Catatan Najwa berisi refleksi Najwa Shihab atas isu yang dibahas di program Mata Najwa. Dengan gaya rima yang khas, Catatan Najwa menggelitik dengan sindiran, menohok tajam, kadang seperti ajakan merenung. Inilah narasi-narasi terbaik Mata Najwa yang akan terus relevan dibaca kapan pun.
Selama para pejabat menghamba harta benda, negara akan terus jadi sapi perah penguasa. Saham kosong dan proyek tersedia, begitulah kisah pejabat negara merendahkan dirinya. (PEJABAT PEMBURU RENTE, hlm. 104)
Rakyat perlu para penegak yang berwibawa, bekerja demi keadilan dengan bangga. Karena kita tak membayar seragam mereka, hanya untuk menegakkan hukum rimba. (HUKUMAN SALAH ALAMAT, hlm. 115)
Apa arti ijazah yang bertumpuk, jika kepedulian dan kepekaan tidak ikut dipupuk? Apa gunanya sekolah tinggi-tinggi, jika hanya perkaya diri dan sanak-famili? (DARI JOGJA UNTUK BANGSA, hlm. 159)
***
Joko Pinurbo (Sastrawan) “Ketika ayat-ayat Najwa dibukukan, kita dapat melihat kembali peta persoalan yang menghiasi tubuh bangsa ini.”
KH. Mustofa Bisri (Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuth Tholibin) “Mata Najwa, Mata Batin Kita.”
Reza Rahadian (Aktor) “Narasi seorang Najwa mampu membuat kita terkesima. Kita terpancing untuk mencerna dan memikirkan lebih saksama. Ini tak sekadar goresan kata-kata. Ini adalah keteguhan sikap dan kejelian mengolah kata dan rasa.”
Sujiwo Tejo (Dalang) “Indonesia tanpa Pancasila kehilangan dasar, Indonesia tanpa Mata Najwa kehilangan pandangan.”
Surya Paloh (Chairman Media Group) “Metro TV lahir dengan misi mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan di sini jejak langkah Najwa bermula. Inilah cara Metro TV mendidik jurnalisnya. Membangun integritas tanpa batas.”
Wishnutama Kusubandio (CEO NET Mediatama Televisi) “Menonton Mata Najwa bagi saya bukan hanya menambah value, wawasan dan hiburan, tetapi juga memberi semangat kepada diri saya sendiri dalam berkarya.”
Dasar penulis konten digital marekting, Raafi berhasil menggodaku untuk segera membeli dan membaca Catatan Najwa. Pagi hari membaca resensi Raafi, malam harinya buku ini sudah berada di tangan.
Beberapa waktu lalu "Mata Najwa" menghadirkan salah satu calon gubernur DKI Jakarta sebagai bintang tamu. Pada acara yang menspesialkan sang cagub itu Najwa Shihab telah memberikan pertanyaan-pertanyaan tegas dan menjurus bahkan sejak menit-menit pertama. Dari situ saja sangat terlihat kepiawaian Najwa sebagai jurnalis yang bertanya secara lugas menerabas para lawan bicaranya. "Mata Najwa" yang tak terlepas dari ikon Najwa Shihab bagai oase di tengah gurun acara televisi yang (kebanyakan) tak berisi. Seperti kata Jokpin, "Mata Najwa" membantu mata kita melihat dengan jernih perkara-perkara pelik di balik hiruk-pikuk politik, membedakan mana yang palsu mana yang asli, mana yang semu mana yang sejati.
Terlepas dari catatan najwa yg memang selalu menarik.. Buku ini tidak menarik sama sekali. Kontradiktif? Mari saya jelaskan. Saya menghabiskan waktu kurang dari 24 jam untuk menyelesaikan buku ini. Mengapa begitu? Lebih banyak waktu yg di habiskan untuk membalik halaman dan melihat foto2 dan halaman2 kosong daripada membaca tulisan yang ada. Buku ini bisa di ringkas menjadi hanya 50 halaman saja.
Maaf mungkin 1 bintang terkesan terlalu berlebihan, Tapi itu perlu untuk perubahan. Semoga di lain kesempatan bisa menjadi acuan, Harapan yang bukan sekedar angan-angan tapi impian untuk memberi inspirasi kepada semua golongan.
Saya suka sekali dengan layout merah dan putih yang menghiasi setiap halaman buku ini. Suka dengan pandangan Najwa yang mengulas isu politik dan lainnya yang membuat kita jadi berpikir panjang akan negeri ini.
Sayangnya harganya cukup mahal untuk buku yang isinya hanya kutipan/pandangan Najwa. Saya sempat berekspektasi isi buku ini akan membahas sepak terjang Najwa ketika mewawancarai tokoh-tokoh penting dan berpengaruh di Indonesia.
Nggak sesuai ekspektasi, ku kira akan berisi essay² yang panjang, menarik dan kompleks. Ternyata isinya cuma paragraf2 singkat yang biasanya dibacain sebelum acara mata najwa dimulai.
Yang namanya pembredelan, adalah penistaan pada kebenaran. Kata Widji Tukul dalam sajak "Peringatan", kritik dilarang karena mengganggu keamanan. Penguasa ketakutan, untuk itu kekerasan digunakan. Tapi benarkah membungkam buku membuat kebenaran jadi berlalu? Apa benar kelaliman tak akan berhenti di satu titik waktu? Kami ragu, karena semua sudah tahu. Bahwa suara tak bisa dipenjarakan, karena di sana bersemayam kemerdekaan. Penulis bisa diseret ke kamp konsentrasi, jurnalis dibui dan penerbitan dibikin mati. Tapi tulisan kami tak akan terbeli dan perlawanan niscaya akan abadi.
Sedikit agak kecewa karena isinya tidak sepadat yang saya duga dan kira. Kutipan berima mbak Nana memang masih menunjukkan tajinya. Berbagai gagasan dan peristiwa dibahas bersama untuk dicarikan solusinya, atau sekedar diketahui agar semua tahu adanya. Jangan sampai yang buruk terulang di beda masa. Kalimat tajam dan berima, yang menjadi ciri khas Mbak Nana, selalu berhasil mengoreskan sesuatu di dada. Keinginan untuk itu berkarya, berapapun kecilnya, untuk Indonesia.
Sayangnya ... Banyak halaman tersia-sia, karena berisi kutipan kecil yang tampak seadanya, meskipun isinya penuh daya. Kadang heran juga, untuk apa disertakan tulisan tentang episode-episode wicara, dengan tamu dan tema khususnya. Tetapi, sama sekali tidak ada rangkuman atau hasil dari peristiwa megah di sana. Pembuka dari Jokpin seperti biasa, menjadikan buku ini Ayat-Ayat Najwa, yang penuh bara. Tetapi, saya berharap buku ini isinya lebih tebal dan lebih padat lagi, agar 205 halaman ini, bisa terus dinikmati, dan memberikan inspirasi ... lagi dan lagi.
Butuh waktu yang lama untuk menyelesaikan buku ini karena ternyata sejak setahun yang lalu, saya terjebak rasa bosan dalam menyelesaikan buku hingga akhir. Entah mengapa bersemangat di awal, tetapi pada akhir-akhir justru ketika buku hampir selesai (dan sepertinya entah karena pembahasan yang sama, berulang, atau semakin berat), saya kehilangan semangat untuk menyelesaikannya. Buku ini adalah salah satu bukunya. Buku yang berisi kutipan-kutipan mbak Najwa selama memandu Mata Najwa. Buku yang menarik untuk menyadarkan bahwa mbak Najwa semacam sangat mempersiapkan kata-kata yang ia akan sampaikan atau benar-benar puitis sehingga setiap kalimat yang disampaikan penuh dengan rima yang menarik juga cantik. Sebuah buku yang menambah pengalaman baru bagi saya ketika membacanya, meski bukan sebuah buku yang sangat menarik untuk dibaca.
Sebagian besar dari kita pasti sudah mengetahui program Mata Najwa yang setiap pembahasannya adalah tentang masalah sosial dan politik yang terjadi di Indonesia. Dengan Najwa Shihab sebagai tuan rumah, ia berhasil membawakannya dengan lugas dan terpercaya, tak jarang membuat narasumber menjadi deg-degan dengan segala pertanyaan yang ia ajukan.
Buku ini adalah sebentuk catatan dari setiap program yang telah dibawakan sejak 2009 sampai 2016. Dengan ciri khas setiap kalimat yang memiliki rima, catatan ini sangat bernas dan informatif untuk menambah wawasan seputar permasalahan sosial dan politik yang terjadi. Selain itu, berisi juga foto-foto yang didokumentasikan dari beberapa acara yang pernah tayang.
Seperti judulnya, buku ini dikemas seperti sebuah catatan. Catatan yang berima, namun syarat akan makna. Melalui buku ini saya belajar untuk mengenal keadaan Indonesia dan bagaimana generasi muda harus mulai peduli dengan keadaan di sekitarnya. Salah satu kutipan yang saya sukai adalah "Bukankah melelahkan jika selalu ikut tren, apalagi hanya agar dianggap keren. Menjadi pengikut memang bukan dosa, tapi jadi diri sendiri lebih istimewa."
Catatan Najwa menjelma arsip sejarah, yang menjadi saksi negeri menegakkan demokrasi. Catatan Najwa ternarasikan secara lugas dan bernas, serupa puisi, prosa, dan pantun. Membaca tiap halamannya, kadang saya tersenyum getir, tak jarang tertawa tergelak-gelak, dan tergelitik menilik panggung politik negeri ini, bahwa memang itulah fakta yang ada. Catatan Najwa memperkaya khasanah literasi politik dan pemerintahan.
Membaca buku ini rasanya seperti mendengarkan langsung Najwa Shihab dalam mengemukakan opini terkait keresahannya pada banyaknya isu di negeri ini, khususnya politik. Buku ini berisi kumpulan opini singkat Najwa Shihab yang ditulis menggunakan diksi indah namun lugas dan tegas, khas Najwa Shihab. Jika ekspektasi saat membaca buku ini adalah penjabaran opini yang mendetail dari Najwa Shihab terkait isu tertentu, maka aku rasa tak akan terjawab melalui buku ini.
Buku ini berisi kutipan-kutipan, dan seperti judulnya: Catatan Najwa, pun dikemas berupa catatan. Menyinggung berbagai persoalan pemerintahan Indonesia yang begitu pelik, beragam kalimatnya begitu cantik dibaca karena memiliki rima yang sama pada setiap baris. Seperti buku puisi, jika mengikuti kata temanku. Cukup menarik dibaca, 3 bintang untuk buku ini.
Baca ini di Ipusnas tahun lalu (2021). Isinya kumpulan sajak berima yang ada di tiap akhir acara Mbak Nana, di-filter juga supaya highlight-nya aja yang dimasukin. Baca ini serasa diceritain sekilas apa aja yang terjadi di Indonesia beberapa tahun lewat. Kalimatnya enak dibaca dan ngena (ya khas Mbak Nana), dan layout buku-nya cantik banget
Kumpulan puisi khas Mata Najwa yang sarat penggambaran kondisi politik terkini. Tulisan yang menjadi saksi bisu kemunafikan dan penampar keras para badut politik di Tanah Air. Buku yang masih cukup relevan untuk dibaca saat ini sekaligus menjelaskan kondisi saat ini dan membuat kita semua melek bahwa korupsi masih belum mati.
kumpulan kutipan kutipan inspiratif sepanjang acara mata najwa disiarkan di metro tv, dijadikan satu dalam buku sehingga mudah jika ingin membacanya. kutipannya sangat memotivasi untuk menjadi lebih baik.
Membaca "Catatan Najwa" ibarat menyaksikan panggung politik Indonesia dengan beragam intrik di dalamnya. Namun, gaya penyampaian yang lugas, santai, dan mengalir, membuat pembaca lebih mudah menyerap makna dari setiap topik yang diangkat.
Saya penggemar mbak Nana, meski begitu secara objektif saya memang menyukai buku ini murni karena saya menyukai pemikiran, penyampaian, dan cara pandang, mbak Nana saat melihat polemik dan intrik yang terjadi di negeri ini.