"Membunuh sepi itu dahsyat dan melelahkan. Mereka banyak dan tak habis-habis. Kaubunuh satu sepi, sepuluh sepi datang kemudian." Usaha Membunuh Sepi
"Kadang saya kasihan pada anak-anak muda ini, yang tidak mulai menulis tapi menghabiskan waktunya untuk merumuskan bagaimana caranya menjadi penulis yang baik." Kenangan
"Bagi lelaki yang terlalu lama sendiri, tiap tatapannya adalah ketiadaan. Seperti lift yang tiba-tiba berhenti dan membuka, namun tak ada yang menunggu. Sedang kau terburu-buru." Sang Penulis
"Hari itu ia pergi dan saya terluka dihajar kenangan..." Kenangan
Kayaknya ga cocok sama kumpulan cerpen ini karena terlalu depressing dan beberapa sangat visual. Tapi tetep sih khasnya Felix Nesi buat berkomentar tentang kondisi sosial politik.
A powerful book of short stories presented with an aggressive language and bold honesty. This first book by Felix demonstrates the writer's deep meditation on relationship and its grim sides. There are places where the author dwells on exploring the evil sides of a man without bothering to provide any redeeming value, i.e. somewhat directing the reader's attention to how evilness happens (somewhat doing what is done by Stephen King in his classics--Carrie or Children of the Corn are cases in point).
Another unusual quality of this book is the writer's capability in navigating gender borders. He seems to be very comfortable narrating the story from a man's, a woman's and a trans's perspectives. That's quite unusual for a young writer. He's not yet an Avatar with a flawless gender-bending power, but he's a gender bender alright.
And, there's still another treat for you, especially if you read it in the original Indonesian. When the writer uses first person point of view, more often than not he will use a character from East Nusa Tenggara. That's when you will discover Indonesian with some local dialect/flavor. If not in terms of diction, you will find the local flavor in terms of sentence structure or even figurative language. Paparan kepada bahasa Indonesia dengan citarasa daerah seperti ini harusnya bisa memperlebar kesadaran bahasa Indonesia kita, meluweskan kekakuan kita yang cenderung dipaksa untuk mengikuti monolith kebahasaIndonesiaan.
Selalu suka cara memainkan alurnya. Setiap cerita punya ciri khas sendiri. Pembaca tdk punya kendali atas cerita, demikianlah pikiran setiap karakter utama dibuat dengan psikoanalisis (akh lebay) sehingga jalan cerita selalu tampak mengejutkan. 'Usaha membunuh sepi' ini, GILA!
Usaha Membunuh Sepi, sebuah buku kumcer, yang berjumlah 79 halaman ini sukses menyedot lama konsentrasiku. Mencoba mengungkap makna, dengan merekonstruksi alur logis dan motif setiap tokoh utama. Perilaku beberapa tokoh mengungkap bahwa tingkah laku yang tampak tak selalu mewakili karakter seseorang. Berangkat dari situ, seringkali muncul prasangka bagi orang perasa. . . .
Buku ini berisi 9 cerpen yang mayoritas berlatar di daerah tempat penulis lahir dan besar, Nusa Tenggara Timur. Pembaca disuguhi potret geografis dan sosial budaya daerah tersebut. Menelusuri Sabana, pedesaan, perkotaan, hingga daerah lokalitas. Penulis mendedahkan segala permasalahan di daerahnya sebagai kritik sosial pada pemerintahan dan masyarakat pada umunya, kesulitan mendapatkan air, Belis (mas kawin) yang memberatkan dan standart pasti kesuksesan. . . .
"Membunuh sepi itu dahsyat dan melelahkan, mereka banyak dan tak habis-habis. Kau bunuh satu sepi, sepuluh sepi datang kemudian." 26
Selain sepi, dendam dan cemburu menelurkan perilaku yang bertentangan dengan karakter seseorang, menegaskan bahwa karakter dan kepribadian itu berbeda, kepribadian bisa berubah. Dalam beberapa cerpen di buku ini tidak ditemukan konsistensi perilaku dalam situasi berbeda. Pembaca akan menemukan akhir yang tak terduga. Manusia, sungguh sulit untuk diprediksi. . . .
Sebagai penutup, ada kutipan yang menarik "Pakaian saya kumal. Dompet kadang tak berisi. Kadang saya makan dengan memungut dari tong sampah. Bukan karena tak punya uang, tapi karena aktivitas itu saya rasa baik untuk proses pencapaian saya pada puncak-puncak pemahaman puitik tertentu; dan uang untuk makan akan lebih baik jika saya gunakan untuk membeli buku berkualitas." (46)
Prinsip orang hidup itu beraneka ragam, proritas setiap orang pun tak sama, memahami perilaku diluar yang dianggap "normal", membuat kita tak akan mudah menghukumi pilihan orang lain.
Saat menyelesaikannya, satu hal yang ingin saya tanyakan pada Felix: "Felix, apakah Penumpang Gelap ada kelanjutannya?"
Ya, di awal tahun, saat Dea Anugerah mengunggah dan mengomentari buku ini di IG storynya, saya jadi teringat bahwa Felix dulu pernah memberi saya buku ini. Maka (dengan penuh tekad dan kerja keras) kucarilah buku ini, seperti kukatakan tadi, dengan penuh perjuangan. Untunglah ketemu. Untunglah aku masih menyimpannya.
Felix maafkan aku. Ya, mungkin ini agak sentimentil, namun di halaman awal buku itu, tertera tahun dan tanda tangan dia pernah memberikan buku tersebut sebagai tanda persahabatan kami: 2016. Dan itu berarti, sudah hampir 3 tahun buku 'tipis' tersebut terbengkalai di dalam rak, tak terbaca. Felix, sekali lagi, maafkanlah aku.
Dan... tepat selama 3 hari lalu aku membacanya -berselang-seling dengan sebuah buku pendikan modern "Mengajar Generasi Z dan A" karangan Pak We.
Dan... sumpah, siapa sangka, di balik penampilannya yang lucu, polos, cengengesan, ternyata cara penceritaan Felix dingin dan mematikan. Ya, kisah-kisah di dalam buku cerpen ini diawali dengan cerpen Ponakan. Kisah yang kukira remeh dan biasa-biasa saja, soal paman yang sayang sama ponakan, soal paman yang berusaha mengatasi kesulitannya membuat cerpen, ternyata... (awas jangan dilanjutkan membca karena mengandung spoiler) malah membunuh keponakannya sendiri. Begitu sadis kan! Belum lagi yang lain... yang rata-rata juga sama seperti itu. Para tokohnya dari luar tampak orang-orang yang hangat, orang-orang yang sukses di balik bidang yang mereka tekuni masing-masing, ternyata... di dalamnya mereka menyimpan kecemburuan, menyimpan dendam... (atau seperti kata Felix) mereka menyimpan kesunyiannya masing-masing.
Sukses, Felix. Tak sabar menunggu bukumu terbit.
Ya, semoga di sana, ada kisah soal penumpang gelap bernama Ahmad alias Rina itu.
“Apakah membunuh adalah cara terbaik menyingkirkan para pengganggu?” Terkecoh dengan judul tanpa membaca sinopsis maupun blurb buku, ya itulah saya. Usaha membunuh sepi, begitu judulnya saya pikir akan berkaitan dengan seseorang yang galau atau merayakan kesedihannya namun ternyata tidak begitu saja. Kebanyakan cerpen dalam buku ini bercerita tentang pembunuhan. Uniknya alur ceritanya sulit ditebak karena secara implisit dengan plot twist yang menarik. Saya tak bisa melupakan cerpen pertama dari buku ini. Bercerita tentang seseorang yang membutuhkan ketenangan untuk berkarya namun selalu diganggu oleh ponakannya. Sampai suatu ketika mereka bermain tali gantung. Disitulah dia mendapatkan ketenangan, pengganggunya selama ini sudah tak lagi berisik. Kumpulan cerpen yang ringan dan menarik dikemas dengan ide ciamik dengan bahasa yang mudah dipahami. Pecinta thriller dan misteri sepertinya akan suka dengan tipe-tipe cerita cepat seperti ini.
Membaca sekumpulan cerpen ini rasanya banyak kesan. Agaknya gelap juga. Ada 10 cerita pendek di dalamnya, dengan 2 cerpen awal bernuansa pembunuhan. Tentu ini kemudian membuat saya lebih berhati-hati membaca cerpen selanjutnya, karena pada dasarnya saya agak tidak nyaman membaca hal-hal horor dan turunannya. Hahaha. Tapi kemudian saya bisa juga menuntaskannya, karena tidak semua cerpen 'gelap'. Menurut saya, buku ini cocok dibaca saat perasaan lagi oke, alias kalau sedang sedih atau sedang banyak masalah, pending dulu baca buku ini. Setidaknya saran ini berguna bagi saya sendiri. Hehehe ;)
Premis-premis yang dihadirkan hampir sama tiap cerita, tetapi cara penulis membawa pembaca menuju ujung tiap cerita membuatnya berbeda, akhir yang tak dapat ditebak dan terkadang menjengkelkan. Gaya bercerita yang sederhana. Tetap memegang teguh lokalitas daerah penulis, sehingga memberi banyak hal baru pada pembaca.
Saya memang mencari buku tipis untuk mengakali target 2020 yang masih jauh. Ketemu buku ini, dan saya suka Orang2 Oetimu. Buku ini juga banyak bercerita tentang kehilangan dan kesepian yang amat sangat menyebalkan jika harus dihadapi
Dari novelnya aku baru tahu kakak Felix seorang pencerita yang ulung.
Setelah menamatkan buku ceritanya yang 'kejam' dan bagus itu, aku mencari karya lain milik kakak Felix. Ternyata sekian tahun lalu ia menerbitkan kumpulan cerita pendek. Di penerbitan Malang. Sa' kalau tak salah lihat, pernah melihat promosi buku itu di media sosial. Tapi mau bagaimana lagi, baru sekian tahun saya menggapainya.
Dari "Ponakan", "Sang Penulis", "Sebelum Minggat" saya mencoba mencerna cerita kakak ini seperti apa. Memang sadap ale! pelintiran di akhir carita seru lawang e. Membaca cerita demi cerita seperti sa sedang baku carita dengan Kakak saja.
Ceritanya jempolan. Plus di dalamnya banyak gambar bagus. Sesuatu yang seng lazim disertakan. Biar nyastra sa tak tahu. Tidak sabar membaca karya kaka Felix yang lain. Kasih kabar e.