Samudra -- seorang marinir -- terjebak dalam paradoks hati; antara menjalani tugas dan nuraninya yang dirajam kesengsaraan rakyat Aceh. Sementara sahabatnya, Maruta -- sosok penulis idealis -- ruwet dengan teka-teki ketika dia haruas berdiri saat konflik Aceh kian menggila. Selembar celana loreng sobek kiriman Samu, mengantarkannya ke Lhokseumawe.
Maru terobsesi menulis tentang Aceh hingga tak lagi menghitung risiko. Dia tersedot konflik fisik TNI-GAM. Maru diculik para lelaki loreng, dituding sebagai mata-mata. Di rimba Lhokseumawe, dia bertemu Malahayati, gadis Aceh yang tumbuh dengan kebencian pada setiap lelaki loreng.
Maru membuka mata Mala bahwa ada lelaki loreng yang pantas dicintai. Ketika Mala mulai belajar menerima Samu, bencana dahsyat meluluhlantakkn bumi Serambi Makkah. Gempa tsunami menenggelamkan pesisir Aceh! Ratusan lelaki loreng meregang nyawa, jutaan manusia kehilangan harapan.
Di manakah Samu? Mungkinkah keajaiban takdir mempertemukan mereka kembali Di Serambi Makkah?
TASARO adalah nama pena Taufiq Saptoto Rohadi yang lahir di Gunung Kidul DIY pada 1 September 1980. Buku-bukunya yang sudah terbit di antaranya novel Historical Fiction SAMITA: Bintang Berpijar di Langit Majapahit (DAR! Mizan, 2005), yang mendapat apresiasi luar biasa dari para pembaca.
Selain itu, Tasaro mengukir namanya sebagai Pemenang 1 Lomba Menulis Novel Tingkat Nasional 2005, yang diselenggarakan Forum Lingkar Pena (FLP), dengan novel Wandu, Berhentilah Menjadi Pengecut!
Kini, Tasaro hadir kembali lewat novel terbarunya; Di Serambi Makkah. Baca, deh, ada yang berbeda di sana!
Tasaro adalah penulis kaya; tema-temanya berbeda dengan sisi humanis yang kental terasa. Di Serambi Makkah ini salah satunya. -Helvy Tiana Rosa (Majelis Penulis FLP)
Melalui Di Serambi Makkah, Tasaro coba mencoret wilayah konflik dengan pena berbeda.-Salman Iskandar (Editor DAR! Mizan)
Tasaro (akronim dari namanya, Taufik Saptoto Rohadi, belakangan menambahkan "GK", singkatan dari Gunung Kidul, pada pen-name nya) adalah lulusan jurusan Jurnalistik PPKP UNY, Yogyakarta, berkarier sebagai wartawan Jawa Pos Grup selama lima tahun (2000-2003 di Radar Bogor, 2003-2005 di Radar Bandung). Memutuskan berhenti menjadi wartawan setelah menempati posisi redaktur pelaksana di harian Radar Bandung dan memulai karier sebagai penulis sekaligus editor. Sebagai penyunting naskah, kini Tasaro memegang amanat kepala editor di Salamadani Publishing. Sedangkan sebagai penulis, Tasaro telah menerbitkan buku, dua di antaranya memeroleh penghargaan Adikarya Ikapi dan kategori novel terbaik; Di Serambi Mekkah (2006) dan O, Achilles (2007). Beberapa karya lain yang menjadi yang terbaik tingkat nasional antara lain: Wandu; novel terbaik FLP Award 2005, Mad Man Show; juara cerbung Femina 2006, Bubat (juara skenario Direktorat Film 2006), Kontes Kecantikan, Legalisasi Kemunafikan (penghargaan Menpora 2009), dan Galaksi Kinanthi (Karya Terpuji Anugerah Pena 2009). Cita-cita terbesarnya adalah menghabiskan waktu di rumah; menimang anak dan terus menulis buku.
Seperti mengalami Deja Vu ketika membaca buku ini, isinya hampir 90% sama dengan novel Tasaro lainnya ~ Aku Angin, Engkaulah Samudra. Setelah beberapa klik di Goodreads, rupanya novel yang satunya ditulis hampir satu dekade kemudian. Ahh entah apa maksudnya Pak Tasaro mengembangkan 'Di Serambi Makkah' menjadi 'Aku Angin, Engkaulah Samudra'
Menurutku yang sudah lebih dulu membaca novel AAES, tidak ada nilai lebihnya dibandingkan DSM.
Damn... Saya rugi beli Dua Buku yg isinya mirip, seperti saudara kembar identik
Samudra -- seorang marinir -- terjebak dalam paradoks hati; antara menjalani tugas dan nuraninya yang dirajam kesengsaraan rakyat Aceh. Sementara sahabatnya, Maruta -- sosok penulis idealis -- ruwet dengan teka-teki ketika dia haruas berdiri saat konflik Aceh kian menggila. Selembar celana loreng sobek kiriman Samu, mengantarkannya ke Lhokseumawe.
Maru terobsesi menulis tentang Aceh hingga tak lagi menghitung risiko. Dia tersedot konflik fisik TNI-GAM. Maru diculik para lelaki loreng, dituding sebagai mata-mata. Di rimba Lhokseumawe, dia bertemu Malahayati, gadis Aceh yang tumbuh dengan kebencian pada setiap lelaki loreng.
Maru membuka mata Mala bahwa ada lelaki loreng yang pantas dicintai. Ketika Mala mulai belajar menerima Samu, bencana dahsyat meluluhlantakkn bumi Serambi Makkah. Gempa tsunami menenggelamkan pesisir Aceh! Ratusan lelaki loreng meregang nyawa, jutaan manusia kehilangan harapan.
Di manakah Samu? Mungkinkah keajaiban takdir mempertemukan mereka kembali Di Serambi Makkah?
SUMPAH YA!! Novel ini bikin aku kebayang-kebayang gimana ngerinya zaman konflik di Aceh dulu. Kurang lebih aku masih kebayang gimana ngerinya suasana di Aceh, karena waktu itu aku udah duduk di bangku SMP, jadi kurang lebih samar-samar ingat bagaimana situasinya.
Papa adalah tentara. Nah setiap hari, mama di rumah nggak pernah berhenti-henti cemas sama papa (handphone dulu masih langka dan mahal), papa setiap pagi kalau mau ke kantor pakai pakaian preman, kalau udah nyampe di kantor baru ganti dengan pakaian dinas. Tau kenapa? Karena teman-teman papa udah ada yang pernah di culik GAM pas mau ke kantor (dan nggak pernah ada kabar sampai sekarang). Dan itu bukan satu atau dua orang aja. Setiap malam, papa selalu bawa pulang senjata ke rumah. Bayangin, aku yang masih SMP harus “seatap” dengan sejata panjang hitam yang dingin itu.
penulis mampu mengajak orang yg tak tau apa-apa tentang aceh, menjadi ingin tau semua2nya tentang aceh.
aceh telah mengalami banyak luka, dan penulis berhasil membuat pembaca masuk kedalam susasana perang GAM-TNI, juga ketika tragedi tsunami yang bersejarah.
beberapa kesalahan pengetikan yang cukup membingungkan pembaca ada dinovel ini, namun tidak mengurangi kekaguman saya pada Tasaro yang membuat novel ini lezat dan renyah, juga mengenyangkan otak dgn pengetahuan baru.
Sudah sampai di halaman 26, tapi belum menemukan gregetnya. Jadi pengen pindah bab aja neh. Hmm.. Kalau ini cerpen, pasti sudah sampai di cerita ketiga :p
itu status di facebook yang saya buat ketika membaca buku ini. sampai sekarang belum diteruskan. tapi, feeling sih mengatakan ceritanya bagus jadi saya beri 3 bintang. tapi entah menariknya di bab yang keberapa. suatu hari nanti mungkin akan dilanjutkan bacanya ^^
Ini novel Tasaro pertama yang membuat saya jatuh hati dengan karya-karyanya. Tulisannya dalam, pencarian observasinya matang, membaca novel ini rasanya seperti makan cream soup yang pas, tidak terlalu kental, tidak terlalu asin, tidak terlalu banyak isinya, sehingga bisa dinikmati siapa saja yang membacanya.... :)
Novel yang mengaitkan dengan tragedi tsunami ini bagus, saya bisa menikmati dari awal hingga akhir cerita, tapi saya bingung dengan penokohan di novel ini, soalnya penulis sendiri menjadi tokoh di dalam novel ini.
di buku ini, dikisahkan dengan apik bagaimana konflik di Aceh antara GAM dan TNI, dahsyatnya tsunami dan persahabatan antar dua anak manusia yang berbeda mimpi... thanks Tasaro for this great Novel...