, ceritamu belum selesai.

Profile Image for Rose &#x1f4da;&#x1f339;.
536 reviews132 followers
January 22, 2017
London menjadi tempat pelarian yang dipilih oleh Ayu dan Gilang. Berasal dari kota yang sama namun keduanya tidak saling mengenal satu sama lain. Mereka pertama sekali bertemu di sebuah toko buku dekat penginapan mereka yang hanya berjarak ratusan meter. Dikenalkan oleh pemilik toko buku Mister Lowesley, mereka tidak pernah tahu kalau ini hanya awal dari pertemuan mereka.

Ayu seorang penulis novel yang punya segudang fans. Tapi apa artinya ketenaran itu ketika ia tidak bisa memiliki laki - laki yang ia cintai? Hal terburuk yang terjadi padanya adalah laki - laki ya ia cintai mencintai kakak kandungnya sendiri. Can it get any worse? Di sisi lain, Gilang mencintai perempuan yang hanya menganggapnya seorang sahabat. Perasaan - perasaan tak terbalas ini yang membuat Ayu dan Gilang putus asa dan kehilangan tujuan hidup. Minuman keras pun seolah menjadi teman sejati Gilang melewati hari dan mengucilkan diri dari yang lain menjadi pilihan yang dirasa tepat bagi Ayu sehingga ia tidak perlu terus berpura - pura bahagia dihadapan semua orang.

"Tapi apa kau sama sekali tidak percaya bahwa mungkin saja malaikat yang turun bersama hujan dan keajaiban cinta yang dia ciptakan benar - benar ada?"

Review Selengkapnya di : https://sikutubukuocemei.blogspot.co....
Profile Image for liez.
180 reviews20 followers
February 6, 2017
Dua tahun? yah setidaknya nggak membutuhkan ratusan bahkan ribuan purnama untuk bertemu. Review nyusul untuk posbar bbi medan.

edited.

Masih ingatkah kalian dengan seorang pemuda yang suka memberi julukan? atau biar kuperjelas lagi, seorang pemuda yang mengejar cintanya ke London dan bertemu dengan Goldilocks berpayung merah. Ya, dia adalah Gilang. Maukah kuberitahu apa yang selanjutnya terjadi dengan pemuda itu?

Sebenarnya aku juga tidak terlalu yakin, tapi kisah ini diceritakan sendiri oleh Goldilocks berpayung merah itu. Aha, kalian jangan kaget karena bukan hanya Gilang yang bertemu dengan Goldilocks. Aku mengenal Goldilocks karena kecintaanku terhadap hujan. Hujan memiliki sihir yang banyak, terkadang hujan membawa kenangan yang sebenarnya sudah disimpan. Ah, maafkan aku yang mulai melantur kemana-mana.


Baiklah, aku akan memulai kisah pemuda tersebut yang menurut Goldilocks adalah pemuda lucu. Gilang bertemu kembali dengan Ayu, oh aku lupa bertanya, kalian masih mengingat Ayu kan? Gadis yang mencari Wuthering Heights cetakan pertama di setiap toko buku London. Benar, ini seperti tebakan kalian. Kisah ini tentang Gilang dan Ayu.

Menurutku tidak ada yang terlalu istimewa. Kisah mereka tentang melepaskan masa lalu dan menerima cinta yang baru tanpa ragu. Seperti yang dikatakan oleh ibunya Ayu

Berhenti melihat ke belakang. Cukup. Jangan menyakiti diri sendiri lebih dalam lagi. Demi kebaikanmu, relakan apa yang sudah lewat. Masa lalu harus tetap dimasa lalu. Belajar melupakannya. Belajar untuk melepaskan, Nak..

Mulanya Pertemuan Gilang dan Ayu berkat campur tangannya Goldilocks berjalan lumayan lancar walau dilalui dengan insiden kecil. Ternyata Ayu membeli buku yang dinginkan Gilang di London. Pertemuan-pertemuan selanjutnyapun berjalan mulus dan ketika Ayu perlahan membuka diri, Ning sahabat dan masa lalu Gilang muncul. Dan seperti kebanyakan sahabat lainnya, Gilang menghabiskan banyak waktu untuk Ning. Gilang mulai melewatkan janji bertemunya dengan Ayu, kencan akhir bulannya yang dibatalkan dan aku agak kesal dengan Ning yang masih merasa Gilang adalah miliknya.

Aku juga agak kesal dengan pertemuan terakhir mereka yang sebenarnya dapat diakhiri dengan baik. Pertemuan yang membuat mereka terpisah sampai beberapa tahun. Ya ampun Ayu, bukankah jaman sudah maju. Mengapa tidak mengabari Gilang kalau akan datang terlambat? menurutku Ayu dan Gilang terlalu sibuk dengan perasaan melankolisnya.

Ah, aku tidak tahu harus bercerita apa lagi. Aku terkadang tidak terlalu fokus saat Goldilocks bercerita. Aku sibuk dengan kekesalanku terhadap Gilang yang suka memberi julukan kepada setiap orang yang ditemuinya dan perasaan melankolis yang tidak ada habisnya, aku gregetan dengan Ayu yang menyalahkan orang lain karena cintanya kandas dan Ning yang sok iyeh (maafkan aku Goldilocks, tapi setidaknya aku lega dengan ending kisah mereka). Saranku temuilah Goldilocks dan tanyalah tentang kisah Gilang-Ayu, aku yakin dia akan sangat senang menceritakannya.

Jangan khawatir. Semua akan baik-baik saja. Hujan pasti berhenti. Setelahnya, kau akan melihat pelangi. (P.430)

Review di blog
Profile Image for Cindy Claudia.
99 reviews16 followers
October 15, 2016
3.5 bintang.

Menurut saya, buku satu ini adalah karya terbaik Windry Ramadhina dari segi penulisan. Saya sangat menikmati cara penulisan yg mengalir lembut, namun tidak kehilangan esensi di baliknya. Tidak ada bagian yg terasa "macet" dalam novel ini. Semua hal bergulir sempurna pada waktu yg tepat.

Ya, saya tetap memberikan buku ini 3.5 bintang meski demikian.

Saya sudah membaca baik Walking After You maupun London:Angel yg melatarbelakangi kedua tokoh utama kita di sini. Saya menyukai keduanya dan saya senang dapat berjumpa kembali dengan Gilang dan Ayu, kali ini dalam buku yg sama. Walking After You lebih sendu dan suram dibandingkan London yg cenderung lebih ringan meskipun keduanya sama-sama bercerita tentang luka. Luka mengenai hal yg sama sekali berbeda tetapi sama-sama sakit dan pedih.

Kalau disuruh memilih, favorit saya adalah London, lalu Walking After You, dan terakhir Angel in the Rain. London karena penulis berhasil membawa saya bertualang secara langsung di kota London bersama Gilang. Walking After You karena perasaan bittersweet yg saya rasakan setelah membaca. Angel? Sejujurnya saya tidak menemukan "kemagisan" dalam buku ini selain dari yg diulang oleh narator kita—Sang Angel secara terus menerus.

Saya kurang merasakan koneksi di antara Gilang dan Ayu selain dari kesukaan keduanya pada buku. Saya ingin melihat Gilang membawa Ayu keluar dari masa lalunya dengan Em (dan juga sekilas hubungan Ayu dengan Em) dan Ayu yg benar-benar melihat ketulusan Gilang. Namun, sayang saya tidak mendapat kepuasan itu.

Tetapi seperti yg saya tekankan di awal, Windry berhasil sepenuhnya menghanyutkan saya dalam tulisannya kali ini. Mengalir lancar dari awal hingga akhir.

Sedikit masukan, bagaimana kalau selanjutnya Mbak Windry menulis tentang Ning dengan Sang Seniman Inggris? Dan sekali lagi membawa saya ke London.
Profile Image for Delasyahma.
242 reviews124 followers
March 22, 2017
Judul : Angel in the Rain
Penulis : Windry Ramadhina
Penerbit : Gagas Media
Tebal : 459 Halaman


Gadis itu bernama ayu, pemuda itu bernama Gilang, mereka bertemu di London dengan tujuan yang berbeda. Si gadis bertujuan meninggalkan lukanya di Indonesia, Namun si pemuda bertujuan untuk mengejar Cintanya yang tertinggal di sudut kota di London. Namun, hari itu, hujan mempertemukan si gadis dan si pemuda. Dan payung merah yang mereka gunakan adalah saksi dari awal pertemuan mereka. Malaikat dan keajaiban? Apakah kalian percaya dua hal itu saat hujan turun?

Penulis yang satu ini memang paling bisa membuat susana sendu dalam buku. Kelabu dan syahdu. Aku suka cara bercerita penulis pada buku ini. Menggunakan sudut pandang orang ke-3 namun sangat membimbing dan terlihat penting, seperti ikut andil besar dalam cerita di buku ini. Menjelma seperti menjadi salah satu tokoh.


Aku suka buku ini, karena beraroma Merah. Entahlah. Aku sangat suka payung merah yang digunakan ayu. Dan aku suka hujan yang selalu datang bersama dengan pertemuan Ayu dan Gilang.


Pada bab awal kita akan di buat tenang dan mengalir, tapi pada bab-bab akhir aku dibuat campur aduk, aku merasa punya keterikatan dengan cerita, dengan tokoh Ayu, dengan payung merah, dengan hujan dan cinta segitiga.

Tapi, aku cukup puas dengan endingnya, sesuai dengan yang aku inginkan. Walaupun sebenernya, aku kurang setuju dengan keputusan Ayu tentang keinginannya untuk berhenti menulis. Tapi, itu bisa termaafkan, karena aku suka sama jalan cerita secara keseluruhan.

Windry sangat unik menurutku, dia bisa menyambungkan 3 novel, menjadi bertautan satu sama lain, padahal itu bukan Novel series. Kalian harus baca Novel "London" kalau kalian mau tau gimana cerita pertama kali mereka bertemu. Lalu kalian harus membaca "Walking After You" walaupun tidak banyak cerita tentang Ayu, tapi kalian akan dibuat penasaran. Dan setelah itu baru baca buku ini. Semuanya akan terjawab.
Profile Image for Lady Dey.
81 reviews6 followers
November 29, 2016
sebulan amat ya gue habisin novel ini, astagaaa... asli bukan karena apa2, cuma banyak gawe hiks. but, as always lah yaaa... buah tangan mbak windry gak usah dipertanyakan lagi.

seperti yang uda diduga banyak org mungkin almost all pecinta karya mbak windry, kalo bakal ada storyline sendiri dari novelis tentang kisah gilang-ayu. ternyata mbak windry menyampaikan kisah mereka berdua dengan aroma yang berbeda, dari sudut pandang si goldilocks, malaikat hujan berpayung merah. seolah si angel ini lagi dongengin sebuah kehidupan 2org anak manusia yang memulai takdir bersamanya karena sebuah payung merah goldilocks. gitu deh pokoknya, paling enak kalo dinikmatin sendiri ceritanya wkwkwk.

btw, saya jadi rindu banget reread walking after you dengan afternoon tea nya dengan souffle nya dengan makaron nya. karena 2novel itu menceritakan 2kisah berbeda dalam 1waktu yang sama. ya, mereka semua beririsan.

n tentang ending. bagian ini adl yang paling saya suka dari angel in the rain. cara mbak windry menyelesaikan kisah gilang-ayu dalem novel favorit banget. saya yang juga terjun di dunia kepenulisan fiksi, jujur lebih suka nulis ending dengan gaya "ya kalian terusin/bayangin aja sendiri detil lanjutannya gimana", semacem itu padahal beberapa reader mungkin lebih prefer baca dengan ending yang pasti n jelas every single detail. maksudnya apa? maksudnya, mbak windry via si goldilocks ini gak ngasi simpul mati di akhir novel. seolah ngasi isyarat kalo kisah dongeng goldilocks selesai di novel, tapi kisah gilang-ayu tetep berjalan di dunia mereka. asik kan? jelas! terus di page akhir pun ada kata2 penutup yang jadi bagian favoritku berikutnya. jadi ngbayangin versi nyatanya dari kisah gilang-ayu gimana euy.

jadi, apa kau percaya keajaiban?
Displaying 1 - 30 of 119 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.