Jump to ratings and reviews
Rate this book

Perempuan Yang Dihapus Namanya

Rate this book
Kitab suci, seperti juga labirin, bukanlah sebuah peta proyeksi dua dimensi dari garis dan kurva yang saling bertaut. Peta, hanya sebuah abstraksi, sekumpulan tanda dan legenda yang tak sanggup menggantikan pengalaman. Sementara itu dalam kitab suci, seperti juga labirin, selalu ada misteri yang tidak menuntut untuk dipecahkan, melainkan dialami. Berkali-kali.

Dengan alasan tersebut, saya secara khusus menyukai Perjanjian Lama dan perempuanperempuan di dalamnya. Mereka ada, hidup dan ikut menganyam sejarah, namun dalam seluruh jalinan cerita, mereka selalu berada di balik selubung

104 pages, Paperback

First published January 1, 2010

18 people are currently reading
548 people want to read

About the author

Avianti Armand

23 books167 followers
Avianti Armand adalah seorang penulis, dosen, dan arsitek. Kumpulan puisinya, Perempuan yang Dihapus Namanya (2011), memenangkan Khatulistiwa Literary Award untuk kategori puisi. Buku tersebut merupakan reinterpretasi atas tokoh-tokoh perempuan dalam kitab suci. Avianti telah menulis dua kumpulan cerpen: Negeri Para Peri (2009) dan Kereta Tidur (2011). Cerpennya, "Pada Suatu hari, Ada Ibu dan Radian," terpilih sebagai cerpen terbaik Kompas 2009.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
99 (26%)
4 stars
145 (39%)
3 stars
102 (27%)
2 stars
19 (5%)
1 star
4 (1%)
Displaying 1 - 30 of 78 reviews
Profile Image for Arief Bakhtiar D..
134 reviews82 followers
September 20, 2020
PUISI DAN PERBUATAN-PERBUATAN TERLARANG MENURUT KITAB SUCI

KITA tidak pernah yakin pada para penyair mengenai apa yang sebenarnya ingin mereka ungkapkan dalam puisi mereka. Kita akan sulit menentukan apakah sebuah puisi merupakan sesuatu yang personal atau sekedar karangan di suatu hari si penyair. Dalam satu puisi cinta, seorang penyair bisa menuliskan cerita tentang kekasih yang mungkin tak pernah ia miliki. Soalnya kemudian menjadi begitu rumit: suasana patah hati sepertinya bukan kata yang menarik jika tetap ditulis "patah hati". Perasaan akan sesuatu sepertinya tidak selalu baik jika diungkapkan dengan terang-benderang.

Penyair juga agaknya tak begitu tahu apa yang harus dilakukannya pada orang di luar sana, yang membaca karya-karyanya. Mungkin itu sebabnya para penyair seringkali berbicara tentang kebebasan. Mereka menyusun bait-bait dengan keyakinan tertentu, tapi menyerahkan makna sepenuhnya pada pembaca: mereka tidak ingin terlibat terlalu jauh atas baris-baris yang mereka temukan. Dalam soal ini saya mengutip Zaim Rofiqi: "Di hadapan samudera/ kita (para penyair) hanya secuil lokan kecil/ yang cuma bisa menyisir pasir", "dan kita coba menghindar", "tapi tak bisa".

Barangkali kerumitan itu muncul karena puisi, seperti yang pernah ditulis kritikus David Orr, "membutuhkan sebuah sejarah dengan pembacanya". Dan sejarah itu, diantaranya, adalah sejarah membaca. Di sini pembaca yang tidak memiliki pengetahuan tertentu akan kesulitan untuk menikmati puisi.

Saya kira dari situlah kita bisa mulai membicarakan kumpulan puisi dalam Perempuan yang Dihapus Namanya.

●●●
Sebab agaknya ada satu kecenderungan penting yang seringkali kita lupakan: para penyair adalah orang-orang yang gemar membaca. Dan tidak hanya membaca: mereka mendalami apa yang mereka baca, mencari hal-hal yang akan terikat dengan baris-baris tertentu suatu sajak. Dunia puisi bukan tempat untuk orang yang cepat-cepat tidur: untuk menelusuri kumpulan puisi Kisah Cinta Para Pendosa dari Zaim Rofiqi, kita harus membaca Genji, Wang Fo, Thérapion, atau mengetahui tentang Sylvia, Ikarus, Panegyotis agar menyatu dalam baris-baris yang, setidaknya, ingin kita hayati sebaik-baiknya ketika kita memutuskan untuk membeli buku puisi. Dalam Mendengarkan Coldplay, Mario F. Lawi memasukkan nama-nama seperti Baldwin (puisi Viva La Vida), Abba, Ohola, dan Oholiba (Lost!), Quintus Horatius Flaccus (Violet Hill), dan Ama Peke (Always in My Head & O).

Pada diri Avianti Armand, gejala yang demikian mengambil nama-nama dari kitab suci: Hawa, Tamar, Batsyeba, dan Jezebel. Nama-nama tersebut tercantum dalam Perjanjian Lama dan Avianti, seperti apa yang ditulisnya dalam catatan pembuka, mencoba "membaca lagi, menafsirkan lagi, merekontruksi dunia dan kata-kata" dari kisah para perempuan itu dalam lima sajak panjang.

Untuk memahami ke mana Avianti akan membawa sajaknya, kita perlu mengikatkan diri dengan sedikit konteks. Oleh karena itu saya, yang bukan pemeluk Nasrani dan tak pernah membaca kitab Perjanjian Lama, mencari tahu tentang nama-nama dalam kumpulan puisi Perempuan yang Dihapus Namanya. Mulai dari sana saya menemukan Tamar: perempuan yang menyaru menjadi pelacur untuk menjebak mertuanya, Yehuda, agar bercinta dengannya di perjalanan menuju Timna. Tapi sebelum itu Tamar adalah perempuan yang menunggu takdir untuk dinikahkan dengan Er, anak Yehuda. Puisi Tamar mengisyaratkan situasi ketika perempuan adalah makhluk yang menerima takdir:

"Cuci kakimu, perempuan! Kenakan kasutmu!
Bergegaslah, sebelum hari jadi gelap!
Seekor keledai telah disiapkan
untuk kau tunggangi.
Seorang lelaki sudah menunggu
untuk menunggangimu."

Di tempat ia berdiri, semua sudah selesai.


Sementara itu, Batsyeba merupakan istri dari Uriah, salah satu dari 37 pahlawan Daud yang terkenal. Daud yang terpesona ketika melihat Betsyeba tengah mandi mengetahui bahwa suaminya, Uriah si orang Het, tengah pergi ke medan perang─Daud sendiri memilih berada di Jerusalem. Daud melihat hal itu sebagai peluang untuk bercinta dengan Batsyeba, dan karena akhirnya mengandung, Daud memerintahkan Panglima Yoab untuk menempatkan Uriah, orang Het itu, ke medan perang terdepan. Dengan strategi demikian, Uriah kemudian gugur dan Batsyeba diperistri oleh Daud.

●●●
Pada hakikatnya, sajak-sajak dalam Perempuan yang Dihapus Namanya adalah rumusan pikiran tentang para perempuan di mana "yang memujanya akan jatuh ke dalam Lubang". Di situ, "Lubang" bukan dimaksudkan sebagai ruang yang sesungguhnya, melainkan persepsi soal simbol bagi perbuatan terlarang. Perempuan-perempuan tersebut menyeret tokoh-tokoh lelakinya, bahkan Daud, kepada "yang bukan ilahi melainkan birahi". Adalah tak mengherankan, jika dalam sajak Jezebel, kita tahu akibat-akibat mengerikan yang muncul dari kepala seorang perempuan yang tak ingin percaya pada Tuhan: pemilik kebun anggur yang "dilempari sampai mati", "tujuh puluh kepala" yang "telah dijagal di Samaria", dan ratusan nabi-nabi baal menjadi "kurban sembelihan" hingga memerahkan Sungai Kison.

Dengan demikian, pada akhirnya para perempuan itu bukanlah makhluk yang sekedar "hidup dan ikut menganyam sejarah": mereka adalah lakon yang merancang suatu narasi. Mereka tidak pasrah menerima takdir di mana "semua sudah selesai", tapi turut menggerakkan sejarah.

Memang kemudian yang ada adalah kegelapan dan kegelisahan. Avianti tidak menyajikan cerita lelaki yang tergila-gila pada tubuh perempuan dan akhirnya bersama-sama membuat kerusakan di muka bumi. Tapi sajaknya memperlihatkan adanya pengakuan itu. Kita mengetahuinya bukan karena ada rumusan cerita yang rapi atau ide kekejaman yang tuntas, melainkan karena ada ambiguitas perasaan yang hadir dari sana. Hal ini tampak dari alegori Batsyeba:

Sejak malam ini aku mungkin bukan aku
dan kau bukan kau dan masa lalu kita
adalah cerita-cerita yang ditumpuk di atas
kekejian dan rasa bersalah.


Saya tidak yakin apakah kita bisa keluar dari ambiguitas perasaan itu dan sanggup menentukan satu tafsir atas kisah para perempuan dalam sajak. Tapi dari situ kita bisa menemukan satu pintu yang sama untuk menerka maksud sajak-sajak Avianti, dan bahwa pintu itu selalu terbuka: pintu terlarang yang menghamparkan segala dosa. Kita tidak memerlukan kunci sebab kita telah masuk bersamanya. Dari situ kita tahu kenapa dalam sajak Perempuan yang Dihapus Namanya ia menulis:

Di baris ke tujuh sebelah kiri, empat kursi dari
ujung, Tuhan duduk dan menangis. Di
tangannya tergenggam sebuah dadu. Pada
semua sisinya tertulis: dosa.


Pada sajak di atas, dosa adalah hal yang menggelisahkan: kita kerap melakukannya karena ia seringkali bagian dari kenikmatan, dan kita juga seolah tak bisa menolaknya karena ia bagian yang tak terelakkan dari kehidupan. Mungkin itu artinya kita tidak perlu buru-buru menghadirkan Tuhan untuk mengatasi keruwetan itu.

description
Profile Image for raafi.
927 reviews449 followers
February 17, 2017
Dari karya-karyanya, ada satu pelajaran yang, akhirnya, bisa kupetik: tak semua hal bisa dan harus kaupahami, sebagian mesti kaurelakan tak terjamah demi keberlangsungan hidup yang penuh tanda tanya. Seperti buku puisi ini, dan buku puisinya yang lain.

Akhirnya aku mengerti pola yang diguratkan Avianti dalam puisi-puisinya.
Profile Image for Alvina.
732 reviews118 followers
March 7, 2017
Sejujurnya, saya asing dengan beberapa nama wanita di buku ini yang konon telah dihapus namanya.
Mungkin buku ini semacam menceritakan kembali, memberitahu pembaca bahwa para wanita yang "hilang" ini sebetulnya memegang peranan penting dalam kisah para lelakinya.
Profile Image for gowi.
141 reviews26 followers
June 25, 2018
Sepertinya akan agak sulit untuk di mengerti kalau tidak membaca kisah perempuan2 Perjanjian Lama, apalagi yang Izebel , gue sampai harus buka Alkitab dan baca beberapa pasal.
But i have so much fun and want more. Loved thisss
Profile Image for eti.
230 reviews107 followers
August 6, 2012
membaca ini membuat ingatan saya kembali menyusuri apa yang dulu pernah saya baca. tentang penciptaan adam & hawa, juga tentang yehuda, anak2nya & tamar. sementara batsyeba & jezebel saya agak2 lupa pernah membacanya atau tidak. seperti halnya tulisan2 avianti yang lain, kesan yang saya tangkap di buku ini adalah gelap, juga sepi. dan surat dari opa SDD menutup buku ini dengan sangat apik, surat kepada E-Va(-gina).

Ada 5 perempuan yang dihapus namanya dalam buku ini, yang pertama perempuan yang dihapus namanya sebelum Hawa, kemudia Hawa, termuat juga di kumpulan cerita "Kereta Tidur" dengan judul Perempuan Pertama. lalu Tamar, dulu pertama kali baca di Kompas minggu (dan pertamakalinya saya tertarik dengan tulisan2 avianti), kemudian perempuan selanjutnya adalah Batsyeba & Jezebel, sepertinya saya harus mencari informasi lagi tentang 2 nama itu :D

Yang menarik dari buku ini dan juga buku2 Avianti Armand yang lain adalah bukunya dikemas dengan sangat artistik, dan tanpa testimoni. sekali lagi tanpa testimoni. tidak seperti penulis2 lain yang menyertakan (begitu banyak) testimoni2, yang akhirnya jadi mengesankan mereka seperti kurang percaya diri dengan apa yang ditulisnya. Avianti ini seperti tidak memerlukan itu. dia sangat percaya diri dengan karya yang dilahirkannya. Keren!

#masih berburu Negeri Para Peri :D
Profile Image for Teguh.
Author 10 books335 followers
February 7, 2017
Yang paling menarik dari sebuah buku ada konsep. Dan buku puisi ini (yang terbit ulang oleh GPU) punya konsep yang sangat kuat. Mulai dari tema, cover, hingga pilihan setting di dalamnya. Bahkan komentar Pak SDD di belakang juga punya konsep yang sangat khas....


Saya suka sekali puisi-puisi Avianti Armand, dan di buku ini saya semakin sukaaaa......


Paling suka jelas bagian *Hawa* dan balasan Surat dr Pak SDD
Profile Image for Evan Dewangga.
303 reviews37 followers
November 8, 2022
Bukan hanya kekakuan sains yang dapat dipatahkan oleh gemulai gema puisi, nyatanya penjara dalam kitab suci bisa diterobosnya juga. Melalui catatan penulis di awal, saya seperti ikan yang makan umpan pemancing, ditariknya saya ke atas secepat kilat, saya ikut saja, dan melihat dunia baru, daratan. Di dunia baru, saya yang ikan, tentu saja mati. Karena daratan aturannya beda dengan lautan. Apa-apa yang benar di lautan, menjadi tak benar di daratan. Di laut saya dapat berenang ke atas bawah kiri kanan secara bebas. Di darat, makhluknya acapkali hanya berjalan di dua dimensi saja, di dasar darat, yang di langit hanya sedikit, hanya yang bersayap saja.

Ya, cuma paralel, kalau di laut, seperti juga dalam pembacaan kitab suci (Alkitab) secara konvensional, pembacanya dituntut untuk melihat dari sudut pandang Tuhan dan manusia. Pembacanya bisa ke atas (surga), ke bawah (melihat kekejian manusia), dan kanan kiri hubungan manusia. Namun, melalui buku puisi ini, mau tak mau, manusia diletakkan di dimensinya sebagai manusia saja. Di darat, tak bisa terbang, tak bisa jadi Tuhan, yang ada, jadi debu yang terlibas ketika jubah Tuhan lewat. Benar, saya menyebutnya mati di darat, sebab kalau asumsinya laut, asumsinya kitab suci dan Tuhan selalu benar, tentu buku ini membuat "iman tradisional" semacam itu mati. Sebab buku ini mempertanyakan Tuhan dalam Perjanjian Lama, Tuhan yang maha pembunuh, maha pencemburu, maha pembalas dendam. Menempatkan kita pada wanita-wanita yang terjebak (juga mendobrak) bui tradisi dan agama.

Setelah membaca catatan penulis di awal, saya langsung browsing mengenai wanita-wanita yang menjadi judul puisi (sangat disarankan untuk browsing dulu agar tahu konteks puisinya). Saya ingat kalau saya sebenarnya telah membaca kisah-kisah itu dalam kitab suci kusut, saat masih belia, tak mempertanyakan, bahkan sebenarnya belum mengerti saat membacanya dulu. Ketika mengenal lagi, rupanya kisah Hawa-Adam, Yehuda-Tamar, Batsyeba-Daud, Jezebel, sangat menggemaskan, menggelitik, dan saya jadi melihat kitab suci yang begitu kotor oleh skandal. Avianti Armand yang mengamplifikasi suara perempuan, mengangkat nurani wanita yang katanya menjadi fitnah itu, menjadikan mereka dan pembacanya manusia. Keluar dari sejuk laut, menatap secara langsung terik matahari, tanpa bias yang dibelokkan air.

Seluruh isi buku ini, dari awal hingga surat di akhir dari Eyang Sapardi, sangat rapi, runtut, asyik, dan nakal. Buku singkat nan menggugah, ibadah puisi kali ini sangat liar.
Profile Image for Fathina Diyanissa.
8 reviews3 followers
February 22, 2016
Ada dua hal yang membuat karya ini mengesankan bagi saya: pertama, karya-karya di dalamnya adalah reinterpretasi potongan ayat dalam Kitab Suci (dalam hal ini, Alkitab) dan kedua, perspektif feminisnya dengan mengangkat tokoh-tokoh perempuan dalam Alkitab. Ini mengingatkan saya akan cerita pendek karya Intan Paramaditha, Apel dan Pisau, yang juga sangat saya suka, yang berdasar dari cerita Nabi Yusuf.

Karya-karyanya sangat mengeksplorasi keperempuanan tokoh-tokoh dalam Alkitab seperti Hawa, Jezebel, Batsyeba, dan lainnya. Potongan-potongan ayat Alkitab yang mendasari karya tersebut juga turut dicantumkan (sangat membantu dalam memahami karyanya untuk saya yang belum pernah membaca Alkitab). Ada ketabuan dan kesakralan, pengalaman membaca yang mengesankan.
Profile Image for Zulwaqarakram.
19 reviews4 followers
May 29, 2012
4 bintang bukan untuk Avianti. Bukan untuk nama perempuan-perempuan yang dihapus namanya. Bukan untuk kekalutan perasaan Tuhan, berhala, pohon pengetahuan, atau apa-apa yang Avianti tahu dan mahu kita baca. 4 bintang untuk tulisan di akhir buku, tentang perempuan dengan alias Va-gina. Hanya untuk itu.
Profile Image for Muhajjah Saratini.
289 reviews9 followers
March 9, 2017
Tapi kita sama-sama tahu, 'jangan' adalah mantra pemikat dan Tuhan telah menggulirkan dadu. Memang ada tanda tanya yang berjatuhan seperti hujan di sisi kanan, tapi tak ada yang peduli.
(hal. 29)

Karena saya hanya mengenal Hawa. Berkenalan dengan Lilith saja baru-baru ini.

Dan pengiring (yang untungnya diletakkan di akhir) dari Sapardi yang unik itu pun menggiring saya ke arah Hawa semata.
Meski e-Va di sana lebih untuk aViAnti, ini juga semacam jawaban versi Adam untuk puisi Hawa (atau Eva), karena itu Sapardi membuat kapital huruf ADAM di namanya.
Profile Image for Widia Kharis.
47 reviews
April 1, 2019
"Di baris ke tujuh sebelah kiri, empat kursi dari ujung, Tuhan duduk dan menangis. Di tangannya tergenggam sebuah dadu. Pada semua sisinya tertulis: dosa." (hal. 31)

suka banget sama konsepnya; covernya keren, puisinya apa lagi. beberapa nama perempuan di sini rasanya saya pernah dengar, tapi nggak tahu siapa mereka (kecuali Hawa). maklum, saya nggak baca Al Kitab. jadi saya googling dulu nama mereka biar tahu seperti apa kisahnya, itung-itung tambah pengetahuan juga.

puisi favorit saya di sini adalah Hawa dan Jezebel, ditambah surat balasannya Sapardi tentang e-Va.
Profile Image for Gita Swasti.
323 reviews40 followers
August 12, 2020
Saya menyukai puisi semi prosa.

Karya beliau mungkin hampir semuanya membahas ruang, kali ini dengan menginterpretasikan potongan ayat di Alkitab. Saya banyak tidak pahamnya karena tidak tahu menahu mengenai Perjanjian Lama. Sesuai judulnya, buku ini mengeksplorasi perempuan, utuh dengan segala konstruksi sosialnya. Diksinya yang gaib juga mengingatkan saya pada Intan Paramaditha.

Saya merekomendasikan untuk membaca Perjanjian Lama terlebih dahulu supaya lebih mengerti.
Profile Image for Darman.
4 reviews1 follower
January 2, 2011
di buku ini ada tulisan pak sapardi djoko damono juga..... kereeennnnn... :-)
Profile Image for Ayu Kusumaningrum.
19 reviews2 followers
August 11, 2012
"Tapi kita sama-sama tahu, 'jangan' adalah mantra pemikat dan Tuhan telah menggulirkan dadu. Memang ada tanda tanya yang berjatuhan seperti hujan di sisi kanan, tapi tak ada yang peduli."
Profile Image for naabilaputri.
26 reviews50 followers
June 18, 2023
[Pembacaan Kedua Perempuan yang Dihapus Namanya oleh Avianti Armand]

Saya suka sekali bagaimana Avianti Armand selalu menjadi sosok yang misterius bagi saya lewat puisi, prosa, atau ballada (mengutip Pak sApardi djoko DAMono). Perempuan yang Dihapus Namanya menjadi kumpulan puisi favorit kedua setelah Melihat Api Bekerja oleh Aan Mansyur.

2016 merupakan tahun perkenalan saya dengan banyak puisi, sajak, prosa, soneta atau apalah itu para pujangga yang suka membuat-buatnya. Didasari patah hati karena ditinggalkan sang kekasih waktu itu saya enggak tahu apa itu coping mechanism, yang saya tahu saya butuh penyalur rasa sedih dan sakit hati agar merasa tak sendiri.

Namun, kali ini berbeda. 7 tahun lamanya saya kembali membaca kumpulan puisi, meski didasari alasan yang sama karena patah hati, alih-alih membaca kumpulan puisi pujangga yang merindukan sang mantan kekasih atau cinta tak terbalas, kali ini saya membaca Perempuan yang Dihapus Namanya karena ...

e-Va "belum lagi mengenal dirinya" "Asalku pun tak tahu"

Pembacaan pertama waktu itu saya masih berusia 19 tahun enggak tahu soal siapa perempuan selain Hawa, Siti Hajar, Fatimah, bahkan Maryam. Membaca buku ini waktu itu bak membaca tulisan aneh seorang misterius yang secara random menuliskan ballada mengenai perempuan yang "katanya" dihapus oleh-Nya.

Perempuan yang ditulis (katanya) pada perjanjian lama sengaja dihapus atau (ntah) mungkin dibuat untuk terhapus begitu saja oleh si penulis? yang jelas Perempuan yang Dihapus Namanya, Hawa, Tamar, Batsyeba, dan Jezebel menjadi langkah awal untuk kembali menuliskan kisah dan memperbaiki "bejana" berlubang saya.

Kitab suci seperti labirin yang menyimpan banyak misteri namun, tak menuntut untuk dipecahkan melainkan dialami. Saya mungkin salah satu dari perempuan dalam Kitab yang tersesat pada labirin hidup yang dibuat-Nya. Yang saat ini berusaha menemukan segaris sinar putih seperti dialami oleh Batsyeba binti Eliam, Istri Uria orang Het itu. Tanpa menunggu Izrail tentu saja (saya belum kepingin mati sekarang).

Patah hati membuat Jendela pada kamar saya menangkap malam yang selalu datang dengan luka-luka baru dan lebam yang tak kunjung sembuh.

Pembacaan ini menyemogakan semua yang di atas, terutama kasih-Nya.
Profile Image for Wahyu Novian.
333 reviews45 followers
December 29, 2020
Mengurai kisah wanita-wanita dari Kitab Perjanjian Lama, puisi-puisi di buku ini seperti mantra. Menyihir dengan kata-katanya yang kuno, mengingatkan perempuan-perempuan di balik selubung yang ikut menganyam sejarah.⁣

“Di baris ke tujuh sebelah kiri, empat kursi dari ujung, Tuhan duduk dan menangis. Di tangannya tergenggam sebuah dadu. Pada semua sisinya tertulis: dosa.”⁣

Terasa gelap. ⁣

Buku puisi ini disusun dengan sangat apik. Dari yang berbentuk prosa sampai sajak empat seuntai (suka sekali saya bagian ini), dilengkapi potongan ayat yang mendasarinya, terbangun suasana yang sangat kuat (dilengkapi juga dengan desain sampul dan ilustrasinya.) Tidak harus tau kisah perempuan pertama yang dihapus namanya, Hawa, Tamar, Betsyeba, atau Jezebel, kata-kata yang dipilih membuat tafsirannya terasa sangat nyata—diceritakan ulang, dengan sedikit menggugat. ⁣

Setelah selesai, saya buka Wikipedia untuk sedikit memberikan konteks kisah mereka karena penasaran. Mungkin kalau baca langsung dari Alkitab, bisa lebih paham bagian-bagian yang dicoba direkonstruksi?⁣

“Malam adalah kubus dengan langit yang jauh.⁣
Di dasarnya, perempuan itu melayang rendah ⁣
tanpa sayap.⁣
Badai selesai berkelepak.⁣
Di telapak kakinya tujuh merpati hitam ⁣
terbujur dingin.⁣
Di kepalanya kerudung memanjang hingga⁣
ke ujung ruang dan⁣
seorang lelaki di sebuah ranjang.”⁣

Bagian kerennya lagi, surat yang mengiringi buku ini dari sApardi djoko DAMono, “Surat untuk e-Va”. Aduh, pintar sekali eyang ini.⁣

Awalnya baca buku ini untuk diskusi Minggu sore kemarin dengan Baca Bareng Tangerang. Seru! Buku ini salah satu yang saya pahami dengan mudah memenangkan Khatulistiwa Literary Award 2011 (sekarang Kusala Sastra Khatulistiwa)—berbagi dengan Bulu-Buli Kaki Lima karya Nirwan Dewanto.⁣
Profile Image for Stephanie Dwisa.
128 reviews11 followers
August 6, 2021
Pertama kali membaca kumpulan puisi dan sajak dan tertarik membacanya karena judulnya, Perempuan yang Dihapus Namanya dan membaca review orang-orang bahwa puisi ini diambil dari perempuan dalam Perjanjian Lama Alkitab. Makin penasaran karena sudah tidak asing dengan tokoh-tokoh tersebut. Hawa, Tamar, Batsyeba, dan Jezebel (Izebel). Minus Lilieth. Apa yang penulis pikirkan di catatan sebelum cerita di mulai, hampir sama dengan apa yang saya pikirkan saat membaca kisah perempuan itu di Alkitab. Seperti Tamar, kenapa nasibnya malang sekali, seperti menunggu giliran dan akhirnya memperdaya Yehuda. Kita tidak tau apa yang ada di kepalanya hingga sengaja berbuat demikian. Seperti Batsyeba, apakah sebenarnya ia sukarela mengikuti Daud? Apakah ia terpaksa? Atau Jezebel, ratu yang kejam yang membunuh Nabi Tuhan dan penyembah Baal. Semua kisah tersebut pernah saya baca, dan sangat menarik ketika dituangkan dalam puisi dan sajak seperti ini.

Bagian favorit saya adalah balasan puisi E-va oleh ADAM pada bagian akhir buku.
Profile Image for Fazrin Khairulsaleh.
83 reviews64 followers
January 10, 2018
Penulis konon membuat buku ini terilhami oleh kitab suci. Ia sendiri menyebut kitab suci sebagai labirin yang bisa diuraikan dengan banyak macam cara. Termasuk menulis puisi.

Dari buku ini penulis memberi tahu bahwa ada puisi yang dahulu pernah dipublikasikan sebagai prosa. Saya jadi bertanya-tanya kenapa penulis menyertakan puisi tersebut sebagai puisi ? bukan sebagai prosa ? Saya pikir dia mesti punya alasannya. Sayang saya belum kesampaian untuk mencapai ke sana.

Sebenarnya kebingungan-kebingungan semacam ini akan sedikit tertolong apabila penulis menjelaskan eksperimentasi yang dia lakukan itu dasarnya apa. Dari situ akan muncul berbagai macam dialog dari pembaca dengan karya yang dia baca.

Segini dulu. hehe
Profile Image for Sekarlangit.
83 reviews20 followers
November 8, 2018
Regret delaying reading this masterpiece! Suka banget sama ballada-ballada mba Avianti yang menyatakan (menanyakan?) tentang nasib perempuan yang dihapus namanya dari kitab-kitab. Mulai dari Hawa sampai Jezebel, it’s an eye-opening perspective until you start questioning yourself; why? Why they are erased from these holy books????!

Penutup dari bapak Sapardi Djoko Damono menyejukkan. Kutipannya ini keren banget sih :’)

“Surat ini khusus tentang kita, tentang aku yang selalu jauh dan kau yang selalu dekat. Tidak tentang mereka yang melewati jalan kurus atau berkelok, yang memang sudah ditakdirkan bagi mereka.”

sApardi djoko DAMono
Profile Image for Wawan Kurn.
Author 20 books36 followers
February 26, 2017
Kitab suci, seperti juga labirin, bukanlah sebuah peta-proyeksi dua dimensi dari garis dan kurva yang saling bertaut. Peta, hanya sebuah abstraksi, sekumpulan tanda dan legenda yang tak sanggup menggantikan pengalaman. Sementara itu dalam kitab suci, seperti juga labirin, selalu ada misteri yang tidak menuntut untuk dipecahkan, melainkan dialami. Berkali-kali

Buku puisi ini adalah pembacaan ulang penulisnya terhadap kitab Perjanjian Lama yang menyimpan sesuatu yang layak kita pelajari dan nikmati.
Profile Image for roseate.
143 reviews15 followers
November 10, 2020
Sejujurnya, agak sulit bagi saya menyelami alur karena saya tidak membaca kitab yang sama persis, meskipun saya tahu garis besarnya. Saya baru benar paham justru ketika membaca catatan dari Sapardi Djoko Damono yang berada di bab terakhir dari buku ini.


Perempuan dan ular dan pohon kehidupan (atau pengetahuan) menjadi second lead dari cerita karena ada pihak laki-laki yang lebih dulu diambil rusuknya untuk si perempuan.

Membaca ini memunculkan pertanyaan umum "Mengapa?" meski pada akhirnya, cuma milik Tuhan rahasia soal dadu bersisi dosa. Aih, yang jelas, saya menyukainya.
This entire review has been hidden because of spoilers.
72 reviews
September 1, 2021
between my classes this afternoon, I snatched short-time to read Perempuan yang Dihapus Namanya. though initially I thought it wouldn't take a lot of time to finish since it only 90 pages or so. turns out... this is probably a book with the most intense conflict I've read in year

I myself a woman and the prose poems in it completely tore up my senses. broken hearts, shattered faith. women (including me) like walking in a maze in which women (including me) are lost (or led astray). during those 45 minutes, I always frowned in puzzlement
Profile Image for Andria Septy.
249 reviews14 followers
October 4, 2021
kumpulan puisi "perempuan yang dihapus namanya" berisi 5 puisi + 1 surat + 1 catatan menulis. Ia (Avianti Armand) bahwa membaca kitab suci baginya @ memasuki labirin. Ada ilusi dari sebuah jalan yang lempang & lurus. sementara dalam kenyataan, labirin adalah lorong-lorong sempit. Di mana fakta & fiksi berkait & dunia berkelindan dengan kata-kata. Selalu ada misteri yang tidak menuntut utk dipecahkan, melainkan dialami.
menyerap apa yang ditulis oleh Avianti Armand membuat semacam wawasan baru dalam khasanah kesusasteraan.
Profile Image for Bahar Agastya.
27 reviews2 followers
September 24, 2023
Untuk kemampuan penulis dalam merangkai puisi dalam prosa, dan untuk kisah-kisah perempuan pertama dan lainnya yang perannya dikuak eksistensinya dalam kitab.
Pada bait ini, yang tertuliskan
Di baris ke tujuh sebelah kiri, empat kursi dari
ujung, Tuhan duduk dan menangis. Di
tangannya tergenggam sebuah dadu. Pada
semua sisinya tertulis: dosa.

Seakan penegasan bahwa dosa, adalah hal murni yang akan ada, dan tidak ada kebalikan, kenyataan yang sebagaimana adanya.
Pribadi, sedikit banyaknya jeda memahami alur perjalanannya, terutama alasannya tokoh yang asing terdengar.
Profile Image for Ivorana.
107 reviews1 follower
January 10, 2020
It’s beautiful. It’s been a long time since i read this beatiful words in Indonesian. The style, the chosen words, the topic, full satisfaction reading this. The turn off part for me is from Sapardi’s letter. First half of the letter is cool, but then some parts is off from thw theme, and it’s not synch with the overall style, i didn’t really enjoy that.
Because Avianti built a consistent style throughout all of the stories.

No offense for Sapardi fans, i still love him in other lits 🥰 :)
Profile Image for Arif Faddilah.
1 review
January 9, 2021
Memang sengaja ku berikan empat bintang, bukan karena tak suka, tapi menjadikan ruang yang terakhir untuk bintang selanjutnya dan akan mengisi bintang bagian kelima, semoga barisan bintang yang ke empat itu akan menjadi bintang yang terakhir sebagai "perempuan yang di hapus namanya" awal tahun ini cuaca sedikit gelap dan absurd, tapi mau tak mau itu harus ku rasakan, tidak perlu terburu buru, semakin penasaran akan semakin gelap, karena untuk apa melaju melangkah maju hanya karena penasaran,
Displaying 1 - 30 of 78 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.