What do you think?
Rate this book


80 pages, Paperback
First published April 28, 2016
Kadang-kadang, kau pikir, lebih mudah mencintai semua orang daripada melupakan satu orang. Jika ada seseorang telanjur menyentuh inti jantungmu, mereka yang datang kemudian hanya akan menemukan kemungkinan-kemungkinan.
Aku ingin menyelusuri jalan-jalan kota New York. Akan kubiarkan semua orang melewatiku. Aku tidak mau ada orang menoleh kepadaku. Aku tidak butuh wajah-wajah asing itu. Anak kecil dalam diriku ingin bermain tebak-tebakan. Punggung dan pinggang siapa paling menyerupai milikmu.

PUKUL 4 PAGI
Tidak ada yang bisa diajak berbincang.
Dari jendela kau lihat
bintang-bintang sudah lama tanggal.
Lampu-lampu kota
bagai kalimat selamat tinggal.
Kau rasakan seseorang di kejauhan
menggeliat dalam dirimu.
Kau berdoa: semoga kesedihan
memperlakukan matanya dengan baik.
Kadang-kadang, kau pikir,
lebih mudah mencintai semua orang
daripada melupakan satu orang.
Jika ada seseorang
yang terlanjur menyentuh inti jantungmu,
mereka yang datang kemudian
hanya akan menemukan kemungkinan-kemungkinan.
Dirimu tidak pernah utuh.
Sementara kesunyian
adalah buah yang menolak dikupas.
Jika kaucoba melepas kulitnya,
hanya akan kau temukan
kesunyian yang lebih besar.
Pukul 4 pagi. Kau butuh kopi segelas lagi.
"Kau yang panas di kening. Kau yang dingin di kenang."
"Apa kabar hari ini? Lihat, tanda tanya itu, jurang antara kebodohan dan keinginanku memilikimu sekali lagi."
Rumah terakhir bagi seorang yang kucintai adalah ingatan. Memiliki kehilangan: bukti aku tidak berhenti mencintaimu. Apakah kau akan berdiri di depan pintu saat aku tiba, seperti biasa, merentangkan sepasang lengan yang selalu berharap ditubuhi?
- Di Dekat Jendela Pesawat Terbang, halaman 105 -