Hujan malam itu lambat dan panjang. Angan dan Pagi saling mematung, terpisah jarak dari kisah mereka yang beku di ujung waktu. Lanskap taman seolah tak ingin menunjukkan diri, lampu merkuri temaram di antara mereka berdua, dikaburkan rintik hujan. Angan memerhatikan wajah Pagi. Wajah itu, wajah yang pertama kali ia lihat belasan tahun lalu dan membuat matanya nyalang semalaman, wajah yang entah bagaimana diciptakan Tuhan dengan alis yang sempurna, hidung yang sempurna, bibir yang sempurna… Tak pernah bisa pergi dari inti memorinya selama ini. Angan melangkah mendekat ketika payung miliknya lepas dari genggaman. Kemudian ia menarik ujung payung bening milik Pagi. Angan masih bisa melihat wajah Pagi dari balik payung bening itu, meski titik-titik hujan masa lalu sedikit mengaburkannya. Namun, itu cukup buat Angan… Itu cukup. Sebab ketika ia mengecup payung itu, seolah di kening Pagi, ia tak perlu menjelaskan apa-apa lagi… Tentang Angan Senja yang tak pernah berhenti menanti Senyum Pagi.
--
"Kisah Cinta yang dewasa. Liris. Manis. Puitis." —Reza Rahadian, Aktor
"Novel yang indah. Ada rasa kesal, lega, sedih, haru, kecewa, bahagia. Semua jadi satu." —Bunga Citra Lestari, Aktris dan Penyanyi
FAHD PAHDEPIE, suami juga ayah penuh-waktu untuk Rizqa Abidin serta dua putra mereka Falsafa Kalky Pahdepie dan Alkemia Malaky Pahdepie. Menulis, bekerja, dan berkreativitas dirayakannya di waktu senggang. Orang rumahan yang menulis untuk diceritakan pada istri dan anak-anaknya.
Selain menulis, Fahd juga merupakan pembicara publik, penulis skenario dan sutradara film maupun teater. Saat ini menjadi co-founder dan CEO inspirasi.co. Ia bisa ditemui di www.fahdpahdepie.com atau facebook.com/fahdpahdepie atau twitter @fahdisme.
Angan Senja sedang duduk di tempat persembunyiannya ketika Senyum Pagi mengagetkannya. Seperti biasa, Angan sedang tidak ingin ikut pelajaran matematika. Ia toh sudah mengerti materi yang diajarkannya itu. Jadi, ia membolos di tempat persembunyiannya itu dengan membaca "The Celestine Prophecy" karya James Redfield. Kakak kelasnya itu membuatnya tidak nyaman karena, siapa yang tidak kenal Senyum Pagi di seantero sekolah? Cewek yang begitu nyentrik karena selalu salah kostum setiap hari. Hari itu, orang-orang mengenakan seragam putih-putih sesuai peraturan sekolah, namun Senyum Pagi mengenakan seragam putih-abu. Dan itulah kesan pertama Angan Senja terhadap Senyum Pagi yang merasuk ke dalam inti memorinya.
Senyum Pagi keluar dari mobilnya, sebuah Isuzu Panther berpalet silver keluaran terbaru yang kala itu masih jarang terlihat di jalan-jalan Kota Semarang. Ia diantar Pak Pancar, sopirnya yang setia mengantarnya sejak di Taman Kanak-Kanak. Sampai di kelas, teman-temannya sedang ribut karena ada tugas matematika yang harus dikumpulkan hari itu. Dan, tentu saja, Senyum Pagi lupa untuk mengerjakannya. Waktu tinggal beberapa menit lagi sebelum jam masuk sekolah berbunyi dan ia tidak bisa mengerjakan tugasnya dalam waktu sesingkat itu. Ia juga tidak bisa terkena hukuman. Ia harus meloloskan diri dengan cara apa pun. Hingga ia menemukan tempat yang didiami adik kelasnya pagi itu. Angan Senja. Ia memutar otak karena sempat mendengar nama itu sebelumnya. Ah, nama itu yang ada di poster Olimpiade Matematika di mading. Sudah pasti sangat jago matematika. Dan, dari sinilah semuanya bermula.
Bagaimana matematika yang ditegakkan oleh dasar logika bisa berpadu harmonis dengan musik yang tersusun atas urutan nada-nada bisa saling berpadu menjadi sebuah komposisi nan indah? Kadang, dua hal yang sangat jauh berbeda sering kali malah bisa saling berpadu secara sempurna, sebagaimana Angan Senja dan Senyum Pagi. Angan adalah seorang murid SMA genius yang jago matematika. Senyum sebaliknya, adalah tipikal cewek gaul SMA yang sangat populer di sekolahnya. Sementara Angan cenderung introvert dan lebih suka membaca, Senyum suka banget bergaul dengan banyak orang. Siapa sangka, kedua karakter berbeda ini secara tidak sengaja dipertemukan dalam sebuah acara bolos sekolah. Meskipun alasan bolos keduanya berbeda (Angan karena bosan dengan pelajaran sementara Senyum bolos karena belum mengerjakan tugas), keduanya sama-sama berlindung di sebuah ceruk tersembunyi di belakang kelas. Di antara semua perbedaan besar yang memisahkan keduanya, Angan dan Senyum ternyata bisa akrab karena mereka telah menemukan satu persamaan mereka: musik.
Musik adalah matematika perasaan. Mungkin ia bisa dihitung, tapi punya kemungkinan tak terbatas. (hlm. 81)
Sebagaimana kisah cinta anak SMA, cerita Angan dan Senyum menjadi ikatan yang lebih dari sekadar teman. Seringnya frekuensi pertemuan akhirnya memunculkan rasa nyaman. Baik Angan atupun Senyum merasa sudah klop satu sama lain. Sayangnya, keduanya sama-sama menyangkal adanya perasaan tersebut. Besarnya jurang perbedaan ternyata mampu memaksa cinta bertekuk lutut, keduanya memutuskan bahwa yang satu tidak tercipta untuk yang lainnya. Angan ragu karena Senyum benar-benar bukan tipe gadis yang ia bayangkan jadi pasangannya, sementara Senyum juga masih ragu dengan sosok Angan. Meskipun rasa indah itu sama-sama telah membelit keduanya, rasa ragu dan buruk sangka telah menjauhkan keduanya. Akhirnya cinta sepasang SMA itu pun terpaksa berakir seiring dengan lulusnya Senyum. Oh iya, Senyum ini adalah kakak kelas Angan. Tepatnya Angan kelas 10 sementara Senyum sudah kelas 12. Perbedaan lain, Angan adalah anak IPA teladan, Senyum anak IPS populer: dua tipe kepribadian yang jarang sekali bisa akur.
Seandainya orang lain mengetahui bahwa melupakan adalah sebuah kebahagiaan, mereka akan mengerti bahwa mengingat segalanya adalah sebuah penderitaan. (hlm. 10)
Hampir tujuh belas tahun kemudian, keduanya dipertemukan lagi, sayangnya dengan jurang pemisah yang semakin besar. Senyum sudah menjadi seorang ibu satu anak. Meskipun sudah menjanda, saat itu Senyum posisinya sudah hendak menikah dengan Hari, seorang pengacara sukses. Angan sendiri, meskipun masih melajang, telah menjadi seorang sukses dengan memanfaatkan bakat cemerlangnya di bidang matematika. Selain jago matematika, Angan juga dianugerahi ingatan yang supertajam. Semua yang pernah dia alami, dia lihat, dia rasakan, dia dengar akan terekam jelas dalam ingatannya. Bakat ingatan ini selama ini telah sangat membantunya dalam meraih kesuksesan, tetapi untuk kenangan masa lalunya bersama Senyum, bakat itu malah menjadi siksaan. Sekuat apa pun Angan berusaha melupakan, kenangan akan Senyum Pagi tak pernah lekang dari ingatan. Tetapi, kenyataan lagi-lagi mengingatkannya untuk move on. Angan harus memilih melupakan Senyum Pagi untuk memenuhi janji terakhir mendiang ibunya: menikah dengan Dini, sepupu sekaligus calon mantu pilihan.
Kita ini bodoh, ya? Mungkin karena kita pernah saling jatuh cinta. (hlm. 325)
Sepanjang buku ini, pembaca akan menyaksikan tarik ulur perasaan antara Senyum dan Angan. Dua orang yang sebenarnya sama-sama saling mencinta tetapi terkalahkan oleh keadaan dan dugaan sehingga kebahagiaan tak kunjung hadir menyapa. Dengan lembut, penulis mengajak pembaca menikmati kisah cinta Angan dan Senyum. Sebuah kisah cinta yang manis, yang apa adanya, yang seolah benar-benar nyata berkat kepiawaian penulis merajut cerita. Walau secara garis besar, kisah di buku ini sederhana, justru di kesederhanaan itulah terletak keunggulan novel ini. Kalimat-kalimatnya tidak mendayu-dayu sok romantis dan tidak pula kelewat gaul sehingga malah terasa vulgar ala-ala novel romance kekinian. Angan Senja dan Senyum Pagi terasa sangat romantis lewat cara kisah itu disampaikan, bukan karena penggunaan bahasa yang aduhai berlebai bohai. Ini masih ditambah dengan kepiawaian penulis menarik ulur cerita sehingga pembaca yakin akan susah berhenti membaca kalau belum sampai ke penghujung cerita. Akhirnya, selamat menikmati satu lagi kisah cinta yang mengharu-biru tetapi dikisahkan dengan sewajarnya tanpa berlebig-lebih dalam mengobral kata-kata manis yang bikin diabetes.
Semua orang berhak bahagia ... . Pada waktunya, semua orang akan bahagia dengan jalannya sendiri-sendiri, Nduk. Tinggal kita mau emngambil langkahnya atau tidak. (hlm. 154)
Jempol tambahan untuk sampulnya. Awalnya, saya mengira sampul lukisan ini hasil nyomot di google image karena gambarnya tampak kasar dari kejauhan. Tetapi, setelah diamati secara saksama, dan setelah dapat konfirmasi dari tulisan di dalam bahwa sampul ini adalah sebuah lukisan, saya langsung menyukainya. Perpaduan warna orange dan hitam mungkin tampak kotor dari kejauhan, tetapi saat sampul buku ini dilihat dari dekat, baru ketahuan betapa indah komposisi dan perpaduan warnanya. Torehan-torehan kuas sang pelukis berhasil mengambil warna-warni senja juga warna-warni pagi untuk kemudian ditorehkan pada kanvas—menyusul pada sampul buku ini. Kertas sampulnya juga kuat dan teraba mantap, semantap kisah cinta yang tersampul di dalamnya.
"Seandainya orang lain mengetahui bahwa melupakan adalah sebuah kebahagiaan, mereka akan mengerti bahwa mengingat segalanya adalah penderitaan"
Angan senja dan Senyum pagi adalah sebuah nama. Mereka terlibat kisah anak remaja yang tanpa mereka duga akan membawa mereka ke dalam situasi yang lebih jauh, lebih rumit, hingga mereka dewasa. Diksi yang digunakan oleh Fahd dalam menulis sungguh indah, awalnya mengalir ringan dan apa adanya hingga saya sendiri lupa kapan alur yang mengalir ringan itu justru berubah deras menjadi arus. Dan saya terbawa oleh arusnya. Arus yang tenang namun bergerak dengan pasti. Hingga saya turut hanyut dalam ceritanya. Magic! Tidak seperti buku lain yang ingin saya habiskan cepat-cepat, buku ini membuat saya ingin berlama-lama menikmati setiap kalimatnya merasakan sensasi yang sama berulang-ulang pada tiap halamannya. Keren!
This entire review has been hidden because of spoilers.
Agaknya, saya sedang memasuki masa ketika happy-ending rasanya begitu picisan. Saya sangat tidak puas dengan ending yang menurut saya dipaksakan, ketika sepemahaman saya sekarang, menikah bukan hanya tentang cinta atau masa lalu yang terus jadi hantu.
Ah, tiba-tiba saya jadi paham celetukan-celetukan kakak tingkat saya dulu, yang melulu terlalu kelabu ketika saya masih maba dan memandang pernikahan adalah kemeriahan sebagai perayaan keagungan cinta yang tertinggi. Sekarang, logika saya sedang terlalu tidak berperasaan dan cukup getir dalam memandang masa depan dan pernikahan. Haha. Jadi, ya, saya menjadi begitu tidak puas membaca ending buku ini. Padahal, saya sangat menikmati buku ini hingga 3/4 isinya. 1/4 sisanya, terlalu cepat dan utopis, jauh dari realistis.
“Hidup tetap indah, kok, meski kita tidak bisa menyelesaikan hitungan-hitungan Matematika. Sebab hidup jadi indah karena kita tak selalu dapat memperhitungkannya, kan? Banyak hal dalam hidup ini nggak bisa dihitung. Cinta, persahabatan, misalnya. Perasaan manusia punya ketakterbatasan yang tidak bisa dimatematikan. Infinity.”
Begitu, salah satu kutipan favorit saya dari buku ini. Satu lagi karya baru dari Fahd Pahdepie yang kali ini mengangkat cerita tentang Angan Senja dan Senyum Pagi. Apa itu? Angan Senja dan Senyum Pagi merupakan tokoh utama dari novel ini. Unik sekali memang nama-nama tokoh di dalam ceritanya.
Angan Senja merupakan seorang akuntan sukses yang telah memiliki perusahaan terkemuka di Jakarta. Berkat kecerdasannya, ia berhasil menyelesai pendidikan tingginya di Amerika dan London. Angan sangat menyenangi dan ahli di bidang Matematika. Beberapa olimpiade berhasil dimenangkannya saat SMA. Hingga akhirnya ia punya kesempatan emas untuk melakukan pertukaran pelajar ke Amerika. Kehidupan tampaknya sudah sempurna bagi Angan, kecerdasan, karir dan kekayaan sudah ada di genggamannya. Namun ada dua hal: cinta dan kebahagiaan, ia tidak memilikinya. Di usia kepala 3 ini ia belum bisa menemukan pendamping hidupnya. Karena rupanya Angan Senja tak pernah berhenti menanti Senyum Pagi.
Senyum Pagi adalah seorang single mother yang hidup berdua dengan Embun, anak perempuannya. Pagi adalah seorang perempuan cantik dan sangat bersemangat, yang rupanya kakak kelas Angan sewaktu SMA di Semarang. Pagi sangat menyenangi musik. Ia tahu musik bagus sejak dari nada pertamanya. Ia tahu lagu bagus bahkan sebelum liriknya dinyanyikan.
Karena suatu kebetulan (atau mungkin takdir), Pagi bertemu dengan Angan di suatu tempat rahasia di sekolah saat mereka sama-sama bolos dari kelas, yang kemudia mereka namai markas. Berawal dari situlah, kedekatan antara mereka berdua terjalin. Kedekatan itu rupanya menjadi bahan perbincangan satu sekolah, bagaimana bisa Pagi yang populer bisa dekat dengan Angan yang kutu buku itu. Namun Angan dan Pagi tidak memedulikan perkataan mereka, pertemanan terjalin semakin erat, hingga akhirnya muncul perasaan yang tidak sempat mereka jelaskan. Namun, setiap pertemuan memiliki kisah perpisahannya sendiri. Mereka berpisah, tanpa sempat menjelaskan apa-apa. Apakah Matematika dan Musik terlalu berbeda hingga tak bisa bersatu?
Takdir kembali mempertemukan mereka setelah 17 tahun perpisahan tanpa kabar. Penyesalan muncul di hati mereka masing-masing karena rupanya semua sudah terlambat, kondisi di 17 tahun kemudian ini benar-benar sudah berbeda, meski Angan tak pernah sedikit pun melupakan Pagi yang sudah tinggal di inti memorinya, begitupun Pagi yang selalu mengangankan Angan. Tapi, kereta waktu tak pernah menunggu penumpang yang ragu, bukan? Jika diibaratkan sebagai musik, novel ini merupakan musik yang lirih dan sendu. Kisah cintanya manis dan tidak kekanak-kanakan. Meskipun lirih, namun kalimat di novel ini tidak ditulis mendayu-mendayu, kalimatnya ringan dan mengalir begitu saja. Hanya beberapa saja kalimat puitis di sini, dan itu berhasil menjadi pemanis kisah Angan dan Pagi.
Banyak hal positif yang dapat diambil dari cerita ini, salah satunya bahwa benar hidup ini tetap indah karena tidak semua hal kita dapat memperhitungkannya. Selain itu, Angan dan Pagi merupakan sosok yang dewasa dan meskipun mereka tahu bahwa mereka saling cinta, namun mereka tidak memaksakan cinta mereka di keadaan yang sudah tidak memungkinkan itu. Pada akhirnya mesti ada satu atau beberapa pihak yang harus berkorban demi kebahagiaan orang lain, hal ini yang membuat saya merasa ending-nya terlalu drama.
Tapi secara keseluruhan, cerita yang katanya diselesaikan dalam waktu satu bulan ini benar-benar tidak mengecewakan. Selain judulnya yang unik, ditambah lagi cover buku yang benar-benar keren dan artsy. Lukisan karya Leonid Afremov yang menjadi cover buku ini bisa jadi menjadi salah satu faktor mengapa buku ini memikat banyak pembaca di cetakan pertamanya.
Mendarat dari ibu Peri Buku Rina pada Jumat mendung kemarin. Suasana hati yang agak mendung langsung menjadi ceria *uhui* Seperti kisah yang lain, Fahd sukses membuat emosi saya teraduk-aduk. Untung jauh! Jika dekat pasti saya sdh melakukan "kekerasan" berupa cubitan ke Fahd Pahdepie dan Rina Wulandari karena membuat saya was-was. Bayangkan, saya ngeri jika si X jadi menikah dgn Y lalu si Z karena terbawa emosi.saat itu juga memutuskan menikah dgn H. Lebih parah jika X dan Z menikah lalu Y yg sedih terhibur dgn H kemudian memutuskan menikah. Untunglah kekhawatiran saya tdk terbukti. *Tarik.napas lega"
Apakah mengingat segalanya adalah sesuatu yang bisa membuat seseorang hidup bahagia?
Kadang, kita sulit melepaskan diri dari ingatan akan banyak hal, baik saat mengembirakan atau saat yang kurang menyenangkan. Belenggu kenangan terlalu kuat mengikat kita untuk bisa melangkah. Namun, cepat atau lambat kita harus memutuskan apakah akan membebaskan diri dari belenggu, melangkah maju atau hidup dalam kenangan semu. Atau...., mungkinkan ada pilihan lain?
Angan Senja. Laki-laki berusia 35 tahun yang atas surat dari Ibun meminta Angan untuk menikah dengan gadis pilihannya. Jika sesuatu sudah masuk ke dalam inti memori Angan maka jangan harap hal itu akan terlupakan. Maniak Matematika😅 "Ia ditakdirkan menjadi seseorang yang tak bisa melupakan apa pun yang terlanjur masuk ke dalam inti memorinya." . .
Senyum Pagi. Gadis ceria yang kehilangan senyumnya. Sedang bersiap untuk pernikahannya yang akan berlangsung satu bulan lagi namun di satu sisi anaknya Embun juga butuh perhatian. Kemanakah perhatian Pagi tertuju? "Tak seperti namanya, jika sedang tidak mood, Senyum Pagi tak pernah memiliki senyum indah seperti yang bisa dibayangkan semua orang ketika dua kata dalam namanya bertemu : senyum dan pagi." . .
Hari. Pengacara yang handal. Namun sayang, sikapnya yang tempramental kerap membuatnya berada dalam masalah. Kini maupun nanti. . .
"Musik adalah gabungan nada-nada yang menciptakan kemungkinannya sendiri." . .
Kembalinya kenangan masa lalu membuat hati setiap orang menjadi gundah. Angan ragu apakah pilihan yang diambilnya benar-benar yang Ibun dan hatinya inginkan. Pagi, bahagia Embun adalah bahagia dirinya namun apakah Embun bahagia dengan pernikahannya? . .
Semuanya benar-benar dalam kebingungan. Saling berhubungan. Apakah kegundahan semua orang bisa menghilang? . . "Musik tercipta dari getaran nada. Getaran menciptakan frekuensi... frekuensi selalu bisa dihitung, meski angka-angkanya tak selalu masuk akal." . .
"Pernahkah membaca sebuah buku dan segalanya terasa begitu indah? Saat kita ingin bertahan di halaman yang sama untuk waktu yang lama, atau justru membaliknya ke halaman sebelumnya untuk merasakan sensasi perasaan yang sulit dijelaskan." . . "Haruskah ia memperpendek jarak senar itu sekarang? Haruskah ia mengencangkan tegangan senarnya sekarang? Inikah satu-satunya kesempatan untuk menjelaskan dan mengungkapkan semuanya? Semua yang selama ini tersimpan baik dalam ingatan dan tertahan di lubuk perasaaan?" . .
"Untukmu dan masa lalu, semua yang tersimpan dalam ingatan namun tak terkatakan beberapa keputusan tak bisa diubah, meski bisa disesali sementara waktu tak mungkin diulang kisah manis selalu layak dikenang semoga mereka mengerti." . .
Setahun yang lalu aku tidak terlalu suka dengan cerita #AnganSenjaSenyumPagi karena ceritanya terlalu membuatku bosan. Tapi sekarang berbeda, mungkin karena dulu aku tidak terlalu suka membaca dan fokus kesukaanku cuma pada genre teenlit makanya aku tidak terlalu menyukai kisah ini kecuali bagian flashbacknya. Sekarang sudah berubah, setelah membaca untuk yang kedua kalinya aku menyukai bagaimana cerita ini disajikan. . .
Alurnya menggunakan alur maju dan alur mundur. Campuran. Kadang tentang masa kini lalu bab selanjutnya tentang masa lalu. . .
Aku suka bagaimana @fahdpahdepie menuangkan penjelasan tentang ide Angan mengenai pencampuran musik dan Matematika. Begitu pula aku menyukai akhir yang memang terbaik untuk mereka semua. Akhir yang pas untuk semua yang terjerat masa lalu😄 . . "Orang-orang menyanyikan lagu itu bersama-sama. Dengan senyum yang tak bisa lepas dari wajah mereka."
Sejujurnya aku sangat menikmati buku ini dari awal kalimat pembukanya. Bahasa yang digunakan penulis sangat menyenangkan dan ringan sehingga tanpa sadar aku juga ikut terbawa arus di ceritanya. Namun, jujur aku agak kecewa sama akhirnya sih. Agak dipaksakan. Aku kira akhirnya bakal let it flow gitu. Aku kira Angan dan Pagi akan sama-sama bisa berdamai dengan masa lalunya, tapi ternyata mereka masih blunder di tempat yang sama. Istilahnya masih terus jalan di tempat.
I feel bad for Dini serious. She's good character and cute tho. She doesn't deserve rejected from anyone else. I hope she will find another man who's more better, cool, handsome, and success than Angan. Hiks.
Aku ambil beberapa poin dari novel ini sih. Menurutku orang yang terjebak sama masa lalu mereka tuh bener-bener wasting time. Mereka cuma menghabiskan sisa umur mereka dengan penyesalan, penyesalan, dan penyesalan. Kayak... siapa sih yang gak punya penyesalan? Penyesalan udah kayak hal dasar di dalam kehidupan manusia. Pasti semua orang punya penyesalannya masing-masing. Tinggal bagaimana orang mengatasi hal itu sehingga bisa berbuah manis.
Tapi novel ini sekalian membuka mataku juga sih. Orang yang gagal move on tuh keliatannya bener-bener udah buta sama sekitarnya. Udah gak bisa mikir rasional. Padahal orang yang lebih baik dari orang di masa lalunya masih banyaaak. Tapi mereka gak bisa nerima itu dan masih terus terjebak dengan orang di masa lalunya.
Dan juga, jangan pernah bandingin orang baru dengan orang yang udah lama mengisi pikiran kamu. Semuanya punya karakter dan kelebihan yang masing-masing. Yo~ still hope Dini can reach her own happiness.
Tapi, untuk keseluruhannya aku suka novel ini karena novel ini dibangun dari hal yang nampak sederhana yaitu matematika dan musik. Terlihatnya sederhana, tapi ternyata penjelasannya menarik juga ya. Matematika dan musik bisa digabungkan menjadi perpaduan yang menarik dan epik. Ya good job sih buat konsep ceritanya.
"Seandainya orang lain mengetahui bahwa melupakan adalah sebuah kebahagiaan, mereka akan mengerti bahwa mengingat segalanya adalah sebuah penderitaan" -what a nice words!
Pertama kali baca review di belakang sampul buku ini, aku berpikir "ah pasti seru nih buku", karena konsep yang diangkat adalah romansa dewasa yang sepengetahuanku harusnya minim dengan kisah 'menye-menye'. First thing first, aku suka konsep buku ini, sangat dewasa dan mengedepankan sisi rasional. Tapi ternyata itu hanya terjadi diawal cerita saja. Lembar demi lembar kubaca semakin terlihat bumbu romansa remaja yang aku sama sekali tidak mengharapkannya. Bukan berarti buku ini kurang baik, hanya seleraku saja yang mungkin belum mengiyakan buku ini tergolong apik. Terlebih setelah menemukan endingnya yang terlalu dipaksakan, sebuah pernikahan dengan cinta yang menurutku hanya berlandaskan 'rasa' di masa lalu. Ahh itu sangat disayangkan ! Makin disayangkannya lagi, aku bukan penggemar cinta-cintaan yang seperti itu.
Overall aku menyukai gaya bahasa dan 'sedikit' sentilan realita yang penulis ceritakan. At least biarpun konsep cerita dan alurnya tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan, aku sangat mengagumi penataan kata dalam buku ini sehingga yang 'menye-menye' pun bisa sedikit tersamarkan. Bagi kalian yang menyukai novel romance dan happily ever after ending, novel ini recommended sekali untuk dibaca. Barangkali bisa menjadi inspirasi kisah cinta kalian yang notabene memang menikmati hidup dalam cinta-cintaan. Thanks ! Selamat membaca !
Judul: Angan senja & senyum pagi Penulis: Fahd Pahdepie Penerbit: Falcon publishing Dimensi: 360 hlm, 14 x 20.5 cm, cetakan pertama Maret 2017 ISBN: 9786026051455
Kisah tentang seorang lelaki pecinta matematika bernama Angan Senja yang selalu mencintai dan mendambakan wanita pecinta musik bernama Senyum Pagi. Namun waktu memainkan takdir mereka hingga belasan tahun lamanya. Lintas kehidupan mereka tidak berujung pada satu titik. Sebagaimana senja yang tak pernah bertemu pagi.
Hingga 17 tahun kemudian, mereka kembali bertemu dengan perasaan yang tetap sama, meski hidup telah bergulir jauh. Akankah Angan Senja mampu memiliki Senyum Pagi?
Secara konflik, amat sangat sederhana dan biasa. Tapi kekuatan penulis ada pada kalimat puitisnya. Saya suka nama-nama tokohnya, Embun, Hari, Dini, Bunga, Angkasa dll yang menyadarkan indahnya keseharian kita dari alam. Nama yang unik.
Saya apresiasi 3 dari 5 bintang.
"Rasa cinta akan menemukan jalan dan muaranya masing-masing. Sekuat apa pun setiap orang menahannya, sejauh apa pun jalan yang harus ditempuh... Jika mereka ditakdirkan bersama dan saling mencintai, mereka akan bersama pada waktunya." (H.159)
"Kamulah yang selama ini aku cari. Semoga aku tak perlu menjelaskan apa-apa lagi." (H.162)
"Untuk berbahagia, kadang kita harus menyakiti orang lain. Jangan terlalu merasa bersalah. " (H.326)
Lagi-lagi, ini buku kedua Fahd yang saya haiskan dalam perjalanan melintasi awan. Saya menghkhatamkannya dalam perjalanan Jakarta - Bandung. Seperti biasa, saya matii gaya jika tak membaca apa-apa di atas pesawat.
Meskipun buku sebelumnya membuat saya tertarik membaca buku lainnya dari Fahd, namun saya tidak menemukan hal yang serupa di buku terbaru ini. Kisahnya sebenarnyaa cukup klise dalam kisah percintaan remaja lainnya. Hanya saja, Fahd berusaha mengemasnya dengan nuansa berbeda. Salah satunya, dengan cerita cinta yang agak lebih dewasa.
Sayangnya, saya menganggap beberapa bagian cerita buku ini agak melompat-lompat. Ada bagian atau segmen yang terkesan terlalu sederhana dan "digampangkan-banget". Seumpama cerita film yang dibuat karena durasinya terbatas. Barangkali karena penulis menuntaskan buku ini hanya dalam tempo sebulan, dengan jumlah ratusan halaman.
Yah, paling tidak bisa menjadi pengisi waktu luang. Seperti biasa, bahasa Fahd cukup memikat. Tidak terlalu puitis, tidak terlalu sederhana pula.
Saya suka dengan nama-nama tokohnya yang megambil tema Indonesia banget, semisal Bumi, Nyala Cakrawala, Embun Fajar, Hari, Angan Senja, dan Senyum Pagi.
Saya mempunyai ekspektasi tinggi terhadap kisah dalam buku ini. Setelah membaca pada bab-bab akhir saya baru sadar dengan proverb yang menyatakan, "semakin tinggi ekspektasi, semakin besar kemungkinan kecewa."
And it happened! Kukecewa. Sungguh!
Lemme explain... Kisah yabg tertulis dalam buku ini, berdasarkan blurb dan review di urutan paling atas goodreads, adalah kisah cinta orang dewasa. kisah cinta yang dewasa.
bayangan saya, isinya akan begitu realistis. Memang tidak akan ada kisah fiksi yang 100% realistis, tapi paling tidak mendekati kehidupan yang sebenarnya lah..
but i was wrong.. Isinya tidak 100% unrealistic, sih.. hanya dibuat kecewa (benar-benar kecewa) pada ending kisah.
I'm not a fan of an-unrealistic-love-story, by the way. saya sudah persiapkan diri buat nangis bombay padahal.
But..... saya tidak bermaksud menyebar benih-benih negatif. tidak bermaksud mengurangi niat calon pembaca buku ini untuk membacanya.
Kisah dalam buku hanya masalah selera. Saya menikmati gaya bahasa dan alur. Hanya saja, ending kisah seperti milik Angan senja dan Embut Pagi bukan selera saya.
bacalah, siapa tahu kita punya selera yang berbeda :)
Novel ini berhasil mengaduk perasaan, haru biru....sedih, kecewa, kesal, senang, bahagia, dengan narasi yang begitu puitis.
Pertemuan tak terduga setelah 17 tahun, mengantarkan kembali ingatan akan kenangan dan kisah kasih Angan dan Pagi semasa kehidupan mereka masih putih-abu abu. Untuk cinta yang tak sempat diucapkan dan disampaikan. Untuk kenangan dan sesal yang selalu hadir di tiap langkah Angan & Pagi. Untuk harapan dan mimpi yg tak terwujud. Kini mungkin kah setelah 17 tahun kebahagiaan dapat mereka raih, sementara mereka sudah terikat janji pada yang lain.
Novel ini berhasil membuatku masuk sebagai sosok Angan maupun Pagi. Angan yg pendiam, jenius matematika, berhasil dalam pendidikan dan karir, tetapi tidak bisa move on dari cinta pertamanya. Pagi yang cantik, yang selalu salah kostum, digilai para cowok, berani nembak cowok....tapi dihadapan Angan lidahnya kelu, ....untuk cinta yang tak sempat diucapkan . Untuk Pagi yang selalu merasa kebahagiaan adalah hal yang sulit diraih dan dijangkau.
Buku ini istimewa. Pertama, buku ini jadi buku ke-23 yang saya baca di tahun ini, yang berarti reading challenge saya sudah tuntas. Kedua, buku ini saya beli dan baca murni tanpa ekspektasi. Ketiga, cover buku akan jadi salah satu favorit saya dalam waktu yang lama sekali.
Tapi kenapa ratingnya 3? Karena saya hanya suka. I just like it. Saya tidak menganggapnya bagus sekali, amazing, atau apa. Kenapa? Bukunya tidak bagus? No. Buku ini hanya tidak cocok dengan saya. Bagi saya, buku hanya ada 2 jenis; cocok dan tidak cocok dengan saya. Istilah kerennya, this book is not my cup of tea. Sorry not sorry.
Who would like this book? Mereka yang suka novel puitis, yang suka deskripsi panjang, dan suasananya mellow. Saya? Tidak. Jujur saja, di setengah bagian terakhir buku, saya hanya membaca dialognya :(
Tentang Senyum Pagi yang bertemu si adek kelas nan pintar jago matematika, Angan Senja. Karena remaja bodoh yang saling jatuh cinta, mereka berdua punya satu hal yang tak sempat dikatakan, tentang rasa diantara keduanya. Sampe akhirnya berpisah. Lalu bertemu 17 tahun kemudian. Lalu memori lama hadir kembali.
Ceritanya sebenarnya biasa aja, saya punya dua tebakan untuk endingnya pas baca ditengah buku ini. Dan ternyata endingnya yang saya harapkan tak terjadi, tapi happy endingnya macam di buku ini pastilah banyak yang suka.
Covernya cakep banget ya. Saya termasuk yang ikutan PO dengan tanda tangan Fahd juga berhadiah bungkus buku dari bahan kulit.
Yeah, namanya terkesan 'dijodohkan' banget ya, tapi ya terserah penulisnya lah ya. Ada lumayan banyak typo tapi gak terlalu masalah sih ya, tapi kalo saya lebih memilih buku nonfiksi Fahd ketimbang buku fiksinya.
Buku ini menceritakan tentang kenangan masa lalu Angan dan Senyum, karena untuk latar waktu yang sekarang kurang diperlihatkan atau kurang dijelaskan dengan detail. Tentang kehidupan Angan di Boston serta kehidupan selama dia berkuliah di sana, juga kehidupan Senyum yang kosong dan rumpang, alasan kenapa dia nggak berkuliah hingga selesai dan bagaimana perjalanan romansa dia dengan ayahnya Embun.
Ceritanya cukup klise dengan konflik sederhana tapi tetap seru dibaca, tapi ya seperti yang aku paparkan sebelumnya, banyak sekali bagian yang rumpang, yang nggak dituliskan atau diceritakan penulis, aku sangat menyayangkan itu sih, semisal dibuat lebih mendetail lagi dan lebih dimatangkan penyelesaiannya, mungkin akan lebih seru.
Worth to read, menarik, bahasanya bagus, tipikal roman picisan. saya sangat menikmati cerita antara Angan Senja dan Senyum Pagi ini, walaupun menurut saya alurnya tertebak. Semacam nonton drama melankolis yang menjadikan penontonnya terbawa perasaan sehingga ikut menentukan bagaimana alurnya berjalan. Selain itu ada beberapa typo, bahkan salah penempatan karakter dalam dialog (?). ini sangat mengganggu, karena aneh saya mengulang membaca di beberapa hal itu untuk cek apakah kesalahan di saya atau memang pada penulisan. well, selain itu saya cukup menikmati novel ini. oh ya saya juga suka dengan covernya
Well, novel ini manis sebenarnya. Hanya ada beberapa hal yang cukup mengganggu, bagi saya sih. Sampul novel menggambarkan adegan klimaks yang --- mengapa harus --- terjadi di bawah guyuran hujan. Kemudian akhir cerita yang menurut saya sedikit dipaksakan. Kedewasaan Angan dan Pagi harus kalah dengan romansa jaman SMA saat mereka masih sangat muda. Entah cinta yang terlalu mendalam atau memang mengejar ending yang diinginkan. Bagaimanapun, novel ini jauh lebih menyenangkan daripada Rumah Tangga ataupun Jodoh. Buat penyuka kisah cinta mendalam yang dimulai sejak SMA, this is for you. Selain itu, bumbu tentang matematika, musik, filosofi infinity sedikit menghibur saya.
Matematika dan Musik, bagi saya, adalah sebuah kombinasi yang tidak mungkin. Barangkali beberapa contoh yang saya temui menunjukkan dua hal tersebut tidak ada hubungannya. Beberapa teman saya yang hobi musik tidak terlalu banyak menaruh minat pada matematika. Begitupun sebaliknya, pecandu matematika tidak terlalu tertarik dengan musik. Tapi Kang Fahd menggabungkan dua hal tersebut pada sosok Angan Senja. Laki - laki yang barangkali hampir sempurna pada usianya yang matang: seorang laki - laki rupawan yang mapan, punya kekayaan sendiri, jenius matematika, ekonom handal, penuh rencana dan perhitungan, dan musisi yang melankolis. Perempuan mana yang kuasa menolak paket komplit ini hihihi Dan dipertemukanlah Angan dengan sosok yang seolah menjadi antonim dari dirinya: primadona SMA yang jelita, penuh kejutan, dan agak ngga matching kalau urusan berpakaian. Barangkali selayaknya kutub utara dan selatan magnet yang berbeda tapi saling tarik, begitu pula Angan Senja dan Senyum Pagi. Jika Senja bagi saya memberikan ketenangan di akhir hari, maka Pagi memunculkan harapan hidup setiap memulai sesuatu yang baru. Duh, ngomong apa sih saya hihihi
Perpaduan Musik - Matematika, nama - nama karakter yang tak biasa (jarang saya temui orang yang mempunyai nama yang sangat Indonesia seperti Pagi) tapi sungguh mencerminkan karakter dan penokohan, kisah yang cukup rumit menjadi focal points di novel ini. Cover yang artsy dan melankolis serta beberapa lagu hits Dewa 19 seperti Kirana dan Cinta Kan Membawamu Kembali membawa nuansa nostalgia juga menguatkan ide cerita yang melankolis, mengharu biru.
Di samping itu, beberapa elemen plot yang pernah saya pelajari di mata kuliah prosa seperti ketegangan, bagaimana sebuah cerita masuk akal, kesatupaduan, dan foreshadow (pertanda) terbangun dengan baik. Segala konflik yang ada di novel ini bisa dibilang masuk akal dan menyatu. Setiap konflik pun dihubungkan dengan pertanda -pertanda yang memicu imajinasi dan train of thoughts nya para pembaca. Sayangnya, bagi saya, suspense atau ketegangan cerita ini kurang tinggi. Seperti pada saat berpisahnya Angan dan Pagi tepat saat Pagi hendak menyatakan perasaannya. Atau saat diceritakan kalau Angan mencari Pagi sepulang dari luar negeri. Saya mengharapkan sesuatu yang lebih dari itu, misalnya diceritakan bagaimana Pagi berusaha menahan Angan sebelum laki-laki itu beneran berangkat atau misalnya bagaimana kerasnya usaha Angan mencari Pagi, atau yang lain. *Well, mungkin imajinasi saya terlalu liar hihihi, tapi, seriously, I expected something more, something that makes the whole story more dramatic.
Belakangan saya menonton ulang film India Rab Ne Bana Di Jodhi dan mengingat lagi cerita Kuch Kuch Hota Hai karena nonton Surga Yang Tak Dirindukan 2. Well, the end of this story reminds me of those Hindi Movies.
Anyway, selamat membaca :D
Sampang, 3 Maret 2017
This entire review has been hidden because of spoilers.
Kekuatan tulisan kang Fahd biasanya ada di setiap paragraf. Estetik romantik. Tapi di novel ini, kang Fahd membuktikan bisa menulis karya yang keindahannya padu pada satu buku itu. Kita mesti agak sabar untuk paham dan terkejut. Story teller memang mesti begitu. Hehe
Novel ini berisi tokoh-tokoh dengan nama-nama yang terinspirasi dari fenomena alam. Angan Senja, Senyum Pagi, Dini Cahya Wulan, Nyala Cakrawala, Embun Fajar, Hari Harimau. Saya coba tebak pasti kepala sekolahnya Angan Senja dan Senyum Pagi bernama Mega Mendung. Ketua RT di rumahnya bernama Awan Comolunimbus. Hahaha.
Di bagian terakhir novel entah kenapa saya jadi ingat video heboh pengatin yang kedatangan mantannya. Suara seorang laki-laki dengan mic sayup-sayup saya dengar
"Mohon bersabarr. ini ujiaann. Mohon bersabarr.."
Hehehe
Ceritanya bagus. Cuma kurang satuuuu hal aja. Di novel ini tidak ada jokes yang bikin ketawa. Wah klo ada bisa kumplit nih.
Saya prediksi karya ini akan jadi film yang bagus dan laku. Selamat kang Fahd!
Aduh miris banget ceritanya, sedih kalau diingetinget, makanya aku suka banget. Kisah romantis anak SMA, kelas X dan kelas XII, hanya setahun di SMA, terus skip 17 tahun. 17 TAHUN. 17 TAHUN. Sweet banget, dialog dan narasinya ringan, mudah dipahami, adegan2 romantis, sempet bikin mata berkacakaca 🥺 tapiiii, karena ga sad ending, aku kasih rate 4 aja. Karena sepanjang cerita udah miris, kalau dikasih sad ending. Ajib sih 👌🏻
This entire review has been hidden because of spoilers.
Ini adalah karya Fahd Pahdepie pertama yang saya baca. Dan, wow.... sepertinya saya sangat menyukainya dan berkeinginan untuk membaca karya Fahd Pahdepie yang lainnya. Dari segi judul memang sudah sangat menjanjikan, terlihat puitis. Untuk itu tak ada salahnya saya memberikan 4,5 bintang untuk "Angan Senja & Senyum Pagi" ini.
Sangat suka dengan alur ceritanya, tokoh-tokoh nya. cinta semasa sma yang belum kelar, klasik banget. menyentuh.
Tapi agak kurang suka sih sama endingnya, kesannya kayak pengen kasi surprise buat pembaca tapi masih ngambang buat saya. kebawa perasaan pribadi aja kali ya, gak suka aja sama endingnya.
judulnya saya suka. nama tokohnya pun saya suka. cerita cinta mereka dulu saat remaja apalagi. tapi entah mengapa saya tak tersentuh. atas harapan angan akan pagi. atas rindu pagi yg malu2 terhadap angan. mungkin kurang tebal, atau terlalu cepat alurnya. seharusnya bs jadi favorit sih, tp entah. mungkin tertebak tapi ragu krn untuk bahan semenarik itu, ternyata cm gitu. bingung ya? sama
Mungkin banyak yang gak nyadar kalo tema yang dibawain sama buku ini adalah topik yang lumayan berat. Kenangan itu pertanyaan filosofis yang dalem. Belum lagi tokoh utamanya gak bisa lupain semua yang udah dia inget. Gokil nih bisa jadi seringan ini.
overall sangat suka dengan tulisannya bang fahd yang ini menggambarkan orang yang bahkan disetiap harinya menggunakan logika dan matimatika dalam hidupnya, tidak dapat lepas dari ketidakpastian cinta.
Sebenarnya punya cerita yang bagus, hanya saja ada beberapa hal yang seharusnya diceritakan lebih detail namun mengingat naskahnya selesai dalam 1 bulan ya masih bisa dimaklumi lah 👌 Dan juga endingnya agak terlalu memaksakan menurut saya, harusnya dibiarkan mengalir saja
Awalnya buku ini menarik banget! Tapi lepas masa sma - nya, kenapa terasa kurang gambaran karakternya ya? 17 tahun bukan waktu yang sebentar, harusnya banyak yang berubah. Cerita yang terlalu manis buat saya.