Kita harus ganti nama bajak laut ini. Kerapu Merah itu terdengar seperti nama rumah makan, bukan perompak yang ditakuti.
Siapa sih kentut yang ngasih nama itu dulu, ya? Elo, Bang. Oh, sebenarnya Kerapu Merah gak jelek-jelek amat. Cuman kurang wibawa aja dikit. Dikiiit. Dikiiiiit. Ya udah gak apa-apa, gak usah ganti nama, sahut Jaka.
------------
Jaka Kelana punya mimpi menjadi bajak laut yang disegani bersama keempat awaknya. Kenyataannya, Jaka selalu saja gagal merompak karena dia memulainya dengan terlalu sopan, seperti, Assalamualaikum, permisi, saya mau merompak, boleh?
Demi mencapai impiannya dan berkat pesan dari Dewa Ganteng, Jaka pantang menyerah. Hingga suatu hari Kerapu Merah mulai beraksi dan dikejar-kejar kompeni! Dari satu pulau ke pulau lain, petualangan Kerapu Merah dimulai dan diikuti juga dengan tiga sosok misterius yang membawa pesan sakral. Sebuah petualangan bersejarah yang harus mereka selesaikansebelum genap purnama terakhir.
Adhitya Mulya (Adit) aspires to be a story-teller.
At early age, Adit learned and enjoyed story telling thru visual mediums like movies and drawings. This, inspired little Adit to take up drawing as a child, and later photography in his teen years.
As a young adult, Adit tries to expand his storytelling medium thru novels. Jomblo (2003) is his first novel (romantic comedies) and was national best-seller - and later made into a movie by the same title (2006). He went on to write another rom-com novel Gege Mengejar Cinta (2004).
Adit uses novels as a medium to try new genres. Travelers Tale (2007) was the amongst the first Indonesian fiction novels with traveling theme before becoming mainstream in Indonesia. Mencoba Sukses (2012) was his effort to try on horror-comedy which later found, not working very well.
He released Sabtu Bersama Bapak (2014), a family themed novel which again became national best seller, well received, and also made its' way into motion picture (2016).
His latest novel, Bajak Laut & Purnama Terakhir (2016) - is his effort in learning how to make a thriller-history novel.
Adit's passion towards storytelling branches out from drawing, photography to novel and move scripts, which amongst other are, Jomblo (2006) Testpack (2012) Sabtu Bersama Bapak (2016) Shy-Shy cat (2016).
Walopun ada referensi sejarahnya, saya sih nganggepnya ful dongeng aja, seru seru seru! Ngakak2 karena kelakuan si Jaka Kelana bersama kru kapalnya yg sama2 konyol. Ada lah mau ngejarah kapal pake assalamualaikum dulu, mungkin ingin mengenalkan genre perompak syariah, mungkin. Dan.......... ITU KENAPA MUSUH TERAKHIRNYA BEGITUAN WOY!!! Bener2 diluar dugaan. Ya walopun asal usul si Jaka Kelana gampang ketebak sih.
Selain Sabtu Bersama Bapak, aku rasa novel ini akan menjadi novel favoritku dari tulisan Kak Adhitya. Awalnya aku ragu membaca novel ini, karena mengangkat tentang sejarah, nyatanya selama membaca aku tidak bisa melepaskan membaca novel ini.
Aku tidak menyangka membaca sejarah bisa semenyenangkan ini. Tidak harus serius dan membosankan. Andai pelajaran di sekolah dulu dikemas semenarik ini 😅 Walaupun unsur sejarahnya disini rekaan belaka, tetapi karakter yang ada memang familiar dan pernah ada di buku teks sejarah yang kupelajari dulu.
Awalnya novel ini seakan ada 3 bagian cerita yaitu (1) tentang Meneer Speelman dengan VOC yang sedang mengincar keris pusaka setelah menemukan jurnal rahasia, (2) Jaka Kelana bersama awak kapal yang ingin merampok tetapi malah tak kunjung pecah telur dan (3) tentang Arya, para ksatria yang ingin menuntaskan misi mengembalikan keris pusaka Cakar Wengi sebelum purnama terakhir.
3 bagian cerita dengan benang merah si keris pusaka. Seru dan menyenangkan. Aku suka sekali bagian cerita soal asal usur si keris dan bagaimana Arya demi Arya harus gugur demi mengembalikan keris itu. Endingnya mengejutkan. Aku sama sekali tak membayangkan kalau lawannya adalah "itu".
Secara keseluruhan, aku sangat menikmati membaca novel ini. Sejarah dan komedi berpadu menjadi sebuah kisah yang menarik untuk dibaca.
Setelah selesai baca, saya memutuskan sinopsisnya tidak do it justice. Karena isinya jauh lebih bagus dari yang dijanjikan, which is a good thing. Novel ini adalah komedi sejarah dengan unsur fantasi.
Sejarahnya menarik dan detil. Bikin penasaran tentang kerajaan-kerajaan yang disebut dan jaman VOC dulu. Fantasinya khas Indonesia. Buat yang suka fantasi tapi bosan dengan latar Eropa/Amerika/Jepang, boleh coba baca ini. Comedynya menyenangkan. Ada footnotes ngawur khas Adhitya Mulya dan kelucuan yang berdasarkan karakter. Lucunya juga di bagian-bagian yang pas, bukan maksa di sana-sini.
Alur ceritanya banyak, tapi semuanya bisa ketemu dengan pas, tidak ada yang terasa seperti tempelan yang tidak perlu. Semuanya make sense in the end. Karakter-karakternya punya tujuan yang jelas dan alasan yang jelas, konfliknya jelas. Bagi saya yang hobi nulis tapi amatiran dan masih belajar, novel ini salah satu guru yang baik. Salut.
Penasaran gimana cara penulis menata alurnya. Apakah nulis semua alur itu satu persatu sampai selesai lalu baru dibagi dan ditata per-scene? Atau nulisnya berbarengan bergantian?
Kalau Adhitya Mulya membuat kelas penulisan dengan novel ini sebagai materi pembelajaran outlining/plotting, pasti menarik sekali.
Recommended untuk siapapun yang suka sejarah, fantasi, atau comedy.
ceritanya sendiri sebenarnya cukup menarik. cuma saya merasa kayak ada beberapa kejadian yang kayaknya cepet banget dan bikin saya susah mbayanginnya.
contoh misal saat adegan berantem di sebuah bar pinggir dermaga dan adegan lari-lari menuju kapal. itu di adegan2 yang gitu saya sering banget harus ngulang bacanya biar nggak kaget kok ini cepet banget.
saya suka latar tempatnya. bikin nostalgia dengan semarang dan jadi pengen ke surabaya juga xD
untuk percakapan2 awal kapal kerapu merah sih no komen ya. ada beberapa percakapan yang kayaknya maksa banget dan ada juga yang bikin mulut refleks berkata kasar dan ngakak. tapi lebih banyak yang bikin mengernyit herannya hhh
pesan Arang ke Galuhnya baguuus!
ada pesan yang tersimpan yang tertulis rapi, namun belum kuucapkan tertahan di hati, sebelum tuntas penuhi janji
ada pesan yang tersimpan yang terus menyala meski telah kubawa ke dasar samudera
ada pesan yang tersimpan terbaca di antara tawa terlihat dalam tatapan terdengar di dalam nada setiap kali aku dekat dengan dirimu
ada pesan yang tersimpan tentang bagaimana aku mencintaimu tentang bagaimana indahnya setiap saat bersamamu terntang kenyataan bahwa kita tidak dapat bersama tentang sejuta kemungkinan di antara kita tentang semua yang tidak mungkin terjadi
ada pesan yang tersimpan dan selamanya akan tersimpan
berisi cinta untukmu cinta yang diam cinta yang dalam cinta yang tak pernah padam
(masukkan backsound untitled-nya Maliq disini) (MUNGKIN MEMAAAAANGG, KAU YANG HARUS MENGERTIIIIII, MENGAPAAAA, CINTAMU TAK DAPAT KUUUU MILIKIIIII) (HADEEEEH)
3 bintang aja untuk sampul yang menarik, juga sebuah selamat pada mas Adhit karena bisa merampungkan tulisan ini. senang dapat banyak pelajaran baru dan sedikit ketawa meski banyak mengernyit juga. 3 bintang aja. seru, tapi gak yakin bakal baca ulang lagi dalam waktu dekat hhe
Novel berlatar belakang sejarah dengan banyolan-banyolan ringan didalamnya dengan tokoh utama Jaka Kelana dan misteri yang menyelimutinya.
Jaka Kelana dengan awak kapalnya Kerapu Merah (Aceng, Abbas, Lintong, Surendro) bercita-cita menjadi bajak laut yang ditakuti. Apa daya karena kapten kapalnya macam Jaka Kelana yang memiliki sifat ceroboh, kurang cerdas dan kurang ahli dalam beladiri. Banyak buronan bajak laut yang meremehkannya.
Kesempatan untuk Jaka Kelana pun akhirnya, tiba. Ketika Jaka harus merampok rumah meneer Albert, arkeolog Belanda yang sedang menerjemahkan Kitab peninggalan kerajaan Mataram yang berisi asal muasal kedigdayaan keris Cakar Wengi.
Kematian sang arkeolog membawa kemarahan besar pihak V.O.C yang ketika itu menguasai hampir seluruh perairan nusantara. Nyawa Jaka sendiri dihargai 2.000.000 REAL (HIDUP ATAU MATI). Karena pihak V.O.C berkepentingan akan harta di dalam kitab tersebut.
Selebaran buronan wajah Jaka Kelana bertebaran dimana-mana. Harga kepalanya yang bernilai tinggi membuatnya diburu dimana-mana.
Petualangan-petualangan mereka mulai dari Sinciapo (Singapura sekarang), kepulauan Riau, Batavia, Cirebon, Pleret, Keraton Mataram hingga ke Pulau Sangeang. Membuka misteri akan keris Cakar Wengi sesungguhnya.
Keris Cakar Wengi yang membawa kutukan sepanjang 4.200 purnama beserta sejarah kejayaan dan keruntuhan Majapahit (entah fakta, entah fiksi) beserta pasukan pengawalnya yang terkenal dengan nama Arya Bhayangkara.
Di balik pertempuran-pertempuran dahsyat akan selalu ada romansa cinta dalam perjalanan yang penuh heroik.
Cinta yang dalam Cinta yang bertepuk sebelah tangan Cinta yang tidak bisa diungkapkan Cinta kepada kekayaan dan kekuasaan
Ketika sampai di akhir halaman... Uhhhhh... rasanya, tidak mau berakhir..
pendapat egois yg bikin review : Masih pengen lanjut... *teriak pakai toa*
Ya ampun, ini Mas Adhitya Mulya emang beneran gila lah. Berapa kali dilihatin orang di angkot dikatain stres sama orang kantor, gara-gara enggak bisa nahan ketawa baca tingkah super bego tapi pede jayanya si Jaka dan awak kapalnya yang enggak kalah bego. Seru seru seru, jarang banget nemu fiksi sejarah berbalut komedi kayak gini (atau memang bacaan gue yang kurang eksplor yah). Musuh terakhirnya cukup bikin kaget, agak tak terduga hahaha, tapi masa lalunya Jaka ketebak sih. Keren lah, semoga Mas Adhit bikin lagi novel yang semacam ini yaah :D Salam Dewa Ganteng :))
bercerita tentang sejarah Indonesia tapi di buat gak ngebosenin. sukaaaa :D
pelajaran bagi saya. untuk jangan pernah meremehkan orang lain (Galuh Puspa) sejatinya setiap tindakan yang kita lakukan adalah percobaan mencari titik lemahnya (Jaka Kelana)
Bagus. Ceritanya lucu dan seru, walau ada bagian yang terasa lambat. Menurut saya kelompoknya Jaka kelamaan bertemu dengan para arya. Ceritanya paling seru di menjelang akhir, sayang porsinya sedikit. Selesainya jadi terlalu cepat :)).
Ketika tahu kalau bung Adhitya Mulya menerbitkan novel fiksi komedi lagi setelah sekian lama saya kudet tentang karyanya selain Jomblo dan Gege Mengejar Cinta, saya sudah tertarik dengan buku ini.
Lalu seorang teman berkata, bahwa penulisnya sendiri bilang kalau dia perlu waktu riset 12 tahun untuk menyelesaikan buku ini. Akhirnya saya pun mantap membelinya.
Buku Bajak Laut & Purnama Terakhir adalah sebuah komedi sejarah, sejarah berbalut fiksi. Menurut saya, ini adalah sebuah bacaan yang lengkap dengan unsur sejarah, komedi dan fantasi. Terlebih lagi, ini novel lokal dan budaya yang diangkat adalah budaya khas nusantara, yang menurut saya merupakan nilai lebih dan patut mendapat apresiasi.
Tokoh utamanya, Jaka Kelana, adalah pria cupu yang merasa dirinya ganteng, bertingkah laku absurd, ceroboh, dan koplak, lengkap dengan para awak kapal bajak laut yang tidak kalah kocak dan payah. Bab-bab awal novel ini sangat apik dan menarik, saat pembaca dibawa bertualang ke era V.O.C, nusantara dan Asia Tenggara di masa lalu, dan perkenalan para tokoh.
Kemudian, ada cerita di dalam cerita, ketika Rusa Arang berkisah mengenai era Majapahit. Sejujurnya, bagian ini agak dragging, terutama di bagian yang memasukkan fakta-fakta sejarah dengan bumbu fiksi, dan pada bagian pelayaran sampai ketika mereka semua menyamar. Cerita pasukan Bhayangkara dan kesembilan Arya memang tetap menarik untuk diikuti, tapi sedikit kehilangan daya pikat yang bisa menahan pembaca untuk tetap membaca, IMHO.
Syukurlah, setelah memasuki bab yang membahas asal-usul keris Cakar Wengi, dan masuk ke klimaks pertarungan, cerita kembali menjadi seru. Sang protagonis hero, Jaka, terbukti tidak sepenuhnya cupu. Saya suka unsur fantasi yang menjadi klimaksnya. Kemudian, romansa yang menyusul setelah itu juga berhasil membuat saya senyum-senyum sendiri.
Ending buku ini dibuat berbeda, dengan sudut pandang dan teknik penceritaan yang menarik. Dan di akhir cerita, ada kemungkinan petualangan masih berlanjut, atau mungkin ini petunjuk bahwa mas Adhitya Mulya hendak membuat buku sekuelnya. Jika ya, saya berharap penuh bahwa sekuelnya akan semenarik buku ini.
4,4 bintang untuk si dodol Jaka Kelana. Saya cukup puas membacanya, terhibur, dan pengetahuan saya tentang sejarah dan banyak asal muasal kata maupun tempat di Indonesia bertambah. Two thumbs up.
Seru seru seru... Kemarin malam nunggu teman lumayan lama di PIM, nyaris selesai baca ni buku. Akhirnya selesai tadi pagi di Transjakarta.
Bener dugaan gue, sarapnya ini cerita ngingetin gue sama komik Sawung Kampret-nya Dwi Koen yang ga jelas ada berapa serinya itu. Digabung sama film Apanya Dong Kang Ibing. Tipe cerita humor "receh" favorit gue. Hahaha...
[EDIT] Kemaren lupa nyeritain ini buku tentang apaan. Jadi semua bermula dari zaman Raden Wijaya belum mendirikan Majapahit. Dia bikin 10 keris sakti gitu deh buat dia dan 9 arya alias prajurit kepercayaannya. Tapi ternyata kerisnya bawa petaka dan harus dikembalikan ke tempat dia dibuat dalam 4200 purnama atau keturunan Raden Wijaya bakal musnah. Singkat cerita, ini udah purnama ke-4199, tapi belum 10 keris terkumpul. Saat itu tersisa 3 keturunan arya yang mencoba mencari 2 keris lagi. Sialnya, di pencarian ini, mereka ketemu sama kelompok bajak laut tulalit pimpinan Jaka Kelana, yang bikin suasana makin runyam. Jaka sendiri sebenernya nggak punya impian muluk-muluk selain jadi bajak laut yang berhasil ngebajak orang, karena sejak berlayar dia gak pernah berhasil ngebajak apa pun. Gara-gara salah ngerampok rumah orang Belanda, dia malah jadi buronan paling dicari. Naaah... dan ga sengaja pula, salah satu keris pusaka itu kebawa sama dia. Udahlah kacau.
Beberapa hal yang membuat gue ga kasih bintang 5 adalah: 1. Pemakaian tanda koma yang menurut gue kebanyakan dan kadang malah bikin bingung. Contoh aja nih: "Itu namanya, aku nendang, sampeyan." padahal maksud si Galuh adalah dia lagi ngejelasin ke si Jaka kalau dia tadi nendang si Jaka. Koma di belakang kata nendang harusnya ga perlu.
2. Adegan Jaka dan kawan-kawan nyamar jadi barongsai. Jadi mereka rame-rame ngumpet di barongsai. Pertanyaannya: Maksudnya barongsai itu yang singa atau naga? Kalo singa, maksimal 2 orang di satu singa. Kalo naga, naga ga bisa dimasukin orang, tapi penarinya pada megang tongkat kayu dan ngangkat2 naganya.
3. Masalah 9 pengawal di halaman 152-158. Gajah Pagon mati, tapi pengawal tetap 9, bukan 8. Padahal Ranggalawe menggantikan Gajah Pagon beberapa bulan setelahnya.
Tapi tapi... buku ini tetap oke dibaca kok. Difilmin juga seru nih kayaknya. Indonesia kurang film fiksi sejarah, apalagi yang berbau komedi.
3.5 bintang. What a fun read! Terutama di kala 'that time of the month' bagi para cewek, karena cerita ini ngebantu banget mengusir kebetean. Saya ngakak berkali-kali sama ketololan Jaka, orang Cirebon ini. Emang, beberapa cowok dari Cirebon yang saya kenal pada nggak jelas kelakuannya (semoga mereka pada nggak baca ini, hahaha).
Sayang, ternyata sejarahnya fiksi... padahal rame banget asli. Saya justru paling ngantuk sama sejarah, nggak kayak Kang Adhit, tahu Lembu Sora juga kayak sebatas lupa-lupa ingat. Terus , tokoh Jaka Kelana itu emang tipikal hero banget. Siga Luffy-nya One Piece pisan. Ada kejutan-kejutan yang bikin saya bilang 'WHAT?!' tapi setelah itu mengabaikannya saja karena kisahnya yang rame menutupi ke-nggak logis-annya (maksud nggak logis di sini contohnya nyamar pakai baju biksu... bukan ada alur yang bolong atau bagaimana. Nu bagian bodorna wungkul lah).
Dan saya merasa harus menghargai hasil riset Kang Adhit dalam timeline dan alurnya. Kemudian, ini: pembentukan suasana/mood cerita yang pas. Kita bisa terbawa suasana serius ketika membaca bagian para arya, tapi atmosfer mendadak konyol saat tiba bagian Kerapu Merah. Hal yang sama juga ada di buku Sabtu Bersama Bapak.
Ilustrasinya bagus... suka sama akhirnya, bijak. Cuma satu itu doang, sih. Sama beberapa kali ada jenis huruf yang berbeda-beda padahal masih satu cerita... jadi kesannya nggak rapi. Apa itu bekas editan? Saya pun kurang paham. Tapi nggak begitu mengganggu, kok.
Duh, emang saya udah paling nyambung sama humornya Kang Adhit. Yuk, yang pengin bacaan yang beda, apalagi kalau kamu lagi PMS, mari kita ngakak dulu sejenak.
Di awal memang banyak pembahasan tentang sejarah VOC dan penjajahan di Indonesia. Tapi pas masuk ceritanya Jaka si Bajak Laut, ngakak gak abis-abis. Buku sejarah yang dikemas dengan fiksi komedi , sangat menyenangkan.
overall bagus, sumpah aku udah lama banget ga ketawa ngakak pas baca. tapi sayang penataan kalimatnya yg kadang-kadang agak kaku (terlalu baku) jd mengurangi kenikmatan membaca.
Sukaaa banget deh. Walaupun di awal ku merasa jokesnya agak kurang nyambung sama diri ini & terasa absurd tapi makin kesini enjoy aja. Malah beneran bisa ketawa - ketawa. Receh sih tapi lucu.
Sejarahnya diramu dengan matang, bukan main comot sana sini, tapi emang di riset. Dan surprise ternyata ada sedikit unsur fantasinya juga.
Lumayan menghibur, terutama pas bagian Abbaswati. Informasi-informasi sejarah di buku ini juga menjadi tambahan tersendiri. Ulasan di https://dionyulianto.blogspot.co.id/2...
Bajak Laut & Purnama Terakhir intinya bercerita tentang usaha merebut keris pusaka. Yang terlibat dalam perebutan ini adalah VOC yang diwakili Admiral Speelman, bajak laut pimpinan Jaka Kelana, dan tiga Arya terakhir.
Penuturan asal mula Admiral Speelman tertarik keris pusaka mendapat porsi sejarah terbanyak dari Adhitya Mulya. Ia banyak menuturkan bagaimana VOC sebagai perusahaan dagang swasta pertama dunia tertarik pada Indonesia, kemudian bagaimana sang Admiral tertarik pada benda pusaka.
Adhitya Mulya juga memberikan porsi sejarah yang cukup banyak tentang asal-usul Rusa Arang, Bara, dan Galuh, tiga Arya terakhir. Ia menggunakan sejarah kerajaan Singasari, Kediri, dan Majapahit untuk membangun cerita tentang arya. Latar belakang sejarah yang sama digunakan untuk menuturkan asal-usul keris pusaka.
Bajak Laut Kerapu Merah pimpinan Jaka Kelana barangkali yang memiliki porsi sejarah paling sedikit namun sarat akan komedi. Bagaimana tidak, bajak laut yang semestinya ditakuti justru digambarkan konyol, mempercayai Dewa Ganteng, dan memiliki awak kapal yang tingkat intelegensinya nggak lebih baik dari tukang jamu.
Kepiawaian Adhitya Mulya (AM) dalam meramu komedi dengan genre lain dalam sebuah tulisan semakin canggih. Ibarat masakan, komedi seperti garam di setiap masakan AM. Bajak Laut & Purnama Terakhir ini adalah masakannya yang paling pas. Dibanding novel best seller Sabtu Bersama Ayah yang guyonannya seringkali muncul di situasi yang nggak pas, AM menempatkan komedi sesuai porsinya. Tidak terlalu maksa seperti Gege Mencari Cinta, atau berlebihan seperti novel pertamanya Jomblo.
Meskipun separuh bagian awal penceritaannya berjalan lambat, tapi saya tetap bertahan menyimak setiap kata bahkan catatan kakinya berkat kemahiran AM menjaga detail sejarah dan komedi silih berganti. Karakter-karakter dalam novel ini pun sangat kuat sejak awal cerita hingga akhir, namun tidak saling menghilangkan. Oleh karena itu Bajak Laut & Purnama Terakhir layak menjadi satu-satunya buku yang saya ganjar 5 bintang dalam 2 bulan terakhir!
Awal sebelum buku ini keluar saya agak pesimis bisa suka. Karna ini literally referensi nya adalah sejarah (which I dont like it). Tapi yang namanya karya Adhitya Mulya, saya selalu tertarik untuk baca.
20 halaman pertama, saya merasa gagal menjadi anak SD yang rutin membaca RPUL. dulunya, bagian sejarah yang saya suka adalah hanya pada tahun 1900-an. Masa dimana Indonesia merebut kemerdekaan, melawan penjajah, sampai ke partisipasi Indonesia di dunia International. Jujur saya kurang tertarik untuk mempelajari masa-masa kejayaan kerajaan di Indonesia. TAPI, Adhitya Mulya menyajikan dengan ringan. berhasil membuat saya "kepo" dengan cerita2 kerajaan di Indonesia pada masanya. Tidak literally seperti buku sejarah yang dahulunya membuat saya ngantuk untuk baca.
Makin ke tengah, alur cerita lumayan kompleks. Ada cerita di dalam cerita. Pun ada pengetahuan baru didalamnya. Saya baru tahu asal usul kata "kutang" dari buku ini. Tokoh Utama, Jaka, awalnya bisa dibilang saya ignore. Karna saya lebih tertarik dengan 3 Arya yang menjalankan misi mereka. Makin keujung, Tokoh Utama makin diperhitungkan. Saya mulai pay attention lagi ke tokoh utama. Semua disusun secara apik. Sangat bagus dalam hal memainkan emosi melalu alur cerita. Pun unsur komedi disini (with those crazy footnotes) sangat tepat. Semua tidak berlebihan.
Sampai akhirnya saya mulai masuk ke bagian endingnya, semua tersaji pas. Klimaksnya dapet. Rapi. Ada kepuasan setelah membaca buku ini.
Bagian akhirnya ditambah dengan "cuplikan ala2 film Marvel", ngegantung tapi pembaca bisa berasumsi kemana arahnya. I highly recommend this book to all of you. Its a must to have. Well Done Adhitya Mulya.
PS : Impact yg saya daptkan setelah membaca buku ini, saya menjadi tertarik untuk membaca versi non-fiksi dari cerita2 kejayaan kerajaan Indonesia dulunya :P.
Muatan sejarah dan porsi humornya sesuai selera saya. Meskipun masih tak habis pikir konsep kegantengan yang selalu diusung penulisnya di hampir semua bukunya. Hahaha.
Catatan kaki ala Adhitya Mulya juga masih menghibur dan cukup mengundang rasa penasaran untuk mencari tau lebih lanjut tentang "fakta sejarah"-nya. Bagus jika pembacanya kebanyakan anak muda yang kesulitan menyukai pelajaran sejarah. Ilustrasi bukuya juga bagus sekali.
Buku ediaaaan xD Awalnya meskipun aku sangat menikmati ketika perut dan pipiku diguncang gelegar tawa gara-gara kekonyolan tingkah Jaka Kelana dan para 4 awak kapal bajak laut Kerapu Merahnya yang naudzubillah, aku diam-diam menggerutu karena benang merah beberapa percabangan cerita di dalamnya tak segera bertemu.
Ada tiga percabangan cerita yang awalnya seolah berjalan sendiri di sini:
1) kisah kekonyolan Jaka Kelana dan 4 awak dong-dongnya yang selalu saja gagal dan sial waktu berusaha merompak kapal,
2) kisah perburuan harta berupa keris pusaka yang dipegang Amangkurat 1 oleh Cornelis Speelman, admiral kapal pemburu paus VOC, dan
3) kisah Galuh Puspa, Rusa Arang, dan Bara Angkasa, tiga keturunan terakhir arya yang juga memburu harta pusaka keris yang sama untuk mereka kembalikan ke sebuah gua di Pulau Sangean.
Dua cerita di atas punya atmosfer yang sangat serius, dan membuat bertanya-tanya "ni kapan lagi sih dibuat ngakaknya? Apa hubungannya sama kisah si Jaka coba?"
***
Tapi alhamdulillah, kesabaran membawa hasil, begitu tiga percabangan cerita ini bertemu di satu titik ketika Jaka berusaha merampok rumah milik orang Belanda yang rupanya adalah kediaman Albert, arkeolog yang bekerja sama dengan Speelman untuk perburuan keris pusaka itu, plot utamanya mulai terkuak. Setelah tak sengaja mengambil keris pusaka yang disimpan Albert, kelompok Jaka kabur dari kejaran Speelman dengan dibantu 3 arya. Dari sini plot jadi makin seru, hidup, dan kekonyolan demi kekonyolan yang naudzubillah pun kembali mewarnai cerita.
Buku ini membelokkan dan memfiksikan kisah Sangrama Wijaya, pendiri kerajaan Majapahit, 9 anggota pasukan pengawal Bhayangkara-nya, dan rahasia yang "tak diungkap sejarah" soal dari mana sang raja memperoleh kekuatan untuk mengalahkan Jayakatwang, pasukan Kubilai Khan, lalu menaklukkan begitu banyak wilayah di nusantara. Jaka Kelana dan para awaknya mendapatkan kisah itu dari 3 arya yang membantu mereka lolos dari kejaran Speelman.
***
Gundah karena tak mampu membalas dendam pada Jayakatwang yang sudah memporak-porandakan kerajaan Singosari milik mertuanya, Sangrama Wijaya memutuskan bertapa di pulau Sangean atas petunjuk seorang empu. Di dalam gua, tak disangka Sangrama bertemu dengan makhluk betina raksasa yang tengah tertidur. Sangrama membunuh makhluk itu, mengambil kuku-kukunya, dan menempanya jadi 10 keris. Sejak itulah keberuntungan dewata seolah selalu berpihak pada sang raja. Setelah Majapahit berdiri, ia pun menaklukkan kerajaan-kerajaan dan suku-suku di seantero nusantara. Para arya yang mendampinginya selalu dibekali keris-keris itu. Selesai tugas, keris-keris itu harus dikembalikan kepada sang raja.
Namun, setiap bulan purnama, Sangrama Wijaya dan 9 aryanya selalu dihantui makhluk betina itu dalam mimpi. Sang makhluk menuntut agar raja mengembalikan kesepuluh keris itu sebelum purnama ke-4200, atau anaknya akan bangkit dan menghancurkan semua yang sudah dibangun Sangrama. Sejak itu terjadi perpecahan antara para raja dan kesembilan aryanya. Para arya itu sepakat bahwa sebaiknya keris-keris itu dikembalikan ke Pulau Sangean demi memenuhi permintaan makhluk itu agar kerajaan tak terkena malapetaka. Namun, Sangrama Wijaya bersikeras ingin menggunakan keris itu untuk memperluas wilayah kerajaannya dulu.
***
Kesembilan pengawal bhayangkaranya ini akhirnya menyadari bahwa raja mereka sudah mulai dibutakan hasrat dan keserakahan untuk kekuasaan. Dalam sejarah, 9 arya itu dikisahkan memberontak, namun sebenarnya mereka dihabisi satu persatu atas perintah Sangrama Wijaya yang dihasut oleh Patih Halayudha. Beberapa keturunan mereka yang berhasil selamat melanjutkan misi para leluhurnya untuk mengembalikan keris-keris yang entah bagaimana akhirnya tersebar ke banyak wilayah berbagai kerajaan di penjuru nusantara. Saat cerita ini dimulai, delapan keris sudah berhasil dikembalikan. Tinggal dua keris lagi yang tersisa. Galuh Puspa, Rusa Arang, dan Bara Angkasa adalah 3 keturunan terakhir yang diharapkan mampu menuntaskan misi karena semua rekannya yang terdahulu sudah gugur.
Jaka dan para awaknya pun membantu ketiga arya itu mendapatkan keris kesepuluh yang dipegang Amangkurat I karena... mereka tertarik pada Galuh xD Dasar bajak laut bujang lapuk xD
Maka berbagai penyamaran pun berusaha mereka lakukan demi bisa menembus tembok keraton. Salah satunya adalah menyamar menjadi penari ronggeng! Di sini aku ngakak nggak berhenti-henti. Keinget sama adegan di film Wiro Sableng 2018 waktu Wiro dan kawan-kawannya nyamar jadi penari jaipong biar bisa masuk kr istana. Apalagi waktu salah satu anak buah Jaka yang bernama Abbas ("nama panggungnya" sebagai penari ronggeng adalah Abbaswati) begitu menghayati perannya sampai-sampai dianggap lebih cantik daripada Galuh yang perempuan asli (Galuh jelas merasa terhina) xD
Bagian terakhir dari buku ini memberikan serangkaian adegan aksi yang menegangkan melawan musuh terakhir yang benar-benar tidak disangka. Dan masih ada bagian yang tak kalah mengejutkannya lagi tentang asal-usul Jaka Kelana di bagian epilog.
This book is so epic! Namun, melebihi rasa kagumku pada twist bagian sejarahnya, aku sungguh berterima kasih pada pengarang yang dengan jujur menjabarkan mana bagian yang fakta dan fiksi dalam elemen-elemen sejarah yang dipakai sebagai landasan cerita buku ini. Hal-hal semacam seharusnya perburuan paus belum dimulai di era tahun 1667, tapi tetap dimunculkan dalam cerita demi kepentingan plot pun dijabarkan. Padahal, yang seperti ini meski nggak dijabarkan, pembaca awam ya mana bakal tahu? Benar-benar penulis yang peduli pada pembacanya. Pembaca jadi dapat pengetahuan lebih dan bisa menikmati cerita dengan tenang. Capek loh ngecek fakta di buku satu-satu, bahkan meski sudah via Google dan Wikipedia. Ini bagian yang agak menjengkelkan dari proses membacaku selama ini.
Ini memang buku komedi yang memelintir beberapa kisah sejarah yang sudah dikenal masyarakat dengan sentuhan fiksi fantasi. Tapi riset yang dilakukan pengarangnya nggak main-main. Cek aja daftar pustakanya. Buku yang memakan waktu pembuatan 12 tahun dengan 25 kali penulisan ulang dan 7 kali penggantian topik euy. Salut!
Semoga Mas Adhitya Mulya dapat inspirasi buat bikin buku seperti ini lagi. Kalau dilihat dari epilog, tampaknya ada potensi untuk kelanjutan kisah Jaka Kelana?
Sempet was-was di awal akibat trauma membaca Mencoba Sukses. Buku ini datar di awal, apalagi footnote khas kang Adhit (You have to read all the books he wrote before!) terasa sedikit berbeda di bab-bab awal, sangat ilmiah & kelihatan banget hasil risetnya yang bertahun-tahun itu. Tapi di bab-bab selanjutnya footnote khas si penulis mulai kumat sodara-sodara.. Cerita perlahan mulai cair & emosi pembaca akan diajak berpetualang ke dalam sejarah tersembunyi kerajaan Majapahit. Semacam revisi kisah Tutur Tinular gitu. Saya serasa melihat Gege yang sukses memainkan peran sebagai Jaka Kelana dengan sangat brilian. Ngakak sampe sakit perut pas bagian si Abbas debus di atas Butet, that's crazy! Dan untuk pecinta serial Tutur Tinular, jangan khawatir. Seenggaknya khayalan penulis dalam mengarang cerita ini jauh lebih berkualitas daripada Tutur Tinular versi 2011 yang legendaris itu.
Suka, suka, suka banget lah pokoknya. Lama selesainya karena baca sample dulu di playbook sebelum memutuskan beli e-booknya. Jadi, kita diajak ikut bertualang dengan kelompok bajak laut masa lalu. Nyentil-nyentil sejarah berdirinya Majapahit, Kediri, kerajaan-kerajaan itulah.. Tapi dengan dialog masa kini yang adegan-adegannya bikin senyum-senyum (atau ketawa ngakak kalau bacanya sendirian- bukan di angkot atau TJ). Baca ini sedikit banyak pengetahuan saya nambah. Walaupun jalurnya historical fiction tetap aja ada nama-nama tokoh.. tempat. . dll yang berasal dari masa lalu negeri ini. Tau jalur CL Depok - Nambi kan,.. nah Nambi itu nama tokoh juga dong ... Jadi ingat Rahasia Mede ya. Tapi itu sih agak berat .. saya agak sakit kepala bacanya hihihi. . sedangkan yang ini enggak, ringan aja. Semoga makin banyak karya historical fiction yang menarik.
A fun and entertaining book. rasanyaa baru kali ini baca buku ada unsur sejarahnya tapi dikemas dengan komedi. Loove it. Adhitya sukses membuat saya jd makin pengen baca sejarah2 kerajaan Indonesia. can't wait for the next Jaka's journey
Buku hebat! Ini adalah salah satu buku yang saya cari selama liburan sekolah kemarin. Dan saya baru bisa mendapatnya saat liburan hampir berakhir. Saya sangat menikmati buku ini sebagai hiburan diantara kegiatan padat sekolah. Buku ini bercerita tentang Jaka Kelana, seorang perompak yang tidak solat, peminum tapi kalau mau ngerompak sopannya minta ampun, pakai acara salam dulu. Si Jaka ini adalah pemimpin Kerapu Merah, dengan awaknya antara lain Surendro, Abbas, Aceng dan masih banyak lagi. Ini cerita komedi namun berlatar sejarah. Bagi saya yang menganggap sejarah sebagai sebuah kebosanan, buku ini sangat menarik. Saya lebih cepat belajar tentang runtuhnya kerajaan Singashari dari buku ini daripada pelajaran di sekolah. Walau ada fiksinya, tapi pengarang memberi tahu bagian mana yang fiksi dan fakta dan cerita bagian akhir lebih banyak fiksinya. Nyaris saja saya percaya bahwa semua itu fakta dan hanya diberi sedikit bumbu komedi supaya tidak bosan. Saya suka gaya penulisan Adhitya Mulya terutama pada buku ini (Padahal ini buku pertamanya yang saya baca). Yang saya dapat dari buku ini selain beberapa pelajaran sejarah adalah jangan sembarangan menilai orang. Mungkin kamu tidak tahu tapi tidak ada sesuatu di dunia ini yang ada tanpa tujuan. Siapa sangka kalau selama ini orang yang kamu pandang sebelah mata itulah yang membantumu.
Jaka dan teman seperompakannya adalah suatu ideal yang pantas untuk dijadikan referensi pertemanan (wait, bisa gak sih disebut pertemenan? lol) yang hakiki masa kini. Saling menghina satu sama lain tanpa menimbulkan iritasi dalam hati adalah mutlak suatu impian HAHA. Sebuah komedi sejarah yang komedikal dari Mas Adhit. I am a fan since Sabtu Bersama Bapak, which is memang baru-baru ini. Yang satu ini fresh dan menyenangkan, meskipun pertarungan pamungkas di akhir cerita kurang greget (cuman ya gitu aja gitu), plot twist yang sejujurnya aku nggak ada ide sama sekali bakal muncul menjadi kerenyahan tersendiri yang bikin 'oooh pantesan si Jaka gituuu' gitu. Juga sekaligus bisa lebih tahu bit by bit tentang sejarah bangsa sendiri, though it's mostly fiction but I still got lot to learn (thought 'lot' doesn't quite indicate how much hehehe). I demand the second book of this one. Soalnya harus lanjut! (lah maksa) Poin yang bisa dijadikan pembelajaran adalah: Abbas lebih bisa cantiq daripada Galuh. Point earned.
Suka sama pertualangannya Arya Kelana serta temannya. Meskipun mereka rada aneh tapi persahabatannya erat (bff kali ya istilahnya wkwk).
Tak ketinggalan, di sini terdapat para arya, yang terdiri dari Rusa Arang, Galuh, dan Bara yang berusaha menyelesaikan misi mereka.
Ceritanya unik, campuran dari sejarah, fantasi, dan komedi. Nggak bikin bosen saat baca! Selain ceritanya yang berlatar sejarah, fantasi komedi, di novel ini terdapat lembar Fakta vs. Fiksi. Jadi yang mungkin kurang ngerti sejarah bisa sekilas tau gimana aslinya terlepas dari novel ini yang fiksi.
Akhirnya terbaca juga buku ini setelah mengantri panjang 😂 Awalnya aku sudah membayangkan buku ini berisikan adegan dan dialog yang lucu/humoris. Setelah membaca keseluruhan, memang buku ini terdapat adegan & dialog yg humoris, tapi itu tidak di keseluruhan cerita. Karena novel ini mengisahkan sejarah juga, dapat dimengerti oleh diriku 😂
Kisahnya menarik, seperti dongeng dan aku sendiri membayangkan setiap adegannya. Yang paling susah aku bayangkan adalah sosok si Jaka Kelana yang digambarkan sebagai cowo tidak tampan dan dengan segala kekonyolannya. Sebenernya ga rela salah satu tokoh 'hero' harus terenggut. 😢 Ada hal yang ngga nyangka banget dari kisah di novel ini. Twistnya dapet banget 👍 ini nilai plus tertinggi menurut aku dari novel ini. Ngga nyangka banget endingnya, dengan segala kekonyolan si Jaka dan aahh... ga bisa cerita lebih banyak lagi. Nanti disangka spoiler 😂
Ada tiga jalur di cerita ini tapi punya benang merah yang sama yaitu peninggalan mahapenting.
Lucu, asik, bahasa di narasi awalnya mirip sama buku sejarah wkwk.
"Ndro, dapet apa? Di dek atas, aku menemukan drum yang isinya Lintong. YA EMANG KITA YANG MASUKIN KAN TADI!!"
Kemampuam Galuh melihat masa lalu dengan menyentuh tangan itu mengingatkan saya sama Touche
Setelah sekian lama nggak baca fiksi sejarah soal Majapahit, aku baca lagi. Kali ini emang nggak detail, tapi khusus. Cerita kematian demi kematian para arya bikin sedih.