Barangkali banyak yang terkejut, atau sama sekali tidak menyangka, bahwa W.S. Rendra juga pernah menulis cerpen. Wajar saja, karena ia memang lebih dikenal sebagai seorang penyair atau aktor panggung. Padahal, cerpen-cerpennya tak kalah bagus dari syair-syairnya yang penuh daya pukau.
Rendra rajin menulis cerpen ketika ia masih muda, sehingga tak heran bila cerpen-cerpennya terasa begitu segar, dinamis, bebas, dan hidup. Sebagai seorang pemuda, tema cinta teramat dekat dengan hidupnya. Sebagian besar cerpen di dalam buku ini pun berkisah tentang cinta muda-mudi yang penuh gairah, terkadang nakal, namun selalu penuh makna.
Di dalam buku ini terangkum 13 cerpen pilihan, di dalamnya kita dapat menemukan keunikan bakat muda Rendra. Inilah salah satu warisan berharga dari W.S. Rendra untuk dunia literasi Indonesia yang sangat menarik untuk dibaca.
Willibrordus Surendra Broto Rendra (b. November 7 1935) is a famous Indonesian poet who often called by his friends and fans as "The Peacock".
He established the Teater Workshop in Yogyakarta during 1967 but also the Teater Rendra Workshop in Depok.
His photo here shown Rendra in his room at 1969.
Theatres: * Orang-orang di Tikungan Jalan (1954) * SEKDA (1977) * Mastodon dan Burung Kondor (1972) * Hamlet (Translated from Hamlet by William Shakespeare) * Macbeth (Translated from Macbeth from William Shakespeare) * Oedipus Sang Raja (Translated from Oedipus Rex by Sophokles) * Kasidah Barzanji * Perang Troya Tidak Akan Meletus (Translated from La Guerre de Troie n'aura pas lieu by Jean Giraudoux)
Poems: * Jangan Takut Ibu * Balada Orang-Orang Tercinta * Empat Kumpulan Sajak * Rick dari Corona * Potret Pembangunan Dalam Puisi * Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta! * Nyanyian Angsa * Pesan Pencopet kepada Pacarnya * Rendra: Ballads and Blues Poem * Perjuangan Suku Naga * Blues untuk Bonnie * Pamphleten van een Dichter * State of Emergency * Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api * Mencari Bapak * Rumpun Alang-alang * Surat Cinta * Sajak Rajawali * Sajak Seonggok Jagung
Saya memang lebih mengenal WS Rendra sebagai penyair yang kekuatannya tak terbantahkan. Tetapi saya pernah sekali membaca ulasan Seno Gumira atas cerpen Si Burung Merak yang berjudul Ia Sudah Bertualang (sayang saya susah mencari di artikel/buku mana ingatan saya membaca ulasan SGA tersebut). Maka saya putuskan harus membaca cerpen Rendra tersebut. Tetapi sayang, ternyata di buku ini tidak disertakan cerpen yang konon sangat boleh disandingkan sebagai mark twain-nya Indonesia itu.
Saya menemukan gambar dari salah satu blog, bahwa kumcer Ia Sudah Bertualang terdiri dari sembilan cerpen, dan kesemuanya dipindahkan dalam edisi anyar ini minus cerpen utama yang dijadikan judul. Duh, kemaana? Apa hilang arsip atau memang tidak boleh dihadirkan?
Sebenarnya cerpen-cerpennya sederhana sekali. Kebanyakan Rendra mengisahkan kisah dari temannya. Apakah ini kamuflase atas dirinya yang ingin bersembunyi di balik kisah kawan-kawannya?
Saya cukup tergelitik saat menemukan kalimat-kalimat tidak efektif dari WS Rendra. Mungkin ini khas zadul yang dicoba pertahankan oleh penerbit, sehingga membuat cerpen ini klasik dan tidak sekali pun berubah. Misal di cerpen pertama saja, cintanya kepadanya (hal.2), biasanya lelaki-lelaki(hal.4) dan masih di halaman sama banyak teman-teman. Mungkin penyunting dan penerbit ingin tetap mempertahankan keklasikan gaya tutur WS Rendra.
Dari semua cerpen saya paling berkesan dengan cerpen
1. Ia Punya Leher yang Indah 2. Pertemuan dengan Roh Halus 3. Gaya Herjan
ketiganya menurutku seru. Dengan gaya sederhana berhasil memotret kehidupan yang sangat mungkin akan berulang sama di zaman milenial sekarang.
Kumpulan cerpen yang sangat apik dan menyentuh hati. Karena ditulis oleh seorang penyair, tentu banyak mengandung kata-kata yang puitis. Judulnya memang "Pacar Seorang Seniman". Tapi bukan berarti tokoh utama dalam bukunya semuanya adalah seniman (pekerja seni) secara harfiah. Menurutku, seniman di sini bisa diartikan sebagai orang-orang yang memiliki kepekaan dan intuisi lebih. Terutama dalam menghadapi perasaan cinta.
Cerpen favoritku dalam buku ini: Pacar Seorang Seniman, Ia Punya Leher yang Indah, Orang-Orang Peronda, dan Ia Masih Kecil. Sebetulnya semua cerpen dalam buku ini bagus dalam artian memiliki kejutannya sendiri-sendiri. Gaya penceritaannya tidak bertele-tele, dan terasa mengalir saja. Nggak heran hampir 200an halaman bisa dibaca dalam waktu singkat tanpa perlu banyak berpikir.
P.s: aku sendiri menyelesaikan dalam waktu 3 hari karena setelah selesai membaca satu cerita, aku merasa perlu untuk merenungi makna dan mengambil tenaga kembali untuk pindah ke cerita berikutnya. Bagi kalian yang kuat membaca buku dalam satu kali duduk, sepertinya buku ini bisa juga cocok.
awalnya saya kira, Rendra akan menulis cerita pendek dengan bahasa yang belibet mengingat dia adalah seorang sastrawan. teori ini saya peroleh sendiri setelah melihat teman seprofesinya seperti mas Aan dengan "Kukila" juga mas Jokpin dengan "Srimenanti"nya. ternyata saya salah. isi buku ini sangatlah sederhana. isi, pesan alur dan endingnya sangatlah jelas dan selesai.
Bahasanya sendiri ringan dan polos. ceritanmya sangat dekta dengan kehidupan kita mengangkat berbagai hal disekitar seperti masalah insecure, roh halus, cinta tak sampai, gosip dsb. tentu saja Rendra juga unjuk adu kepintaran dengan salah satu cerpennya dibagian akhir yang terasa abstrak akibat susahynya dipahami setelah cerpen melankolisnya yang ringan sebelumnya. bukuy ini juga dilengkapi biografi dari penulisnya sendiri. bukan biografi singkat tapi betul-betul rinci dengan puluhan halaman. saya sampai mengira bagian ini juga adalah cerpen jika saja tidak ada tulisan "Biografi" disana
"Kadang-kadang saya bertanya kepada diri saya sendiri, sudah sejak saya kanak-kanak dulu, kenapa saya dilahirkan ke dunia. Saya merasa sedih bahwa saya telah lahir di dunia. Sekarang saya takut. Apabila saya kawin dan beranak, dan kemudian anak saya bertanya kepada saya: Papa, kenapa saya lahir ke dunia? Saya pasti akan sangat bingung."
97 "Anakku, aku datang untuk minta maaf. Kesalahanku padamu sangat besar, tetapi berilah saya kesempatan untuk bangkit kembali dari kesalahanku. Berilah saya kesempatan untuk membimbingmu dan bersama-sama membangun segala yang retak. Anakku, marilah kita bersikap sebagai anak dan bapak."
"Kadang-kadang saya bertanya kepada diri saya sendiri, sudah sejak saya kanak-kanak dulu, kenapa saya dilahirkan ke dunia. Saya merasa sedih bahwa saya telah lahir ke dunia. Sekarang saya takut. Apabila saya kawin dan beranak, dan kemudian anak saya bertanya kepada saya: Papa, kenapa saya lahir ke dunia? Saya pasri akan sangat bingung."
Harusnya saya memberikan bintang empat, tapi karena nuansa ceprpen-cepennya sexist (kejantanan=sesuatu yang membuat manusia hebat), yasudah saya kasih 2 saja! Hehehe
Rendra yang lebih dikenal sebagai seorang penyair ternyata memiliki sebuah kumpulan cerpen. Buku ini saya beli di Kineruku Bandung.
Bintang tiga untuk buku ini, gaya penulisannya, cerita yang diberikan bisa dibilang cukup ringan, dan tentu saja penuh dengan makna dan kata-kata yang dirangkai khas seorang Rendra. Sisi lain dari Rendra.
Seperti judulnya, menceritakan kisah romansa. Meskipun dalam buku ini kebanyakan bercerita tentang kisah cinta remaja, ada juga kisah cinta yang berbentuk lain seperti cinta terhadap keluarga, teman dan lain lain
Pertama melihat buku ini, saya langsung terperanjak membeli. Di pikiran hanya terbesit "bagaimana seorang penyair seperti Rendra mencurahkan kata-kata kedalam karya cerpen?" Hanya sebatas keingintahuan.
Buku ini bercerita tentang hal-hal yang dekat dengan kita, percintaan, kehidupan sosial/keluarga. Bahasa Rendra halus dekat membawa saya ke masa lampau.
Rendra memang lebih terkenal sebagai seorang penyair. Cerita pendeknya sederhana, membawa kita mengintip ke kehidupan orang-orang tanpa banyak basa-basi.
My friend gave me this book as a gift (thank you Imel 🙏🏻). Pertama kali lihat sedikit ada firasat bakal suka dan ternyata feeling itu benar!
- Suka cara Mas Rendra yang sering menceritakan tokoh utama dari sudut pandang orang lain
- Merasa disentil sama Mas Rendra karena banyak pergumulan tokoh utama yg mirip sama saya juga!
- Banyak petuah bagus yang gak klise dan rasional
- Isu-isu yang dibahas mungkin terlihat biasa sekarang ini, tapi perlu diketahui bahwa kumpulan cerpen ini ditulis sekitar tahun 50-60an
- Sebenarnya pas awal ngerasa risih sama beberapa cerita yang kok kayak sexist banget, tapi saya pikir mungkin memang ada ironi yang diingin disampaikan Mas Rendra
Cerita yang memukau saya: 1) Napas Malam Saya ngebayangin cerita ini pakai template film Disney gitu yang agak surreal 😂 asli keren bgt!
2) Pacar Seorang Seniman Jujur pas awal baca sempet mikir “Apakah ini akan menjadi cerita romance klise yg cringy?” Ternyata tidak ferguso! Saya cukup terbuai dengan surat adik yg sedikit mengingatkan saya sama suratnya Naoko di Norwegian Wood. Bahkan kata “Awww” sempat beberapa kali terucap dalam hati saya ketika membaca.
Selain kedua cerita diatas, saya juga menikmati Orang-Orang Peronda dan Gaya Herjan.
Entah kenapa saya merasa kumcernya biasa aja yah hanya beberapa yang saya suka. Jujur saya lebih menikmati kumcernya Eka Kurniawan, Puthut Ea dan Norman Erikson pasaribu malahan.
Siapa yang tidak mengenal W.S. Rendra? Pujangga yang selalu memanjakan kita dengan puisi-puisinya. Tetapi adakah kalian pernah mengetahui bahwa beliau pun sanggup menulis cerpen dengan indahnya? Di buku ini, kita bisa mengetahui kepiawaiannya dalam merajut sebuah cerita.
apa yang lebih manis dari cerpen cerpen rendra? nggak ada. sebab ini yg paling manis. ceritanya ga terlalu diada adakan, ga terlalu drama, semua pas pada porsinya. dalam setiap cerpennya, selalu ada hikmah yg dapat diambil tanpa pembaca merasa digurui.
Buku yang memperkenalkan saya lebih dekat dengan sosok Rendra. Cerpen-cerpennya sebenarnya sederhana dan tidak rumit, tetapi gayanya bertutur dan fakta bahwa tulisan tersebut dibuat tahun 60an benar-benar membuat saya kagum. Ah ya, di balik kesederhanaannya, setiap kisah pendek secara tegas memiliki "pesan untuk disampaikan", muatan yang memotivasi saya agar menulis juga.